Sebelum memberikan pertanyaan, peneliti meminta ijin untuk menggunakan alat perekam kepada informan. Peneliti memberikan raport
dan mulai memberikan pertanyaan utama, serta memberikan pertanyaan yang terbuka supaya informan dapat memberikan informasi. Sehingga
peneliti dapat lebih dalam menggali data. Setelah wawancara selesai peneliti bertanya kepada informan apakah masih ada yang ingin disampaikan tidak,
lalu ditutup dengan mengucapkan terimakasih. Total waktu wawancara setiap informan kurang lebih 60 menit. Setelah melakukan wawancara,
peneliti membuat catatan lapangan mengenai situasi yang terjadi dan mencatat gagasan yang muncul selama wawancara. Setelah itu, peneliti juga
mulai melakukan penulisan transkrip wawancara dan analisis tematik.
B. Hasil Analisis Narasi
1. Narasi Informan A DJ
a. Pengalaman sebelum menyadari lesbian awal
Kehidupan masa kecil informan sama seperti anak kecil seusianya yang sekolah dan banyak bermain, dan tidak merasakan ada yang
berbeda dalam hidupnya S.A.6-7. Pada awalnya informan tidak menyadari orientasi seksualnya mengarah pada lesbian. Informan
merasakan perasaan yang sama seperti jatuh cinta dengan seorang perempuan. Namun informan belum menyadari bahwa hal tersebut
adalah ketertarikan sesama jenis atau lesbian karena belum ada wacana mengenai hal tersebut.
Jadi ada perasaan-perasaan yang ya kayak orang jatuh cinta pada umumnya itu, cuma yang membedakan adalah ya cintanya itu
sama sesama jenis gitu kan S.A.12-14
Pada dasarnya informan memiliki banyak teman laki-laki dan perempuan, namun informan lebih banyak bermain dengan laki-laki
S.A.41. Lebih nyaman aja sih sebenernya sama perempuan, ee..lebih
intim gitu lho S.A.36-37, kalau sama perempuan tu bawaannya baper bawa perasaan kalau deket. Deket dikit kalau dia baik
terus, “aduh kok anak ini sweet banget ya”. Tapi kalaupun laki- laki sih kalaupun sweet tetep gak kepikiran, gak bawa perasaan
lah yang jelas kalau sama laki-laki, kalau main temen gila-gilaan sih iya, tapi ya pada dasarnya karena memang tidak tertarik
S.A.42-47.
Informan memandang bahwa ketertarikan atau jatuh cinta seorang lesbian sama seperti heteroseksual. Informan tidak menyadari tepatnya
kapan memiliki ketertarikan dengan sesama perempuan. Namun ia merasa kagum dan jatuh cinta dengan sesama perempuan ketika duduk
dibangku SD S.A.50-58. Hal yang membuat informan tertarik dengan sesama perempuan adalah karena perempuan itu lebih menarik meskipun
belum ada keinginan memiliki. Sementara terhadap laki-laki, informan merasa sama sekali tidak tertarik.
Yang menarik tu perempuan menurutku gitu lho, kayak lebih tertarik ngliatin temen-temen perempuan, lebih tertarik ngobrol
sama temen-temen perempuan, pokoknya perempuan itu menjadi e apa ya sesuatu yang menurutku lebih indah aja, awalnya sih dari
itu S.A.27-31. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bagi informan, perempuan lebih menarik karena informan merasa nyaman dengan perempuan S.A.36-37. Informan memang tidak ada
perasaan tertarik dengan laki-laki S.A.46-37. Informan memandang bahwa ketertarikan atau jatuh cinta seorang lesbian sama seperti
heteroseksual. Pertanyaan kayak gini ni yang sebenarnya perlu di klarifikasi.
Sebenarnya sama dengan temen-temen hetero, mereka gak pernah punya usia ketika mereka tertarik atau merasa diri mereka hetero,
tertarik dengan lawan jenis, apa bedanya dengan teman-teman homoseksual gitu S.A.50-54.
b. Kehidupan saat menyadari seorang lesbian dan saat coming out
tengah
Pada akhirnya, informan menyadari bahwa dirinya berbeda dalam orientasi seksualnya ketika banyak wacana-wacana yang menentang
hubungan sesama jenis tersebut. Informan mulai memikirkan dan khawatir dengan keluarganya karena orientasi seksualnya. Informan
merasa tetap harus menjaga nama baik keluarga. Cuma ketika mulai banyak wacana-wacana yang menentang ya
menentang kayak ya udah mulai banyak wacana-wacana kontra, normal gak normal, sakit gak sakit. Yang pertama kali aku rasain
adalah, “aduh ini gimana kalau keluarga tau” itu pertama pasti. Karena ketika keluarga tau otomatis kan harus menjaga, apa ya
namanya, ya nama baik lah atau apa lah, kayak gitu S.A.61-67.
Pada awalnya informan belum serius berpacaran dengan seorang perempuan dan masih menjalani hubungannya secara sembunyi-
sembunyi, namun merasa pasrah jika ada keluarga yang mengetahuinya S.A.72-75. Informan benar-benar tidak dapat menjalani kehidupannya
sebagai seorang perempuan pada umumnya seperti yang masyarakat pahami seperti menjalin hubungan dengan laki-laki. Di sisi lain informan
merasa belum siap untuk coming out sehingga informan menjalani relasinya secara sembunyi-sembunyi S.A.89-90. Informan pada
awalnya masih menyembunyikan bahwa dirinya seorang lesbian sehingga harus bisa menempatkan diri terutama di lingkungan keluarga
misalnya sebagai anak saat berkumpul bersama keluarga S.A.107-109. Informan merasa terkurung dalam kotak kaca saat belum coming
out sehingga tidak dapat melakukan banyak hal dengan bebas termasuk mengekspresikan rasa sayangnya kepada pasangan S.A.136-141.
