Serapan Cairan dan Kelarutan Elemen-elemen Bahan Restorasi Resin Komposit Mikrohibrid dan Nanohibrid Setelah Direndam di Dalam Saliva Buatan (In Vitro)

(1)

SERAPAN CAIRAN DAN KELARUTAN ELEMEN-ELEMEN

BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT MIKROHIBRID

DAN NANOHIBRID SETELAH DIRENDAM DI DALAM

SALIVA BUATAN (IN VITRO)

TESIS

Oleh

KHOLIDINA IMANDA HARAHAP 107028003

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

SERAPAN CAIRAN DAN KELARUTAN ELEMEN-ELEMEN

BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT MIKROHIBRID

DAN NANOHIBRID SETELAH DIRENDAM DI DALAM

SALIVA BUATAN (IN VITRO)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Master Kedokteran Gigi (MDSc) Dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi Pada

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHOLIDINA IMANDA HARAHAP 107028003

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : Serapan Cairan dan Kelarutan Elemen-elemen Bahan Restorasi Resin Komposit Mikrohibrid dan Nanohibrid Setelah Direndam Di Dalam Saliva Buatan (In Vitro)

Nama Mahasiswa : Kholidina Imanda Harahap Nomor Induk Mahasiswa : 107028003

Program Studi : Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi

Menyetujui

Pembimbing:

drg. Sumadhi S, Ph.D Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

PERNYATAAN

SERAPAN CAIRAN DAN KELARUTAN ELEMEN-ELEMEN

BAHAN RESTORASI RESIN KOMPOSIT MIKROHIBRID

DAN NANOHIBRID SETELAH DIRENDAM DI DALAM

SALIVA BUATAN (IN VITRO)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2013


(5)

Tanggal Lulus : 27 Juni 2013

Telah diuji

Pada Tanggal : 27 Juni 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D

Anggota : 1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG (K) 2. drg. Irmansyah, Ph.D

3. drg. Sumadhi S, Ph.D


(6)

ABSTRAK

Pemakaian resin komposit sebagai bahan restorasi gigi di dalam mulut akan selalu berkontak dengan saliva yang mengandung 99% air di dalam komposisinya. Resin komposit dapat menyerap air dan mengalami kelarutan apabila berkontak dengan cairan. Sifat ini dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis yang akan memperpendek masa pakai bahan di dalam mulut dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi tubuh akibat terlepasnya elemen-elemen yang terkandung di dalam resin komposit. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan membedakan penyerapan cairan dan kelarutan elemen-elemen diantara resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan.

Sampel penelitian sebanyak 80 buah berbentuk tablet berdiameter 15 mm dan ketebalan 1 mm dibuat dari resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid yang dikeraskan menggunakan sinar tampak biru. Sampel direndam di dalam 5 ml saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam. Pengukuran nilai serapan cairan dilakukan dengan mengukur perubahan berat sebelum dan setelah perendaman. Kedalaman penyerapan cairan diukur menggunakan mikroskop mikrograf. Kecepatan penyerapan cairan dihitung dengan membandingkan kedalaman penyerapan cairan dengan waktu perendaman. Komposisi unsur dan morfologi permukaan sampel sebelum dan setelah perendaman dianalisa menggunakan SEM-EDX.

Hasil penelitian menunjukkan nilai serapan cairan pada resin komposit mikrohibrid 2,69%, 5,71%, 5,88%, dan 5,96% lebih tinggi dibandingkan nanohibrid 5,34%, 3,76%, 3,09% dan 2,83% setelah direndam selama 2, 4, 6, dan 8 jam. Hal yang sama pada kedalaman penyerapan resin komposit mikrohibrid 3054,98µm, 6125,42 µm, 8529,94 µm, dan 8930,01 µm lebih tinggi dibandingkan nanohibrid 7830,77 µm, 6941,29 µm, 6844,67 µm, dan 6120,53 µm. Kecepatan penyerapan pada resin komposit mikrohibrid 1527,45 µm/jam, 1531,36 µm/jam, 1421,66 µm/jam, dan 1116,18 µm/jam sedangkan resin komposit nanohibrid 3915,39 µm/jam, 1735,32

µm/jam, 1140,78 µm/jam, dan 761,32 µm/jam. Hasil analisa statistik nilai serapan cairan, kedalaman penyerapan dan kecepatan penyerapan cairan dengan uji Kruskal-Wallis (p<0,05) menunjukkan perbedaan yang signifikan antara resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid. Perendaman sampel di dalam saliva buatan menunjukkan kelarutan elemen-elemen seperti C, O, F, Na, Si, Al, dan Ti serta pengikatan elemen K dan Mg dengan jumlah yang berbeda antara resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid. Gambaran morfologi permukaan yang diperoleh berbeda diantara resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman.

Kata kunci : resin komposit, mikrohibrid, nanohibrid, penyerapan cairan, kelarutan, saliva buatan


(7)

ABSTRACT

The using of composite resin as a restorative material still in contact with saliva in the mouth. Composit resin absorb the water and soluble in contact with liquid. These phenomena affect the mechanical and physical properties of material and causing degradation and shorten the shelf life of composite resin. The aim of the study are measure and compare the water sorption and solubility of elements between microhybrid and nanohybrid composite resin after immersed in artificial saliva.

In this study, 80 samples was built in tablet shape with 15 mm in diameter and 1 mm in thickness made from microhybrid and nanohybrid composite resin and polymerized by using visible blue light. Samples were immersed in 5 ml artificial saliva at 2, 4, 6 and 8 hours. The value of water sorption was obtained by measure the change of weight before and after immersed. Depth of water sorption was measured by using micrograf microscope. The rate of water sorption was calculated by using depth of sorption and immersing time. Composition and morphology of composite resins before and after immersed was analyzed by SEM-EDX.

The result shows the value of water sorption of microhybrid composite resin are 2,69%, 5,71%, 5,88%, and 5,96% and nanohybrid for 5,34%, 3,76%, 3,09% and 2,83% after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. The depth of water sorption of microhybrid composite resin are 3054,98µm, 6125,42 µm, 8529,94 µm, and 8930,01 µm and nanohybrid for 7830,77 µm, 6941,29 µm, 6844,67

µm, and 6120,53 µm after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. The rate of water sorption of microhybrid are 1527,45 µm/hour, 1531,36

µm/hour, 1421,66 µm/hour, and 1116,18 µm/hour and nanohybrid are 3915,39

µm/hour, 1735,32 µm/hour, 1140,78 µm/hour, and 761,32 µm/hour after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. Statistical analysis of value of water sorption, depth of water sorption and rate of water sorption by using Kruskal Wallis test shows the significant differences (p<0,05) between microhybrid and nanohybrid composite resin. Immersion the samples in artificial saliva causing leach of elements such as C, O, Si, F, Na, Al, Ti, and In and bonding K and Mg to composite resin in different quantity between mirohybrid and nanohybrid composite resin. The surface morfology images also differ between microhybrid and nanohybrid composite resin before and after immersion.

Key words: composite resin, microhybrid, nanohybrid, water sorption, solubility, artificial saliva


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur ke hadirat Allah swt yang telah memberikan kesehatan dan kelapangan kepada penulis sehingga tesis ini dapat selesai disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian Program Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi.

Rasa terima kasih yang tak terhingga dan tulus penulis ucapkan kepada drg. Sumadhi Sastrodihardjo, Ph.D yang dengan penuh keikhlasan dan ketulusan telah bersedia memberikan sumbangsih pemikiran dan waktu di dalam membimbing dan membantu penelitian serta penulisan tesis ini. Rasa terima kasih penulis tujukan kepada Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil yang juga sangat berperan dalam membimbing dan membantu dengan penuh kesabaran sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat limpahan rahmat dari Allah swt.

Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi USU yang telah memberikan izin serta mendukung untuk mengikuti pendidikan S2 ini. Juga kepada Dr. Ameta Primasari, drg., M.Sc., M.Kes sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Gigi FKG USU atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan S2 ini.

Kepada para penguji yang juga memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga, Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K), Prof. Sondang


(9)

Pintauli, drg., Ph.D dan drg. Irmansyah., Ph.D, penulis mengucapkan terima kasih. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada drg. Rehulina Ginting, M.Si yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di Departemen Biologi Oral FKG USU, Prof. Zakaria dan Bapak Abd Rashid Selamat (Laboratorium Departemen Mineral Fakultas Science Bahan dan Mineral USM, Nibong Tebal Pineng, Malaysia) atas bantuannya dalam analisa SEM-EDX, Bapak Heru Santoso (Laboratorium Penelitian STP Polimer Serpong) atas bantuannya dalam analisa SEM- EDX, Bapak Frans (Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA USU) atas bantuannya dalam analisa mikroskop. Kepada seluruh bapak dan ibu dosen Program Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga dan teman sejawat peserta program S2 angkatan 2010 atas kebersamaan dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman sejawat di Departemen Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG USU atas dukungan dan kerja samanya.

Terima kasih dengan penuh keikhlasan penulis haturkan kepada suami tercinta, Gunawan, ST, atas kesetiaan dan kasih sayangnya di dalam mendukung dan memberikan izin untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kepada kedua putra tersayang, Fikri Fahrezi Wicaksono dan Arya Faris Mahardhika, atas kasih sayang dan kemandiriannya selama penulis menjalani pendidikan S2 dan menyelesaikan tesis ini.

Dan tentunya penulis juga menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, Drs. Masarda Harahap dan Drg. Rina Purnama Sari, atas


(10)

kasih sayang dan dukungan baik materil maupun moril yang dilimpahkan kepada penulis di dalam menjalani pendidikan S2 ini. Juga terima kasih kepada adik-adik, Khoiridha Amalia Harahap, Amd, M.Tanziel Aziz Hrp, S.Sos, dan Khoirummy Rakhmadiyah Harahap, atas dukungan yang diberikan.

