dua informan dengan alasan terbatasnya informan yang sesuai kriteria dan menyetujui untuk melakukan proses wawancara.
B. Persoalan yang dihadapi lesbian
1. Diskriminasi
Diskriminasi adalah setiap pebatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung maupun tidak langsung didasarkan peda
pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekkonomi, hukum, sosial,
budaya, dan aspek kehidupan lainnya. UU HAM 391999 Pasal 1 Ayat 3.
Diskriminasi di sini dapat diartikan sebagai pelayanan danatau perlakuan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana
pelayananperlakuan berbeda ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut, seperti karakteristik kelamin, orientasi
seksual, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi 27 fisik atau karakteristik lain, yang tidak mengindahkan tujuan yang sah atau
wajar. Arus Pelangi Yayasan Tifa, 2008. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa diskriminasi merupakan suatu bentuk pembedaan perilaku seseorang maupun
kelompok masyarakat karena alasan tertentu terhadap seseorang
dengan perlakuan yang berbeda dengan umumnya.
Beberapa contoh diskriminasi yang sering dihadapi kelompok LGBTI di Indonesia adalah sebagai berikut Arus Pelangi dan
Yayasan Tifa, 2008: 28:
a. Diskriminasi sosial, contohnya adalah stigmatisasi, cemoohan,
pelecehan, dan pengucilan, tidak adanya kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan formal, dan kekerasan fisik
maupun psikis; contohnya melempar batu kerikil ke seorang lesbian, gay, maupun waria.
b. Diskriminasi hukum contohnya adalah kebijakan Negara yang
melanggar hak-hak LGBTI dan perlakuan hukum yang berbeda. Perda Provinsi Sumatera Selatan No. 13 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Maksiat di Provinsi Sumatera Selatan. Perda ini mengkriminalisasikan
kelompok LGBTI
dengan mengkategorikan kelompok LGBTI sebagai bagian dari
perbuatan pelacuran Arus Pelangi, 2011: 2. c.
Diskriminasi politik, contohnya adalah kesempatan berbeda dalam wilayah politik praktis dan pencekalan atau tidak adanya
keterwakilan politik dari kelompok LGBTI. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
d. Diskriminasi ekonomi, contohnya adalah pelanggaran hak atas
pekerjaan di sektor formal. Contohnya pelarangan orang dengan LGBT bekerja disuatu perusahaan.
e. Diskriminasi kebudayaan, contohnya adalah upaya penghapusan
dan penghilangan nilai-nilai budaya yang ramah terhadap kelompok LGBTI. Contohnya, selama dasawarsa 70-80an
budaya Bissu di Sulawesi Selatan hampir musnah diberantas oleh kelompok Islam garis keras, DI-TII.
2. Stigma
Menurut Erving Goffman 1968 Stigma adalah segala bentuk atribut fisik dan sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang,
mendiskualifikasikan orang itu dari penerimaan seseorang. Sedangkan menurut KBBI, stigma adalah ciri negatif yang menempel pada
pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa stigma adalah
sikap merendahkan mendiskreditkan seseorang atau sekelompok yang memiliki atribut sehingga dapat menyebabkan pandangan
masyarakat yang buruk kepada seseorang atau kelompok tertentu Galink, 2013.
Kasus yang sering dijumpai pada orang dengan lesbian adalah bagaimana sebagian besar masyarakat hingga detik ini masih
berpandangan bahwa lesbian itu sakit jiwa, perilaku menyimpang dan
tidak normal.
3. Kekerasan
a. Bentuk- bentuk kekerasan yang dialami oleh kelompok LGBT
1. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual cukup banyak dialami oleh kelompok LGBT. Penelitian yang dilakukan oleh Ardhanary
Institute dengan metode wawancara menemukan 9 dari 10 orang LBT yang diwawancarai mengalami kekerasan
seksual baik berupa perkosaan maupun pemaksaan aktivitas seksual yang lain. Pelaku kekerasan mulai dari keluarga,
aparat penegak hukum, dokter, maupun masyarakat umum Galink, 2013.
2. Kekerasan Verbal
Kekerasan verbal merupakan salah satu kekerasan yang paling sering diterima oleh seseorang yang memiliki
orientasi seksual lesbian. Kekerasan verbal yang sering diterima seperti; Menjatuhkan metal denegan komentar-
komentar yang meremehkan, mengancam, dan memanggil dengan nama panggilan yang diskriminatif yang akan
berdampak pada kepercayaan diri seseorang. facebook.comstopverbalviolence
3. Kekerasan fisik
Kekerasan yang dialami dapat berupa pemukulan, tamparan, meludahi. Pelaku adalah keluarga, pasangan,
keluarga pasangan Galink, 2013.