Menurut informan, ia dan heteroseksual itu sama. Sama-sama dapat merasakan jatuh cinta, hanya yang membedakan adalah kepada siapa
perasaan tersebut muncul S.A.146-148. Kelemahan informan adalah rasa ketidakmampuan mengungkapkan perasaannya kepada perempuan
yang dia sukai, karena belum mengetahui orientasi seksualnya. Selain itu hal lainnya adalah bahwa informan juga belum coming out sehingga
tidak bisa mengungkapkan rasa suka seperti heteroseksual pada umumnya menyampaikan ketertarikan dengan lawan jenis S.A.159-
167. Informan merasa tidak salah memiliki ketertarikan terhadap sesama perempuan S.A.S.172-175.
Informan mampu memutuskan untuk tidak menjalin relasi dengan laki-laki karena memang tidak ada ketertarikan S.A.154-156. Pada
akhirnya, informan mulai memikirkan untuk terbuka dengan keluarga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengenai diri dan orientasi seksualnya karena merasa tidak dapat dipaksakan untuk tertarik dengan laki-laki. Dan informan merasa bahwa
dirinya mempunyai orientasi seksual lesbian S.A.96-99. Informan DJ berasal dari keluarga yang cukup demokratis, terbukti ketika informan
mengakui bahwa dirinya adalah seorang lesbian kepada keluarganya. Ketika menyampaiakn ketertarikannya kepada keluarga tidak ada konflik
antara informan dengan orang tua S.A.213-214. Menurutnya, keluarganya pun tidak ada yang menentang apapun keadaan informan
termasuk orientasi seksualnya yang berbeda. Kalau keluarga pada saat itu mungkin mereka sudah mengamati
aku dari kecil, udah tau aku dari lama mereka nggak nyangka kalau itu benar, tapi ketika aku ditanya aku jawab iya saat ditanya
punya orientasi seksual yang berbeda ya sejauh ini keluargaku nggak pernah menentang apapun S.A.120-130.
Namun kakak informan sempat tidak menerima informan sebagai adik karena orientasi seksualnya. Namun seiring berjalannya waktu, pada
akhirnya kakaknya dapat menerima keadaan informan S.A. 191-193.
c. Kehidupan setelah coming out akhir
Orang tua informan cukup bijaksana menanggapi pengakuan informan tentang orientasi seksualnya, sehingga hubungan baik masih
terjalin dengan keluarganya. Walapun awalnya sempat bersitegang dengan kakaknya, namun akhirnya tetap terjalin hubungan baik.
Kalau sama orang lain sebenarnya coming out ku ini nggak terlalu spesial, kalau sama keluarga mereka nggak memberikan respon
yang keras, mungkin mereka agak kaget tapi mereka cukup bijaksana dengan “ o ya udah lah kalau kamu memang kayak gitu
mau gimana lagi” bukan yang lantas kamu harus menikah atau kamu harus ke psikolog atau apa itu nggak S.A.185-190.
Keluarga sudah menerima orientasi seksual informan sehingga informan merasa harus menjaga nama baik keluarga terutama di luar
S.A.2014-206. Setelah terbuka dengan keluarga, informan merasa hubungan dengan keluarganya tetap baik-baik saja. Keluarga mendukung
dan tidak mempermasalahkan mengenai hubungan informan dengan pasangannya.
Maksudnya, kalo menurutku jauh lebih santai gitu lho, karena udah nggak ada lagi yang ditutup-tutupi kan. Kayak tadi aku
bilang aku bisa bawa pasanganku pulang ke rumah, pasanganku bisa deket sama orangtuaku, orangtuaku juga jadi lebih tenang
mungkin karena aku punya pasangan yang bakal jagain aku juga. Selama ini kan aku nggak terlalu terbuka sama keluarga gitu. Jadi,
sekarang lebih enak aja sih, lebih santai S.A.280-286.
Dengan orang lain selain keluarga, informan punya cara tersendiri untuk mulai terbuka mengenai diri dan orientasi seksualnya,
Pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya karena moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian. Disitu
kayak orang berbondong-bondong untuk mau tau kehidupan lesbian kayak apa. Akhirnya jadi yang wawancara sana-sini.
Mereka ngak mau tau aku seperti apa tapi mau tau seperti apa lesbian itu. Tapi menurutku gini orang-orang diluar sana selama
itu menguntungkan kayak media kalau itu menguntungkan untuk mereka, pasti mereka akan baik sama aku gitu S.A.194-201.
Sebelum terbuka dengan teman-temannya, informan tetap berusaha menjalin hubungan baik. Pada saat teman-temannya sudah tahu
orientasi seksual informan, hubungan yang baik masih terjalin dengan teman-temannya.
Ya nggak ada yang pasti, kalau aku suka perempuan temen-temen mungkin udah tau cuma karena belum ada statement apapun dari
aku ya cuma jadi kayak saling bertanya. Aku sibuk untuk menyembunyikan dan mereka sibuk untuk bertanya dalam hati,
ini disaat temen-temen dan orang tua belum tau kalau aku lesbian. Kalau pas udah tau sih temen-temen sejauh ini didepanku baik-
baik aja S.A.120-126.
Informan tetap dapat berinteraksi dengan baik dan nyaman dengan komunitas maupun di luar komunitas meskipun mereka tahu
bahwa informan seorang lesbian S.A.113-117. Selama berinteraksi dengan orang lain, informan merasa senang
jika diwawancara karena akan memberikan wacana ke masyarakat terkait lesbian S.A.207-210. Mengenai keterbukaan di tempat kerja, awalnya
informan cukup berhati-hati karena belum tentu mereka menerima. Informan hanya berusaha untuk bekerja secara profesional dan baik.
Tempat kerja itu kita nggak tau orang-orangnya kayak apa gitu kan. Tapi aku nggak menutupi. Aku hanya berproses seperti
manusia kerja pada umumnya gitu, berusaha profesional, berusaha baik. Tapi ketika suatu hari ada pertanyaan dari tempat
kerja tentang orientasi seksualku, ya aku nggak akan menolak itu gitu. Dan sejauh ini belum pernah ada penolakan yang sangat
signifikan ya sampai yang “maaf ya kita nggak bisa memperkerjakan seorang lesbian”. Belum pernah sih S.A.266-
273.
