Keterkaitan Kurs Dolar Amerika Serikat US dengan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG

60 melepas saham-saham perusahaan Amerika Serikat baik yang listing di pasar modal domestik maupun yang diperoleh langsung dari pasar modal Amerika Serikat eksternal. Adapun saham-saham perusahaan yang dilepas tersebut secara fundamental tentunya dari perusahaan yang sensitif terhadap krisis ekonomi. Oleh karena itu, dapatlah dinyatakan bahwa, risiko terhadap return saham pada pasar modal yang berada pada posisi fully integrated market akan dipengaruhi oleh situasi domestik dan internasional. Solnik 1994 dalam Muharam 2000: 7 menyatakan bahwa, secara umum return saham individu dipengaruhi oleh empat faktor, sebagai berikut: 1. Indeks Saham Dunia 2. Indeks Sektor Industry Internasional 3. Pergerakan Mata Uang 4. Indeks Saham Domestik Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa, integrasi dan saling keterkaitan antar pasar modal seperti pada penjelasan di atas ke dalam sebuah pasar modal global disebabkan oleh aktivitas MNCs dan perusahaan-perusahaan domestik yang melakukan listing internasional dan investor yang melakukan aktivitas internasional yang memamfaatkan kebijakan pemerintah suatu negara yang menempatkan pasar modalnya ke posisi fully integrated market, dan tentunya ketiga elemen ini akan saling melakukan respon informasi.

II.5. Keterkaitan Kurs Dolar Amerika Serikat US dengan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG

Diterapkannya sistem manajemen devisa bebas dan sistem manajemen mata uang mengambang ikut mendorong terkaitnya Bursa Efek Indonesia dan pasar valuta asing di Indonesia dengan pasar modal dunia, karena para investor bebas Universitas Sumatera Utara 61 memasukkan dan menarik modalnya dari Indonesia diantaranya dalam rangka bertransaksi saham. Pada saat investor membawa modal dari negaranya untuk membeli saham di Bursa Efek Indonesia, maka modal asing tersebut harus ditukar menjadi Rupiah, karena transaksi saham di pasar modal Indonesia dilakukan dengan Rupiah. Pada tahapan ini, kurs valuta asing terhadap Rupiah akan menjadi catatan penting bagi masa depan saham yang dikelolanya. Secara teoritis, kurs merupakan salah satu besaran makro ekonomi yang berpengaruh terhadap sektor perekonomian suatu negara, terutama sektor ekonomi yang melakukan aktivitas internasional. Pasar modal merupakan salah satu bagian dari sektor perekonomian suatu negara, dimana pada uraian sebelumnya dinyatakan bahwa, pasar modal yang fully integrated market adalah pasar modal yang tengah melakukan aktivitas internasional. Sehinga dapat dianalogikan bahwa kurs mata uang asing berkorelasi dengan indeks harga saham di pasar modal yang fully integrated market. Teori makro ekonomi ini diperkuat oleh Suta 2000:15 yang menyatakan bahwa: “Fluktuasi nilai Rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs Rupiah terhadap Dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai ekspor dibanding dengan nilai impor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Buruknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan dapat mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham dipasar modal. Bagi investor asing akan cendrung melakukan penarikan modal sehingga terjadi capital outflow”. Universitas Sumatera Utara 62 Sedangkan dari sudut pandang teori mikro ekonomi, perubahan nilai kurs valuta asing akan direspon oleh investor dengan merubah koleksi portofolionya. Apresiasi mata uang domestik local currency cendrung akan menurunkan keuntungan perusahaan yang bergerak dibidang ekspor dan MNC’s, hal ini akan berdampak pada ketidak mampuan perusahaan dalam merealisasikan deviden sesuai dengan harapan investor dan selanjutnya investor akan menjual saham yang dikelolanya untuk memperoleh capital gains atau menghindari penurunan harga saham yang terus berlanjut. Peristiwa makro ekonomi yang ditanggapi dengan reaksi mikro ekonomi dapat dilihat dengan jelas pada kasus krisis ekonomi yang menyebabkan melemahnya nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Dimana pada awal tahun 1997 hanya berkisar Rp 2.500,- per Dolar Amerika Serikat, meningkat menjadi Rp17.000,- per Dolar Amerika Serikat. Meningkatnya nilai Dolar Amerika Serikat, menyebabkan beban hutang badan usaha semakin besar jika dinilai dengan Rupiah: dan akhirnya akan berujung pada menurunnya profitabilitas badan usaha. Fakta di Bursa Efek Jakarta menunjukkan bahwa, pada akhir tahun 1997 sebanyak 210 badan usaha dari 279 badan usaha publik mengalami penurunan laba. Bahkan tercatat 75 dari 210 badan usaha publik yang menyampaikan laporan keuangan mengalami rugi bersih yang cukup besar Ivon, 2001 dalam Utami dan Rahayu, 2003: 124. Kondisi ini akan direspon negatif oleh investor dan para fund manager, dan bila mereka dilanda panik, mereka biasanya menjual semua saham yang dimiliki untuk memperoleh dana tunai, yang kemudian digunakan untuk membeli Dolar Amerika Serikat. Universitas Sumatera Utara 63 Karwiyani 2004:34 dalam Siswaji 2005:15 menyatakan bahwa: “Melemahnya nilai tukar rupiah akan berakibat mengalirnya dana ke pasar valuta asing, baik dana dari pasar uang maupun pasar modal. Pengalihan dana dari pasar uang akan mengakibatkan likuiditas ketat, sementara itu di pasar modal harga saham mengalami penurunan karena terjadi aksi jual”. Untuk memperjelas uraian di atas, pada Tabel II.5 disajikan, fluktuasi IHSG dan Dolar Amerika Serikat US pada saat terjadi krisis pada tahun 1997 dan tahun 2008, sebagai berikut: Tabel II.5. Fluktuasi IHSG Bursa Efek Indonesia dan Kurs Dolar Amerika Serikat US pada Saat Krisis Tahun 2008-2009 dan Tahun 1997-1998 TanggalBulanTahun 2008-2009 TanggalBulanTahun 1997-1998 IHSG US IHSG US 08 September 2008 2038.00 9337.070 04 September 1997 533.870 3042.0 08 Oktober 2008 1451.67 9532.890 06 Oktober 1997 512.890 3765.0 10 November 2008 1340.68 11098.80 06 November 1997 478.920 3290.0 10 Desember 2008 1315.90 11286.70 08 Desember 1997 423.610 4105.0 09 Januari 2009 1416.67 10976.90 12 Januari 1998 350.240 9300.0 09 Februari 2009 1342.23 11655.0 12 Februari 1998 442.290 7800.0 10 Maret 2009 1300.21 12106.50 13 Maret 1998 506.730 10550.0 - - - 13 April 1998 524.060 7650.0 Sumber: http:www.econstats.comeqtyeqem_ap_12.htm dan http:www.oanda.comconvertfxhistory Dari tabel II.5. di atas dapat dilihat bahwa, pada saat krisis tahun 2008 sampai dengan 2009 US berkorelasi negatif dengan IHSG, jika US mengalami penguatan, maka IHSG akan mengalami pelemahan, demikian juga sebaliknya. Namun tidak demikian pada saat krisis tahun 1997 sampai dengan tahun 1998, dapat dilihat antara tanggal 12 Januari 1998 sampai dengan tanggal 12 Februari 1998, pada saat US menurun Rp. 1500,- IHSG meningkat 92,05 basis poin. Terkecuali antara tanggal 06 Oktober 1997 sampai dengan tanggal 06 November 1997, dimana US dan IHSG sama-sama menurun, pada tanggal 12 Februari 1998 sampai dengan tanggal 13 Maret 1998, US dan IHSG sama-sama meningkat, hal ini dimungkinkan karena tingkat Universitas Sumatera Utara 64 kepercayaan investor terhadap kondisi perpolitikan Indonesia yang pasang surut tidak menentu di sepanjang tahun 1998.

II.6. Teori Portofolio dan Diversifikasi Investasi Internasional