4. Kekerasan emosional
Biasanya orang LGBT mengalami penolakan dari keluarga setelah mereka mengaku atau ketahuan sebagai
LGBT. Kekerasan yang dilakukan keluarga dapat berupa ancaman untuk menyembunyikan orientasi seksualnya,
membatasi pergaulan, memaksa untuk ”berobat”, penolakan, ataupun pengusiran Galink, 2013.
Kekerasan emosional yang lain juga dilakukan oleh media dengan membuat pemberitaan yang mendiskreditkan
kalangan LGBT, misalnya dalam kasus pembunuhan berantai yang dilakukan Ryan.
4. Bullying
Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan yang melibatkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan. Hal
in dapat terjadi di semua bidang, batas-batas wilayah geografis, ras, sosial ekonomi UNICEF, 2007.
Bullying sering kali terlihat sebagai perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti fisik ataupun psikologis terhadap seseorang atau
kelompok yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang yang memprsepsikan dirinya lebih “kuat”. Perbuatan pemaksaan atau
menyakiti ini terjadi di dalam sebuah kelompok KPAI, 2012. Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa bullying
merupakan perilaku agresif yang tidak diinginkan, yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dianggap lebih lemah, baik secara
fisik, psikologis, seksual maupun sosial. Bentuk-bentuk bullying UNICEF, 2007:
a. Bullying secara langsung: Contohnya pada perempuan yang
berpenampilan seperti laki-laki di ejek dan diteriaki lesbian,
didorong, diserang, bahkan merusak barang-barang.
b. Bullying secara tidak langsung : Perempuan lesbian biasanya sering
dikucilkan, di sebarkan gosip negatif, disindir dengan lelucon yang
menyakitkan, dan dilecekan secara verbal serta perilaku sosial.
c. Cyber bullying: Sering ditemui di media sosial seperti Facebook,
Instagram, SMS dan e-mailpelecehan atau penghinaan kepada
lesbian.
d. Trans Homophobic Bullying: Trans Homophobic Bullying secara
sederhana adalah bullying berbasis orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender disingkat SOGIE, atau bullying
terhadap jenis gender tertentu, berdasarkan fakta maupun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
interpretasi pelaku tentang orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender korban yang bertentangan dengan normativitas
gender tersebut UNESCO, 2012
5. Kontruksi nilai di masyarakat Tuntutan budaya lingkungan
a. Tekanan nilai-nilai di masyarakat terkait dengan perempuan.
Teori kekeluargaan dan keluarga cenderung menekankan peran perempuan sebagai orang yang menghasilkan segalanya dan
sebagai ibu, tetapi bukti ini justru memperluas pandangan mengenai kehidupan perempuan mencakup berbagai tingkatan
hubungan sosial yang tidak didefinisikan melulu dengan bagaimana mereka merawat rumah tangga. Teori ini bahkan menggugat
anggapan “kodrati” bahwa perempun harus berpasangan dengan laki-laki agar dapat membangun rumah tangga Wieringa
Blackwood,2009:30 . Rich
1980 berpendapat
bahwa kewajiban
akan heteroseksualisme ini dialami hampir semua perempuan diseluruh
dunia, dengan menegaskan bahwa budaya mensyaratkan, bahkan dalam beberapa kasus, memaksakan adanya pernikahan Wieringa
Blackwood,2009:31. Pernikahan heteroseksual mungkin menjadi norma tatanan
masyarakat, dan sering kali dikukuhkan sebagai satu-satunya cara menuju kedewasaan. Serangan terhadap perempuan lajang muncul
dalam berbagai bentuk seperti fitnah, cemooh sampai dengan genosidayang disengaja Wieringa Blackwood,2009:33-34.
Dengan demikian, tuntutan atau tekanan nilai-nilai di masyarakat sudah menjadi budaya bahwa perempuan agar
berpenampilan feminim dan menikah. Norma dan tatanan masyarakat terssebut yang akhirnya menyumbangkan stressor yang
cukup tinggi untuk mencapai kenyamanan di dalam kehidupan seseorang yang memiliki orientasi seksual lesbian.
C. Psychological Well-Being