Pada akhirnya informan mampu menerima dirinya bahwa ia seorang lesbian dan mampu bertahan dengan pilihannya sebagai seorang
lesbian hingga saat ini, Nggak semua orang bisa menerima dirinya berbeda senyum.
Karena kan aku nih kan kayak merasa susahlah dengan banyak hal yang terjadi di luar sana, isu-isu yang negatif tentang LGBT
gitu. Aku memandang bahwa diriku ya luar biasa bisa bertahan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sampai detik ini dengan orientasi seksualku yang berbeda. Kalo nggak aku pasti udah nyerah dan dinikahkanlah pasti S.A.313-
319. Meskipun informan mampu menyelesaikan permasalahan terkait
hubungan dengan keluarga dan orang lain, namun masih ada konflik dalam diri yang berkaitan dengan pasangan. Informan merasa apapun
yang berkaitan dengan pasangan akan berkaitan dengan informan juga, termasuk coming out pasangan yang tidak diterima keluarga dan
lingkungannya sehingga dapat memutus hubungan dengan informan. Yang nggak selesai sebenernya adalah konflik dengan diri sendiri
malahan. Maksudnya menjalani kehidupan sebagai lesbian ini kan nggak cuma selesai ketika kita terima diri kita berbeda, nggak
selesai juga ketika kita diterima di masyarakat atau di keluarga. Nggak selesai di situ, tapi proses-proses yang berhubungan
dengan pasangan.
Pasangan ini kan juga punya proses yang sama kan, harus bertemu dengan keluarganya, harus bertemu dengan
lingkungannya. Nah, itu sebenarnya. Jadi lebih ke aku kok ngurusi proses coming out-nya pasanganku tuh lho, bukan proses
coming out-ku S.A.332-341.
Informan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya, dan berusaha memberikan dukungan kepada pasangannya,
Lebih ke ada banyak lelah sih di situ karena kayak yang aku nih sebenernya udah selesai lho sama diriku sendiri, aku nih
sebenernya udah selesai sama keluargaku. Udahlah, selesai dengan coming out-ku gitu, tapi kok malah aku harus ngurusin
coming out-nya orang gitu lho. Tapi kan itu pasangan kita dan nggak menutup kemungkinan kalo.. justru itu aku mumetnya di
situ malahan, ngurusin coming out-nya orang. Remeh-temeh sih sebenernya karena tuh kan, misalnya nih aku berhubungan
dengan orang, terus orangnya itu belum coming out gitu kan, kan yang deg-degan aku S.A.344-352
Selain mengenai dirinya dan pasangannya, informan juga berusaha membangun persepsi dalam benak masyarakat bahwa lesbian
tidak seperti yang mereka pikirkan selama ini S.A.363-367. Informan berpandangan bahwa lingkungan sosial seseorang yang dapat menerima
dirinya belum tentu dapat menerima jika ada anggota keluarganya yang berorientasi lesbian karena pemikiran yang berbeda. Informan berharap
bahwa masih ada hal-hal positif dari orientasi seksual lesbian yang dipahami oleh heteroseksual S.A.372-377, karena informan masih
merasa terganggu jika masyarakat mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi namun responnya negatif. Hal ini membuat informan berpikir untuk
mencari cara agar masyarakat tidak terlalu usil dengan lesbian, namun dapat memahami bahwa inilah orientasi seksual.
Hal yang mengganggu dan menggelisahkan itu ya itu tadi soal relasi. Jelas. Relasi ini kan bukan cuma urusan sama keluarga aja,
tapi ada banyak hal gitu lho kayak instansi-instansi terkait di mana tempat pasanganku kerja misalnya. Tempat tinggal ajalah
paling gampang. Misal, kita tinggal bareng. Kita harus cari tempat yang di mana lingkungannya nggak terlalu kepo gitu lho, nggak
terlal
u rese’ gitu kan. Hal-hal yang kayak gitu menggelisahkan. Kita harus mikir keras tuh lho, gimana ya caranya supaya orang-
orang nih nggak terlalu lebay gitu lho ngurusin hidup kita. Itu menggelisahkan S.A.381-389.
Informan belajar dari sejarah bahwa tidak menutup kemungkinan suatu saat lesbian dan homoseksual dapat diterima masyarakat S.A.397-
402. Dengan melihat berbagai kondisi lesbian termasuk LGBT di mata masyarakat dan menemukan perkembangan mengenai kondisi LGBT
yang sudah mulai dianggap dan diterima masyarakat S.A.405-410 Semakin ke sini ini kan semakin banyak orang yang sounding
tentang LGBT. Banyak juga tempat-tempat yang udah mulai membiarkan teman-teman ini beraktivitas gitu lho. Banyaklah.
Yang membuat orang-orang tuh jadi ngeliatnya tuh bukan cuma PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
luarnya aja, tapi “oo ternyata temen-temen LGBT ini bisa bekerja dengan baik, bisa berkreasi dengan baik” gitu kan. Itu pasti nanti
one day, LGBT akan biasa aja kok di dunia ini.
Pada akhirnya, informan berharap bahwa penilaian hidupnya di mata orang lain adalah karena berbagai prestasinya, bukan orientasi
seksualnya S.A.476-478. Informan juga memiliki harapan untuk komunitasnya dan merasa bahwa harus berbuat sesuatu untuk menjaga
komunitasnya agar tidak menjadi bahan bully masyarakat umum. Hal tersebut informan lakukan karena informan merasa diskriminasi dan
kekerasan yang dialami oleh lesbian sangat mengganggu diri seorang lesbian S.A.520-525.
Selain itu, informan berharap supaya ada pendampingan terhadap teman-teman LGBT saat coming out supaya tidak frustasi S.A.604-606.
