Tabel 6 Ringkasan Analisis Struktur Narasi
Informan A Informan B
Struktur Narasi
Progresifoptimistik Nuansa narasi: optimistik
Gambaran diri: seseorang yang mampu menguasai
lingkungan Tema
dominan: penguasaan
lingkungan Progresifoptimistik
Nuansa narasi: optimistik Gambaran diri:
seseorang yang mampu mengatasi konflik
sehingga mampu
menguasai lingkungan Tema dominan: perubahan ke arah
yang positif
C. Hasil Analisis TematikInterpretasi Psychology Well Being
1. Penerimaan diri
Informan A cenderung mampu menerima dirinya dengan orientassi seksualnya. Hal tersebut terlihat dari kemampuan untuk coming out kepada
keluarga, teman, dan lingkungan kerja. Karena mau gimana lagi hehehehe karena nggak ada jalan lain gitu
lho, kita mau…. Melawan itu juga nggak bisa gitu lho. Pikiran ku pada saat itu, ee aku ngak mungkin sama laki-laki juga karena
seperti apa yang ku bilang emang nggak tertarik S.A.96-99.
Informan A tidak menutup-nutupi bahwa dirinya memiliki orientasi seksual
lesbian, meskipun
pada awalnya
masih berusaha
menyembunyikannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kalau aku suka perempuan temen-temen mungkin udah tau cuma karena belum ada statement apapun dari aku ya cuma jadi kayak
saling bertanya. Aku sibuk untuk menyembunyikan dan mereka sibuk untuk bertanya dalam hati, ini disaat temen-temen dan orang
tua belum tau kalau aku lesbian. Kalau pas udah tau sih temen-temen sejauh ini didepanku baik-baik aja S.A.120-126.
Informan A dapat menjalani hidupnya dengan orientasi seksualnya. Selain itu informan A berani untuk mengambil sikap terbuka dengan orang
lain dan tidak menyembunyikan identitasnya. Ya karena memang kita kan makhluk sosial to? Harus bersosialisasi,
kan? Maksudnya, kalo pun semakin kita terbuka sama masyarakat sebenarnya orang akan semakin kenal gitu lho. Oh ternyata jadi
lesbian nggak seburuk yang kita bayangin kok S.A.251-254
Berbeda dengan informan B yang membutuhkan proses untuk sampai pada tahap penerimaan diri. Selain itu informan B merasa bahwa
pada dalam prosesnya informan B masih memikirkan bahwa hak LGBT harus terpenuhi seperti kelompok heteroseksual. Informan B belum bisa
menerima perlakuan orang terhadap LGBT. Aku merasa bahwa semua orang harus paham ada orang-orang
LGBT, harus menerima, harus diperlakukan dengan baik, dan semua orang harus menghargai. Harus harus harus ini yang menurutku
bentuk arogansi S.B.392-395.
Awalnya informan juga merasa bahwa yang tidak menerima lesbian bukanlah temannya, bahkan memusuhinya S.B.426-428. Hingga pada
akhirnya informan B berada pada titik dimana kenyataan sangat berbeda dengan harapan. Harapan bahwa lesbian dapat diterima di masyarakat,
namun hingga saat ini masih jauh dari keinginan. Masyarakat masih banyak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang menolak dan menentang LGBT. Hal tersebut membuat informan merasa sangat marah dan akhirnya down. Persoalan relasi yang berakhirpun
juga membuat informan merasa down. Setelah terhajar banyak persoalan, interaksiku dengan staf di LSM,
interaksiku dengan para board dan anggota misalnya. Kemudian ada titik di mana aku putus dengan pasanganku yang kupikir kehidupan
kami sangat-sangat perfect, yang kami membangun bisnis bersama, kami memiliki tanah bersama, kita punya sekian mimpi, sekian hal
yang mau dicapai dan itu selesai. Itu titik aku sangat jatuh secara psikologis. Kupikir titik terberat selama hidupku, ada sekitar dua
bulan. Yang tadinya kemarahan yang muncul menjadi sangat apatis dengan banyak hal dan aku tidak mempercayai semua hal S.B.521-
530. Akhirnya ketemu dengan satu proses meditasinya Buddhist, Vipassana, yang melihat hidup sebagaimana adanya faktanya saja.
Melihat fakta sebagaimana adanya fakta, tidak harus memaksakan kita harus menerima atau tidak menerima, tetapi itulah fakta
S.B.531-535.
Informan juga mulai menyadari bahwa setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, termasuk dirinya,
Kan semua orang, semua makhluk itu punya keunikan masing- masing, punya proses masing-masing. Menyalahkan itu tidak
membantu menurutku S.B.591-593.
