SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SEKOLAH NEGERI ( Studi Kasus di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang )
commit to user
i
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN
PEMELIHARAAN BANGUNAN SEKOLAH NEGERI
( Studi Kasus di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang )
DECISION SUPPORT SYSTEM OF STATE SCHOOL
BUILDING MAINTENANCE
(Case Study at Tigaraksa District Tangerang Regency)
T E S I S
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Magister Teknik
Disusun Oleh:
ENGKUS KUSNADI
S.940809104MAGISTER TEKNIK SIPIL KONSENTRASI
TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2 0 11
(2)
commit to user
ii
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN
PEMELIHARAAN BANGUNAN SEKOLAH NEGERI
( Studi Kasus di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang )
Disusun Oleh:
ENGKUS KUSNADI
S.940809104
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Tim Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I S.A.Kristiawan, ST, M.Sc, Ph.D ……… ……….. NIP. 19690501199512001
Pembimbing II Widi Hartono, ST, MT ………. ………... NIP. 197307291999031001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS NIP. 194804221985032001
(3)
commit to user
iii
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN
PEMELIHARAAN BANGUNAN SEKOLAH NEGERI
( Studi Kasus di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang )
Disusun Oleh:
ENGKUS KUSNADI
S.940809104
Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Pendadaran Tesis Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari Jum’at, tanggal 28 Januari 2011 Dewan Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Kusno Adi Sambowo, ST, Ph.D ……… NIP. 196910261995031002
Sekretaris Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS ……… NIP. 194804221985032001
Penguji I S.A.Kristiawan, ST, M.Sc, Ph.D ……… NIP. 19690501199512001
Penguji II Widi Hartono, ST, MT ……… NIP.197307291999031001
Mengetahui,
Direktur Program Ketua Program Studi Pascasarjana Magister Teknik Sipil
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS
(4)
commit to user
iv
PERNYATAAN
Yang bertandatangan dibawah ini, N a m a : ENGKUS KUSNADI NIM : S.940809104
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN
PEMELIHARAAN BANGUNAN SEKOLAH NEGERI ( Studi Kasus di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang)
Adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tesebut.
Surakarta, Januari 2011 Yang membuat pernyataan
(5)
commit to user
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Sistem Pendukung Kepeutusan Pemeliharaan Bangunan Sekolah Negeri (Studi Kasus di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang) dapat diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS. Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Dosen Penguji.
4. Dr. Ir. Ary Setyawan, M.Sc.(Eng), Pembimbing Akademik sekaligus Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Stefanus Adi Kristiawan, ST, M.Sc, Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Utama. 6. Widi Hartono,ST,MT. selaku Pembimbing Pendamping.
7. Kusno Adi Sambowo, ST, Ph. D. selaku dosen penguji
8. Segenap Staf Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama kuliah. 9. Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (PUSBIKTEK), Badan
Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Departemen Pekerjaan Umum yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis.
(6)
commit to user
vi
10. Bupati Tangerang, Kepala Badan Kepegawaian Daerah kabupaten Tangerang dan Kepala Dinas Bangunan dan Permukiman Kabupaten Tangerang yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis.
11. Istriku tercinta Nina Herniawati,S.Si. dan anak-anakku tersayang Sarah Az Zahra Salsabila dan Salwa Laila Syakira yang telah memberikan dorongan dan do’a dan dorongan moral dalam menyelesaikan pendidikan ini.
12. Rekan-rekan Mahasiswa Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang selama ini menjadi teman seperjuangan.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga tesis ini dapat memberi sumbangan ilmiah bagi civitas akademika, dan bermanfaat pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Tangerang.
Surakarta, Januari 2011 Penulis,
(7)
commit to user
vii
ABSTRAK
Bangunan gedung sekolah merupakan prasarana yang sangat penting dalam mendukung suksesnya program pendidikan. Seiring dengan bertambahnya usia, kemampuan layan bangunan sekolah akan mengalami penurunan. Agar bangunan sekolah selalu dalam kondisi baik harus dilakukan pemeliharaan dan perawatan. Kendala dalam pemeliharaan adalah adanya keterbatasan anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sistem yang dapat membantu dalam penentuan skala prioritas penanganan pemeliharaan bangunan sekolah negeri.