Dan kepada psikolog untuk tidak mengutamakan hasil akhir namun proses yang dilalui, misalnya proses coming out yang tetap
membutuhkan teman curhat S.A.608-609. Menurut informan, yang penting adalah pendampingan dan tempat cerita karena jika hal tersebut
tidak terpenuhi maka akan mencari pelarian negatif bahkan bisa sampai bunuh diri S.A.617-619. Harapan terhadap keluarga yang mempunyai
keluarga dengan orientasi seksual lesbian adalah agar lebih terbuka dan tidak memaksakan suatu kehendak yang membuat seseorang merasa
tertekan dan putus asa S.A.623-627. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Narasi Informan B MR
a. Pengalaman sebelum menyadari lesbian awal
Informan MR berasal dari keluarga Jawa yang cukup kental memegang adat Jawa. Terbukti beberapa prinsip masih dipegang seperti
anak pertama perempuan tidak boleh dilangkahi adiknya untuk menikah. Hal tersebut masih dipegang karena dipercayai dapat menimbulkan
petaka atau hal-hal yang tidak menguntungkan S.B.279-282. Selain itu juga orang tua berprinsip bahwa anak sulung harus mampu bertanggung
jawab untuk hal-hal tertentu, misalnya jika orang tua bertengkar maka tanggung jawab anak sulunglah yang menyelesaikannya S.B.324-327.
Kehidupan informan pun dari kecil berada di lingkungan yang mayoritas laki-laki S.B.33-36, terlebih informan lebih menyukai
aktifitas fisik seperti memancing, mencari ikan, dan bermain layang- layang S.B.16-18. Bahkan informan tidak nyaman berpakaian
“perempuan” misalnya rok S.B.19. Selama ini penampilan informan dianggap wajar dan masih umum sebagai perempuan meskipun tidak
memakai rok S.B.182-184. Penampilan informan masih bisa diterima orang tua meskipun berpenampilan maskulin namun tidak ekstrim
S.B.170-172. Sebenernya kalo aku selalu potong pendek itu karena rambutku
kriting dan itu ribet dan aku selalu dibully maka aku selalu potong pendek dan orangtua nggak ada soal. Cuman memang ada
beberapa titik yang mereka cukup ketat. Misalnya, aku minta motor GL Pro nggak dikasih. Sebenarnya lainnya nggak ada. Aku
belajar nyopir kayak sodaraku cowok juga iya, kami bantu di toko sama-sama iya, mancing iya S.B.173-179.
Pada awalnya bapaknya memang menginginkan anak pertama laki-laki dan ibu informan juga tidak terlalu memaksa anak
perempuannya harus menggunakan rok kecuali di sekolah yang memang harus tunduk pada aturan sekolah S.B.23-27.
b. Kehidupan saat menyadari seorang lesbian dan coming out tengah
Informan menyadari bahwa dirinya memiliki orientasi seksual lesbian ketika duduk dibangku SMA. Pada saat itu mulai muncul
pertanyaan mengapa dirinya berbeda S.B.11-12. Akan tetapi informan mulai flashback dan memahami bahwa ketertarikannya terhadap
perempuan berawal sejak TK S.B.53-54. Aku sering membayangkan misalnya akan ada momen-momen di
mana ada interaksi yang lebih hangat secara fisik dengan bu guru ini, tapi aku membayangkan tidak dalam interaksi seksual, tapi
lebih kayak dia memanjakanku S.B.55-58. Aku di TK 2 tahun. Aku lulus dari TK itu 6 tahun kurang. Kalo aku 2 tahun, aku
masuk TK umur 4 dan itu shocking ya membayangkan bahwa aku merasa tanda-tanda awal itu justru muncul di umur yang cukup
muda. Kemudian SD sempat juga cukup tertarik dengan bu guru. Pokoknya temanya waktu TK-SD itu I love you, bu Guru S.B.59-
64.
Informan hanya membayangkan dapat berinteraksi lebih ke momen hangatintim seperti pelukan, bukan interaksi seksual seperti
ciuman dan sebagainya S.B.70-73. Saat SMA, informan mencoba untuk menjalin relasi dengan laki-laki namun tidak nyaman. Saat SMP,
informan merasakan kenyamanan berada ketika dekat dengan seorang perempuan S.B.76-85.
Informan mulai mencari tahu kenapa dirinya berbeda dengan perempuan lain yang dapat menjalin hubungan yang nyaman dengan
laki-laki. Namaun dirinya justru tertarik dengan sesama perempuan. Informan merasa mengalami kesulitan untuk mencari informasi tentang
LGBT. Tapi pada kenyataan saai itu informan merasa terpakasa harus tunduk pada aturan dan standar umum dalam masyarakat seperti
pasangan dengan lawan jenis dan bukan sesama jenis S.B.89-99. SMA itu proses aku bertanya. Sekitar tahun 1997-1998, kelas dua,
itu proses aku bertanya kenapa aku merasa berbeda dengan yang lain. Aku mencari informasi. Proses pencarianku tidak selesai dan
tersendat waktu itu karena akses informasi tidak banyak. Belum ada internet dan lain sebagainya. Handphone pun belum ada.
Tetapi aku justru harus tunduk pada standar-standar umum orang- orang. Misalnya, harus pacaran sama laki-laki
Informan berusaha untuk menuruti standar umum dengan menjalin hubungan dengan laki-laki namun ditentang orang tua dengan
alasan beda asal, akhirnya justru informan memberontak, bahkan mulai berelasi dengan perempuan.
Karena semangatku saat itu adalah semangat memberontak, maka semua yang dilarang orangtuaku justru aku akan jalankan. Pada
akhirnya kenyamananku yang berbicara S.B.111-113.
Pada akhirnya, informan mulai berelasi dengan perempuan karena merasa percuma berpacaran dengan laki-laki. Selain karena pernah
terjadi pertentangan dengan orang tuanya, informan juga dari awal tidak merasa tertarik dan menikmati berelasi dengan laki-laki.
