commit to user
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Bangunan sekolah selama umur layannya akan mengalami penurunan kemampuan daya dukung. Penurunan kemampuan ini disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya faktor usia bangunan, pengaruh lingkungan setempat, faktor manusia, penggunaan material yang kurang bagus dan faktor bencana alam. Faktor manusia
meliputi faktor perencanaan, pelaksanaan dan faktor pemeliharaan. Di negara-negara berkembang dimana penguasaan teknologi dan sumber daya
manusia yang masih sangat terbatas, faktor kesalahan perencanaan masih sangat besar pengaruhnya dalam kegagalan bangunan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Oyewande di Nigeria kegagalan bangunan disebabkan kesalahan perencanaan 50 , kesalahan pelaksanaan 40 dan kegagalan akibat material
yang jelek 10 Oyewande dalam
Ayininoula dan Olalusi, 2004. Penelitian terhadap beberapa bangunan tinggi di Jakarta menunjukan daya tahan dan
kehandalan suatu gedung sangat ditentukan oleh faktor disain, pelaksanaan, dan lingkungan sekitar gedung yang mencapai bobot 80 persen, sedangkan faktor
pemeliharaan bobotnya 20 persen Rilatupa, 2008. Pada bangunan sekolah dasar, jenis kesalahan yang sering menyebabkan
terjadinya kerusakan bangunan yang disebabkan faktor desain, yaitu kurang jelasnya spesifikasi material, kurang jelasnya gambar, kekurangsinkronan antara gambar
arsitektur, struktur dan gambar Mekanikal Elektrikal Hajji, 2009. Selain beberapa penyebab diatas, gempa merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya
kerusakan bangunan, termasuk di dalamnya bangunan sekolah Yustarini dkk, 2009. Masalah yang sering dihadapi dalam penanganan pemeliharaan adalah adanya
keterbatasan anggaran, akibatnya pemeliharaan dan perawatannya harus dilakukan secara bertahap. Proses pemilihan sekolah mana yang menjadi prioritas utama sering
commit to user
6 menjadi kendala tersendiri. Hal ini disebabkan ada banyak kriteria yang menentukan
dalam pemilihan prioritas penanganan pemeliharaan. Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menentukan skala prioritas
dengan multikriteria adalah metode Analytic Hierarchy Process AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty. AHP adalah teori pengukuran melalui
perbandingan berpasangan dan bergantung pada penilaian para pakar untuk mendapatkan skala prioritas. Dalam metode AHP untuk pengambilan keputusan
yang perlu diketahui adalah masalah, kebutuhan dan tujuan keputusan, kriteria keputusan, subkriteria, stakeholder, kelompok-kelompok yang terkena dampak dan
alternatif-alternatif yang diambil Saaty, 2008. Beberapa penelitian tentang penentuan prioritas pemeliharaan bangunan
gedung pernah dilakukan. Darmawan 2005 melakukan penelitian tentang penentuan skala prioritas dalam pengelolaan sarana dan prasarana gedung
perkantoran pemerintahan Kabupaten Tenggamus, metode AHP digunakan menghitung bobot fungsionalnya. Penentuan prioritas berdasarkan kondisi
bangunan. Untuk menilai kondisi bangunan dilakukan dengan menghitung nilai indeks kondisi bangunan yang merupakan penggabungan dua atau lebih nilai kondisi
dikalikan dengan bobotnya Composite Condition Index. Hasil penelitian menunjukan prioritas penanganan bangunan yaitu Dinas Permukiman dan
Prasarana Daerah 88,72 ; Dinas Perhubungan 89,8 ; Badan Pendidikan dan Pelatihan 91,69 ; Badan Perencanaan Daerah 95,29 dan Badan Pengawasan
Daerah 97,38 . Seputro 2008 meneliti tentang sistem untuk menentukan prioritas
rehabilitasi bangunan sekolah SMPN I Pakem Yogyakarta. Sistem pengambilan keputusan untuk menentukan prioritas rehabilitasi menggunakan metode AHP.
