mengungkapakan ketertarikan erotik mereka Peplau, dalam Matlin, 2012.
Pada aspek perilaku, perempuan memiliki perilaku seksual yang sangat berbeda dari laki-laki.Penelitian Hill; Hyde Oliver; Peterson
Hyde, dalam Matlin, 2012 menemukan bahwa perilaku masturbasi lebih umum dilakukan laki-laki daripada perempuan.
D. Dinamika Hubungan antara Religiusitas dan Komunikasi Seksual pada
Perempuan Dewasa yang Telah Menikah
Sikap religiusitas terbentuk atas dasar keterikatan individu dengan sistem kepercayaan yang diyakini. Kepercayaan atau agama merupakan suatu
relasi manusia dengan Tuhan sebagaimana didalam penghayatan manusia Dister, 1988. Kemudian, individu memaknai relasi tersebut kedalam suatu
sikap yang disebut sebagai religiusitas. Religiusitas dipahami sebagai sikap yang berasal dari keyakinan individu terhadap pengalaman keagamaan yang
menimbulkan rasa kedekatan dengan Tuhan sebagai pribadi yang abstrak dan mendorong individu untuk mencari makna eksistensinya. Pengaruh agama
terhadap perilaku manusia terutama untuk memperoleh ketenangan didalam hidup, sehingga secara psikologis agama menjadi suatu nilai penting bagi
individu Dister, 1998. Keberagamaan sebagai aspek yang penting dalam kehidupan individu,
sehingga sikap religiusitas berkembang dalam setiap tahapan perkembangan hidup keagamaan. Pada usia dewasa awal, perkembangan kepercayaan
individu berada pada tahap yang disebut individuatif – reflektif. Fowler
dalam Cremers, 1995 mengatakan, individu pada tahap tersebut telah memiliki kesadaran bahwa kepercayaan yang mereka yakini memiliki arti bagi
kehidupan mereka sehingga harus diperjuangkan secara bertanggungjawab. Maka, tahap perkembangan kepercayaan pada perempuan dewasa berada di
tahap individuatif – reflektif, dimana perempuan dewasa menyadari bahwa
kepercayaan yang mereka yakini memberikan arti bagi kehidupan sehingga mereka mampu memperjuangkan keyakinan tersebut dengan penuh
tanggungjawab. Selain itu, ditemukan bahwa tingkat religiusitas yang dimiliki
perempuan dewasa lebih tinggi dibandingkan religiusitas pada laki-laki dewasa.Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Beit-Hallahmi dan Argyle
dalam Walter Davie, 1998 yang menemukan bahwa religiusitas perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, baik dalam hal intensitas
kehadiran ke rumah ibadah, doa pribadi maupun isi dari keyakinan religius yang dimiliki. Sikap religiusitas yang tinggi pada perempuan diduga
mempengaruhi sikap perempuan, khususnya terhadap seksualitas. Penelitian terdahulu menemukan bahwa pengukuran religiusitas sering
menjadi prediktor yang signifikan terhadap sikap seksualitas perempuan Arnold Meston, 2007. Woo dan Brotto 2012 menemukan bahwa
religiusitas yang tinggi dapat menyebabkan rendahnya hasrat seksual pada perempuan Asia timur. Padahal, hasrat seksual yang rendah berhubungan
dengan ketidakpuasan seksual pada pasangan, sebagaimana yang disebutkan
oleh Basson dalam artikel New England Journal of Medicine
www.nejm.orgdoifull10.1056NEJMcp050154. Selain hasrat seksual, kepuasan seksual juga dipengaruhi oleh komunikasi seksual.
Komunikasi seksual merupakan suatu kemampuan untuk mendiskusikan berbagai aspek kehidupan seksual, seperti keterbukaan diri, hasrat seksual,
ajakan seksual, kenikmatan seksual, maupun aktivitas seksual sebelumnya kepada pasangan baik secara verbal maupun non-verbal. Hasil penelitian yang
dirangkum oleh Oattes dan Offman 2007 menunjukkan bahwa komunikasi seksual yang baik dapat meningkatkan kepuasan seksual. Akan tetapi, tidak
semua individu mampu melakukan komunikasi seksual, terutama perempuan. Hal ini terkait dengan pendapat Newman et al. dalam Matlin, 2012 yang
mengatakan bahwa perempuan sangat jarang membicarakan soal seks dibandingkan laki-laki.
Rendahnya kemampuan perempuan dalam melakukan komunikasi seksual diduga terkait dengan tingginya sikap religiusitas yang dimiliki.
Beberapa penelitian yang dirangkum dalam Murray, Ciarrocchi, dan Murray- Swank 2007 telah menunjukkan bahwa terhambatnya ekspresi seksual
disebabkan oleh pengaruh sikap religiusitas dengan sex guilt sebagai mediatornya. Sikap religiusitas yang berasal dari orientasi intrinsik dan
ekstrinsik diduga berpengaruh terhadap ekspresi seksual pada perempuan dikarenakan kedua sikap religius tersebut menempatkan seksualitas secara
normatif didalam kehidupan perempuan. Perempuan dengan religiusitas yang intrinsik cenderung akan mengutamakan penghayatan hidup beragama,
sehingga tidak terlibat aktif dalam kehidupan seksual. Kemudian, sikap religius yang ekstrinsik pada diri perempuan diduga membentuk pola pikir
yang cenderung kaku terhadap hukum agama, khususnya terkait kehidupan seksual. Sikap religiusitas tersebut cenderung berusaha mengendalikan setiap
tatanan perilaku seksual manusia agar sesuai dengan kehendak Tuhan. Perempuan dewasa pada umumnya merasa sulit untuk menceritakan
pengalaman seksual kepada laki-laki lain, bahkan kepada suaminya, karena memiliki anggapan bahwa pengalaman seksual merupakan hal yang kotor,
salah, dan dosa Priyatna, 2013. Anggapan tersebut diduga karena sikap religius yang dimiliki oleh perempuan menikah. Maka, peneliti menduga
bahwa sikap religiusitas pada perempuan menjadi faktor yang menghambat komunikasi seksual sebagai bagian dari ekspresi seksual.
E. Hipotesis