Akhirnya kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menjalani pendidikan S2 ini, penulis ucapkan terima kasih. Pada kesempatan ini penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan yang pernah diperbuat baik sengaja maupun tidak disengaja. Penulis persembahkan tesis ini sebagai salah satu referensi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu material dan teknologi kedokteran gigi dan di bidang kedokteran gigi pada umumnya. Mudah-mudahan tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2013 Penulis,

Kholidina Imanda Harahap NIM.107028003


(11)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : drg. Kholidina Imanda Harahap

Alamat : Jl.Tani Saudara Komp.Graha Deli Permai Blok A6 No.11 Namorambe Deli Serdang

Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Islam

No.Kontak : 081361477171

Nama Ayah : Drs. Masarda Harahap

Nama Ibu : Drg. Rina Purnama Sari

Suami : Gunawan, ST

Anak ke 1 : Fikri Fahrezi Wicaksono Anak ke 2 : Arya Faris Mahardhika Pekerjaan : Pegawai Negri Sipil

Golongan/Pangkat : IIIb/Penata Muda Tingkat I

NIP : 198209112008122001

Pendidikan Formal

Sekolah Dasar : SDN Inpres 104230 Batang Kuis, Deli Serdang

Sekolah Menengah Pertama : Ponpest Al Kautsar-Al Akbar Jl. Pelajar Ujung Medan

Sekolah Menengah Atas : SMUN 2 (Plus) Matauli, Tapanuli Tengah Universitas : S1 Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan Pasca Sarjana : Magister Ilmu Kedokteran Gigi FKG USU

Medan Pelatihan, Seminar dan Lokakarya :

1. RDME IV 2009

2. Bandung Dentistry 2010

3. Lokakarya Penyusunan Proposal Penelitian 2010 4. Asyiah DM II 2011

5. RDME V 2011

6. 1st Medan INPRO 2012 7. TIP IPAMAGI II 2012

8. The 8thFDI-IDA Joint Meeting & Medan International Dental Exhibition 2012. 9. Rakernas PDGI X dan Makassar Scientific Meeting 2013.


(12)

Hasil Penelitian :

1. Identifikasi elemen resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid dengan Energy Dispersive X-ray dan gambaran mikrostruktur dengan Scanning Electrone Microscope.

2. Absorbtion of composite resin and glass ionomer filling materials immersed in artificial saliva.

3. The alteration of microhybrid composite resin elements after immersed in artificial saliva.

Publikasi Ilmiah :

1. Kholidina Imanda Harahap, Sumadhi S, Harry Agusnar. The alteration of microhybrid composite resin elements after immersed in artificial saliva. Jurnal PDGI Makassar 2013.

2. Kholidina Imanda Harahap, Sumadhi S, Harry Agusnar. Identifikasi elemen resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid dengan Energy Dispersive X-ray dan gambaran mikrostruktur dengan Scanning Electrone Microscope. Jurnal IPAMAGI 2012.

3. Kholidina Imanda Harahap, Rusfian. Degradasi dan pelepasan substansi resin akrilik. Dipublikasikan pada seminar Medan Internasional Prosthodontoc Scientific Meeting 2012.

4. Kholidina Imanda Harahap, Sumadhi S. Absorbtion of composite resin and glass ionomer filling materials immersed in artificial saliva. Proceeding The 8th FDI-IDA Joint Meeting & Medan International Dental Exhibition 2012.

5. Kholidina Imanda Harahap, Sumadhi S. Penyerapan air pada degradasi hidrolitik resin komposit. Proceeding Asyiah DM II 2011.

6. Kholidina Imanda Harahap, Lasminda Syafiar. Toksisitas akrilik resin. Proceeding Bandung Dentistry 7 2010.

7. Kholidina Imanda Harahap, Sumadhi S. Pelepasan dan penyerapan air pada sineresis dan imbibisi bahan cetak alginat. Dentika Vol.14 No. 2 Desember 2009.


(13)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB 1. PENDAHULUAN...

1.1 Latar Belakang... 1.2 Permasalahan... .. 1.3 Rumusan Masalah... 1.4 Tujuan Penelitian... 1.5 Manfaat Penelitian...

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 2.1 Resin Komposit ...

2.1.1 Komposisi Resin Komposit... 2.1.1.1 Matriks Resin... 2.1.1.2 Bahan Pengisi (Filler)... 2.1.1.3 Bahan Pengikat (Coupling Agent)... 2.1.1.4 Inisiator dan Akselerator... 2.1.1.5 Inhibitor... 2.1.1.6 UV Absorber... 2.1.1.7 Bahan Pigmen... 2.1.2 Klasifikasi Resin Komposit... 2.1.2.1 Resin Komposit Macrofiller...

i ii iii vi viii xii xv xvi 1 1 4 5 7 9 10 11 11 11 13 14 15 16 17 17 17 17 18 18 19 20 20


(14)

2.1.2.2 Resin Komposit Microfiller... 2.1.2.3 Resin Komposit Hibrid... 2.1.2.4 Resin Komposit Mikrohibrid... 2.1.2.5 Resin Komposit Nanofiller... 2.1.3 Polimerisasi Resin Komposit... 2.1.4 Sifat Resin Komposit... 2.1.4.1 Penyerapan Air... 2.1.4.2 Kelarutan... 2.2 Saliva dan Saliva Buatan... 2.3 Alat Uji...

2.3.1 Micrograph Microscope... 2.3.2 Scanning Electron Microscope (SEM)... 2.3.3 Energy Dispersive X-Ray (EDX)... 2.4 Landasan Teori... 2.5 Kerangka Konsep Penelitian... 2.6 Hipotesis Penelitian... BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN... 3.1 Desain Penelitian... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 3.2.1 Lokasi Pembuatan dan Penyimpanan Sampel... 3.2.2 Lokasi Pengujian Sampel... 3.2.3 Waktu Penelitian... 3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian... 3.3.1 Sampel Penelitian... 3.3.2 Besar Sampel Penelitian... 3.4 Metode Pengumpulan Data... 3.5 Variabel Penelitian... 3.5.1 Identifikasi Variabel Penelitian... 3.5.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 3.6 Alat dan Bahan Penelitian...

3.6.1 Alat Penelitian... 3.6.2 Bahan Penelitian... 3.7 Prosedur Penelitian... 3.7.1 Pembuatan Master Cast... 3.7.2 Pembuatan Sampel... 3.7.3 Pengamatan Penyerapan Cairan (Sorption Assay)... 3.7.3.1 Pengukuran Nilai Serapan Cairan, Kedalaman dan Kecepatan Penyerapan Cairan Bahan Restorasi Resin Komposit Mikrohibrid dan Nanohibrid Setelah Direndam Di Dalam Saliva Buatan

21 21 23 23 25 25 26 29 30 33 33 36 36 36 36 36 36 37 37 37 38 39 39 40 42 42 43 44 44 44 46 46 47 48


(15)

Selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 3.7.3.1.1 Pengukuran Nilai Serapan Cairan ... 3.7.3.1.2 Pengukuran Kedalaman Penyerapan Cairan... 3.7.3.1.3 Penentuan Kecepatan Penyerapan

Cairan... 3.7.4 Pengamatan Kelarutan (Solubility Assay)...

3.7.4.1 Identifikasi Komposisi Elemen dan Gambaran Morfologi Permukaan Bahan Restorasi Resin Komposit Mikrohibrid dan Nanohibrid Sebelum dan Setelah Direndam Di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 jam Dengan SEM-EDX... 3.8 Analisis Data... BAB 4. HASIL PENELITIAN...

4.1 Hasil penelitian dan analisis data nilai serapan cairan resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.2 Hasil penelitian dan analisis data nilai kedalaman penyerapan cairan resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.3 Hasil penelitian dan analisis data kecepatan penyerapan cairan

resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.4 Hasil penelitian dan analisis data pemeriksaan komposisi unsur

resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.4.1 Pemeriksaan komposisi unsur resin komposit mikrohibrid

dan nanohibrid sebelum dan setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.4.2 Gambaran SEM mikrostruktur resin komposit mikrohibrid

dan nanohibrid sebelum dan setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam... BAB 5. PEMBAHASAN...

5.1 Penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 5.2 Kelarutan elemen-elemen bahan restorasi resin

komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di 49 50 50 52 53 53 54 57 59 59 61 63 63 67 73


(16)

dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 5.3 Gambaran morfologi permukaan bahan restorasi resin komposit

mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam... BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN...

6.1

Kesimpulan... 6.2

Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

75 75 76 78 82


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Struktur Monomer Bis-GMA, UDMA, dan TEGDMA...

2.2 Rumus Bangun 3-methacryloxypropyltrimethoxysilane....

2.3 Mikrostruktur Resin Komposit Microfiller...

2.4 Mikrostruktur Resin Komposit Hibrid...

2.5 Mikrostruktur Resin Komposit Mikrohibrid...

2.6 Micrograph Microscope...

2.7 Cara Kerja SEM...

2.8 Alat SEM-EDX...

2.9 Spektrum EDX yang Menunjukkan Puncak dari K dan Ba...

3.1 Bentuk dan Ukuran Sampel... 3.2 A. Resin Komposit Dimasukkan ke Dalam Master Cast, B. Resin

Komposit Dipadatkan Dengan Semen Stopper... 3.3 A. Sampel Ditutup Dengan Glass Slide, B. Sampel Diberi Beban 500

mg Selama 5 Menit...

12 15 18 19 19 26 28 29 30 37 44 45 45 45 46


(18)

3.4 Penyinaran Sampel Dengan Light Curing Unit... 3.5 Sampel Penelitian... 3.6 Pencampuran 50 ml Saliva Buatan Dengan 20 Tetes Gentian Violet... 3.7 A. 5 ml Saliva Buatan Dimasukkan ke Dalam Wadah Perendaman, B.Sampel Dimasukkan ke Dalam Larutan Perendam... 3.8 Sampel Siap Dimasukkan ke Dalam Inkubator...

3.9 Penimbangan Sampel...

3.10 Skema 4 Titik Penentuan Pengukuran Kedalaman Penyerapan Cairan Pada Permukaan Sampel...

3.11 Pengambilan Gambaran Mikroskopis Sampel...

3.12 Sampel Di-coating di Dalam Mesin Coating...

3.13 Sampel Ditempatkan Pada Holding...

3.14 Sampel Ditempatkan Pada Chamber Alat EDX-SEM... 3.15 Gambaran SEM Sampel Pada Layar Komputer...

3.16 Hasil Analisa Komposisi Unsur Sampel Pada Layar Komputer...

4.1 Grafik Nilai Serapan Cairan Resin Komposit Mikrohibrid dan Nanohibrid... 4.2 Gambaran Kedalaman Penyerapan Cairan (ditunjukkan tanda panah) Resin Komposit Mikrohibrid (A) dan Nanohibrid (B) Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 jam... 4.3 Grafik Kedalaman Penyerapan Cairan Resin Komposit Mikrohibrid dan

47 47 48 48 49 50 51 51 51 52 53 55 56 58 62


(19)

Nanohibrid... 4.4 Grafik Kecepatan Penyerapan Cairan Resin Komposit Mikrohibrid dan

Nanohibrid...

4.5 Gambaran SEM Morfologi Permukaan Resin Komposit Mikrohibrid (Gambar Atas) dan Nanohibrid (Gambar Bawah), A. Sebelum Perendaman, B. Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan (Pembesaran 3000X), C. Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan (Pembesaran 5000X)...

