2. Bidang Materi dalam Melakukan Psikoedukasi
Winkel  dalam  supraktimya,  2008  menjelaskan  bahwa  ada  3  materi  bidang  dalam melakukan psikoedukasi, diantaranya adalah:
a. Bidang Pribadi-Sosial
Keterampilan  hidup  dalam  bidang  pribadi-sosial  pada  dasarnya  meliputi  3  kategori yaitu:
  Pemahaman diri menyangkut baik aspek fisik maupun psikologis serta penerimaan diri   Kemampuan  mengatasi  aneka  pergulatan  abtin  dan  kemampuan  untuk  mengatur  diri
sendiri   Kemampuan untuk menjalin hubungan serta relasi dengan oranglain
b. Bidang Akademik
Keterampilan  hidup  dalam  bidang  akademik  pada  dasarnya  juga  memiliki  3  kategori, diantaranya:
  Menemukan cara belajar yang tepat   Mampu mengatasi kesukaran dalam belajar
  Memilih program studi yang sesuai dengan kemampuan anak
c. Bidang Karir
Secara  lebih  spesifik,  bidang  ini  mencakup  antara  lain  jenis-jenis  keterampilan  hidup, diantaranya adalah:
  Mamahami diri dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri   Memahami dunia pekerjaan dan berbagai jenis pekerjaan
  Memahami perlunya saling berhubungan dengan antarmanusia dan perlu mengembangkan secara terus menerus kemampuan untuk hidup dalam suasana saling memahami dan saling
kerja sama dengan orang lain.
3. Langkah-langkah dalam Melakukan Psikoedukasi
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam melakukan psikoedukasi, diantaranya: a.
Melakukan asessment kebutuhan klien b.
Menyusun program psikoedukasi melalui suatu modul c.
Mengembangkan  modul  tersebut  untuk  difokuskan  pada  pengembangan  suatu keterampilan tertentu.
E.Gambaran  Psikoedukasi  untuk  Meningkatkan  Kemampuan  Regulasi  Emosi  pada Anak
Mental Retardasi
Setiap orang pasti mengenal jenis-jenis emosi. Pada dasarnya seseorang diperkenalkan dengan emosi sejak mereka kecil. Biasanya pengetahuannya berasal  dari  ajaran-ajaran  yang
diberikan oleh orangtuanya. Mereka bisa melatih anak untuk mengenali dan menerima emosi. Sebagai  contoh  emosi  sedih  atau  kecewa  adalah  emosi  yang  wajar  dialami  saat  orang  tidak
mendapatkan  keinginannya.  Biasanya  orangtua  mengajarkan  hal  ini  kepada  anak  secara langsung berdasarkan situasi yang sedang terjadi. Dari situlah emosi anak terbentuk. Mereka
menjadi  paham  penyebab  emosi  itu  muncul  serta  mengetahui  bagaimana  cara mengekspresikan  dan  mengotrol  perasaan  tersebut.  Dari  penjelasan  ini  diketahui  bahwa
kemampuan  seseorang  dalam  mengenali  emosi  tergantung  bagaimana  cara  orang  tua mengajarkan hal tersebut kepada anak.
Dalam  mengajarkan  atau  memperkenalkan  emosi  pada  anak  normal  merupakan  hal yang  tidak  sulit.  Namun,  hal  ini  akan  berbeda  ketika  orangtua  memiliki  anak  mental
Retardasi. Keterbatasan kognitif yang dimiliki oleh anak Mental Retardasi membuatnya sulit untuk menerima informasi  yang diberikan oleh orangtuanya. Disamping itu banyak diantara
orangtua  yang  memiliki  anak  seperti  itu  tidak  mampu  atau  tidak  mengerti  cara memperkenalkan emosi pada anak mereka. Terkadang mereka lebih cepat putus asa, padahal
orangtua  yang  memiliki  anak  Mental  Retardasi  untuk  kategori  ringan  mereka  memiliki kesempatan  yang  besar  dalam  mendidik  anak  secara  emosi  maupun  sosialnya.  Sebab,  anak
Mental Retardasi ringan bersifat educable. Kehidupan  emosi  anak  Mild  Mental  Retardation  tidak  jauh  berbeda  dengan  anak
normal  melainkan  variasi  gejala  emosinya  tidak  sekaya  anak  normal  Mumpuniarti,  2006. Anak  mental  Retardation  pada  umumnya  mampu  memperlihatkan  rasa  sedihnya  sayangnya
mereka  tidak  dapat  mengutarakan  atau  menceritakan  perasaan  tersebut  kepada  oranglain. Selain itu, anak dengan diagnosa ini juga dapat merasakan kegembiraan namun mereka tidak
dapat mengungkapkan kegagumannya. Hal ini dapat terjadi pada mereka karena pemahaman pada anak Mental Retardation sangat rendah dan tidak mendalam Somantri, 2006. Sebuah
penelitian mengatakan bahwa anak Mental Retardation sering salah dalam melabel jenis-jenis emosi  akibatnya  adalah  mereka  cenderung  tidak  tepat  dalam  mengekspresikan  apa  yang
dirasakannya selain itu mereka juga sulit untuk menganalisa emosi-emosi yang dirasakannya. Kemampuan anak dalam mengenali serta memahami emosi berkembang  sesuai dengan usia
anak dan memiliki kemampuan intelektual yang baik Ellis, 1997. Dalam  mengenalkan  emosi  kepada  anak  Mental  Retardasi  dapat  dilakukan  melalui
psikoedukasi.  Menurut  Nelson-Jones  dalam  Supraktiknya  2008  psikoedukasi  merupakan suatu  intervensi  yang  dapat  membantu  klien  untuk  mengembangkan  life  skill  atau
keterampilan  dirinya  dengan  memberikan  program  yang  terstruktur,  biasanya  psikoedukasi
ini bisa diberikan secara individu maupun kelompok.  Berdasarkan hasil penelitian diketahui juga  bahwa  anak  Mental  Retardation  memiliki  pemahaman  dan  kesadaran  yang  sangat
rendah  dalam  memahami  emosi  serta  mereka  masih  sulit  menyampaikan  apa  yang dirasakannya kepada orang lain Sovener   Hurley, dalam McClurer, 2004.   Anak dengan
kategori  Mild  Mental  Retardation  membutuhkan  keterampilan  dan  pelatihan  yang  terus menerus dalam mengenali serta mengidentifikasi untuk dapat melabel emosi serta memahami
emosi dan ekspresi yang dirasakan oleh oranglain McClurrer, 2004. Pemberian  psikoedukasi  pada  anak  Mental  Retardasi  sifatnya  harus  konkrit,  sebab
dampak  dari  terhambatnya  fungsi  kognitif  membuat  mereka  mengalami  kesulitan  dalam berfikir  abstrak.  Pemberian  materi  dapat  dilakukan  dengan  menggunakan  gambar,  video,
mempraktekkannya  langsung  maupun  diskusi  dengan  bahasa  yang  mudah  dipahami  oleh anak.  Supraktiknya  2008  mengatakan  bahwa  dalam  menyusun  modul  psikoedukasi
hendaknya membuat topik materi, prosedur, tujuan, waktu dan media yang akan digunakan. Pada penelitian ini materi-materi psikoedukasi yang akan diberikan berupa pengenalan jenis-
jenis emosi, penyebab emosi itu muncul, cara mendeteksi atau mengenali perubahan di dalam tubuh  saat  emosi  muncul  maupun  cara  mengekspresikan  emosi  secara  tepat  serta  membuat
anak dapat menilai emosi terhadap situasi yang tepat.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Kualitatif