37
BAB IV DAMPAK INTEGRASI TERHADAP PERKEMBANGAN
TIMOR TIMUR
A. Dampak Negatif Dari Integrasi Timor Timur ke Indonesia
1. Bidang Sosial
a Operasi Seroja
Sekitar  pertengahan  hingga  akhir  1976,  pesawat  udara  Branco  OV-10 pertama  buatan  AS  tiba  di  Indonesia,  tambahan    kekuatan  udara  ini  menjadi
bagian  penting  dari  strategi  ABRI  di  Timor  Timur.  Penembakan  dan pengeboman  udara  dilakukan  sebagai  strategi  untuk  memperlunak  berbagai
sasaran menjelang
serangan darat
yang dilakukan
oleh pasukan
infanteri.Penggunaan  kekuatan  udara  memberikan  tekanan  yang  sangat  besar kepada Fretilin, karena kekuatan bersenjata Fretilin hanya menggunakan senjata
ringan.
1
Ini  menjadi  faktor  utama  yang  membuat  penduduk  sipil  di  gunung menyerahkan  diri,  dan  memberikan  kemenangan  kepada  ABRI  atas  Fretilin.
Meskipun ABRI menguasai sebagian besar koridor jalan-jalan utama dan daerah- daerah yang dapat dijangkau melalui pesisir utara, berbagai daerah yang luas di
pedalaman  tetap berada di luar kekuasaan ABRI.  ABRI berharap dapat dengan cepat dan mudah menguasai Timor Timur, namun sebaliknya malah menghadapi
perlawanan  yang  sengit  dari  Fretilin.Perkembangan  usaha  ABRI  untuk menguasai Timor Timur berjalan lambat.
1
John Taylor, East Timor: The Price of Freedom. Zed Books, London dan New York, 1999,hlm 84.
38 Fretilin  menghadapi  persoalan  besar  mengenai  apa  yang  harus  mereka
lakukan dengan penduduk sipil yang berjumlah besar di berbagai basis mereka di pedalaman.  Beberapa  orang  berpendapat bahwa  sudah  saatnya  untuk  mengubah
strategi,  dan  memperbolehkan  masyarakat  sipil  menyerahkan  diri  dan  kembali bermukim  di  kota.  Terjadi  pertentangan  mengenai  masalah  ini  dalam  tubuh
Fretilin  dan  mengakibatkan  perpecahan  berdarah  dan  disingkirkannya  presiden Francisco  Xavier  do  Amaral.  Penahanan  dan  pembunuhan  terhadap  warga  sipil
yang tidak sependapat dilakukan Fretilin selama periode ini.
2
Pada  paruh  kedua  1977,  operasi  militer  Indonesia  semakin  gencar,  yang mencakup  penghancuran  sumber  makanan  di  pedalaman  untuk  memisahkan
masyarakat  sipil  dari  resistensi  bersenjata.  Operasi  ini  mengakibatkan  kematian masyarakat  sipil  dalam  jumlah  yang  tak  terkira  akibat  serangan  langsung  serta
kelaparan  dan  wabah  penyakit  akibat  dihancurkannya  basisbasis  Fretilin  dan sumber  makanan.Dengan  mundurnya  Fretilin  ke  sejumlah  kecil  daerah  yang
lebih  sempit,  ABRI  meluncurkan  operasi  cahaya,  dengan  maksud  untuk memaksa para pemimpin utama Fretilin menyerah bersama penduduk sipil yang
tersisa. Operasi  militer antara  pertengahan  1977 sampai  pertengahan  1979  sering
disebut sebagai kampaye “pengepungan dan penghancuran”. Kampanye tersebut mempunyai  dua  tujuan,  yaitu  untuk  menghancurkan  kepemimpinan  Fretilin  dan
memaksa  penduduk  sipil  yang  tinggal  di  pedalaman  menyerahkan  diri  kepada
2
Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi CAVR di Timor-Leste,,Chega Laporan Komisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi  CAVR di Timor-Leste, Jakarta, PT Gramedia,
2010, hlm 240.