2. Penguasaan lingkungan
Sebelum terbuka kepada keluarga bahwa dirinya lesbian, informan tahu bagaimana menempatkan diri sebagai anak sehingga hubungan masih
berjalan dengan nyaman. Informan merasa nyaman terhadap lingkungan dan menyesuaikan diri tanpa kehilangan nilai dirinya,
Baik-baik aja sih, kalau pas aku dirumah kan nggak membawa atribut apa-apa, maksudnya aku bukan seorang heteroseksual atau
homoseksual tapi aku seorang anak S.A.107-109 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Informan A tetap dapat berinteraksi dengan baik dan nyaman dengan komunitas maupun di luar komunitas meskipun mereka tahu bahwa
informan seorang lesbian. Selain itu informan juga merasa mendapat dukungan karena beberapa teman dapat menerima dirinya dengan orientasi
seksualnya, Ya biasa juga, kalau beberapa teman-teman sih udah ada yang tau
ya, cuma kalau temen-temen diluar komunitas itu lebih diem gitu kalau misal tau, nggak ada yang nanya macem-macem sih enggak,
mungkin cuma dalam hati aja mereka ngrasani. Tapi ya how care gitu kan S.A.113-117
Informan A memiliki hubungan yang baik dengan siapapun sebelum terbuka dengan orang lain mengenai orientasi seksualnya. Bahkan setelah
informan membuka diri pun informan masih merasa nyaman dengan lingkungannya,
Nggak ada yang salah aku ngrasa kayak biasa aja itu lho, yang sama kayak misalnya seseorang perempuan suka sama laki-laki atau laki-
laki suka sama perempuan S.A.146-148 Berbeda dengan informan B yang awalnya sulit menguasai
lingkungan karena hubungan yang kurang harmonis dengan orang tuanya. Selain itu kemarahan dalam diri informan diawal muncul pada orang-orang
yang mendiskriminasi LGBT. Hubungan informan B dengan orang tua pada awalnya tidaklah baik. Pada awalnya, informan merasa tidak nyaman dan
memiliki hubungan yang buruk dengan orang tuanya. Hal tersebut dikarenakan banyak tuntutan dari orang tua terkait posisinya sebagai
perempuan Jawa dan anak sulung, sementara informan memiliki ketertarikan dengan sesama perempuan.
Satu, tanaman-tanaman nilai di diriku sebagai perempuan, Jawa, sulung, lesbian. Empat identitas. Paling tidak aku merasa bahwa aku
akan menghindari konflik ketika aku merasa powerku itu cukup lemah. Aku akan membuat jarak yang aman sehingga aku sendiri
tidak terlukai. Aku tidak peduli orang lain, tapi aku sendiri tidak terlukai. Yang kedua, aku merasa kayak bentuk perlawanan juga
nggak sih. Tapi pokoknya itu deh, karena aku nggak mau terlalu berkonflik S.B.344-351.
Orang tuanya masih menganut budaya Jawa yang sangat kental seperti akan ada hal buruk jika seorang adik menikah lebih dulu dibanding
kakaknya. Sehingga orang tua berinisiatif menjodohkan, namun ditunda karena informan tidak merespon karenya rasa ketidaknyamanannya dengan
perjodohan. Bagi keluarga Jawa itu kan suatu persoalan ya ketika anak sulung itu
perempuan dan adiknya menikah duluan itu akan membawa bad luck kira-kira. Maka, ada upaya-upaya dari orangtuaku misalnya
menjodohkan dengan anak temennya. Karena aku tidak merespon dan orangtuaku tidak membuka ruang pembicaraan, maka itu pun
berlalu dan perjodohannya pun ditunda tanpa disepakati. Artinya karena tidak dibicarakan, ya sudah akhirnya ilang saja S.B.279-286
Adanya konflik dengan orang tua membuat informan menjauh dengan alasan ingin hidup mandiri S.B.338-340.
Jadi 2009 aku memutuskan keluar dari rumah. Aku bicara sama mereka bahwa aku pengen menjalani hidup mandiri. Aku pengen
hidup dengan gaji yang kumiliki. Dan mereka tidak ada soal. Tapi sebenernya itu modus aja karena aku hidup dengan pasanganku.
Membuat jarak aja.
Selain itu, informan B juga merasa bahwa banyak hal termasuk kemarahan yang dirasakannya adalah karena orang-orang belum bisa
menerima LGBT. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Di titik-titik ketika emosiku masih cukup tinggi setelah tau banyak hal. Aku akan cenderung bersikap memusuhi dalam tanda kutip pada
orang-orang yang tidak sepakat pada isu LGBT. Jadi aku merasa semacam toa masjid, orang harus denger, orang harus patuh. Kalo
mereka yang tidak oke terhadap isu LGBT, maka aku akan pasang garis tegas kamu bukan masuk cluster ke temenku S.B.426-431.