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman 3.1 Definisi Operasional Variabel Bebas... 3.2 Definisi Operasional Variabel Terikat... 3.3 Definisi Operasional Variabel Terkendali... 3.4 Komposisi Resin Komposit Mikrohibrid... 3.5 Komposisi Saliva Buatan... 4.1 Perbedaan Nilai Serapan Cairan Antara Resin Komposit Mikrohibrid

(RKM) dengan Nanohibrid (RKN) Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 jam...

4.2 Perbedaan Kedalaman Penyerapan Cairan Antara Resin 40

40

41

43


(20)

Komposit Mikrohibrid (RKM) dengan Nanohibrid (RKN) Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 Jam...

4.3 Perbedaan Kecepatan Penyerapan Cairan Antara Resin Komposit Mikrohibrid (RKM) dengan Nanohibrid (RKN) Setelah Perendaman di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 jam...

4.4 Perubahan Persentase Elemen-elemen Resin Komposit Mikrohibrid Sebelum dan Setelah Direndam di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 Jam...

4.5 Perubahan Persentase Berat Elemen-elemen Resin Komposit Nanohibrid Sebelum dan Setelah Direndam di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 Jam...

54

57

58

59

60

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman 1 Alur Pembuatan Sampel... 82


(21)

2 Alur Penelitian Penyerapan Cairan (Water Sorption Assay)... 3 Alur Penelitian Kelarutan (Solubility Assay)... 4 Data Hasil Penelitian... 5 Analisis Statistik Nilai Serapan Cairan... 6 Analisis Statistik Kedalaman Penyerapan Cairan... 7 Analisis Statistik Kecepatan Penyerapan Cairan... 8 Hasil Analisa SEM-EDX... 9 Surat-surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian...

83 84 85 95 111 127 143 149


(22)

ABSTRAK

Pemakaian resin komposit sebagai bahan restorasi gigi di dalam mulut akan selalu berkontak dengan saliva yang mengandung 99% air di dalam komposisinya. Resin komposit dapat menyerap air dan mengalami kelarutan apabila berkontak dengan cairan. Sifat ini dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis yang akan memperpendek masa pakai bahan di dalam mulut dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi tubuh akibat terlepasnya elemen-elemen yang terkandung di dalam resin komposit. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan membedakan penyerapan cairan dan kelarutan elemen-elemen diantara resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan.

Sampel penelitian sebanyak 80 buah berbentuk tablet berdiameter 15 mm dan ketebalan 1 mm dibuat dari resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid yang dikeraskan menggunakan sinar tampak biru. Sampel direndam di dalam 5 ml saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam. Pengukuran nilai serapan cairan dilakukan dengan mengukur perubahan berat sebelum dan setelah perendaman. Kedalaman penyerapan cairan diukur menggunakan mikroskop mikrograf. Kecepatan penyerapan cairan dihitung dengan membandingkan kedalaman penyerapan cairan dengan waktu perendaman. Komposisi unsur dan morfologi permukaan sampel sebelum dan setelah perendaman dianalisa menggunakan SEM-EDX.

Hasil penelitian menunjukkan nilai serapan cairan pada resin komposit mikrohibrid 2,69%, 5,71%, 5,88%, dan 5,96% lebih tinggi dibandingkan nanohibrid 5,34%, 3,76%, 3,09% dan 2,83% setelah direndam selama 2, 4, 6, dan 8 jam. Hal yang sama pada kedalaman penyerapan resin komposit mikrohibrid 3054,98µm, 6125,42 µm, 8529,94 µm, dan 8930,01 µm lebih tinggi dibandingkan nanohibrid 7830,77 µm, 6941,29 µm, 6844,67 µm, dan 6120,53 µm. Kecepatan penyerapan pada resin komposit mikrohibrid 1527,45 µm/jam, 1531,36 µm/jam, 1421,66 µm/jam, dan 1116,18 µm/jam sedangkan resin komposit nanohibrid 3915,39 µm/jam, 1735,32

µm/jam, 1140,78 µm/jam, dan 761,32 µm/jam. Hasil analisa statistik nilai serapan cairan, kedalaman penyerapan dan kecepatan penyerapan cairan dengan uji Kruskal-Wallis (p<0,05) menunjukkan perbedaan yang signifikan antara resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid. Perendaman sampel di dalam saliva buatan menunjukkan kelarutan elemen-elemen seperti C, O, F, Na, Si, Al, dan Ti serta pengikatan elemen K dan Mg dengan jumlah yang berbeda antara resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid. Gambaran morfologi permukaan yang diperoleh berbeda diantara resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman.

Kata kunci : resin komposit, mikrohibrid, nanohibrid, penyerapan cairan, kelarutan, saliva buatan


(23)

ABSTRACT

The using of composite resin as a restorative material still in contact with saliva in the mouth. Composit resin absorb the water and soluble in contact with liquid. These phenomena affect the mechanical and physical properties of material and causing degradation and shorten the shelf life of composite resin. The aim of the study are measure and compare the water sorption and solubility of elements between microhybrid and nanohybrid composite resin after immersed in artificial saliva.

In this study, 80 samples was built in tablet shape with 15 mm in diameter and 1 mm in thickness made from microhybrid and nanohybrid composite resin and polymerized by using visible blue light. Samples were immersed in 5 ml artificial saliva at 2, 4, 6 and 8 hours. The value of water sorption was obtained by measure the change of weight before and after immersed. Depth of water sorption was measured by using micrograf microscope. The rate of water sorption was calculated by using depth of sorption and immersing time. Composition and morphology of composite resins before and after immersed was analyzed by SEM-EDX.

The result shows the value of water sorption of microhybrid composite resin are 2,69%, 5,71%, 5,88%, and 5,96% and nanohybrid for 5,34%, 3,76%, 3,09% and 2,83% after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. The depth of water sorption of microhybrid composite resin are 3054,98µm, 6125,42 µm, 8529,94 µm, and 8930,01 µm and nanohybrid for 7830,77 µm, 6941,29 µm, 6844,67

µm, and 6120,53 µm after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. The rate of water sorption of microhybrid are 1527,45 µm/hour, 1531,36

µm/hour, 1421,66 µm/hour, and 1116,18 µm/hour and nanohybrid are 3915,39

µm/hour, 1735,32 µm/hour, 1140,78 µm/hour, and 761,32 µm/hour after immersed in artificial saliva at 2, 4, 6, and 8 hours respectively. Statistical analysis of value of water sorption, depth of water sorption and rate of water sorption by using Kruskal Wallis test shows the significant differences (p<0,05) between microhybrid and nanohybrid composite resin. Immersion the samples in artificial saliva causing leach of elements such as C, O, Si, F, Na, Al, Ti, and In and bonding K and Mg to composite resin in different quantity between mirohybrid and nanohybrid composite resin. The surface morfology images also differ between microhybrid and nanohybrid composite resin before and after immersion.

Key words: composite resin, microhybrid, nanohybrid, water sorption, solubility, artificial saliva


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pasien terhadap restorasi estetis, tidak hanya pada gigi anterior tetapi juga gigi posterior, pemakaian resin komposit sebagai bahan restorasi cukup diminati. Selain warnanya yang dapat menyerupai warna gigi, bahan ini juga memiliki ketahanan untuk dapat dipakai dalam jangka waktu lama. Resin komposit juga digunakan sebagai bahan restorasi indirek dan

facing logam pada post dan core setelah perawatan endodontik (Powers, 2006; Van Noort, 2008; Gladwin, 2009).

Resin komposit terdiri atas tiga bahan utama yaitu matriks resin, bahan pengisi (filler) dan bahan pengikat (coupling agent). Matriks resin komposit berupa monomer bisphenol-A-glicidyl methacrylate (bis-GMA), urethanedimethacrylate

(UDMA) dan triethylene glycol dimethacrylate acid (TEGDMA). Bahan pengisi yang ditambahkan berupa silika atau quartz. Matriks resin dan bahan pengisi disatukan oleh organosilane sebagai coupling agent. Selain tiga bahan utama, terdapat lagi bahan lain seperti inisiator atau akselerator, inhibitor, UV absorber, dan bahan pigmen. Resin komposit diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel filler yaitu tradisional dengan ukuran partikel 8-12 µm, microfiller dengan ukuran 0,04-0,4 µm, hibrid berukuran 0,4-1,0 µm dan mikrohibrid dengan ukuran partikel 0,5-3 µm. Perkembangan nano teknologi dalam bidang material kedokteran gigi telah


(25)

mengembangkan resin komposit dengan nanopartikel berukuran mendekati 25 nm dan nanoaggregates mendekati 75 nm yang terbuat dari zirkonium atau silika (O’Brien, 2002; Garcia, 2006; Powers, 2006; Anusavice, 2008; Powers, 2008; Van Noort, 2008; Gladwin, 2009; Sakaguchi, 2012).

Pemakaian bahan restorasi resin komposit di dalam mulut akan selalu terpapar dengan saliva yang berfungsi sebagai buffering, pencernaan, lubrikasi, perlindungan dan pengucapan. Saliva mengandung air sebanyak 94,0-99,5% (Cole dan Eastoe, 1988; Van Nieuw 1991). Resin komposit dapat menyerap air dan mengalami kelarutan apabila berkontak dengan cairan. Hal ini disebabkan karena resin komposit memiliki sifat higroskopis dan hidrolitik apabila terpapar dengan suatu cairan (Powers, 2006; Van Noort, 2008; Gladwin, 2009; Sakaguchi, 2012).

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengungkapkan penyerapan air yang terjadi pada resin komposit. Nayif dkk. (2005) memperoleh adanya penyerapan air pada bahan restorasi resin komposit setelah direndam di dalam air selama lebih dari 180 hari. Mereka menyatakan bahwa jumlah air yang dapat diserap dipengaruhi oleh kandungan filler di dalam matriks resin dan waktu perendaman. Lagouvardos dkk. (2003) mendapatkan penyerapan cairan yang maksimal dengan level 80% pada resin komposit mikrohibrid dan hibrid dicapai setelah 56 jam sedangkan semen ionomer kaca modifikasi resin dicapai setelah 190 jam. Kandungan air pada resin komposit hibrid 2,03%, resin komposit mikrohibrid 1,01% dan semen ionomer kaca modifikasi resin 1,45%.


