abstrak dalam Ratnawati, 2002. De Visser, Smith, Richters, dan Rissel 2007 mendefinisikan religiusitas sebagai suatu kekuatan dari keyakinan
religius yang dicerminkan kedalam sikap memandang agama sebagai sesuatu yang penting dan perilaku frekuensi kehadiran di gereja. Selain
itu, menurut Rodolpho, Penteado, Borges, dan Alvarez 2013, religiusitas adalah konsep menyeluruh mengenai kapasitas untuk menghidupi
pengalaman keagamaan yang meliputi kedekatan dengan Tuhan. Dapat disimpulkan bahwa religiusitas merupakan sikap yang berasal
dari keyakinan individu terhadap pengalaman keagamaan yang menimbulkan rasa kedekatan dengan Tuhan sebagai pribadi yang abstrak
dan mendorong individu untuk mencari makna eksistensinya.
2. Jenis Religiusitas
Konsep religiusitas menurut Gordon Allport dalam King Crowther, 2004 dibagi menjadi religiusitas intrinsik dan religiusitas
ekstrinsik. Religiusitas intrinsik merupakan suatu orientasi religius yang bertujuan untuk mencapai pemahaman akan religiusitas itu sendiri.
Menurut Allport dalam Crapps, 1993, religiusitas intrinsik mengarahkan individu untuk memandang agama sebagai iman yang bernilai pada diri
sendiri, menuntut keterlibatan, dan mengatasi kepentingan diri. Sedangkan, religiusitas ekstrinsik lebih bertujuan sebagai sarana menuju
kesejahteraan sosial, seperti rasa nyaman dan penerimaan. Individu dengan religiusitas yang berorientasi ekstrinsik memandang agama sebagai
tameng yang berguna untuk mendukung kepercayaan diri, memperbaiki
status, bertahan melawan kenyataan, atau memberi sanksi pada suatu cara hidup Allport dalam Crapps, 1993. Allport dalam Elias, 1975
membedakan individu yang berorientasi intrinsik sebagai individu yang menghidupi agama, dan individu dengan orientasi ekstrinsik sebagai
individu yang memanfaatkan agama. Berdasarkan pada konsep religiusitas intrinsik dan ekstrinsik, maka
pengukuran terhadap tingkat religiusitas dilakukan dengan menggunakan Religion Scale Bardis, 1961. Religion scale ini dimaksudkan untuk
mengukur sikap terhadap keyakinan dan praktik-praktik religius Kauffman dalam King Crowther, 2004.
3. Alat Ukur Religiusitas
Pengukuran terhadap tingkat religiusitas pada penelitian ini menggunakan Religion Scale Bardis, 1961. Semakin tinggi skor subjek
pada skala ini, menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat religiusitas yang semakin tinggi pula. Tiga aspek besar didalam keyakinan yang akan
diukur adalah 1 konsep mengenai kodrat dan karakter ketuhanan; 2 doktrin yang berkenaan dengan kewajiban timbal balik dan keharusan
antara ketuhanan dan kemanusiaan; dan 3 tatanan perilaku yang dirancang agar sesuai dengan kehendak Tuhan dan untuk meyakinkan
orang-orang percaya akan suara hatinya bahwa apapun ganjaran yang akan diterima dan kebebasan dari hukuman di dunia bergantung pada imannya.
Ketiga aspek besar tersebut menjadi tolak ukur terhadap tinggi atau rendahnya sikap religiusitas pada subjek penelitian ini.
Sikap religiusitas yang berorientasi intrinsik dan ekstrinsik secara tersirat dapat ditemukan pada setiap item religion scale. Terdapat 6 butir
item yang dapat digolongkan kedalam religiusitas intrinsik 1, 5, 7, 11, 13, 23, dan ke-18 butir item sisanya dapat digolongkan kedalam
religiusitas ekstrinsik 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24. Item-item yang cenderung berorientasi intrinsik memiliki
makna yang menunjukkan bahwa individu dengan orientasi tersebut memandang agama sebagai iman yang bernilai pada diri sendiri, menuntut
keterlibatan, dan mengatasi kepentingan diri. Sedangkan, item-item dengan kecenderungan ekstrinsik dimaknai melalui pandangan terhadap
agama sebagai tameng yang berguna untuk mendukung kepercayaan diri, memperbaiki status, bertahan melawan kenyataan, atau memberi sanksi
pada suatu cara hidup. Melalui item-item yang berorientasi intrinsik, religiusitas dinyatakan
sebagai penghayatan agama yang dihidupi oleh individu. Sebagai contoh, pada item nomor 5 lampiran 8
yang berbunyi: “keyakinan pada Tuhan membuat hidup lebih bermakna.” Melalui item tersebut, religiusitas
ditunjukkan sebagai pemaknaanakan kehadiran Tuhan didalam hidup manusia.Sedangkan, pada item-item yang berorientasi ekstrinsik,
religiusitas lebih dipandang sebagai sikap yang menjadi kewajiban bagi para penganut agama. Misalnya, pada item nomor 4 lampiran 8 yang
berbunyi demikian, “Orang harus hadir ke tempat ibadahnya seminggu
sekali jika memungkinkan .” Pada item tersebut sikap religiusitas
ditunjukkan melalui kewajiban hadir ke tempat ibadah.
4. Tahap Perkembangan Religiusitas