Informan merasa bahwa konflik terbesarnya adalah perasaan marahnya pada pihak-pihak yang menyatkan bahwa lesbian itu berbeda dan
tidak dapat diterima dimasyarakat, Saat ini aku bisa mengidentifikasi bahwa mostly, perasaanku adalah
kemarahan yang cukup besar kepada dunia dan seisinya. Marah karena dibedakan. Artinya, lesbian itu adalah berbeda, lesbian itu
selalu ditolak di manapun S.B.486-489
Meskipun sudah menerima identitasnya, informan masih ada kemarahan ketika banyak pertanyaan yang mengganggunya,
Ada titik ketika aku menjadi cukup marah juga. Tapi maksudnya aku sampaikan bahwa fase setelah selesai menerima indentitasku,
pertanyaannya berada di hal-hal yang berbeda, yang muncul kemarahan S.B.496-499.
Informan B dapat menguasai lingkungan setelah masa down-nya berakhir. Sampai pada akhirnya informan menemukan cara untuk menjalani
hidup sesuai fakta sehingga dapat berdamai dalam arti yang sesungguhnya dengan seluruh proses hidupnya.
Jadi kupikir aku lebih bisa legowo melihat banyak hal walaupun misalnya ada titik waktu ketika aku turun lagi, marah lagi. Ya wajar
dalam konteks kehidupan ya S.B.585-587.
Selain itu, Informan menyatakan bahwa tidak penting saat ini pengakuan dari berbagai pihak mengenai orientasi seksualnya. Karena
informan memandang bahwa hidup tidak hanya ego tapi berdamai dan menerima diri apapun keadaannya,
Tetapi berkenalan dengan cara pandang yang aku dapat di meditasi buddhist ini banyak membuka ruang berfikirku. Di mana letak ego
kita? Bahwa banyak hal ternyata kita hidup dalam ego, dalam bayang-bayang ego misalnya. Kemudian berdamai dalam arti yang
sesungguhnya dengan seluruh proses hidup kita S.B.560-565.
Informan mulai dapat menerima kenyataan meskipun tidak sesuai dengan harapan tetapi lebih mencoba menerima fakta yang ada,
Jadi kupikir aku lebih bisa legowo melihat banyak hal walaupun misalnya ada titik waktu ketika aku turun lagi, marah lagi. Ya wajar
dalam konteks kehidupan ya. Aku cukup terganggu dengan pola pikir banyak pihak yang menurutku kenapa semua orang seneng
memaksakan cara pandangnya S.B.585-589.
Informan memandang bahwa hidup itu biasa saja. Hidup itu hanya
soal kemauan untuk menjalani sebagaimana adanya fakta S.B. 633-634.
Penerimaan informan B dengan berbagai kondisi di sekitarnya termasuk penolakan-penolakan terhadap diri dan komunitasnya membuatnya tetap
nyaman terhadap lingkungan dan dapat menjalani kehidupan manusia seperti biasa.
3. Otonomi Kemandirian
Informan A mampu untuk mengambil keputusan, salah satunya tidak menjalin relasi pacaran dengan laki-laki karena memang tidak ada
ketertarikan. Informan A tidak mau memaksakan diri untuk coba-coba menjalin relasi dengan laki-laki,
Tapi emang nggak ada aja perasaan kalau orang bilang katanya “kamu belum nyoba aja” ya ngapain aku nyoba kalau aku nggak
suka S.A.154-156
Informan membuka diri mengenai orientasi seksualnya kepada orang lain bertepatan dengan moment Informan A mengeluarkan buku tentang
lesbian. Kalau pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya
karena moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian S.A.194-195.
Informan A juga mampu menyimpulkan bahwa dalam hidupnya respon keluarga adalah lebih penting,
Aku bisa keluar dari kotak kaca karena apalagi sih yang harus dikhawatirin selain keluarga. Ketika keluarga nerima, aku udah
nggak peduli sama orang lain S.A.227-229.
Informan B juga memiliki otonomi yaitu inisiatif. Informan mulai mencari tahu kenapa dirinya tertarik dengan sesama perempuan dan bisa
dikatakan berbeda dengan perempuan lain yang dapat menjalin hubungan yang nyaman dengan laki-kali S.B.89-91. Informan pun mampu memilih
apa yang menurutnya nyaman seperti menolak memakai rok karena ketidaknyamanannya.
Aku yang menolak pake rok karena memang jenis aktivitasku. Bapakku kan suka banget mancing, jadi aku sering ikut. Otomatis
aku pasti akan pilih pake celana pendek S.B.31-33.