39 ABRI.
3
Pada 6 April 1978, Jendral Mohammad Yusuf ditunjuk sebagai panglima ABRI,  beliau  mengambil  alih  kendali  secara  pribadi  berbagai  operasi  di  Timor
Timur,  memotong  wewenang  Moerdani  dan  Kalbuadi.  Pada  masa  itu  operasi cahayapun  dilancarkan.  Operasi  ini  secara  khusus  menargetkan  para  pemimpin
Fretilin.  Tujuannya  adalah  agar  para  pemimpin  partai  yang  berpengaruh menyerahkan  diri  sehingga  masyarakatpun  ikut  menyerahkan  diri  secara  besar-
besaran,  dengan  demikian  memisahkan  masyarakat  dari  para  gerilya.  Seiring berjalannya waktu dan resistensi semakin terdesak ke daerah yang lebih sempit,
sifat konflik ini berubah menjadi suatu pengepungan terhadap masyarakat sipil.
4
b Pemberontakan Setelah Takluknya Timor-Timur Oleh ABRI
Pada  10  Juni  1980,  Falintil  melancarkan  serangan  ke  Dili.  Serangan  ini benar-benar  mengejutkan  ABRI.  Ini  merupakan  pemberontakan  pertama  setelah
kekalahan  telak  Fretilin  pada  akhir  1978.  Pemberontakan  ini  disebut  dengan Levantamento  kebangkitan,  nama  ini  digunakan  oleh  gerakan  resistensi  untuk
menimbulkan  rasa  kebersamaan  antara  anggota  resistensi  yang  melakukan serangan  militer  terbatas  yang  dilakukan  oleh  berbagai  kelompok  kecil
FalintilFretilin  yang  masih  bertahan,  yang  telah  menyusun  kekuatan  kembali pada  bulan-bulan  sebelumnya.  Serangan  ke  Dili  membuktikan  daya  tahan
gerakan  resistensi  serta  perlawanan  bersenjata  terhadap  pemerintahan  militer Indonesia.Serangan  tersebut  dilakukan  sampai  Lahane  dan  Bacore,  serangan  ini
3
Carmal Budiardjo and Liem Soei Liong, The War Against East Timor, Zed Book, 1984. hlm 27.
4
Ibid.,hlm 30.
40 bertujuan  untuk  menunjukkan  kepada  dunia  bahwa  Fretilin  masih  ada.Pihak
militer  Indonesia  terkejut  sekaligus  dipermalukan  dengan  keberanian  serangan dari pihak resistensi yang dianggap sudah dikalahkan.
Hampir  setahun  kemudian  pertengahan  1981,  ABRI  melancarkan  operasi besar-besaran  yang  menggabungkan  personil  militer  dengan  puluhan  ribu
penduduk  sipil  yang  membentuk  pagar  betis  manusia,  mereka  ini  berjalan  kaki melintasi  daerah-daerah  yang  luas  di  wilayah  Timor  Timur  untuk  mencari  dan
menangkap  Falintil  yang  tersisa.  Meski  bisa  menangkap  banyak  orang  Timor, baik  sipil  maupun  pejuang,  gerakan  pagar  betis  ini  tidak  berhasil  secara
substansial menghancurkan Falintil.
c Tragedi Santa Cruz
Pembantaian  pemuda  Timor  Timur  di  pemakaman  Santa  Cruz  oleh  para serdadu  Indonesia  pada  12  November  1991  merupakan  titik  balik  dalam
perjuangan rakyat Timor Timur untuk diakui secara internasional. Untuk pertama kali sejak invasi 1975, kebrutalan militer Indonesia terhadap warga sipil terekam
dalam  film  oleh  media  internasional.  Film  yang  diselundupkan  keluar  dari wilayah  tersebut  beberapa  hari  setelah  pembantaian  awal  yang  dilakukan  oleh
militer  Indonesia,  ditayangkan  oleh  berbagai  televisi  di  seluruh  dunia  dan menyingkap keadaan sebenarnya tentang pendudukan Indonesia yang selama itu
disembunyikan  oleh  Jakarta.  Penindasan  yang  keras  oleh  militer  Indonesia terhadap rakyat Timor Timur ini tidak lagi bisa disangkal.