(26)

Sifat higroskopis dan hidrolitik pada resin komposit dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis yang dapat memperpendek masa pakai bahan di dalam mulut (O’Brien, 2002; Ferracane, 2006; Anusavice, 2008; Powers, 2008; Van Noort, 2008; Gladwin, 2009; Sakaguchi, 2012). Penyerapan air pada resin komposit dapat menimbulkan penggembungan (swelling) yang dapat mempengaruhi dimensi restorasi. Swelling akan menimbulkan ekspansi yang akan menghasilkan stress terhadap ikatan interfasial antara bahan restorasi dengan dinding kavitas gigi dan kemungkinan akan menyebabkan terlepasnya restorasi dari kavitas. Selain swelling, penyerapan air juga menimbulkan efek pelunakan (plasticization) pada resin komposit. Efek awal yang ditimbulkan adalah kekerasan permukaan dan keausan permukaan resin komposit (Ferracane, 2010). Yanikoglu dkk. (2009) mendapatkan adanya perubahan kekerasan permukaan pada resin komposit yang direndam pada beberapa larutan.

Penyerapan air oleh resin komposit akan diikuti dengan kelarutan elemen-elemen yang terkandung di dalam resin komposit (Powers, 2006; Anusavice, 2007; Sakaguchi, 2012). Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai kelarutan elemen-elemen resin komposit yang disimpan di dalam air, saliva buatan dan alkohol antara lain adalah Michelsen dkk. (2003) pada penelitiannya memperoleh 32 jenis molekul yang terlepas dari resin komposit akibat perendaman resin komposit di dalam beberapa larutan. Monomer triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA) merupakan komponen terlarut paling banyak.Topaloglu dkk. (2010) mengemukakan


(27)

adanya pelepasan Bis-GMA dan TEGDMA pada perendaman resin komposit di dalam etanol setelah 1, 3 dan 7 hari.

Material kedokteran gigi dapat memberikan efek buruk terhadap kesehatan jaringan tubuh berupa toksisitas sistemik, reaksi lokal, dan reaksi alergi. Kelarutan elemen-elemen resin komposit berupa monomer sisa, asam metakrilat, formaldehid dan senyawa metakrilat lainnya yang terlepas dari resin komposit merupakan bahan yang toksis bagi sel-sel tubuh (Scmalz, 2009). Menurut penelitian Schweikel dkk. (2008) monomer resin dapat menimbulkan kematian sel, genotoksisitas dan penundaan siklus sel.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mengenai jumlah cairan yang diserap, kedalaman penyerapan, kecepatan penyerapan dan kelarutan elemen resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam. Dasar penetapan waktu perendaman adalah untuk mengetahui waktu awal terjadinya penyerapan cairan dan kelarutan yang terjadi pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid serta besar penyerapan cairan dan kelarutan elemen yang terjadi pada awal kontak resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid dengan cairan.

1.2 Permasalahan

Bahan restorasi resin komposit terdiri atas jaringan polimer yang memiliki sifat higroskopik dan hidrolitik apabila terpapar pada lingkungan yang mengandung


(28)

air. Sifat ini tergantung dari sifat kimiawi dan struktur bahan tersebut. Sifat higroskopik pada bahan restorasi resin komposit adalah kemampuan bahan untuk menarik atau menyerap cairan dari lingkungan sekitarnya. Kemampuan menyerap cairan ini disebabkan matriks resin komposit yang bersifat hidrofilik. Ukuran partikel bahan pengisi yang terkandung di dalam resin komposit juga menentukan jumlah air yang dapat diserap oleh resin komposit. Penyerapan cairan merupakan proses yang berkelanjutan dan lama serta diikuti dengan kelarutan dari beberapa elemen penyusun resin komposit akibat dari sifat hidrolitik. Kedua sifat ini dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis sehingga akan memperpendek masa pakai bahan tersebut. Selain itu, hal ini juga berkaitan dengan pelepasan elemen-elemen dan hasil degradasi bahan ini ke rongga mulut pada jangka waktu yang lama. Pelepasan elemen-elemen dari bahan restorasi resin komposit dapat menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh, seperti toksisitas sistemik atau lokal, alergi, reaksi pulpa dan efek estrogenik. Dari uraian di atas, perlu diketahui nilai serapan cairan, kedalaman penyerapan cairan, kecepatan penyerapan cairan, kelarutan elemen dan gambaran morfologi permukaan resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

1.3 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang ada dalam penyerapan cairan dan kelarutan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebagai berikut.


(29)

Rumusan masalah umum :

Apakah ada penyerapan cairan dan kelarutan elemen-elemen pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

Rumusan masalah khusus :

1. Berapa nilai serapan cairan yang dapat diserap oleh bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

2. Apakah ada perbedaan nilai serapan cairan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

3. Berapa kedalaman penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

4. Apakah ada perbedaan kedalaman penyerapan cairan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

5. Berapa besar kecepatan penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.


(30)

6. Apakah ada perbedaan kecepatan penyerapan cairan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

7. Apakah ada perubahan komposisi elemen-elemen bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

8. Apakah ada perbedaan perubahan komposisi elemen-elemen antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

9. Bagaimana gambaran mikrostruktur bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

10. Apakah ada perbedaan gambaran mikrostruktur antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

1.3Tujuan Penelitian :

Tujuan Umum:

Untuk mendapatkan penyerapan cairan dan elemen-elemen yang terlarut pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.


(31)

Tujuan Khusus:

1. Untuk mendapatkan besaran nilai serapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

2. Untuk membedakan nilai serapan cairan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

3. Untuk mendapatkan kedalaman penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

4. Untuk mendapatkan perbedaan kedalaman penyerapan cairan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

5. Untuk mendapatkan kecepatan penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

6. Untuk mendapatkan perbedaan kecepatan penyerapan cairan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

7. Untuk mendapatkan perubahan komposisi elemen-elemen bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.


(32)

8. Untuk mendapatkan perbedaan perubahan komposisi elemen-elemen antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

9. Untuk mendapatkan gambaran morfologi permukaan bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

10. Untuk mendapatkan perbedaan gambaran morfologi permukaan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat :

1. Menambah pengetahuan mengenai sifat penyerapan air dan kelarutan bahan restorasi resin komposit apabila berkontak dengan cairan dalam jangka waktu tertentu.

2. Sebagai referensi data untuk penelitian selanjutnya mengenai penyerapan cairan dan kelarutan pada bahan restorasi resin komposit.

3. Bermanfaat bagi dokter gigi agar dapat memilih dan menggunakan bahan restorasi resin komposit dengan tepat, sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pemakaian semen silikat pada akhir 1800-an sebagai bahan tambalan memiliki kekurangan yaitu mudah larut di dalam cairan mulut sehingga cepat rusak. Kemudian dikembangkanlah resin akrilik self curing unfilled sekitar tahun 1950-an. Bahan ini lebih tahan terhadap kelarutan serta memiliki warna yang lebih stabil dibandingkan silikat. Bahan ini mudah digunakan, dapat dipoles, dan memiliki estetis yang baik. Tetapi bahan ini memiliki permasalahan dengan polimerisasi shrinkage

yang tinggi setelah pengerasan, perubahan dimensi akibat panas yang tinggi, kadang-kadang mengalami diskolorisasi dan memiliki keausan yang tinggi karena pemakaian. Kemudian sekitar tahun 1960-an resin komposit diperkenalkan oleh Bowen sebagai bahan restorasi dengan mencampurkan oligomer bis-phenol-A-glycidilmethacrylate

(bis-GMA) atau urethanedimethacrylate (UDMA) dengan bahan pengisi inorganik. Penemuan resin komposit pada tahun 1960-an dengan cepat menggantikan semen silikat dan resin akrilik (O’Brien, 2002; Anusavice, 2008; Powers, 2006).

Penggunaan bahan restorasi estetik, terutama resin komposit, mengalami peningkatan yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir karena meningkatnya tuntutan pasien dalam hal estetis. Resin komposit digunakan untuk menggantikan struktur gigi yang hilang dengan memodifikasi warna dan kontur gigi yang mendukung nilai estetis (Powers, 2008; Gladwin, 2009).


(34)

2.1Resin Komposit

Resin komposit adalah penggabungan dari dua bahan yang menghasilkan suatu bahan dengan sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan jika bahan tersebut berdiri sendiri. Resin komposit merupakan suatu bahan hasil penggabungan 3 bahan yang berbeda yaitu matriks resin, bahan pengisi (filler), bahan pengikat (coupling agent). Selain itu, beberapa bahan lain juga ditambahkan seperti sistem inisiator atau aktivator, inhibitor, stabilisator, UV absorber dan bahan pigmen (O’Brien, 2002; Anusavice, 2008; Gladwin, 2009; Powers, 2006; Powers, 2008; Sakaguchi, 2012).

2.1.1 Komposisi resin komposit

2.1.1.1 Matriks resin

Matriks polimer organik merupakan bahan aromatik atau urethane diacrylate

oligomer. Oligomer yang paling umum digunakan adalah bisphenol-A-glycidylmethacrylate (Bis-GMA). Monomer lain yang sering digunakan pada matriks resin komposit adalah urethanedimethacrylate (UDMA). Monomer ini diperkenalkan pada tahun 1974 dan merupakan bahan yang mudah pecah (brittle) dengan viskositas yang tinggi. Kedua monomer ini mengandung ikatan karbon ganda yang reaktif yang dapat mengalami polimerisasi adisi. Setiap gugus karbon ganda akan turut di dalam pembentukan rantai polimer, oligomer ini disebut bifungsional. Monomer yang bifungsional dan oligomer akan menghasilkan cross-linking dan meningkatkan kekuatan polimer. Bis-GMA merupakan bahan yang hidrofilik, sehingga resin


(35)

komposit memiliki kecendrungan menyerap air (O’Brien, 2002; Floyd, 2005; Powers, 2006; Anusavice, 2008; Powers, 2008; Van Noort, 2008).

Bis-GMA merupakan monomer yang memiliki viskositas yang tinggi sehingga dibutuhkan penggunaan monomer pengencer (diluent).

Triethyleneglicoldimetacrylate (TEGDMA) merupakan monomer pengencer yang sering digunakan (Powers, 2006; Anusavice, 2008; Gladwin, 2009). Gambar 2.1 menunjukkan struktur kimia dari monomer pembentuk matriks resin komposit.


(36)

2.1.1.2 Bahan pengisi (filler)

Persentase filler sangat penting dalam menentukan sifat fisis resin komposit. Jika kandungan filler meningkat maka kandungan resin akan berkurang. Sehingga

polymerization shrinkage menurun, dan koefisien termal ekspansi mendekati struktur gigi, kekerasan dan ketahanan abrasi meningkat dengan baik. Persentase kandungan bahan pengisi pada resin komposit dapat berupa berat atau volume. Persentase kandungan bahan pengisi lebih baik dalam ukuran volume karena sifat mekanis resin komposit ditentukan oleh volume fraksi filler. Ukuran partikel filler juga menentukan besarnya penyerapan cairan yang terjadi pada bahan resin komposit. Partikel filler

yang berukuran lebih besar akan lebih banyak menyerap cairan dibandingkan partikel

filler yang berukuran kecil (Anusavice, 2008; Gladwin, 2009).