Informan mulai resmi berpasangan dengan seorang perempuan sekitar tahun 2005-2006 S.B. 116. Meskipun informan telah berelasi
dalam waktu yang cukup lama, namun informan merasa ada rasa bersalah dan mengganjal dalam dirinya. Hingga khirnya informan bertemu dengan
komunitas LGBT dan informan menemukan banyak hal baru yang membuat banyak pertanyaannya dapat terjawab S.B.130-137.
Informan merasa bahwa yang terberat adalah sebelum membuka diri karena belum tahu bagaimana menghadapi respon sekitarnya.
Informan belum menemukan jawaban dari semua pertanyaannya. Melihat sepupunya yang dianggap kurang sopan karena tinggal bersama
perempuan dan menjadi bahan gunjingan adalah salah satu hal yang menjadi pertimbangan informan untuk membuka dirinya S.B.148-156.
Informan berusaha mencari informasi, namun karena teknologi informasi belum canggih, informan tidak menemukan banyak informasi S.B.158-
160. Informan belum bisa menentukan mau ke arah mana tujuan
hidupnya karena masih memikirkan banyak pertanyaan yang belum terjawab mengenai orientasi seksualnya
Hanya memang pola pikirku saat itu belum bisa menjangkau aku mau apa, aku mau seperti apa. Seluruh fokusku masih habis di
pertanyaan S.B.200-202.
Pada saat informan bekerja di sebuah LSM, informan mulai berinisiatif untuk ikut kursus gender dan seksualitas sehingga
menemukan banyak jawaban atas pertanyaannya selama ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Baru ketika 2009, aku meminta ke direkturku di LSM untuk ikut kursus gender dan seksualitas di Surabaya. Di saat itu aku merasa
menemukan seluruh jawaban pertanyaanku S.B.213-216.
Akhirnya informan menemukan konsep kehidupan yang sesungguhnya. Menemukan jawaban tentang seksualitas yang dikaitkan
dengan banyak aspek kehidupan seperti agama dan budaya S.B.219- 225. Informan memahami bahwa kontrol agama sangat ketat yang
membentuk pola pikir. Hal inilah yang semakin membuat informan mencari lebih banyak informasi sehingga berbagai pertanyaannya
terjawab S.B.242-248. Di lingkungan keluarga, informan hanya terbuka dengan adik
laki-lakinya. Di keluargaku misalnya, adekku yang nomor dua tau. Aku cerita
sama dia. Dia laki-laki. Dia tau aku berpasangan dengan siapa. Dia tidak mendebat, bahkan dia juga berteman baik dengan
pasanganku. Tidak banyak konflik di situ S.B.252-256.
Informan merasa belum dapat terbuka dengan orang tua karena berbagai sebab.
Dengan kedua adekku baik-baik saja. Mereka jenis yang cukup mensupportku di banyak hal pun kalo ada konflik bukan soal
orientasi seksual. Dengan orangtua, aku masih menunggu momen karena satu sakjane akar persoalannya adalah aku tidak berani
S.B.309-401. Aku takut menghadapi reaksi dan lain sebagainya. Aku merasa justru pertanyaan dari orang-orang ini adalah satu
tekanan lain bagiku. Oh ternyata ada standar baru ketika kita selesai menerima sebagai lesbian, maka standar berikutnya adalah
orangtua harus tahu dan mengakui. Itu pressure lagi S.B.406- 411.
Hal yang membuat informan takut terbuka dengan orang tua mengenai orientasi seksualnya adalah mengenai prosesnya, bukan
dampaknya. Sulit bagi informan untuk menyampaikan bahwa dirinya adalah seorang lesbian. Ditambah identitasnya sebagai perempuan Jawa
sebagai anak pertama. Informan merasa bahwa persoalan ada pada dirinya sendiri S.B.413-423.
Informan merasa terus didesak dan merasa tidak nyaman kenapa informan tidak memiliki pasangan laki-laki atau keinginan untuk
menikah. Akhirnya informan tidak pernah mau berkomunikasi lagi tentang hal tersebut sampai saat ini S.B.291-300. Informan tidak terlalu
nyaman dengan orang tua karena banyaknya larangan dan doktrin yang ditanamkan kepada informan.
Kalo dulu, sempat aku melewati fase memberontak saat remaja. Bapak-ibukku tuh keras, tapi bukan keras main fisik, tapi main
doktrin. Kan sama aja njebol itu luar biasa. Yang kulakukan adalah aku memberontak terhadap seluruh larangan. Nah, fase
kedua adalah kemarahanku bukan lagi hanya soal orientasi seksual. Bagiku waktu itu aku merasa harus ada titik ketika
mereka harus menerimaku apa adanya. Tetapi justru kemarahanku adalah aku merasa dibedakan karena aku sulung. Ada hal-hal
yang harus menjadi tanggung jawabku sebagai sulung. Misalnya, ketika orangtuaku ribut, itu tanggung jawab sulung untuk
menyelesaikan. Bagiku itu tidak oke S.B.317-327.
Informan merasa marah dengan adanya doktrin dan tanggung jawab yang dibebankan orang tua kepadanya. Sehingga hubungan dengan
orang tua tidak cukup baik dan akhirnya informan membatasi interaksi dengan orang tua S.B.330-337. Adanya konflik dengan orang tua
membuat informan menjauh dan berusaha untuk hidup mandiri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jadi 2009 aku memutuskan keluar dari rumah. Aku bicara sama mereka bahwa aku pengen menjalani hidup mandiri. Aku pengen
hidup dengan gaji yang kumiliki. Dan mereka tidak ada soal. Tapi sebenernya itu modus aja karena aku hidup dengan pasanganku.
Membuat jarak aja S.B.338-342.
Informan merasa tidak nyaman dengan keluarganya karena tuntutan orang tua terkaitan posisinya sebagai perempuan Jawa dan
sulung, sementara informan adalah seorang lesbian S.B.344-351. Di lingkungan kerja, informan menjadi eksperimen untuk uji
sikap heteroseksual terhadap LGBT, dan sejauh ini tidak ada masalah. Informan menyadari bahwa proses menjadi lesbian belum selesai karena
informan tidak nyaman interaksi fisik dengan perempuan selain pasangannya.