41 Beberapa  minggu  sebelum  terjadinya  pembantaian,  para  aktivis  di  Timor
Timur  tengah  mempersiapkan  diri  untuk  kunjungan  delegasi  Portugis.  Terdapat desas-desus  tentang  rencana  pertemuan  antara  delegasi  tersebut  dengan  Xanana
Gusmao, harapan masyarakat Timor Timur pun sangat tinggi terhadap pertemuan itu  untuk  melepaskan  diri  dan  menjadi  negara  yang  berdiri  sendiri.  Gerakan
klandestin  mempersiapkan  demonstrasi  untuk  menyuarakan  aspirasi  mereka kepada  delegasi  Portugis,  sekelompok  pemuda  menulis  spanduk  di  halaman
Gereja  Motael  di  pantai  Dili.  Kelompok  demonstrasi  ini  dipantau  oleh  intelijen Indonesia, dan keributan dengan militer Indonesia terjadi pada 28 Oktober 1991
ketika  salah  seorang  mahasiswa  Sebastiao  Gomes  ditembak  mati.  Walaupun kunjungan delegasi Portugis dibatalkan, pada 11 November 1991 pelopor khusus
PBB  tentang  penyiksaan,  Pieter  Kooijmas  berada  di  Dili.  Gerakan  klandestin memutuskan untuk tetap melakukan demonstrasi untuk mengenang pembunuhan
Sebastiao  Gomes  setelah  misa  pemakaman  di  Gereja  Motael  pada  pagi  12 November  1991.  Ada  upaya  sungguh-sungguh  untuk  memastikan  agar
demonstrasi tersebut berlangsung dengan damai. Tentara,  polisi,  dan  agen  intelijen  Indonesia  berjaga  di  sepanjang  jalan-
jalan kota Dili selama demonstrasi dari Gereja Motael sampai pemakaman Santa Cruz.  Sebagian  demontran  berjalan  dari  Motael,  sementara  sebagian  bergabung
ditengah  perjalanan  dan  lebih  banyak  lagi  yang  bergabung  di  pemakaman. Kemudian  spanduk  dikibarkan  yang  isinya  menghimbau  keterlibatan  PBB  di
Timor  Timur,  mendukung  Xanana  Gusmao  dan  penentuan  nasib  sendiri.
42 Keadaan sangat menegangkan, karena keterbukaan seperti ini tidak diperkirakan
sebelumnya.  Ada  berbagai  kesaksian,  namun  yang  jelas  dalam  perjalanan seorang  tentara  Indonesia  ditusuk  dan  dibawa  keadaan  cidera.  Pernyataan
Indonesia  tentang  kejadian  tersebut  menjelaskan  bahwa  hal  tersebut mempropokasi  kemarahan  militer  dan  berlanjut  dengan  pembantaian.  Tetapi,
bukti  tidak  mendukung  kesimpulan  tersebut.Penembakan  dimulai  ketika demonstran  tiba  di  kompleks  pemakaman  Santa  Cruz.  Tentara  menembaki
dengan  senjata-senjata  otomatis  kearah  pesera  demonstrasi  damai  dan  tidak bersenjata,  komisi  kemudian  mendengar  kesaksian  bahwa  para  tentara
mengepung  pemakaman  Santa  Cruz,  lalu  masuk  dan  membunuh  orang-orang yang  tidak  terluka  atau  mereka  yang  terluka  ringan,  dengan  menusuk  mereka
mengunakan pisau bayonet. Banyak pemuda yang diangkut menggunakan truk, ke rumah sakit militer
Wira  Husada  di  Lahane,  Dili,  ke  pusat-pusat  interogasi,  atau  dibunuh  begitu saja.Ratusan  pemuda  berlari  ke  kediaman  Uskup  Belo  mencari  perlindungan.
Uskup Belo menghubungi Gubernur Mario Carrascalao, dan pergi ke Santa Cruz, untuk  melihat  sejumlah  tubuh  orang  yang  tebunuh  dan  terluka,  dan  kemudian
pergi  ke  rumah  sakit  Wira  Husada  tempat  dimana  dia  melihat  hasil  pemukulan yang  parah.  Komisi  mendengarkan  kesaksian  yang  menyebut  tentang
serangkaian pembunuhan dalam hari-hari sesudahnya, ketika pasukan keamanan Indonesia  memburu  orang-orang  yang  mereka  curigai  terlibat  dalam  unjuk  rasa
tersebut.  Komisi  juga  mendengar  tentang  orang-orang  hilang  yang  belum
43 diketemukan, dan tentang kekerasan seksual terhadap perempuan muda di Santa
Cruz.