Partikel filler dikembangkan untuk mendapatkan filler yang mempunyai kekuatan dan ketahanan terhadap abrasi yang besar. Partikel yang lebih lunak lebih sering mengalami keausan dan terlepas dari restorasi ketika terjadi abrasi. Jika partikel terlepas, permukaan resin yang lunak akan cepat mengalami keausan (Powers, 2006; Sakaguchi, 2012).

Partikel filler yang digunakan bervariasi pada tiap bahan, dapat berupa silika koloidal, silikat barium, glass strontium/borosilikat, quartz, zink silikat atau lithium aluminium silikat. Tiap-tiap bahan ini memiliki karakteristik masing-masing. Partikel koloidal silika memiliki diameter kurang dari 0,1 mikron, inert, memiliki koefisien termal ekspansi yang rendah, dan dapat dipadatkan serta dipoles. Quartz sangat stabil tetapi susah untuk dipoles dan dapat menyebabkan abrasi pada gigi yang berlawanan.


(37)

Bahan pengisi yang paling banyak digunakan sejak tahun 1970 adalah quartz karena sifat kimiawinya yang inert, kuat, keras, memiliki indeks refraktif yang tinggi dan stabil secara kimia di lingkungan rongga mulut. Tetapi bahan ini memiliki kerugian berupa kurang radiopak, koefisien termal ekspansi yang tinggi dan abrasif (O’Brien, 2002; Powers, 2006).

Sekarang ini, dikembangkan bahan glass untuk mendapatkan kekuatan, kekerasan, dan sifat kimia serta sifat optis yang lebih baik untuk digunakan pada resin komposit. Glass yang mengandung logam berat memberikan efek radiopak terhadap resin komposit dan memiliki indeks refraktif 1,5. Contohnya adalah barium, zirkonium dan strontium glass. Yang paling sering digunakan adalah barium glass. Bahan ini bukan merupakan bahan yang inert seperti quartz (Powers, 2006).

2.1.1.3 Bahan pengikat (coupling agent)

Tujuan utama pemakaian coupling agent adalah untuk mengikatkan partikel bahan pengisi ke matriks resin organik melalui bahan silane untuk meningkatkan sifat fisis resin komposit dan mencegah air berpenetrasi ke interface filler-resin (Gladwin, 2009; Powers, 2006; Manapalill, 2003). Pengikatan partikel filler ke matriks resin berguna juga sebagai penghantar tekanan kepada partikel filler yang lebih kaku dan keras melalui matriks resin, sehingga kekuatan resin komposit lebih baik. Bahan silane harus kompatibel secara kimia baik dengan matriks dan filler. Ikatan antara silane dan partikel filler dapat larut dalam lingkungan rongga mulut. Jika ikatan rusak, partikel filler terlepas dari matriks resin dan akan menurunkan


(38)

kekerasan resin komposit yang menyebabkan kerusakan (O’Brien, 2002; Powers, 2006; Powers, 2008; Gladwin, 2009).

Bahan silane yang banyak dipakai sebagai coupling agent adalah

organosilane yaitu gamma-methacryloxypropylmethoxysilane. Bahan silane

merupakan molekul yang memiliki dua gugus fungsional. Gugus silane berikatan dengan gugus hidroksil pada partikel filler melalui reaksi kondensasi dan menghasilkan ikatan siloksan dan gugus metakrilat berikatan dengan matriks resin melalui proses polimerisasi adisi yang dapat diaktivasi secara sinar atau kimia. Bahan

silane tidak menutup partikel filler secara homogen. Pada Gambar 2.2 ditunjukkan

struktur kimia dari bahan organosilane yaitu

gamma-methacryloxypropylmethoxysilane (O’Brien, 2002; Powers, 2006; Powers, 2008; Van Noort, 2008; Gladwin, 2009).

O OCH3

CH2=C-C-O-CH2CH2CH2-Si-OCH3

CH3 OCH3 Gambar 2.2 Rumus Bangun Coupling Agent

2.1.1.4 Inisiator dan akselerator

Resin komposit polimerisasi sinar mengandung fotoinisiator berupa

camphorquinone (0,25%) dan tertiari amin. Camphorquinone memiliki spektrum penyerapan sinar dengan panjang gelombang 450-500 nm, dengan puncak gelombang yang dapat diserap adalah 470 nm. Ketika terekspos sinar, camphorquinone berubah


(39)

menjadi bentuk triplet yang aktif. Dalam keadaan ini, camphorquinone akan berbenturan dengan molekul amin yang berkonjugasi dengan tertiary aliphatic amine, seperti 4-N,Ndimethylaminophenythyl alcohol yang menarik elektron dari amin dan merubah dirinya dan amin menjadi radikal bebas. Hal ini kemudian akan menginisiasi proses polimerisasi. Tertiari amin diketahui sebagai ko-inisiator yang tidak dapat menyerap air tetapi dapat bereaksi dengan fotoinitiator yang diaktivasi untuk menghasilkan radikal bebas yang aktif. Inhibitor juga ditambahkan untuk mempertinggi kestabilan terhadap sinar di sekelilingnya. Pada resin komposit yang diaktivasi sinar, fotoaktivator yang digunakan adalah diketone, seperti

champorquinone. Kadar camphorquinone yang ditambahkan sebesar 0,2%-1,0%. Reaksi ini dipercepat oleh adanya organik amin yang mengandung ikatan karbon ganda. Amin dan camphorquinone di dalam oligomer stabil pada suhu kamar, selama belum terpapar oleh sinar yang dapat mengaktivasi polimerisasi (Powers, 2006; Gladwin, 2009).

2.1.1.5 Inhibitor

Monomer dimethacrylate dapat berpolimerisasi secara spontan ketika disimpan oleh karena itu ditambahkan inhibitor berupa monomethyl ether of hydroquinone ke dalam resin komposit untuk mencegah polimerisasi dini. Inhibitor lain dapat berupa monomethyl ether hydroquinone dan butylated hydroxytoluene


(40)

2.1.1.6 UV absorber

UV absorber ditambahkan pada komposisi resin komposit untuk meningkatkan stabilitas warna dengan menyerap radiasi elektromagnetik yang dapat menyebabkan diskolorasi. UV absorber yang paling banyak digunakan adalah 2-hydroxy-4-methoxy benzophene (Powers, 2006).

2.1.1.7 Bahan pigmen

Oksida inorganik biasanya ditambahkan dalam jumlah kecil untuk memberikan warna yang cocok dengan warna gigi pada umumnya. Warna dari resin komposit berkisar antara warna yang sangat terang (very light shades) sampai kuning dan abu-abu (Powers, 2006; Gladwin, 2009).

2.1.2 Klasifikasi resin komposit

Resin komposit dapat diklasifikasikan dalam beberapa metode klasifikasi, tergantung dari komposisinya, sehingga dapat memudahkan dokter gigi mengenalnya agar penggunaannya sesuai dengan tujuan pengobatan. Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi resin komposit berdasarkan ukuran partikel filler oleh Lutz dan Phillips (1983) (Lang,1992).

2.1.2.1 Resin komposit macrofiller

Jenis resin komposit yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1960 adalah resin komposit macrofiller. Resin komposit macrofiller memiliki ukuran partikel


(41)

terbesar 50-100 µm. Jumlah filler di dalam resin komposit berkisar 70-80% berdasarkan berat dan 60-80% berdasarkan volume. Filler yang banyak digunakan adalah butiran quartz (Gladwin, 2009).

2.1.2.2 Resin komposit microfiller

Resin komposit microfiller memiliki filler berupa koloida silika, dengan ukuran partikel 0,01-0,12 µm. Kandungan partikel filler dalam resin komposit sebanyak 35-60% ukuran berat(O’Brien, 2002). Gambar 2.3 menunjukkan gambaran mikrostruktur resin komposit microfiller

Gambar 2.3. Mikrostruktur Resin Komposit

Microfiller (O’Brien, 2002)

2.1.2.3 Resin komposit hibrid

Resin komposit hibrid mengandung kumpulan partikel filler dengan ukuran yang heterogen dengan ukuran partikel terkecil 0,04 µm dan terbesar 1-5 µm. Kandungan filler di dalam resin komposit sebanyak 70-80% ukuran berat (Sensi, 2007). Gambar 2.4 menunjukkan gambaran mikrostruktur resin komposit hibrid.


(42)

Gambar 2.4. Mikrostruktur Resin Komposit Hibrid (Spiller, 2000)

2.1.2.4 Resin komposit mikrohibrid

Setelah perkembangan resin komposit hibrid, dikembangkanlah resin komposit mikrohibrid. Resin komposit mikrohibrid memiliki beberapa jenis ukuran partikel filler dengan bentuk yang irreguler. Partikel filler dapat berupa glass atau

quartz dengan ukuran 0,2-3 µm ditambah 5-15% partikel microfine berukuran 0,04 µm (Craig, 2002). Dapat dilihat pada Gambar 2.5 gambaran mikrostruktur resin komposit mikrohibrid.

Gambar 2.5 Mikrostruktur Resin Komposit Mikrohibrid (Spiller, 2000)


(43)

2.1.2.5 Resin komposit nanofiller

Perkembangan nanoteknologi menciptakan jenis baru bahan restorasi resin komposit, yaitu nanokomposit dan nanohibrid. Nanokomposit menggunakan partikel

filler yang berukuran nanometer, sedangkan nanohibrid merupakan kombinasi partikel filler berukuran nanometer dengan filler berukuran konvensional. Nanokomposit mengandung partikel filler berupa zirkonium atau silika berukuran ±25 nm dan kumpulan nano partikel berukuran ±75 nm. Distribusi partikel filler nano di dalam resin komposit sekitar 79,5% (Gladwin, 2009; Kaur, 2011).

2.1.3 Polimerisasi resin komposit

Polimerisasi resin komposit merupakan hal yang sangat penting di dalam mendapatkan hasil tambalan yang memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik. Polimerisasi adalah proses pengerasan polimer dengan membentuk ikatan antara monomer-monomer menjadi rantai polimer yang panjang dengan suatu aktivasi tertentu. Ada 3 macam aktivasi polimerisasi bahan restorasi resin komposit, yaitu aktivasi kimia, aktivasi sinar dan aktivasi kimia-sinar (O’Brien, 2002; Powers, 2006; Anusavice, 2008; Powers, 2008; Van Noort, 2008; Gladwin, 2009).