Informan merasa bahwa orang tuanya dulu menolak relasinya dengan pasangan laki-lakinya padahal itu yang orang tuanya harapkan. Dari
hal tersebut akhirnya muncul pemberontakan dari diri informan dan akhirnya mengikuti keinginan dirinya.
Hubungan dengan pacarnya ditentang orang tua dengan alasan beda asal, akhirnya justru informan memberontak, bahkan mulai pacaran
dengan perempuan S.B.111-113
Informan pun memutuskan untuk berelasi dengan seorang perempuan sekitar 2005-2006 S.B.116. Informan B mampu memutuskan
langkah yang harus ditempuh. Hal tersebut terlihat dari langkah yang ditempuhnya untuk mempelajari tentang orientasi seksualnya sebelum
coming out. Hal tersebut lantaran mengingat pengalaman saudaranya yang menjadi bahan gunjingan karena tidak memenuhi standar umum S.B.148-
151. Informan mulai berinisiatif untuk ikut kursus gender dan seksualitas pada tahun 2009 di Surabaya S.B.213-215 untuk mencari tahu berbagai
pertanyaan yang mengganggunya selama ini. Hubungan informan B dengan orang tua pada awalnya tidaklah baik.
Adanya konflik dengan orang tua membuat informan memutuskan untuk hidup mandiri mulai tahun 2009 S.B.338-340.
Informan juga memiliki pandangan-pandangan dan pendapat yang diyakininya. Informan merasa bahwa seharusnya perbedaan orientsi seksual
antara LGBT dan heteroseksual tidak menimbulkan perbedaan perlakuan karena semua adalah sama-sama manusia,
Maksudku, pada akhirnya kita itu sama-sama manusia dan tidak ada sesuatu yang istimewa di antara yang lainnya. Berbeda iya, tetapi
perbedaan ini tidak seharusnya menimbulkan perbedaan perlakuan, perbedaan sikap juga di dalam hal apapun. Sah juga memiliki
perbedaan pendapat, perbedaan cara pandang, perbedaan nilai misalnya S.B.453-458.
Informan merasa bahwa masalah justru bukan karena perbedaan orientasi seksualnya, tapi interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan
pendapat dan cara pandang S.B.466-470. Pada akhirnya, informan mampu menilai bahwa menjadi lesbian maupun heteroseksual itu tidak ada bedanya,
sama-sama sebagai manusia S.B.509-511 dan menerima bahwa manusia bisa saja berbeda, dan harusnya banyak belajar dan mencari cara untuk
belajar menerima keadaan di dunia S.B.513-519.
4. Hubungan Positif dengan Orang lain
Informan A mulai memikirkan dan khawatir ketika keluarganya mengetahui bahwa dirinya lesbian. Dari hal itu informan merasa bahwa
tetap harus menjaga nama baik keluarga, Cuma ketika mulai banyak wacana-wacana yang menentang ya
menentang kayak ya udah mulai banyak wacana-wacana kontra, normal gak normal, sakit gak sakit. Yang pertama kali aku rasain
adalah, “aduh ini gimana kalau keluarga tau” itu pertama pasti. Karena ketika keluarga tau otomatis kan harus menjaga, apa ya
namanya, ya nama baik lah atau apa lah, kayak gitu S.A.61-67.
Informan mampu terbuka dan mengakui kepada keluarga bahwa dirinya mempunyai orientasi seksual lesbian,
Ketika aku ditanya aku jawab iya saat ditanya punya orientasi seksual yang berbeda ya sejauh ini keluargaku nggak pernah
menentang apapun S.A.128-130. Orang tua informan cukup bijaksana menanggapi pengakuan
informan tentang orientasi seksualnya. Sehingga informan tetap memiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hubungan baik dengan keluarganya meskipun sempat bersitegang dengan kakaknya. Namun akhirnya informan tetap berhubungan baik dengan
keluarganya dan tidak ada konflik yang berarti dan masalah terselesaikan. Kalau sama orang lain sebenarnya coming out ku ini nggak terlalu
spesial, kalau sama keluarga mereka nggak memberikan respon yang keras, mungkin mereka agak kaget tapi mereka cukup bijaksana
dengan “ o ya udah lah kalau kamu memang kayak gitu mau gimana lagi” bukan yang lantas kamu harus menikah atau kamu harus ke
psikolog atau apa itu nggak S.A.185-190
Mereka tidak memberikan reaksi keras, pada saat aku jawab “ya aku lesbian gitu”, mereka gak bereaksi keras. Jadi, hari itu juga clear.
Nggak ada konflik apa-apa. Cuma pada saat mulai sering banyak orang yang bertanya segala macem mungkin keluarga tuh mikirnya
udah mulai ke yang tetangga yang nanya apa, keluarga besar nanya apa. Kayak gitu aja sih. Dan itu bisa diselesaikan S.A.213-218
Selain dengan keluarga, informan juga mulai terbuka dengan orang lain meskipun secara tidak langsung.
Pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya karena moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian. Disitu kayak
orang berbondong-bondong untuk mau tau kehidupan lesbian kayak apa. Akhirnya jadi yang wawancara sana-sini. Mereka ngak mau tau
aku seperti apa tapi mau tau seperti apa lesbian itu S.A.194-198.
Dengan keterbukaan
dengan keluarga,
informan merasa
mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari keluarga, sehingga informan A diharapkan dapat menjaga diri dan nama baik diri dan keluarganya,
Kalau sama keluarga jelas selesai ya clear, yang aku jaga ketika mereka sudah mau menerima aku, aku ngak boleh sembaranganlah
ibaratnya aku jangan jadi orang yang bajingan. Tapi kalau sama orang luar aku lebih nggak peduli karena nggak papa S.A.204-207
Selain dengan keluarga, informan A mempertimbangkan untuk terbuka di tempat kerja tentang orientasi seksualnya. Informan tidak
menutupi tentang dirinya, namun tetap berusaha menyesuaikan dengan lingkungan tempatnya bekerja. Informan mulai terbuka dengan pertanyaan
teman kerjanya terkait\ orientasi seksualnya. S.A.263-273 Selain itu, informan A juga terbuka dengan memberikan wacana
tentang lesbian kepada masyarakat melalui wawancara dengannya Mereka memanfaatkan ku dengan wawancara atau apapun, tapi itu
malah bagus karena aku dapat memberikan wacana kemasyarakat luas dan biarkan mereka berfikir sendiri, lebih kesitu sih S.A.208-
210.
Bahkan hubungan informan A dengan pasangannya tetap diterima oleh keluarga,
Maksudnya, kalo menurutku jauh lebih santai gitu lho, karena udah nggak ada lagi yang ditutup-tutupi kan. Kayak tadi aku bilang aku
bisa bawa pasanganku pulang ke rumah, pasanganku bisa deket sama orangtuaku, orangtuaku juga jadi lebih tenang mungkin karena aku
punya pasangan yang bakal jagain aku juga S.A.280-285
Berbeda dengan informan A, informan B awalnya memiliki hubungan yang buruk dengan orang tuanya. Informan merasa terkekang
karena banyak doktrin dari orang tuanya yang membuat informan memberontak. Selain doktrin, informan merasa marah dengan orang tuanya
karena ada banyak hal-hal yang menjadi tanggung jawab anak sulung yang menurut informan tidak pada tempatnya,
Kalo dulu, sempat aku melewati fase memberontak saat remaja. Bapak-ibukku tuh keras, tapi bukan keras main fisik, tapi main
doktrin. Kan sama aja njebol itu luar biasa. Yang kulakukan adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
aku memberontak terhadap seluruh larangan. Nah, fase kedua adalah kemarahanku bukan lagi hanya soal orientasi seksual. Bagiku waktu
itu aku merasa harus ada titik ketika mereka harus menerimaku apa adanya. Tetapi justru kemarahanku adalah aku merasa dibedakan
karena aku sulung. Ada hal-hal yang harus menjadi tanggung jawabku sebagai sulung. Misalnya, ketika orangtuaku ribut, itu
tanggung jawab sulung untuk menyelesaikan. Bagiku itu tidak oke S.B.317-327.
Informan belum dapat terbuka dengan orang tuanya dan karena merasa terus didesak untuk menikah. Informan merasa tidak nyaman dan
akhirnya tidak pernah berkomunikasi lagi dalam waktu yang sangat lama, Sampe titik terakhir, beberapa tahun lalu, aku merasa terjebak karena
aku hidup dengan pasanganku yang kedua, perempuan. Dia pergi, yang di rumah cuma aku. Adekku pergi karena kami sewa rumah
bareng. Dan bapak-ibukku datang dan terbukalah diskusi itu. Aku tidak banyak menjawab. Aku hanya bilang nggak, nggak, nggak.
Setelah itu aku cukup marah sama orangtuaku. Aku tidak berkomunikasi sama mereka. Aku tidak pulang juga ke kampung
halaman yang tidak begitu jauh itu. Itu adalah terakhir kali mereka mendesakku. Sampe sekarang belum pernah ada obrolan lagi
S.B.291-300.
Informan B hanya dapat terbuka dengan adik laki-lakinya mengenai orientasi seksualnya dan tidak ada konflik dari keterbukannya tersebut
S.B.252-256. Dengan kedua adekku baik-baik saja. Mereka jenis yang cukup
mensupportku di banyak hal pun kalo ada konflik bukan soal orientasi seksual S.B.398-400.
