195
c. Pewilayahan berdasarkan fenomena teknologi
Tiap-tiap daerah di permukaan bumi memiliki fenomena penguasaan teknologi yang berbeda. Hal ini, karena dipengaruhi oleh kemampuan, penguasaan dan
ilmu yang dimiliki berbeda. Berdasarkan penguasaan teknologi dapat dibedakan menjadi wilayah berteknologi maju, wilayah berteknologi konvensional, dan
wilayah berteknologi terbelakang.
D. PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN
Pusat pertumbuhan adalah suatu wilayah yang perkembangannya sangat pesat dan menjadi pusat pembangunan yang dapat mempengaruhi perkembangan
daerah-daerah di sekitarnya. Suatu wilayah dapat menjadi pusat pertumbuhan wilayah, apabila wilayah tersebut mempunyai berbagai aktivitas yang mampu
mempengaruhi daerah sekitarnya. Pusat-pusat wilayah pertumbuhan tersebut dapat berupa wilayah kecamatan, kabupaten, kota, atau provinsi. Melalui
pengembangan kawasan pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan terjadi suatu proses interaksi dengan wilayah di sekitarnya. Sebagai contoh, Jakarta merupakan
pusat pertumbuhan bagi Pulau Jawa; Kota Bandung yang berkembang sangat pesat, secara langsung mempengaruhi kota-kota yang ada di sekitarnya seperti
Cimahi, Padalarang, Soreang, Ujung Berung, Rancaekek, Lembang. Bahkan lebih luas lagi Garut, Cianjur, Subang, Sumedang. Pesatnya pertumbuhan
kota Bandung pada akhirnya harus memperluas wilayahnya ke Ujung Berung, sebagian wilayah Cimahi dan wilayah-wilayah lainnya yang merupakan bagian
dari wilayah kabupaten Bandung sebelumnya.
Pengembangan kawasan-kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan tingkatan atau skalanya berbeda-beda. Ada yang berskala nasional, regional atau daerah.
Pusat pertumbuhan berskala nasional misalnya pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia contoh Kota Surabaya, Makassar dikembangkan sebagai pusat
pertumbuhan di kawasan Indonesia Timur. Medan sebagai pusat pertumbuhan di kawasan Indonesia Barat. Pusat-pusat pertumbuhan regional atau daerah
seperti “JABOTABEK” Jakarta-Bogor-Tanggerang-Bekasi, “BANDUNG RAYA” , Segi Tiga “SIJORI” Segi Tiga Singapura-Johor-Riau, “GERBANG
KERTOSUSILA” Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan.
Adapun pendekatan yang dapat kamu lakukan untuk mengenali lebih jauh pusat-pusat pertumbuhan tersebut sebagai berikut.
1. Teori Tempat yang Sentral Central Place Theory
Teori ini dikemukakan oleh Walter Cristaller pada tahun 1933. Menurut teori ini ada tiga pertanyaan yang harus dijawab tentang kota atau wilayah,
yaitu pertama, apakah yang menentukan banyaknya kota; kedua apakah
Di unduh dari : Bukupaket.com
196 yang menentukan besarnya kota; dan ketiga, apakah yang menentukan
persebaran kota. Menurut Christaller ada konsep yang disebut jangkauan range dan
ambang threshold. Range adalah jarak yang perlu ditempuh orang untuk
mendapatkan barang kebutuhannya pada suatu waktu tertentu saja. Adapun Threshold
adalah jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan keseimbangan suplai barang. Dalam teori ini diasumsikan pada suatu
wilayah datar yang luas dihuni oleh sejumlah penduduk dengan kondisi yang merata. Di dalam memenuhi kebutuhannya, penduduk memerlukan berbagai
jenis barang dan jasa, seperti makanan, minuman, alat-alat rumah tangga, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Untuk memperoleh
kebutuhan tersebut penduduk harus menempuh jarak tertentu dari rumahnya. Jarak tempuh tersebut disebut Range.
Di sisi lain pihak penyedia barang dan jasa baik pertokoan maupun pusat- pusat pelayanan jasa untuk memperoleh keuntungan yang maksimal, maka
mereka harus paham benar berapa banyak jumlah minimal penduduk calon konsumen yang diperlukan bagi kelancaran dan kesinambungan suplai barang
atau jasa agar tidak mengalami kerugian. Dengan kata lain mereka harus memilih lokasi yang strategis, yaitu sebuah pusat pelayanan berbagai kebutuhan
penduduk dalam jumlah partisipasi yang maksimum. Berdasarkan kepentingan ini maka untuk jenis barang kebutuhan dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Threshold tinggi
, yaitu barang kebutuhan yang memiliki risiko kerugian besar karena jenis barang atau jasa yang dijual adalah barang-barang
mewah, seperti: kendaraan bermotor, perhiasan, dan barang-barang lainnya yang memang harganya relatif mahal dan sulit terjual. Untuk jenis-jenis
barang seperti ini maka diperlukan lokasi yang sangat sentral seperti di kota besar yang relatif terjangkau oleh penduduk dari daerah sekitarnya
dan terpenuhi jumlah penduduk minimal untuk menjaga kesinambungan suplai barang.
b. Threshold rendah
, yaitu barang kebutuhan yang memiliki risiko kecil atau tidak memerlukan konsumen terlalu banyak untuk terjualnya barang-
barang, karena penduduk memang membutuhkannya setiap hari. Untuk jenis barang-barang seperti ini maka lokasi penjualannya dapat ditempatkan
sampai pada kota-kota atau wilayah kecil.