Kriteria yang menjadi acuan yaitu indeks kondisi bangunan dan besarnya biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan bangunan agar kembali ke kondisi semula. Indeks
kondisi bangunan menggambarkan kondisi bangunan pada saat penelitian, angka 100 menunjukan bangunan dalam kondisi baik sekali dan angka 0 menunjukan bangunan
dalam keadaan runtuh. Hasil penelitian menunjukan prioritas penanganan berdasarkan kerusakan yaitu kelas VIII A, ruang pantri, KMWC, ruang kelas VII C,
ruang kelas VIIB. Prioritas penanganan berdasarkan indeks kerusakan dan biaya
commit to user
7 pemeliharaan didapat prioritas penanganan yaitu ruang kelas VIII A, ruang
laboratorium IPA, ruang kelas III A, ruang kelas III C dan ruang kelas VIII B. Suparjo dkk 2009 melakukan penelitian terhadap gedung Akademi
Perawatan Panti Rapih pasca gempa. Perhitungan tingkat kerusakan bangunan menggunakan metode indeks kondisi bangunan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
kondisi bangunan gedung Akademi Keperawatan Panti Rapih yaitu 93,5 dan besarnya biaya yang diperlukan untuk perbaikan sebesar Rp. 73.160.000,00.
Sutikno 2009 telah mengembangkan sistem untuk penentuan skala prioritas pemeliharaan bangunan SMKN I Singkawang. Metode yang digunakan yaitu
Analytical Hierarchy Process AHP untuk menghitung bobot fungsionalnya. Untuk menilai kondisi bangunan digunakan metode Composite Condition Index. Biaya
pemeliharaan dihitung sesuai prosedur Standar Nasional Indonesia SNI. Berdasarkan hasil penelitian tiga urutan pertama prioritas pemeliharaan pada
kelompok ruang belajar dari 22 dua puluh dua ruang yang ada, yaitu bengkel elektronik, bengkel bangunan dan bengkel mesin. Prioritas pemeliharaan pada
kelompok ruang penunjang dari 14 empat belas ruang yang ada berturut-turut dari pertama sampai dengan ketiga, yaitu ruang KMWC, ruang gudang dan ruang
selasar. Prioritas pemeliharaan pada kelompok ruang kantor dari 4 empat ruang yang ada berturut-turut dari pertama sampai dengan ketiga, yaitu ruang dewan guru,
ruang tata usaha dan ruang kepala sekolah dan wakil kepala sekolah. Sibali dkk 2009 melakukan penelitian penentuan skala prioritas penanganan
jalan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari. Perhitungan bobot kriteria dengan menggunakan metode AHP, didapat bobot masing-masing yaitu pemerataan
aksesibilitas 21,12 ; pengembangan wilayah 21,48 ; pengembangan sector ekonomi 18,06 ; aspek biaya 10,79 ; dampak lingkungan 16,64 dan
kerusakan jalan 11,92 . Dari masing-masing kriteria ditentukan sub kriterianya dan dihitung bobot masing-masing bobot sub kriteria. Penilaian bobot total untuk
masing-masing jalan disesuaikan dengan bobot global dari masing-masing sub kriteria. Dari hasil penelitian didapat 5 besar bobot kinerja jalan dari 20 jalan yang
diteliti yaitu Jalan Balai Kota 0,3655; Jalan Abunawas 0,3655; Jalan Tebaununggu 0,3778; Jalan Made Sabara 0,3775 dan Jalan Malik Raya 0,3766.
commit to user
8 Metode AHP juga telah digunakan oleh Fakhroji 2009 untuk menentukan
skala prioritas penanganan pemeliharaan bangunan gedung sekolah dasar negeri di Kabupaten Tabalong. Hasil penelitian menunjukan bahwa kriteria dan bobot kriteria
penentuan prioritas pemeliharaan bangunan gedung SDN adalah kriteria tingkat kerusakan bangunan 0,334, jumlah siswa 0,267, umur bangunan 0,206, lokasi
bangunan 0,114 dan angka partisipasi murni 0,079. Urutan prioritas sepuluh besar pemeliharaan bangunan gedung SDN adalah SDN Masukau, SDN 2 Belimbing, SDN
Kapar Hulu, SDN 2 Sulingan, SDN 4 Belimbing Raya, SDN Mabu’un, SDN 1 Sulingan, SDN 2 Kapar, SDN Kasiau Raya dan SDN 4 Belimbing.
Hal yang luput dimasukan untuk menjadi kriteria dalam penelitian yang dilakukan oleh Fakhroji, adalah faktor legalitas status sekolah, legalitas bangunan
sekolah apakah sudah memiliki IMB atau belum. Padahal kedua hal ini sudah diharuskan dalam Permendiknas No 24 Tahun 2007 tentang standar prasarana dan
sarana bangunan sekolah. Dalam penelitian ini, akan dimasukan kriteria status tanah, kepemilikan IMB,
dan kriteria rasio antara jumlah rombongan belajar dengan jumlah ruang kelas yang ada.
2.2 Landasan Teori