Di lingkungan kerja, informan B memiliki relasi yang baik dengan
rekan kerja. Berbeda hubungan antara informan B dengan orang tuanya, informan merasa terkekang karena banyak doktrin dari orang tuanya yang
membuat informan memberontak. Selain doktrin, informan merasa marah dengan orang tuanya karena ada banyak hal-hal yang menjadi tanggung
jawab anak sulung yang menurut informan tidak pada tempatnya S.B.317- 321, 323-327.
Selama berproses, informan menemukan bahwa saat dirinya memiliki kesempatan menyuarakan aspirasi sebagai lesbian, tetapi
informan berpikir akan menyakiti banyak pihak ketika aspirasi tersebut disandingkan dengan agama. S.B.360-370.
Pada akhirnya, informan mulai terbuka dengan keluarganya dan mulai menyadari bahwa adik-adiknya cukup suportif, dan orang tua yang
membutuhkannya karena kesepian S.605-610.
5. Perkembangan Diri
Dalam aspek perkembangan diri, informan A mampu menyelesaikan masalah dengan keluarganya. Informan A mampu mengatasi konflik dalam
proses coming out kepada keluarganya, Mereka tidak memberikan reaksi keras, pada saat aku jawab “ya aku
lesbi an gitu”, mereka gak bereaksi keras. Jadi, hari itu juga clear.
Nggak ada konflik apa-apa S.A.213-215.
Informan tidak merasakan perbedaan dalam menjalani hidup baik sebelum maupun setelah coming out serta mampu menjalani aktifitas seperti
biasa, Aku menjalani hidup ya kayak manusia aja gitu. Ya bangun tidur, ya
kerja, ya beraktivitas seperti biasa gitu, bersosialisasi S.A.246-247.
Informan B juga mengalami pertumbuhan diri yaitu mau belajar hal- hal baru. Adanya perasaan berbeda membuat informan mencoba
mempelajari hal-hal baru yang berkaitan dengan lesbian ataupun LGBT. Meskipun informan mengalami kesulitan untuk mencari informasi tentang
LGBT, informan tetap mencoba mencarinya S.B.89-97. Informan B mampu menemukan hal-hal baru yang membuatnya
semakin tahu mengenai hal yang selama ini menjadi pertanyaannya. Bertemu dengan komunitas adalah salah satu cara mengetahui informasi
menegenai lesbian. Cuma memang beruntung aku ketemu dengan komunitas gay dan
komunitas waria. Aku melihat fakta di situ. Perasaan bersalahku menjadi terjawab sedikit demi sedikit S.B.134-137.
Informan B belajar dari pengalaman sepupunya bahwa sebelum membuka diri kepada orang lain mengenai orientasi seksualnya, perlu
memahami seperti apa kondisinya S.B.151-156. Kursus gender dan seksualitas yang diikuti informan B mampu membuatnya menemukan
banyak jawaban atas pertanyaannya mengenai lesbian dan LGBT. Dari hal tersebut informan dapat menemukan banyak hal baru tentang komunitas
S.B.213-216. Pada akhirnya informan B menemukan konsep kehidupan normal sesungguhnya. Menemukan jawaban tentang seksualitas yang
dikaitkan dengan banyak aspek kehidupan seperti agama dan budaya S.B.219-225.
Informan menemukan bahwa kontrol agama sangat ketat yang membentuk pola pikir. Hal inilah yang semakin membuat informan mencari
lebih banyak informasi sehingga berbagai pertanyaannya terjawab S.B.242- 248. Informan merasa bahwa pembenaran yang selama ini menjadi
prinsipnya masih ada yang salah karena informan menyadari bahwa dirinya belum selesai berproses. Hal tersebut membuat informan lebih berhati-hati
S.B.373-384. Informan menemukan bahwa sikap kerasnya pada pihak-pihak yang
tidak mendukung LGBT merupakan bentuk pelampiasannya sebagai minoritas.
Keluar dari sikap mental minoritas itu menurutku satu persoalan. Karena ketika kita biasa menjadi korban kekerasan, ada titik di mana
kita berpotensi sangat besar menjadi pelaku kekerasan S.B.439- 441.
Bagi informan B, menjadi lesbian tidak cukup sebatas mengakui orientasi seksualnya, justru setelah itu kehidupan seorang lesbian baru
dimulai, Tadinya kupikir ‘selesai’ itu adalah selesai menyadari fakta bahwa
aku berbeda. Kemudian itu namanya adalah lesbian. Kemudian menjadi seorang lesbian itu sah dan halal misalnya. Bagiku kupikir
itu selesai. Ternyata belakangan bukan itu S.448-451.