Dari bentuk kebutuhan dan pelayanan di atas maka muncullah istilah tempat
yang sentral Central Place Theory, yaitu suatu lokasi yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu tempat
yang terpusat sentral. Tempat ini memungkinkan partisipasi manusia yang jumlahnya besar baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun
yang menjadi konsumen dari barang-barang dan pelayanan yang dihasilkannya.
Di unduh dari : Bukupaket.com
197 Menurut teori ini, tempat yang sentral merupakan suatu titik simpul dari
suatu bentuk heksagonal atau segienam. Daerah segienam ini merupakan wilayah- wilayah yang penduduknya mampu terlayani oleh tempat yang sentral tersebut.
Keterangan: a. Titik A, B, C, ... adalah tempat-tempat
yang sentral b. Daerah-daerah segi enam merupakan
wilayah yang secara maksimum terlayani oleh tempat yang sentral
Gambar 6.10 Skema tempat yang sentral Sumber: Sumaatmadja, 1988, halaman 124
Tempat yang sentral dalam kenyataannya dapat berupa kota-kota besar, pusat perbelanjaan atau mall, super market, pasar, rumah sakit, sekolah,
kampus-kampus perguruan tinggi, ibukota provinsi, kota kabupaten dan sebagainya. Masing-masing tempat yang sentral tersebut memiliki pengaruh
atau kekuatan menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda. Misalnya, pusat kota provinsi akan menjadi daya
tarik bagi penduduk dari kota-kota kabupaten, sementara kota kabupaten menjadi daya tarik bagi penduduk dari kota-kota kecamatan, dan kota kecamatan
menjadi penarik bagi penduduk dari desa-desa di sekitarnya. Demikian pula halnya dengan pusat perbelanjaan, rumah sakit maupun pusat pendidikan.
Sehingga nampak terdapat tingkatan hierarki tempat yang sentral.
Gambar 6.11 Hirarki tempat tempat sentral yang
kawasan daya pengaruhnya berbeda-beda
Sumber: Sumaatmadja, 1988 halaman 125
A D
F B
G C
E H
Ibukota Negara Ibukota Provinsi
Ibukota Kabupaten Kota kecilkota kecamatan
Kotatempat pasar
Di unduh dari : Bukupaket.com
198 Selain hierarki berdasarkan besar kecilnya wilayah atau pusat-pusat pelayanan
seperti telah dikemukakan di atas, hierarki tempat yang sentral digunakan pula dalam merencanakan suatu lokasi kegiatan seperti pusat perniagaan atau
pasar, sekolah, pusat rekreasi, dan lainnya.
Tempat yang sentral dan daerah yang dipengaruhinya komplementer, pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu hierarki 3 K=3,
hierarki 4 K=4, dan hierarki 7 K=7. Adapun secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Hierarki K=3
, merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang selalu menyediakan bagi daerah sekitarnya, sering disebut Kasus Pasar Optimal.
Wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi sepertiga bagian dari masing-masing wilayah tetangganya.
Gambar 6.12a Hirarki tempat yang sentral dengan K=3
Sumber: Sumaatmadja, 1988, halaman 126
b. Hierarki K=4,
wilayah ini dan daerah sekitarnya yang terpengaruh memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien. Tempat
sentral ini disebut pula situasi lalu lintas yang optimum. Situasi lalu lintas yang optimum ini memiliki pengaruh setengah bagian di masing-
masing wilayah tetangganya.
Gambar 6.12b Hirarki tempat yang sentral dengan K=4
Sumber: Sumaatmadja, 1988, halaman 127
K = 613 + 1 K = 3
K = 612 + 1 K = 4
Di unduh dari : Bukupaket.com
199 c.
Hirarki K=7, wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi seluruh bagian satu bagian masing-masing wilayah
tetangganya. Wilayah ini disebut juga situasi administratif yang optimum. Situasi administratif yang dimaksud dapat berupa kota pusat pemerintahan.
Gambar 6.12c Hirarki tempat yang sentral dengan K=7.
Sumber: Sumaatmadja, 1988, halaman 127
Pengaruh tempat yang sentral dapat diukur berdasarkan hirarki tertentu, dan bergantung pada luasan heksagonal yang dilingkupinya.
2. Teori kutub pertumbuhan