Polimerisasi resin komposit yang diaktivasi sinar merupakan jenis polimerisasi adisi radikal bebas. Ada 3 tahapan, yaitu inisiasi, popagasi dan terminasi. Reaksi polimerisasi dimulai dengan tahap inisiasi yaitu terbentuknya radikal bebas dari reaksi kimia bahan akselerator, seperti tertiary amine atau asam sulfinik dengan peroksida organik. Kemudian pada tahap propagasi terjadi penggabungan monomer


(44)

melalui pembentukan ikatan antar monomer untuk membentuk rantai polimer dengan adanya radikal bebas. Pada reaksi terminasi telah terbentuk polimer resin komposit dengan sempurna karena semua radikal bebas telah bereaksi dengan monomer membentuk polimer (Anusavice, 2008; Gladwin, 2009; O’Brien, 2002; Powers, 2006).

Polimerisasi resin komposit aktivasi sinar dipengaruhi oleh intensitas sinar, ketebalan bahan, jarak penyinaran dan lama penyinaran. Intensitas sinar pada permukaan dan waktu penyinaran merupakan hal yang sangat penting. Ujung sumber sinar sebaiknya diletakkan pada jarak 3 sampai 4 mm dari permukaan dengan kedalaman restorasi 2 sampai 2,5 mm dan waktu penyinaran standar adalah 40 detik (O’Brien, 2002; Powers, 2006; Anusavice, 2008; Gladwin, 2009).

2.1.4 Sifat resin komposit

Resin komposit memiliki sifat fisik dan mekanis. Sifat fisiknya antara lain:

polymerization shrinkage, sifat termal, penyerapan air, kelarutan dan kestabilan warna. Sedangkan sifat mekanisnya adalah kekuatan, elastic modulus dan kekerasan permukaan (Powers, 2006). Dalam tulisan ini, penulis hanya membahas sifat penyerapan air dan kelarutan resin komposit.

2.1.4.1 Penyerapan air

Matriks resin komposit memiliki kemampuan untuk menyerap air, yang akan diikuti oleh proses swelling pada resin komposit (O’Brien, 2002; Toledanu, 2003). Penyerapan air oleh resin dapat meningkat melalui penggunaan monomer yang


(45)

memiliki sifat hidrofilik. Polimer dengan gugus polar akan menyerap sejumlah air berkisar 1-2 %. Penyerapan air akan terjadi setelah resin mengeras dan memerlukan waktu untuk mencapai keseimbangan karena proses difusi air ke dalam resin merupakan proses yang lambat (Toledanu, 2003). Penyerapan air terjadi melalui proses difusi terkontrol (Darvell, 2000). Air dapat memasuki polimer melalui porositi dan ruang intermolekuler. Kecepatan dan luasnya penyerapan air tergantung dari kepadatan polimer dan kemampuan ikatan hidrogen dan interaksi polar (Ferracane, 2006).

Penyerapan air dipengaruhi oleh jenis filler dan metode polimerisasi (Prati, 1991).Resin komposit dengan ukuran partikel filler yang lebih besar akan menyerap air lebih banyak dibandingkan resin komposit dengan ukuran partikel filler yang lebih kecil. Hal ini disebabkan volume pecahan partikel filler di dalam resin komposit lebih sedikit pada resin komposit dengan partikel yang besar. Kualitas dan kestabilan silane

sebagai coupling agent juga penting untuk meminimalisasi kerusakan ikatan antara

filler dengan polimer dan jumlah air yang diserap ( Musanje, 2001; O’Brien, 2002; Powers, 2006).

Resin komposit macrofiller memiliki nilai penyerapan air 0,5-0,7 mg/cm2. Resin komposit microfiller mudah mengalami penyerapan air karena partikel filler -nya ha-nya mengisi 35-60% ukuran berat (O’Brien, 2002; Sensi, 2007; Gladwin, 2009).


(46)

2.1.4.2 Kelarutan

Apabila resin komposit disimpan di dalam air akan menyebabkan pelepasan ion inorganik dan monomer sisa. Kelarutan resin komposit di dalam air bervariasi mulai dari 0,25 sampai 2,5 mg/mm3 atau 1,5-2,0 % berat. Silikon merupakan ion yang terbanyak keluar selama 30 hari pertama perendaman dan akan berkurang seiring bertambahnya waktu perendaman. Boron, barium dan strontium juga dapat keluar dari resin komposit yang direndam di dalam air. Komponen lain yang dapat terlarut adalah monomer sisa. Monomer sisa adalah monomer resin yang tidak bereaksi polimerisasi terjadi (O’brien, 2002; Powers, 2006).

Pelepasan monomer sisa dari bahan restorasi resin komposit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kimiawi komposit (terutama kelarutan dan molekul dari monomer yang digunakan), derajat konversi, derajat cross-linking jaringan polimer, perlakuan permukaan dari partikel filler dan sifat pelarut (Ferracane, 2006).

2.2 Saliva dan Saliva Buatan

Saliva yang disebut juga dengan cairan mulut adalah suatu cairan yang dikeluarkan kelenjar ludah di dalam rongga mulut. Saliva merupakan sekresi campuran yang diproduksi oleh kelenjar parotis sebanyak ± 90%, submandibula, sublingual, dan kelenjar aksesoris pada palatum lunak dan pada permukaan dalam bibir dan pipi. Saliva memiliki berbagai fungsi, diantaranya:


(47)

1. Perlindungan, saliva memberikan perlindungan dengan membuat pembasahan yang baik pada permukaan jaringan lunak dari kerusakan fisis yang disebabkan oleh tekstur makanan yang kasar atau temperatur tinggi.

2. Perbaikan, adanya lapisan protein dan glikoprotein yang kaya akan kalsium dan fosfat pada permukaan enamel, dipercaya dapat memberikan efek remineralisasi pada karies dini.

3. Pencernaan, pelumasan dengan saliva membantu melunakkan makanan dan membentuk makanan menjadi bolus agar mudah untuk ditelan. Adanya enzim di dalam saliva juga membantu menguraikan makanan.

4. Pengatur keseimbangan air, ketika tubuh mengalami dehidrasi aliran saliva menjadi berkurang sehingga menimbulkan perasaan haus.

5. Pengucapan, adanya pembasahan pada lidah dan bibir memudahkan proses pengucapan.

Saliva mengandung 94,0-99,5% air. Komponen-komponen ludah dapat dibedakan menjadi komponen anorganik dan (bio)organik. Komponen anorganik adalah elektrolit berbentuk ion, seperti Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, HCO3-, NH4+, F-,

SN- dan fosfat. Komponen bioorganik terutama adalah protein dengan jumlah 0,15-0,25 gr per 100 ml, musin, sejumlah kecil lipida, asam lemak dan ureum. Glikoprotein bertanggungjawab menjaga viskositas dan fungsi pelumasan pada saliva. Komponen protein lainnya dapat berupa enzim α-amilase, lisozim, kalikrein, laktoperoksidase, protein kaya prolin, musin, imunoglobulin, laktoferin dan gustin. Selain komponen-komponen tersebut masih banyak lagi enzim lain. Sistem buffer


(48)

pada saliva terjadi apabila pH saliva dibawah nilai 5 dan keefektifan pH dan sifat

buffer saliva tergantung kepada kandungan bikarbonat pada saliva (Cole, 1988; Van Nieuw, 1991).

Kelenjar saliva dapat mengalami disfungsi sehingga jumlah dan kualitas saliva dapat berubah. Untuk menstimulasi fungsi kelenjar saliva digunakan saliva buatan. Saliva buatan menggantikan fungsi saliva asli dalam hal perlindungan, perbaikan, pengucapan dan pengatur keseimbangan air. Selain memiliki manfaat seperti yang disebutkan di atas, saliva buatan juga digunakan pada uji laboratorium yang membutuhkan kondisi kimia yang sama seperti saliva asli di dalam rongga mulut. Penggunaan saliva buatan untuk penelitian di bidang kedokteran gigi telah ditemukan sejak tahun 1931, ketika Souder dan Sweeney meneliti tentang keracunan penggunaan restorasi amalgam. Saliva buatan mengandung komponen yang sama dengan saliva asli, tetapi tidak mengandung enzim. Saliva buatan dapat dibuat dengan berbagai macam metode pencampuran komposisi. Salah satu metodenya adalah dengan mencampurkan berbagai komposisi sebagai berikut NaCl, KCl,KSCN, KH2PO4, Urea, Na2SO4. 10H2O, NH4Cl, CaCl2. 2H2O, NaHCO3 (Preetha, 2005).

2.3 Alat Uji

2.3.1 Mikroskop mikrograf (micrograph microscope)

Mikroskop mikrograf merupakan fotograf atau gambaran digital yang diambil melalui mikoskop atau alat yang sama untuk menunjukkan pembesaran gambar.


(49)

menampilkan gambaran digital ke monitor. Mikroskop mikrograf biasanya memiliki pengukur mikron atau pembesaran. Pembesaran merupakan rasio antara ukuran objek pada gambar dengan ukuran sebenarnya. Akan tetapi, pembesaran merupakan suatu parameter yang kurang dapat dipercaya. Untuk itu digunakan skala bar atau mikron bar yang dapat menampilkan panjang objek sebenarnya pada gambar (Wikipedia, 2012). Gambar 2.6 menunjukkan gambar mikroskop mikrograf (Carl Zeiss Microscopy, 2011).

Gambar 2.6 Mikroskop Mikrograf

2.3.2 Scanning electron microscope (SEM)

Scanning electron microscope (SEM) adalah jenis mikroskop elektron yang menggambarkan permukaan sampel dengan memindainya menggunakan pancaran elektron berenergi tinggi yang membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. Spesimen yang akan digambar oleh SEM harus dapat


(50)

mengalirkan listrik (electrically conductive). Spesimen yang terbuat dari metal hanya memerlukan sedikit tindakan preparasi untuk digambar oleh SEM. Tetapi bagi spesimen yang tidak dapat mengantarkan listrik harus dilapisi (coating) dengan suatu zat yang bersifat sebagai konduktor. Pelapis yang biasa digunakan adalah emas, aloi emas/paladium, platinum, osmium, iridium,tungsten,chromium dan graphite (Lawes, 1987; REM, 2010).

Pembesaran pada SEM dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai 500.000 kali. SEM memiliki kondenser dan lensa objektif yang berfungsi memfokuskan sinar kepada suatu tempat dan bukan menggambar keseluruhan spesimen (Lawes, 1987).