Informan B merasa bahwa masalah justru bukan karena perbedaan orientasi seksualnya, tapi interaksi manusia seperti menyikapi perbedaan
pendapat dan cara pandang. Informan B menyadari dan menemukan bahwa membuka diri terkait orientasi seksual bukanlah finishnya.
Jadi tahapannya dari minoritas, selalu menjadi korban, kemudian pada titik kita didengarkan oleh mayoritas, kita diistimewakan oleh
mayoritas, dan kemudian aku memimpin suatu organisasi. Kebayang nggak sih, secara psikologis aku selalu menginginkan didengarkan,
aku selalu menginginkan dipatuhi, aku selalu menginginkan apa yang kurencanakan dijalankan dengan baik oleh seluruh stafku. Dan
ternyata faktanya tidak se-oke itu. Maka konflik yang muncul menjadi konflik-konflik personal, kemarahan-kemarahan personal.
Jadi kayak kita udah naik, terus jatuh lagi. “Oh ternyata aku nggak mampu. Oh ternyata sebatas ini.” Di fase-fase itu sih S.B. 472-482.
Informan juga merasa bahwa pembenaran yang selama ini menjadi prinsipnya masih ada yang salah karena informan menyadari bahwa dirinya
belum selesai berproses. Hal tersebut membuat informan lebih berhati-hati S.B.373-384. Informan B banyak menemukan hal-hal baru dari
pengalaman dan kemauannya untuk membaca dan belajar, Kupikir justru di situlah ke-Mahakuasa-an Tuhan dengan cinta
kasihnya. Mencipta berbagai ragam identitas. Hanya memang persoalannya adalah mau nggak kita membaca. Di Islam ada
statement pertama Iqro, bacalah. Kemudian kita mencari. Menurut persoalan saat ini adalah ketika ada seseorang yang kemudian
merasa ada yang salah dengan dunia ini, kupikir orang itu harus meluangkan waktu untuk mencari S.B.513-519.
Informan telah banyak belajar hal dan akhirnya menemukan cara pandang yang positif yang membuatnya dapat menyelesaikan banyak
masalahnya dengan baik S.B.619-622, termasuk hubungannya dengan orang tuanya.
6. Tujuan dalam Hidup
Informan mampu menyelesaikan masalah terkait hubungan dengan keluarga dan orang lain. Konflik yang masih ada dalam diri adalah
berkaitan dengan pasangan karena informan merasa apapun yang berkaitan dengan pasangan akan berkaitan dengan informan juga. Konflik tersebut
misalnya jika coming out tidak diterima keluarga dan lingkungannya sehingga dapat memutus hubungan dengan informan.
Usiaku 32 dan aku selesai dengan itu. Yang nggak selesai sebenernya adalah konflik dengan diri sendiri malahan. Maksudnya
menjalani kehidupan sebagai lesbian ini kan nggak cuma selesai ketika kita terima diri kita berbeda, nggak selesai juga ketika kita
diterima di masyarakat atau di keluarga. Nggak selesai di situ, tapi proses-proses yang berhubungan dengan pasangan S.A.332-337
Informan mampu memiliki harapan, bukan hanya untuk dirinya namun lebih luas yaitu untuk komunitasnya S.A.498-501. Informan juga
berharap supaya ada pendampingan terhadap teman-teman LGBT saat coming out supaya tidak frustasi S.A.604-606. Terutama bagi psikolog
untuk tidak mengutamakan hasil akhir namun proses yang dialami, misalnya proses coming out yang tetap membutuhkan teman curhat S.A.608-609.
Hal tersebut penting karena tanpa pendampingan dan tempat cerita lesbian bisa saja mencari pelarian negatif bahkan bunuh diri S.A.617-618.
Harapan juga ditujukan kepada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan orientasi seksual lesbian atau LGBT untuk lebih terbuka. Sehingga
tidak memaksakan suatu kehendak yang membuat seseorang merasa tertekan dan putus asa S.A.623-627.
Informan B juga mempunyai harapan-harapan untuk dirinya sendiri, informan berharap tidak banyak menyusahkan orang lain, atau merepotkan
banyak pihak S.B.637-640. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 7 Rangkuman Tema Hasil Analisis Tematik
Informan A Informan B
Penerimaan Diri
Informan A memiliki penerimaan diri 1.
Menerima kelebihan
dan kelemahan diri S.A.313
2. Menerima orientasi seksualnya
S.A.96-99; 172-175 3.
Tidak mengubah atau bersembunyi karena
menyesuaikan dengan
peranan sosial S.A. 125-126; 128- 130; 251-254; 267-271; 317-319;
454-458
4. Menyembunyikan
identitasnya untuk
menyesuaikan dengan
peranan sosial S.A.72-75; 89-90; 136-137
Informan B memiliki penerimaan diri 1.