Di lingkungan pekerjaan, aku menjadi salah satu eksperimen atas sikap lembaga. Jadi kalo LSM mengatakan bahwa LSM pro
terhadap LGBT tetapi tidak pernah ada LGBT di sana. Saya diterima dan saya digunakan sebagai ruang uji coba sikap teman-
teman staf. Overall sih, oke S.B.259-263. Cuman aku menyadari aku belum selesai karena aku masih nggak bisa tidur di
kamar dengan perempuan. Bagiku itu sangat tidak nyaman. Berinteraksi fisik dengan perempuan di luar pasanganku itu masih
nggak bisa S.B.264-267.
Selama berproses, informan menemukan bahwa saat dirinya memiliki kesempatan menyuarakan aspirasinya sebagai lesbian, hal
tersebut bisa sangat kebablasan dan menyakiti banyak pihak, terutama jika disandingkan dengan agama S.B.360-370. Informan merasa bahwa
pembenaran yang selama ini menjadi prinsipnya masih dalam prosesyang belum usai karena informan menyadari bahwa dirinya belum selesai
berproses. Hal tersebut membuat informan lebih berhati-hati S.B.373- 384. Dalam prosesnya, informan masih memikirkan bahwa hak seorang
LGBT harus terpenuhi seperti heteroseksual dan informan menyadari bahwa hal tersebut merupakan arogansi S.B.392-395
Di titik-titik ketika emosiku masih cukup tinggi setelah tau banyak hal. Aku akan cenderung bersikap memusuhi dalam tanda
kutip pada orang-orang yang tidak sepakat pada isu LGBT. Jadi aku merasa semacam toa masjid, orang harus denger, orang harus
patuh. Kalo mereka yang tidak oke terhadap isu LGBT, maka aku akan pasang garis tegas kamu bukan masuk cluster ke temenku
S.B.426-437.
Informan menyadari bahwa menjadi lesbian tidak cukup sampai pada mengakui orientasi seksualnya S.B.435-437, justru setelah itu
kehidupan seorang lesbian baru dimulai S.B.451. Informan menemukan bahwa sikap kerasnya pada pihak-pihak yang tidak mendukung LGBT
merupakan bentuk pelampiasannya sebagai minoritas S.B.439-441. Informan merasa bahwa seharusnya baik lesbian, LGBT, maupun
heteroseksual meskipun berbeda orientasi seksualnya namun tidak menimbulkan perbedaan perlakuan karena sama-sama manusia S.B.453-
458. Informan merasa bahwa masalah justru bukan karena perbedaan
orientasi seksualnya, tapi interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan pendapat dan cara pandang S.B. 466-470. Informan menyadari dan
menemukan bahwa proses menjadi seorang lesbian selesai adalah ketika kenyataan berbeda dari keinginan dan harapan,
Jadi tahapannya dari minoritas, selalu menjadi korban, kemudian pada titik kita didengarkan oleh mayoritas, kita diistimewakan
oleh mayoritas, dan kemudian aku memimpin suatu organisasi. Kebayang nggak sih, secara psikologis aku selalu menginginkan
didengarkan, aku selalu menginginkan dipatuhi, aku selalu menginginkan apa yang kurencanakan dijalankan dengan baik
oleh seluruh stafku. Dan ternyata faktanya tidak se-oke itu. Maka konflik
yang muncul menjadi konflik-konflik
personal, kemarahan-kemarahan personal. Jadi kayak kita udah naik, terus
jatuh lagi. “Oh ternyata aku nggak mampu. Oh ternyata sebatas ini.” Di fase-fase itu sih S.B.472-482.
c. Kehidupan setelah coming out akhir
Informan merasa bahwa konflik terbesarnya adalah perasaan marahnya pada pihak-pihak yang membedakan antara lesbian dengan
heteroseksual S.B. 486-489. Informan masih memiliki kemarahan ketika masih banyak pertanyaan yang mengganggunya meskipun sudah
menerima identitasnya sebagai lesbian S.B.496-499. Bagi informan, masalah identitas sebagai lesbian bukan lagi soal dirinya, tapi
persoalannya adalah bahwa lesbian masih menjadi minoritas S.B. 502- 504.
Pengalaman interaksi dengan berbagai pihak mengajarkan informan akan banyak hal. Ketika berpisah dengan pasangan adalah saat-
saat yang membuat informan down dalam waktu yang lama dan dapat menimbulkan sikap apatis terhadap banyak hal S.B.521-530. Di saat
mengalami down, informan menemukan cara untuk dapat belajar menerima diri sesuai fakta yang ada dan pada akhirnya mampu
menemukan sumber masalahnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tapi aku bertemu
dengan satu kawan
yang banyak membimbingku.
Akhirnya ketemu
dengan satu
proses meditasinya
Buddhist, Vipassana,
yang melihat
hidup sebagaimana adanya faktanya saja. Melihat fakta sebagaimana
adanya fakta, tidak harus memaksakan kita harus menerima atau tidak menerima, tetapi itulah fakta. Proses dengan dia cukup
lama. Aku pernah juga hipnoterapi. Belakangan aku menyadari bahwa aku pernah mengalami kekerasan seksual dan itu ternyata
belum selesai. Tetapi dengan proses meditasi itu kemudian mulai terurai dan titik kupikir aku merasa terselamatkan adalah ketika
aku mengikuti retret meditasi 2 malam 1 hari di Vihara Mendut yang aku merasa justru aku menemukan cinta Tuhan di situ
S.B.530-541.
Akhirnya informan mampu merubah pola pikirnya dan memiliki cara pandang yang positif. Hal tersebut berdampak positif terhadap
hubungannya dengan berbagai pihak seperti kedua saudaranya. Bahkan jika harus open kepada orang tuanya informan cukup siapS.B. 544-554.
