Teori Portofolio dan Diversifikasi Investasi Internasional

64 kepercayaan investor terhadap kondisi perpolitikan Indonesia yang pasang surut tidak menentu di sepanjang tahun 1998.

II.6. Teori Portofolio dan Diversifikasi Investasi Internasional

Keekonomian suatu portofolio jika ditinjau dari sudut pandang prinsip ekonomi “dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya” tentu sangat berkaitan dengan tujuan dilakukannya optimasi portofolio, yaitu resiko yang minimal dengan return yang maksimal. Dalam teori keuangan, return yang tinggi selalu seimbang dengan risiko yang dihadapi. Oleh karenanya, diperlukan pembentukan diversifikasi portofolio internasional, sehingga diharapankan akan terbentuk portofolio yang ekonomis, yaitu: return yang maksimal dengan risiko yang minimal. Hady 2004:93 menyatakan bahwa, yang menjadi motif arus modal internasional dalam bentuk portfolio investment adalah: 1. High Return Motif dasar dari international portfolio investment adalah untuk mencari tingkat hasil yang tinggi. 2. Risk Diversification Investasi di berbagai surat berharga dapat mengahasilkan return tertentu dengan risiko yang lebih kecil atau return yang lebih tinggi dapat dihasilkan dengan resiko tertentu. Dalam hal ini, return dari investasi dalam surat berharga asing foreign securities akan tergantung terutama pada perbedaan kondisi diluar negeri. Kebanyakan akan berhubungan terbalik dengan return dari investasi dalam surat berharga dalam negeri domestic securities. Sehubungan dengan ini, tindakan investor untuk melakukan diversifikasi investasi, baik dalam foreign maupun domestic securities, akan menghasilkan return yang rata-rata lebih tinggi danatau risiko yang lebih rendah daripada hanya melakukan investasi di dalam negeri. Universitas Sumatera Utara 65 Berbagai teori portofolio mejelaskan bahwa, tingkat keuntungan yang diharapkan dari suatu portofolio merupan rata-rata tertimbang dari keuntungan yang diharapkan dari saham-saham penyusun portofolio. Sedangkan untuk risiko dalam portofolio dapat dikurangi dengan mengkombinasikan saham-saham internasional dengan koefisien korelasi negatif atau positif yang rendah r 1, meskipun dalam hal ini sangat sulit menemukan saham-saham dengan koefisien korelasi negatif sempuna -1. Brigham dan Houston 2006:233 menyatakan bahwa: Semakin kecil koefisien korelasi positif, maka semakin rendah risiko dalam sebuah portofolio yang besar. Jika kita dapat menemukan sekumpulan saham yang korelasinya nol atau negatif, seluruh risiko akan dapat dihilangkan. Namun dalam dunia nyata, dimana korelasi di antara setiap saham biasanya adalah positif tetapi kurang dari +1,0, beberapa meskipun bukan semua, risiko akan dapat dihilangkan. Risiko yang tidak dapat dikurangi disebut systemic risk atau market risk yang berhubungan dengan faktor makro ekonomi suatu negara yang pengaruhnya terhadap harga saham banyak dijelaskan diberbagai penelitian seperti: Jati 2003 dan Wirachman 2002. Dimana penjelasan hasil penelitian tersebut dapat kembali dilihat pada uraian fungsi bursa saham. Kondisi dan tantangan dalam hal stabilitas politik dan kebijakan makro ekonomi setiap negara adalah unik antara negara yang satu dengan yang lainnya baik dalam ruang lingkup regional maupun internasional, sehingga systemic riks di masing-masing negara tentu berbeda pula. Sehubungan dengan keunikan systemic risk tersebut, maka langkah diversifikasi internasional merupakan alternatif yang menarik. Universitas Sumatera Utara 66 Shapiro 2003: 517 menyatakan bahwa: “The investment riksassosiatet with these different markets can be quite diffren: the Hong Kong market shows the highest level and the Duch market the lowest. Indeed, all the markets had a higher levelof risk, as measured by the standard deviation of return, than the U.S. market. Yet the internationally diversified Morgan Stanley Capital International World Index had lowest level of riks-lower even than the U.S. market. The reason is that much of the riks associated with markets individual countreas is unsystematic and so can be eliminated by diversification, as indicated by the relatively low betas of these markets”. Asosiasi risiko antar pasar berbeda, misalnya sebagai berikut ini: pasar Hong Kong menunjukkan level tertinggi sedangkan pasar Jerman menunjukkan level terendah, pada dasarnya semua pasar memiliki level risiko yang tinggi karena diukur dengan standar deviasi return dari pasar Amerika Serikat. Namun, Morgan Stanley Capital International World Index menyatakan, dengan melakukan diversifikasi internasional maka risiko akan menjadi rendah dan lebih rendah jika hanya berinvestasi di pasar Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh, sebahagian besar risiko terkait dengan pasar negara itu sendiri, yang disebut dengan risiko yang tidak sistematis, hal ini dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi yang ditandai dengan rendahnya beta pasar. Universitas Sumatera Utara 67 Ilustrasi uraian di atas dapat dilihat pada Gambar II.1. sebagai berikut: Risiko Portofolio, σ p Sumber: Brigham dan Houston 2006: 245 Gambar II.1. Risiko Diversifikasi Portofolio Internasional Dalam hal lainnya, keputusan melakukan diversifikasi internasional menghadapkan investor pada resiko tambahan, yaitu: selain resiko perubahan harga saham, juga resiko perubahan kurs valuta asing. Meskipun demikian, resiko total pada portofolio yang berdiversifikasi internasional dapat lebih rendah daripada resiko yang hanya berdiversifikasi domestik. Dengan ketentuan, jika perubahan indeks harga saham berkorelasi sangat rendah dengan perubahan kurs valuta asing, dan jika koefisien korelasi indeks harga saham antar bursa saham sangat rendah. Saham AS Saham AS dan Internasional Jumlah saham dalam portofolio Universitas Sumatera Utara 68 Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung total return portofolio internasional, Shapiro 2003: 533: 1 + = 1 + 1+g Keterangan: R S = total return portofolio internasional Pt = harga saham dengan nilai mata uang asing pada waktu t P0 = harga saham dengan nilai mata uang asing pada waktu 0 DIV = pendapatan deviden dalam mata uang asing g = defresiasi mata uang asing

II.7. Kasus Krisis Finansial 2008