Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, perempuan dewasa menikah adalah seorang perempuan usia 18-60 tahun yang telah terikat
lahir-batin dengan seorang laki-laki untuk membentuk keluarga berdasarkan agama yang dianut.
2. Pola Komunikasi
Komunikasi dapat berupa komunikasi verbal dan komunikasi non- verbal. Komunikasi verbal mengacu pada bentuk komunikasi yang
dilakukan melalui kata-kata. Sedangkan, komunikasi non-verbal merupakan bentuk komunikasi yang tidak berfokus pada kata-kata aktual,
seperti intonasi suara, ekspresi wajah, bahkan jarak antara seseorang dengan orang lainnya saat berdiri. Selanjutnya, akan dijelaskan bagaimana
karakteristik pola komunikasi verbal pada perempuan yang berbeda dengan pola komunikasi pada laki-laki dalam Matlin, 2012.
Terdapat stereotip dimana perempuan sangat aktif dalam berbicara. Bahkan, dikatakan bahwa perempuan mampu berbicara selama berjam-
jam lamanya. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Athenstaedt et al., Mehl et al., Niedzwienska menemukan bahwa tidak banyak perbedaan
gender yang besar dalam jumlah waktu percakapan antara perempuan dan laki-laki pada mahasiswa. Penelitian Aries, M. Crawford, Eckert dan
McConnell-Ginet, Romaine, Thomson et al. bahkan menemukan bahwa laki-laki lebih aktif berbicara dibanding perempuan. Dalam hal
penyampaian interupsi, Athenstaedt et al. dan Ellis et al. mengatakan
bahwa laki-laki cenderung lebih sering menginterupsi pembicaraan daripada perempuan.
Perempuan dan laki-laki juga memiliki perbedaan dalam gaya maupun isi dari bahasa ketika melakukan komunikasi verbal. Carli
menemukan bahwa orang-orang jarang menggunakan bahasa yang menunjukkan keragu-raguan ketika mereka berbicara pada jenis kelamin
yang sama. Sebaliknya, ketika perempuan berbicara pada laki-laki, mereka nampaknya lebih sering menggunakan bentuk kalimat yang menunjukkan
keragu-raguan. Misalnya, “saya tidak yakin”. Sedangkan, isi pembicaraan
yang seringkali dibahas oleh perempuan berdasarkan urutan intensitasnya berkisar seputar dunia sosial, proses berpikir, emosi, pekerjaan, dan
seks.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Newman et al. tersebut
menunjukkan bahwa perempuan sangat jarang membicarakan soal seks. 3.
Seksualitas Perempuan Dewasa Menikah
Memasuki usia dewasa, perempuan memiliki minat yang lebih besar terhadap seksualitas dibandingkan dengan masa remaja Hurlock, 1980.
Karakteristik seksual pada perempuan dewasa dilihat sebagai sesuatu yang khas dari perempuan dan mungkin berbeda dari karakteristik seksual pada
laki-laki. Beberapa aspek mengenai seksualitas perempuan dewasa meliputi respon seksual, hasrat seksual, sikap terhadap seksualitas
perempuan, dan perilaku seksual. Masters dan Johnson dalam Matlin, 2012 menemukan bahwa
respon seksual perempuan dan laki-laki secara umum memiliki kesamaan,
khususnya secara fisiologis. Empat tahap yang terjadi selama aktivitas seksual perempuan, meliputi excitement phaseyang berupa rangsangan
seksual akibat sentuhan dan pikiran-pikiran erotik; plateau phaseyang menandakan daerah klitoris semakin sensitif; orgasmic phase yang
menimbulkan kontraksi pada rahim dan bagian luar vagina; dan resolution phaseyang menandakan kembalinya organ seksual pada kondisi awal.
Meskipun terdapat kesamaan reaksi fisiologis dengan laki-laki, perempuan cenderung lebih menekankan pentingnya emosi dan pikiran dalam
aktivitas seksual dalam Matlin, 2012. Menurut Hurlock 1980, respon seksual perempuan akan menurun diakibatkan adanya sikap mawas
terhadap perilaku seksual yang dilakukan bersama pasangan. Karakteristik seksual selanjutnya adalah hasrat seksual, yang
merupakan suatu kebutuhan untuk terlibat didalam aktivitas seksual dengan tujuan mencapai kenikmatan fisik atau emosional Fine
McClelland; Tolman, dalam Matlin, 2012. Penelitian para feminis menemukan bahwa terdapat perbedaan yang sangat besar pada hasrat
seksual perempuan dan laki-laki. Sejumlah fakta mengenai perbedaan hasrat seksual antara perempuan dan laki-laki, yaitu: 1 perempuan tidak
banyak memikirkan tentang seks; 2 perempuan tidak sering melakukan masturbasi seperti laki-laki; 3 perempuan tidak menginginkan aktivitas
seksual sebanyak yang diinginkan oleh laki-laki; 4 perempuan tidak sering mengajak untuk melakukan aktivitas seksual; 5 perempuan hanya
ingin terlibat dalam aktivitas seksual bersama pasangan; dan 6
perempuan tidak suka untuk memiliki pasangan seksual yang banyak Impett Peplau; Miller et al; Mosher Danoff-Burg; dan Vohs
Baumeister, dalam Matlin, 2012. Sikap individu terhadap seksualitas dipengaruhi oleh budaya dimana
individu tersebut tinggal. Mayoritas masyarakat Amerika Utara percaya bahwa hubungan seksual diluar pernikahan dapat diterima secara wajar
dalam suatu hubungan yang dilandasi komitmen Widmer et al., dalam Matlin, 2012. Di negara timur, seperti Filipina, 60 masyarakatnya
menganggap bahwa hubungan seks diluar pernikahan merupakan hal yang tidak benar.
Masyarakat memiliki sikap yang berbeda terhadap perilaku seksual perempuan dibandingkan dengan perilaku seksual laki-laki. Penelitian
Hatfield dan Rafson, dan Sprecher dalam Matlin, 2012 menemukan bahwa masyarakat Amerika Utara memiliki suatu standar ganda yang
berisi suatu keyakinan bahwa hubungan seks diluar pernikahan lebih tepat dilakukan oleh laki-laki ketimbang perempuan.
Selain itu, terdapat pula suatu norma sosial bagi perilaku seksual, yang dipelajari melalui kebudayaan Bowleg et al.; DeLamater Hyde;
Rudman Glick, dalam Matlin, 2012. Berdasarkan norma sosial tersebut, perempuan diharapkan dapat bertahan atau patuh secara pasif
terhadap dorongan seksual pasangannya Impett Peplau; Greene Faulkner; Morokoff, dalam Matlin, 2012. Akan tetapi, para perempuan
yang menjalani hubungan yang egaliter cenderung merasa bebas untuk
mengungkapakan ketertarikan erotik mereka Peplau, dalam Matlin, 2012.
Pada aspek perilaku, perempuan memiliki perilaku seksual yang sangat berbeda dari laki-laki.Penelitian Hill; Hyde Oliver; Peterson
Hyde, dalam Matlin, 2012 menemukan bahwa perilaku masturbasi lebih umum dilakukan laki-laki daripada perempuan.
D. Dinamika Hubungan antara Religiusitas dan Komunikasi Seksual pada