Jenis sinyal yang dihasilkan oleh SEM mencakup elektron sekunder (secondary electrons), elektron yang memencar (back-scattered electrons (BSE)), sinar X, cahaya (cathodoluminescence), elektron pada spesimen dan elektron yang ditransmisikan. Sinyal dihasilkan dari interaksi benturan elektron dengan atom pada atau didekat permukaan sampel. SEM dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 nm. Gambaran sampel diambil (captured) secara digital dan akan ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di dalam komputer. Pada Gambar 2.7 ditampilkan skema cara kerja SEM.


(51)

Gambar 2.7Cara Kerja SEM (REM Purdue University, 2010)

Sinar elektron dihasilkan pada bagian atas mikroskop oleh electron gun. Elektron akan mengikuti jalur vertikal melalui mikroskop, yang tetap dalam keadaan vakum. Sinar melewati area elektromagnetik dan lensa, yang memfokuskan sinar turun ke arah sampel. Ketika sinar mengenai sampel, elektron dan sinar x akan dikeluarkan dari sampel. Detektor akan mengumpulkan sinar x, backscattered electron, dan elektron sekunder. Detektor akan merubahnya menjadi sinyal yang menghasilkan gambaran dan selanjutnya ditampilkan pada layar monitor (Lawes, 1987; REM Purdue University, 2010).


(52)

2.3.3 Energy dispersive x-ray (EDX)

Energy dispersive x-ray (EDX) adalah teknik mikroanalisis kimia yang digabungkan dengan Scanning Electron Microscope (SEM). EDX merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi sinar x yang keluar dari sampel selama pemaparan pancaran elektron untuk mengkarakteristikkan komposisi kimia dari sampel yang dianalisa. Sistem ini terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu detektor sinar x yang dipisahkan dari ruang SEM dengan jendela polimer yang sangat tipis, untaian pengolahan getaran yang menentukan energi sinar x yang dideteksi, dan peralatan analisa yang menginterpretasikan data sinar x dan menampilkannya pada layar komputer (Materials Evaluation and Engineering Inc, 2009).

Gambar 2.8 Alat SEM-EDX

Informasi analisa yang dapat diperoleh adalah analisa kualitatif, analisa kuantitatif, pemetaan elemen dan analisa profil garis (Materials Evaluation and Engineering Inc, 2009). Untuk analisa kualitatif, nilai energi sinar x sampel dari spektrum EDS dibandingkan dengan karakteristik energi sinar x yang sudah diketahui


(53)

untuk mendapatkan elemen yang terdapat pada sampel. Hasil kuantitatif dapat diperoleh dari hitungan sinar x relatif pada karakteristik tingkat energi dari komponen sampel (Materials Evaluation and Engineering Inc, 2009).

Spektrum EDX ditampilkan secara digital membentuk sumbu x yang menggambarkan energi sinar x dan sumbu y menggambarkan intensitas seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.9 (Russ, 1984).

Gambar 2.9 Spektrum EDX yang Menunjukkan Puncak dari K dan Ba

2.4 Landasan Teori

Penggunaan bahan restorasi resin komposit cukup diminati oleh para dokter gigi untuk menggantikan struktur gigi yang hilang dan juga memiliki nilai estetis yang lebih tinggi. Warna resin komposit dapat menyerupai warna gigi dan tahan lama. Mikrohibrid dan nanohibrid adalah jenis resin komposit yang cukup sering digunakan oleh dokter gigi. Kedua jenis resin ini memiliki kemampuan untuk dipoles sehingga akan memberikan kepuasan pasien dalam hal estetis.


(54)

Resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid memiliki perbedaan ukuran partikel filler. Resin komposit mikrohibrid memiliki dua jenis ukuran partikel filler

yaitu 0,2-3 µm dan ukuran partikel microfine 0,04 µm. Resin komposit nanohibrid mengandung partikel filler berukuran nano dan partikel filler berukuran 0,2-3 µm.

Resin komposit merupakan bahan hasil gabungan matriks resin, bahan pengisi (filler) dan bahan pengikat (coupling agent). Matriks resin dapat berupa monomer

bisphenol-A-glycidil methacrylate (bis-GMA) dan urethanedimethacrylate (UDMA). Kedua monomer ini memiliki viskositas yang tinggi, sehingga ditambahkan monomer

diluent untuk mengurangi viskositasnya. Monomer diluent yang ditambahkan adalah

triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA). Filler dapat berupa silika atau quartz. Jumlah filler yang terkandung di dalam resin komposit menentukan sifat fisis dan mekanis bahan tersebut. Untuk menyatukan matriks organik dengan filler digunakan

silane sebagai coupling agent. Organosilane (3-methacriloxiprophyltrimethoxysilane) adalah bahan coupling agent yang dipakai. Bahan silane ini mengandung dua gugus, yaitu gugus yang berikatan dengan gugus hidroksil pada filler dan gugus metakrilat yang berikatan dengan matriks resin. Selain ketiga bahan utama tersebut, resin komposit juga mengandung inisiator, akselerator, inhibitor, bahan pigmen dan UV

absorber.

Pemakaian resin komposit di dalam mulut tentunya akan berkontak dengan saliva, minuman dan makanan yang dikonsumsi. Resin komposit dapat menyerap cairan mulut karena resin komposit memiliki sifat dapat menyerap air. Hal ini disebabkan resin komposit bersifat hidrofilik. Penyerapan air dipengaruhi oleh ukuran


(55)

filler yang terkandung dan metode polimerisasi. Resin komposit dengan ukuran partikel filler yang lebih besar akan menyerap air lebih banyak dibandingkan dengan resin komposit yang memiliki ukuran partikel filler yang lebih kecil.

Penyerapan cairan pada resin komposit akan diikuti kelarutan beberapa elemen resin komposit. Pada beberapa penelitian monomer sisa merupakan komponen terlarut paling banyak yang dapat dideteksi di air. Selain monomer sisa, elemen lain yang dapat terlarut adalah silika, boron, metakrilat, asam benzoat dan formaldehid.


(56)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis Umum :

Tidak ada penyerapan cairan dan kelarutan elemen pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

Hipotesis Khusus :

1. Tidak ada cairan yang terserap pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

Resin Komposit

Mikrohibrid Nanohibrid

- Lama penyinaran - Jarak penyinaran

Penyerapan Cairan Kelarutan

-Nilai serapan cairan (%) -Kedalaman penyerapan (µm) -Kecepatan penyerapan

(µm/jam)

-Perubahan komposisi -Gambaran

mikrostruktur Perendaman


(57)

2. Tidak ada perbedaan nilai serapan cairan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2,4,6 dan 8 jam.

3. Tidak ada kedalaman penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

4. Tidak ada perbedaan kedalaman penyerapan cairan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6,dan 8 jam.

5. Tidak ada kecepatan penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

6. Tidak ada perbedaan kecepatan penyerapan cairan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6,dan 8 jam.

7. Tidak ada perubahan komposisi elemen bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

8. Tidak ada perbedaan perubahan komposisi elemen antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.


(58)

9. Tidak ada perbedaan gambaran morfologi permukaan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam.

10. Tidak ada perbedaan gambaran morfologi permukaan antara bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dengan nanohibrid sebelum dan setelah di rendam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam.


(59)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua jenis desain penelitian yaitu desain sebelum-sesudah (pre-post test design) dan desain komparatif (comparative design).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi pembuatan dan penyimpanan sampel

a. Departemen Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan, Indonesia.

b. Laboratorium Biologi Oral Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan, Indonesia.

3.2.2 Lokasi pengujian sampel

a. Laboratorium Departemen Mineral Fakultas Science Bahan dan Mineral University of Sains Malaysia, Nibong Tebal Penang, Malaysia.

b. Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas MIPA USU, Medan, Indonesia.

c. Laboratorium Polimer Sentra Teknologi Polimer Serpong, Tangerang, Indonesia.

3.2.3 Waktu penelitian


(60)

3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian 3.3.1 Sampel penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid polimerisasi sinar berbentuk tablet dengan diameter 15 mm dan tebal 1 mm yang dipolimerisasi dengan sinar (light-cured), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Bentuk dan Ukuran Sampel

Kriteria inklusi sampel :

a. Sampel sesuai dengan bentuk dan ukuran yang ditetapkan. Kriteria eksklusi sampel:

b. Poreus. c. Cacat.

3.3.2 Besar sampel penelitian

Pada penelitian ini digunakan perhitungan besar sampel mengikuti metode Frederer dengan rumus sebagai berikut (Hanafiah, 2003).

(t-1)(r-1) ≥ 15 Keterangan : t = Jumlah perlakuan

r = Jumlah ulangan

15 ±1 mm


(61)

dalam rumus ini akan digunakan t = 8, karena menggunakan 8 kelompok perlakuan, maka jumlah sampel (n) minimal tiap kelompok ditentukan sebagai berikut.

(t-1)(r-1) ≥ 15 (8-1)(r-1) ≥ 15

7r≥ 22 r≥ 3,1

maka diperoleh jumlah sampel minimal 3. Pada penelitian ini diambil jumlah sampel pada tiap kelompok pengujian sebanyak 10 sampel.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah,

1. Penghitungan jumlah cairan yang diserap oleh kedua jenis resin komposit menggunakan metode penimbangan dengan menggunakan timbangan digital. Berat awal dan setelah perendaman dihitung untuk menentukan jumlah air yang dapat diserap oleh kedua jenis resin komposit.

2. Pengukuran kedalaman penyerapan cairan oleh kedua jenis resin komposit menggunakan micrograph microscope.

3. Penghitungan kecepatan penyerapan cairan dengan membandingkan data kedalaman penyerapan cairan dengan waktu perendaman sampel penelitian.

4. Pengidentifikasian elemen resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid dengan menggunakan energy dispersive x-ray analysis (EDX).


(62)

5. Pengambilan gambaran mikrostruktur resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid dengan scanning electron microscopy (SEM).

3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Identifikasi variabel penelitian

Variabel Bebas :

Waktu perendaman

bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid dalam saliva buatan selama 2, 4, 6 dan 8 jam

Variabel Terikat:

1. Nilai serapan cairan bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid

2. Kedalaman penyerapan cairan

pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid

3. Kecepatan penyerapan cairan

pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid

4. Komposisi unsur bahan

restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid

5. Gambaran mikrostruktur

bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid Variabel Terkendali :

1. Ukuran sampel diameter 15

mm dan tebal 1 mm 2. Jenis resin komposit

mikrohibrid dan nanohibrid

3. Lama penyinaran 20 detik

4. Jarak penyinaran 2 mm

5. Komposisi saliva buatan

6. Jenis cairan pewarna


(63)

3.5.2 Definisi operasional variabel penelitian

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Bebas

Variabel Definisi Operasional Skala Ukur Alat Ukur

Waktu perendaman Waktu yang diperlukan untuk merendam sampel di dalam saliva buatan.