Dengan mengubah cara pandang, banyak hal positif yang ditemukan oleh informan S.B.575-577. Informan menemukan bahwa tidak penting saat
ini pengakuan dari berbagai pihak mengenai orientasi seksualnya. Informan memandang bahwa hidup tidak hanya ego tapi berdamai dan
menerima diri apapun keadaannya S.B.560-566. Bagi informan, menjadi lesbian maupun heteroseksual tidak ada bedanya, semua adalah
sama-sama manusia S.B.509-511. Informan menerima bahwa manusia itu pasti berbeda, sehingga seharusnya manusia harus terus belajar dan
mencari untuk bagaimana cara menerima setiap keadaan di dunia ini S.B.513-519.
Informan belajar untuk tidak memaksakan pendapatnya kepada orang lain karena tidak ada gunanya S.B.580-582. Informan menyadari
bahwa setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk dirinya S.B.591-593. Pengalaman yang diterimanya selama
ini membuatnya menyadari bahwa Tuhan menunjukkan cinta kasihnya S.B.596-603. Pada akhirnya, informan mulai terbuka dengan
keluarganya dan mulai menyadari bahwa adik-adiknya cukup suportif. Orang tuanya juga saat ini membutuhkan dirinya karena kesepian dan
hanya tinggal berdua saja S.B.605-610. Informan tidak terlalu memperdulikan sikap orang lain, informan percaya bahwa dengan
berbuat baik maka orang lain juga akan bersikap baik S.B.614-616. Informan telah banyak belajar hal dan akhirnya menemukan cara
pandang yang positif yang membuatnya dapat menyelesaikan banyak masalahnya dengan baik S.B.619-622.
Informan menyadari bahwa dirinya masih dalam fase naik turun. Secara umum informan memandang bahwa hidupnya biasa saja
S.B.626-629. Saat ini, informan menjalani kehidupan dan menerima keadaan sesuai faktanya S.B.633.634. Informan memiliki harapan agar
dirinya tidak banyak menyusahkan orang lain, atau merepotkan banyak pihak S.B.637-640. Informan berharap mendapatkan pasangan orang
dari luar Indonesia. Harapan lain informan adalah ada perubahan yang lebih baik terkait persolan yang dialami oleh lesbian. S.B.642-646.
3. Analisis Struktur Narasi
a. Informan A
Deskripsi diatas
menggambarkan bagaimana
informan menghadapi lingkungan dimana dia berinteraksi. Diantaranya adalah
interaksi dengan keluarga, sahabat dan teman-teman serta lingkungan kerja sebelum dan sesudah coming out mengenai orientasi seksualnya.
Ketika menyadari bahwa dirinya menyukai sesama perempuan, informan merasa menerima orientasi seksualnya. Dengan penerimaan tersebut
informan mulai memikirkan cara untuk dapat terbuka dengan orang- orang dilingkungan sekitarnya. Hingga saat ini informan sudah bisa
terbuka dengan keluarga, sahabat dan teman-temannya serta orang-orang di lingkungan kerjanya. Hubungan antara informan dengan ketiga
lingkungan tempat berinteraksi tersebut tidak jauh berbeda dimana sebelum dan sesudah coming out. Informan tetap dapat memiliki
hubungan yang baik dan tidak ada konflik. Informan merasa bahwa dirinya diterima sebagai seorang lesbian dan merasa harus tetap menjaga
nama baik keluarganya. Dimana keluarganya tetap ada, melindunginya dan menjaganya meskipun informan memiliki orientasi seksual lesbian.
Penerimaan dari keluarga sahabat serta orang-orang di lingkungan kerja tersebut membuatnya nyaman dengan lingkungan manapun. Informan
merasa harus berusaha untuk mengubah image lesbian menjadi positif dengan berbagai prestasi. Sehingga apapun orientasi seksualnya setiap
orang dapat diterima oleh masyarakat dan tidak didiskriminasi. Informan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
banyak mempelajari hal-hal baru terkait dengan pengetahuan maupun keadaan LGBT terutama lesbian. Hal tersebut dilakukannya untuk
membuat diri dan pasangan dipandang sama sebagai manusia seperti heteroseksual. Dalam menjalani kehidupan sebagai lesbian, informan
memiliki tujuan hidup dan harapan-harapan yang ingin diwujudkan. Harapan tersebut adalah untuk dirinya sendiri maupun komunitas LGBT.
Berdasarkan deskripsi fenomena kehidupan di atas, informan A memiliki struktur narasi progresifoptimistik. Nuansa dari narasi
kehidupan informan adalah optimistik. Gambaran diri image yang nampak dalam ceritanya adalah seseorang yang mampu mengatasi situasi
di lingkungannya. Tema dominan yang muncul adalah penguasaan lingkungan.
Skema 2 : Proses Physchological well being pada informan A
Mulai merasa tertarik kepada perempuan
Merasa terkurung dalam kotak kaca sehingga dapat melihat banyak hal tapi tidak bisa keluar dari kota tersebut untuk melakukan sesuatu
Orang tua cukup bijak menanggapi pengakuan orientasi seksual
Mampu menyelesaikan masalah dan memberikan dukungan pasangan Mampu bertahan dengan pilihannya sebagai lesbian
Konflik dalam diri terkait dengan pasangan
Membangun persepsi positif di lingkungan masyarakat terkait lesbian
Berharap bahwa penilaian hidupnya di masyarakat karena prestasinya, bukan orientasi seksualnya
Pendampingan oleh psikolog dirasa cukup penting untuk mengurangi pelarian negatif
Nyaman terhadap diri, dapat menerima dan berdamai dengan diri diri lebih baik, serta lebih bijak menanggapi reaksi lingkungan
b. Informan B
Informan memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan kedua orang tuanya karena orang tua masih memegang adat Jawa yang
kental. Tuntutan demi tuntutan muncul dan harus dipenuhi oleh informan. Pemikiran pada umunya adalah bahwa perempuan Jawa yang
juga anak sulung dituntut harus mampu menyelesaikan konflik jika orang tuanya bertikai. Selain itu juga harus menikah terlebih dahulu
dibandingkan adik-adiknya karena orang tua percaya akan terjadi musibah jika tidak dilakukan. Hal tersebut menjadi konflik bagi informan
karena informan mulai menyadari bahwa dirinya memiliki orientasi seksual lesbian.