5
2. Bidang Politik
Resistensi  yang  dipimpin  oleh  FRETILIN  nyaris  dihancurkan  oleh  operasi pengepungan  dan  pembasmian  1978
–  1979.  Sebagian  besar  pemimpin  senior Fretilin dan Falintil terbunuh, tertangkap atau menyerahkan diri dalam periode ini.
Sisanya yang masih hidup dalam kelompok terpisah berupaya sekuat tenaga untuk menghimpun  kekuatan  kembali.  Tiga  komite  sentral  yang  masih  bertahan  yang
melarikan  diri  ke  wilayah  Timur  salah  satunya  adalah  Xanana  Gusmao. Kelompok-kelompok  kecil  yang  melarikan  diri  ke  wilayah  timur  dan  barat
berupaya  menyusun  kekuatan  kembali  dengan  menggunakan  strategi  baru  yaitu dengan menanggalkan tampilan militer mereka, berpakaian seperti penduduk sipil,
dan  menyembunyikan  senjata  mereka.  Tujuan  mereka  adalah  mencari  dan menghubungi  kemite  sentral  Fretilin  dan  menggalang  dukungan  dari  penduduk
sipil yang masih selamat. Sebagai  pemimpin  Xanana  Gusmao  melaksanakan  konfrensi  Reorganisasi
Nasional  pada  maret  1981  yang  memulai  proses  perluasan  Gerakan  Resistensi menjadi front persatuan nasional yang lebih luas, mengubah arah taktis resistensi
bersenjata menjadi perang gerilya. Selain itu usaha politik lain juga dibangun oleh Fretilin  dengan  petinggi  gereja  Katolik  di  Timor  Timur,  ini  merupakan  langkah
5
Chega, op, cit., hlm.294-295.
44 penting ke arah tujuan persatuan nasional di antara pihak yang bertentangan pada
1975, yaitu antara UDT dan FRETILIN.
6
Kegiatan politik inipun dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
3. Bidang Ekonomi
Pada  masa  operasi  Soroja  banyak  lahan  pertanian  di  daerah  Timor  Timur hancur  akibat  pengeboman,  ini  merupakan  dampak  dari  pertempuran  antara
pasukan  Fretilin  dengan  militer  Indonesia.  Dengan  tanaman  pangan  hancur,  dan penduduk  sipil  tidak  lagi  dapat  tinggal  di  pemukiman  tempat  mereka  bercocok
tanam,  dan  terpaksa  harus  bergerak  meninggalkan  wilayah  pemukiman  untuk menghindari  pertempuran  ke  wilayah  pegunungan  mengakibatkan  banyak  warga
sipil meninggal karena kelaparan, yang paling banyak meninggal adalah orang tua dan anak-anak.
7
Periode antara akhir 1977 sampai 1979 merupakan masa tragedi kemanusian terbesar dalam sejarah Timor Timur.Kelaparan hebat terjadi akibat operasi militer
besar-besaran Indonesia untuk menumpas Resistensi Fretilin.Penduduk sipil yang melarikan diri ke gunung-gunung menyerahkan diri dalam jumlah  yang besar ke
pada  militer  Indonesia.  Mereka  ditampung  dalam  kemah-kemah  sementara,  akan tetapi mereka masih saja kelaparan karena  camp penampungan tidak mempunyai
cukup  banyak  stok  makanan  untuk  para masyarakat  sipil  yang  menyerahkan  diri dalam  jumlah  besar.  Keadaan  mereka  juga  diperburuk  oleh  kontrol  militer  atas
6
Ibid.,hlm. 265.
7
Ibid.,hlm. 246-247.
45 operasi  bantuan  domestik  Indonesia,  dan  larangan  bagi  lembaga  internasional
untuk  masuk  ke  wilayah  tersebut.
8
Tidak  terdengar  sedikitpun  kegiatan perekonomian  di  Timor  Timur,  karena  semua  kegiatan  jenis  apapun  di  Timor
Timur selalu berada dibawah pengawasan militer Indonesia.
B. Dampak Positif Dari Integrasi Timor Timur ke Indonesia