Skala interval

Stopwatch

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Terikat

Variabel Definisi Operasional Skala Ukur Alat Ukur

a. Nilai serapan cairan

b. Kedalaman penyerapan cairan

c. Kecepatan

penyerapan cairan

d. Komposisi bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid e. Gambaran mikrostruktur bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid

Jumlah cairan yang dapat diserap oleh resin komposit apabila direndam dalam suatu cairan dalam jangka waktu tertentu yang dihitung dari perubahan berat setelah perendaman. Jarak cairan yang diserap ke dalam resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid.

Laju penyerapan cairan oleh resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid

Elemen yang terkandung di dalam resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid

Gambaran anatomis dari permukaan bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid Skala interval Skala interval Skala interval Skala interval - Timbangan digital Skala bar pada mikrograf mikroskop Rumus : V= s/t EDX SEM


(64)

Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel Terkendali

Variabel Definisi Operasional Skala Ukur Alat Ukur

a. Jenis resin komposit

b. Ukuran sampel

c. Lama penyinaran

d. Jarak penyinaran

e. Komposisi saliva buatan

f. Jenis cairan pewarna

g. Suhu inkubator

Jenis resin komposit yang

digunakan dalam penelitian ini, yaitu resin

komposit mikrohibrid dan nanohibrid.

Berbentuk disk dengan diameter 15 mm dan tebal 1 mm.

Waktu yang dibutuhkan resin komposit untuk berpolimerisasi, yaitu 20 detik.

Jarak yang dibutuhkan resin komposit untuk dapat berpolimerisasi sempurna, yaitu 2 mm

Komposisi saliva buatan yang akan digunakan pada penelitian ini menggunakan saliva buatan menurut Preetha dan Banarjee (2005)

Cairan pewarna yang digunakan adalah gentian violet untuk memberikan gambaran cairan yang diserap ke dalam sampel Suhu inkubator pada saat penyimpanan sampel yang disesuaikan dengan suhu mulut, yaitu 37ºC

- Skala interval Skala interval Skala interval - - Skala interval - Kaliper digital

Timer pada

light-curing unit Kaliper digital _ - Termometer


(65)

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah,

a. Master cast dari stainless steel berbentuk cincin berukuran diameter 15 mm dan tebal 1 mm.

b. Instrument plastis. c. Selophane sheet. d. Glass slide.

e. Pinset.

f. Spatula semen. g. Semen stopper.

h. Anak timbangan dengan berat 500 mg.

i. Light-curing unit (Litex 680A, Dentamerica, Cina). j. Kaliper digital (Krisbow, Cina).

k. Kertas pasir dengan grid 2000. l. Pipet ukur (Pyrex, Indonesia). m. Pot plastik tempat perendaman. n. Aluminium foil.

o. Stopwatch. p. Kertas tisu.

q. Timbangan digital (CE, Cina).


(66)

s. Micrograph microscope (Primo Star, Zeiss).

t. Mesin coating (Autofine coater, JEOL, JFC-1600, Japan).

u. Energy Dispersive X-ray Analysis-Scanning Electron Microscope (Jeol, JSM-6510LA, Japan).

3.6.2 Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah,

a. Resin komposit mikrohibrid (Solare P, GC, Japan) dengan komposisi sebagai berikut:

Tabel 3.4 Komposisi Resin Komposit Mikrohibrid

Komposisi %

Urethane dimethacrylate 15-20 Fluoro Alumino-silicate glass (amorphous) 30-40

Silica powder 10-20

Organic filler 10-20

Dimethacrylate 0-5

Camphorquinone <0.1

b. Resin komposit nanohibrid (Brilliant G, Whaledent, Switzerland) dengan komposisi methacrylates, dental glass, dan amorphous silica.

c. Saliva buatan dengan pH 6,8 dengan komposisi sebagai berikut: Tabel 3.5 Komposisi Saliva Buatan

Komposisi gr/l

NaCl 0,7

KSCN 0,33

NaHCO3 1,5

KCl 1,2

Urea 0,13

Na2HPO4 0,26


(67)

d. Gentian Violet sebagai bahan pewarna (Farmasi Sinar Manjur, Medan, Indonesia).

3.7 Prosedur Penelitian 3.7.1 Pembuatan master cast

Master cast terbuat dari stainless steel berbentuk cincin yang terdapat di pasaran sebagai tempat pembuatan sampel berukuran diameter 15 mm dan tebal 1 mm.

3.7.2 Pembuatan sampel

Sampel dibuat dari resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid aktivasi sinar. 1. Resin komposit dimasukkan ke dalam mold pada master cast berdiameter 15 mm dan tebal 1 mm.

Gambar 3.2 A. Resin Komposit Dimasukkan ke Dalam

Master Cast, B. Resin Komposit Dipadatkan dengan Semen Stopper

2. Kemudian permukaan atas dan bawah resin komposit ditutup dengan

selophane sheet dan dihimpit dengan glass slide untuk mendapatkan permukaan yang rata. Untuk memadatkannya, diberi beban seberat 500 mg dan dibiarkan selama 5 menit.


(68)

Gambar 3.3 A. Sampel Ditutup dengan Glass Slide, B. Sampel Diberi Beban 500 g Selama 5 Menit

3. Kemudian beban diangkat dan dilakukan penyinaran sampel dengan sinar tampak biru pada 5 titik yaitu tengah, atas, bawah, samping kanan dan samping kiri pada permukaan sampel. Waktu penyinaran pada tiap-tiap titik adalah 20 detik dengan jarak penyinaran 2 mm.

Gambar 3.4 Penyinaran Sampel dengan Light Curing Unit

4. Kelebihan resin komposit dibuang dengan menggunakan kertas pasir grid 2000. Sampel dibuat sebanyak 162 sampel.

Gambar 3.5 Sampel Penelitian


(69)

3.7.3 Pengamatan penyerapan cairan (sorption assay)

Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan nilai serapan cairan, pengukuran kedalaman penyerapan dan kecepatan penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid yang direndam dalam saliva buatan.

3.7.3.1 Pengukuran nilai serapan cairan, kedalaman dan kecepatan penyerapan cairan oleh bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid setelah perendaman dalam saliva buatan

1. Dengan menggunakan 40 buah sampel dari masing-masing resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid, sampel dibagi ke dalam 4 kelompok sesuai dengan waktu perendaman, yaitu kelompok 2, 4, 6 dan 8 jam.

2. Sampel ditimbang dengan menggunakan timbangan digital untuk mendapatkan data berat awal (B0).

3. Larutan perendam dibuat dengan mencampurkan 50 ml saliva buatan dengan 1 ml gentian violet sebagai zat pewarna.

Gambar 3.6 Pencampuran 50 ml Saliva Buatan dengan 1 ml Gentian Violet


(70)

4. Larutan perendam sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam wadah dan sampel direndam di dalam larutan perendam tersebut.

Gambar 3.7 A. 5 ml Saliva Buatan Dimasukkan ke Dalam Wadah Perendaman, B. Sampel Dimasukkan ke Dalam Larutan Perendam

5. Wadah perendam sampel dimasukkan ke dalam kotak yang dilapisi dengan aluminium foil dan disimpan di dalam inkubator bersuhu ± 37°C selama 2, 4, 6 dan 8 jam.

Gambar 3.8 Sampel Siap Dimasukkan ke Dalam Inkubator

6. Setelah waktu perendaman selesai, sampel dikeluarkan dan dikeringkan dengan kertas tisu.

3.7.3.1.1 Pengukuran nilai serapan cairan

Pengukuran jumlah cairan yang diserap dilakukan dengan mengikuti metode yang disampaikan oleh Musanje dkk (2001) sebagai berikut.


(71)

1

2

3 4

1. Setelah sampel dikeringkan, sampel ditimbang untuk mendapatkan data berat setelah perendaman (B1).

Gambar 3.9 Penimbangan Sampel

2. Nilai serapan air dihitung sebagai persentase perubahan berat dengan menggunakan perhitungan [B1-B0/B0] x 100%.

3.7.3.1.2 Pengukuran kedalaman penyerapan cairan

1. Permukaan atas dan bawah sampel yang telah ditimbang dibuang dengan kertas pasir sampai warna keunguan pada kedua permukaan tersebut hilang. Hal ini untuk memudahkan penentuan daerah pengukuran.

2. Ditentukan 4 titik pada permukaan sampel untuk pengukuran kedalaman penyerapan cairan.

Gambar 3.10 Skema 4 Titik Penentuan Pengukuran Kedalaman Penyerapan Cairan Pada Permukaan Sampel


(72)

3. Pada tiap titik dilakukan pengukuran kedalaman penyerapan cairan dengan menggunakan mikroskop mikrograf pembesaran 40x. Pengukuran kedalaman penyerapan cairan dilakukan pada daerah pewarnaan dimulai dari tepi sampel sampai batas akhir warna yang terlihat.

4. Kemudian pada tiap titik pengamatan diukur jarak daerah yang bewarna dengan menggunakan skala bar yang terdapat pada mikroskop mikrograf.

5. Hasil pengukuran diambil sebagai nilai kedalaman penyerapan cairan ke dalam bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid dengan satuan mikrometer (µm).

Gambar 3.11 Pengambilan Gambaran Mikroskopis Sampel

3.7.3.2Pengukuran kecepatan penyerapan cairan

Penentuan kecepatan penyerapan cairan pada bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid adalah dengan menggunakan rumus : v=s/t, dimana, s = kedalaman penyerapan cairan pewarna (µm), dan t = waktu perendaman (jam).


(73)

3.7.4 Pengamatan kelarutan (solubility assay)

Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi komposisi unsur dan gambaran mikrostruktur dari bahan restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah perendaman di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam. 3.7.4.1Identifikasi komposisi elemen dan gambaran morfologi permukaan bahan

restorasi resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid sebelum dan setelah direndam di dalam saliva buatan selama 2, 4, 6, dan 8 jam dengan SEM-EDX 1. Sampel yang digunakan pada uji ini adalah sampel yang tidak direndam dan satu buah sampel yang telah direndam dari masing-masing kelompok perendaman resin komposit mikrohibrid dan nanohibrid.

2. Sampel di-coating dengan Platina (Pt) selama 60 detik di dalam mesin

coating.

Gambar 3.12 SampelDi-coating di Dalam Mesin

Coating

3. Sampel ditempatkan pada holding dan siap dimasukkan ke dalam


(1)

Lampiran 9. Surat-Surat Keterangan Penelitian


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)