Pengalaman informan menjalin hubungan dengan lawan jenis justru ditentang orang tua karena masalah adat. Namun dibalik hal itu,
informan benar-benar menyadari bahwa dirinya tidak merasakan ketertarikan dengan lawan jenis tapi justru dengan sesama jenis. Pada
awalnya informan hanya mampu terbuka dengan kedua adiknya. Sementara dengan kedua orang tuanya belum dapat terbuka karena
merasa akan ada konflik besar jika terbuka. Desakan orang tua terhadap informan untuk menikah semakin membuat informan tidak nyaman.
Karena hal tersebut informan memutuskan untuk pergi dari rumah dan putus komunikasi dengan kedua orang tuanya. Sementara itu dengan
adik-adiknya, teman-teman dan sahabat serta lingkungan kerjanya, informan dapat terbuka bahwa dirinya adalah seorang lesbian. Saat
coming out pun tidak ada masalah yang terjadi pada informan. Informan merasa bahwa dirinya harus bertindak untuk komunitasnya agar tidak
mendapatkan diskriminasi. Informan berupaya untuk LGBT dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat. Diawal informan memiliki
pemahaman bahwa ketika ada yang mentang hal-hal tersebut maka informan menganggap mereka bukanlah teman melainkan musuh. Dalam
perjuangannya menuntut hak-hak LGBT, informan lebih banyak menemukan orang-orang yang beradu argumen dan menentangnya. Hal
tersebut memimbulkan konflik, kemarahan dan kekecewaan pada diri informan. Pada satu titik, kejenuhan mulai dirasakan informan saat
harapan untuk komunitasnya dapat diterima masyarakat masih terlalu sulit hingga saat ini. Hal tersebut membuat informan merasa down. Ada
hal lain yang membuat informan merasa down yaitu ketika relasi dengan pasangannya harus berakhir. Kondisi-kondisi tersebut membawa
informan menemukan satu cara untuk mengatasinya yaitu dengan meditasi. Dalam meditasi tersebut, informan banyak introspeksi dan
belajar dari pengalaman untuk lebih menerima keadaan dan tidak memaksakan kehendaknya. Informan mengalami perubagan pola pikir,
dari pola pikir yang lama dan negatif menjadi pola pikir positif. Saat informan mampu merubah pola pikirnya, informan merasa memiliki cara
pandang yang positif. Dan hal tersebut berdampak positif terhadap hubungannya dengan banyak orang temasuk orang tuanya. Informan
merasa dapat terbuka dengan siapa saja. Jika ada kejadian yang tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sesuai dengan keinginannya informan mulai menerima hal tersebut dan tidak menanggapi dengan emosi. Informan belajar tentang banyak hal
sehingga menemukan cara pandang yang positif dan membuatnya dapat menyelesaikan banyak masalahnya dengan baik. Selain itu, informan
masih merasa mempunyai tujuan dan harapan yang baik untuk diri maupun komunitasnya.
Berdasarkan deskripsi kehidupan di atas, informan memiliki struktur narasi progresifoptimistik. Nuansa dari narasi kehidupan
informan pada awalnya penuh konflik dengan orang tuanya dan orang- orang yang menentang orientasi sekusl dan komunitasnya. Namun
akhirnya informan dapat menyelesaikan konflik tersebut dengan baik sehingga narasi kehidupan informan menjadi optimistik. Gambaran diri
image yang muncul dalam cerita informan ini adalah seseorang yang dapat mengendalikan situasi negatif yang dialaminya. Tema dominan
yang muncul adalah perubahan ke arah yang positif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skema 3 : Proses Physchological well being pada informan B
Mulai merasa tertarik kepada perempuan Melakukan aktivitas fisik laki-laki
Mulai bertanya tentang diri terkait orientasi seksualnya Berusaha menuruti standard umum yaitu menjalin relasi dengan laki-laki, namun tidak
muncul ketertarikan dan tidak menikmati relasi. Bekerja di LSM dan berinisiatif ikut kursus gender dan seksualitas sehingga menemukan
jawaban atas pertanyaan Tekanan dari keluarga budaya jawa karena anak sulung
Mendapatkan tekanan untuk menikah Muncul kemarahan ketika ada orang yang menolak dan menentang lesbian
Melakukan proses meditasi Budhis yang melihat hidup sebagaimana adanya fakta saja, tidak memaksakan kita harus menerima atau menolak.
Mulai menyadari bahwa setiap orang mempunyai prosesnya sendiri dan menyalahkan itu tidak membantu
Menerima berbagai kondisi dilingkungan masyarakat termasuk penolakan-penolakan, membuatnya tetap nyaman terhadap lingkungan dan menjalani kehidupan seperti biasa
Menemukan sikap keras pada pihak-pihak yang tidak mendukung LGBT merupakan bentuk pelampiasannya sebagai minoritas
Merasa bahwa masalah bukan karena perbedaan orientasi seksual, namun interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan pendapat dan pandangan
Nyaman terhadap diri, dapat menerima dan berdamai dengan diri diri lebih baik, serta lebih bijak menanggapi reaksi lingkungan
Tabel 6 Ringkasan Analisis Struktur Narasi
Informan A Informan B
Struktur Narasi
Progresifoptimistik Nuansa narasi: optimistik
Gambaran diri: seseorang yang mampu menguasai
lingkungan Tema
dominan: penguasaan
lingkungan Progresifoptimistik
Nuansa narasi: optimistik Gambaran diri:
seseorang yang mampu mengatasi konflik
sehingga mampu
menguasai lingkungan Tema dominan: perubahan ke arah
yang positif
C. Hasil Analisis TematikInterpretasi Psychology Well Being