Menerima kelebihan
dan kelemahan diri S.B. 392-395;
439-441; 531-535; 591-593 2.
Menerima orientasi seksualnya S.B. 406-411
3. Menyembunyikan
identitasnya untuk
menyesuaikan dengan
peranan sosial S.B.71-73; 111- 113; 116;
Penguasaan Lingkungan
1. Nyaman terhadap lingkungan
S.A.107-109; 113-117; 146-148; 280-285
2. Dapat menyesuaikan diri tanpa
kehilangan nilai diri S.A.107-109; 267-269
1. Nyaman terhadap lingkungan
S.B.633-634 2.
Dapat menyesuaikan diri tanpa kehilangan nilai diri S.B. 170-
172; 182-184; 259-263; 560-565; 585-587; 633-634
3. Sulit merasakan kenyamanan
terhadap lingkungan S.B. 95-99; 264-267; 279-286; 334-351; 486-
489;496-499 4.
Sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan S.B.76-80; 426-428
Otonomi
1. Mampu mengambil keputusan
sendiri S.A.46-47; 154-156; 263- 267; 421-424; 427-432
2. Inisiatif
S.A.194-195;227-229; 381-384; 520-525
3. Memiliki pandangan dan pendapat
sendiri S.A.27-31; 36-37; 50-54 4.
Sulit mengambil keputusan sendiri S.A. 166-167;
1. Mampu mengambil keputusan
sendiri S.B.55-58; 148-151 2.
Inisiatif S.B.89-91; 213-216 3.
Mandiri S.B. 338-340; 4.
Memiliki pandangan dan pendapat sendiri S.B. 453-458; 466-470;
509-511; 513-519
Hubungan Positif dengan Orang Lain
1. Interaksi yang positif dengan
orang lain S.A.185-190; 280- 285; 300-306; 414-416; 440-443
2. Mampu percaya dengan orang
lain S.A.204-206; 280-285; 440- 443; 454-458
3. Mampu berempati S.A.61-67;
454-458; 520-525 4.
Mampu memberikan dukungan satu sama lain S.A.213-218; 300-
306; 332-337; 344-349 5.
Mampu terbukaberbagi dengan orang lain S.A. 125-126; 128-
130; 194-195; 207-210; 251-254; 269-271; 280-285; 414-416; 440-
443 1.
Interaksi yang positif dengan orang lain S.B. 252-256;315-317; 398-
400; 605-610 2.
Mampu berempati S.B. 360-370; 642-646
3. Mampu memberikan dukungan
satu sama lain S.B. 398-400 4.
Mampu terbukaberbagi dengan orang lain S.B. 252-256; 398-400;
502-504 5.
Interaksi yang negatif dengan orang lain S.B. 291-300; 317-321;
323-327; 330-337; 486-489 6.
Sulit terbukaberbagi dengan orang lain S.B.413-418
Pengembangan Diri
1. Terbuka terhadap pengalaman
S.A.373-377; 397-402; 405-410; 461-468; 505-510; 511-517; 542-
552; 559-570 2.
Mau belajar hal-hal yang baru S.A.484-486; 488-493; 505-510;
542-552; 559-570 3.
Mampu menemukan hal-hal baru S.A. 405-410; 542-552; 559-570
4. Mampu menyelesaikan masalah
dengan baik S.A.213-218; 246- 247; 344-349; 447-449; 542-552
5. Belum mampu menemukan hal-hal
baru S.A.6-7; 12-14; 1.
Terbuka terhadap pengalaman S.B. 152-156; 373-384; 439-441;
521-530; 596-603 2.
Mau belajar hal-hal yang baru S.B. 158-160; 213-216; 242-247;
544-554 3.
Mampu menemukan hal-hal baru S.B.130-132; 133-137; 213-216;
219-225; 228-233; 242-247; 360- 370; 435-437; 448-451; 472-480;
513-519; 531-535; 560-565; 575- 577; 580-582; 614-616; 619-622;
626-629 4.
Belum mampu menemukan hal-hal baru S.B.11-13; 16-17
Tujuan
1. Memiliki tujuan yang ingin dicapai
S.A. 332-337; 363-367; 476-478; 511-517
2. Tujuan
mengarah kepada
kebahagiaan S.A. 332-337 3.
Tujuan hidup berakar dari nilai diri 4.
Memiliki harapan S.A. 373-377; 495-505; 511-517; 529-535; 604-
606; 608-609; 617-618; 623-627 1.
Memiliki harapan S.B. 637; 638- 640; 642-646
2. Belum memiliki tujuan yang ingin
dicapai S.B.200-202 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Ringkasan dan Integrasi hasil