Penilaian skala prioritas menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Kriteria yang dipakai yaitu tingkat kerusakan gedung, status tanah, status bangunan, lokasi sekolah, rasio rombongan belajar dengan jumlah ruang kelas dan luas wilayah layanan sekolah. Penilaian bobot antar kriteria melibatkan stake holder dari DPRD, Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pendidikan, Dinas Bangunan, kepala sekolah, guru dan komite sekolah. Metode penilaian kondisi bangunan dilakukan dengan menghitung nilai indeks kondisi bangunan yang merupakan penggabungan dua atau lebih nilai kondisi komponen dikalikan dengan bobotnya (Composite Condition Index). Penilaian kerusakan bangunan dilakukan dengan survey langsung ke lapangan.
Hasil analisa terhadap 41 gedung sekolah, didapat 5 besar sekolah yang mengalami kerusakan yang paling besar yaitu SDN Kadongdong dengan Indeks kondisi bangunan 44,056 %, SDN Kalapa Dua II dengan Indeks kondisi bangunan 60,76 %, SDN Pasir bolang dengan Indeks kondisi bangunan 66,71 %, SDN Kadeper dengan Indeks kondisi bangunan 73,26 % dan SDN Pete dengan Indeks kondisi bangunan 73,63 %. Adapun hasil perhitungan skala prioritas, menunjukan 5 besar sekolah yang mendapat prioritas penanganan pemeliharaan yaitu SDN Kadongdong dengan nilai 0,453, SMPN Tigaraksa II dengan nilai 0,386, SDN Kalapa Dua II dengan nilai 0,368, SDN Gudang dengan nilai 0,351 dan SDN Nagrak dengan nilai 0,347.
(8)
commit to user
viii
ABSTRACT
School building, is a very important infrastructure to support successful educational programs. Along with age, the ability to service the school buildings will decrease. For school buildings in good condition, must be carried out maintenance and care. Obstacles in maintenance is the presence of budget constraints. This research aims to create a system that can assist in determining the priority handling of public school building maintenance.
Assessment of priorities using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). The criteria used is the level of damage to buildings, land status, the status of buildings, location of schools, the ratio of study groups with the number of classrooms and school service area. Assessment of weight among the criteria involve stake holders of the Parliament, the Regional Planning Agency, Department of Education, Office Building, head master, teachers and school committees. Building condition assessment method is done by calculating an index building conditions that are merging two or more of the component value multiplied by the weight condition (Condition Composite Index). Assessment of building damage done directly to the field survey.
Result analysis of 41 school buildings, obtained top 5 schools that experienced the greatest damage is SDN Kadongdong with Building Condition Index 44.056%, SDN Kalapa Dua II with Building Condition Index 60.76%, SDN Pasir Bolang with Building Condition Index 66.71%, SDN Kadeper with Building Condition Index 73,26 %, SDN Pete with Building Condition Index 73.63%. As for the calculation of the priority scale, showing top 5 schools that receive priority handling of maintenance that is SDN Kadongdong with values 0.453, SMP Tigaraksa II with a value of 0.386, SDN Kalapa Dua II with a value of 0.368,SDN Gudang with a value of 0.351 and SDN Nagrak with value 0.347. Keywords: building condition assesment, maintenance priorities.
(9)
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobbila’lamin kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga tesis dengan judul Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Skala Prioritas Pemeliharaan Bangunan Sekolah Negeri di Kabupaten Tangerang (Studi Kasus di Kecamatan Tigaraksa) dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan program pasca sarjana pada Magister Teknik Sipil Konsentrasi Teknik Rehabilitasi Dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tesis ini mengangkat permasalahan tentang penentuan skala prioritas penanganan pemeliharaan bangunan sekolah negeri di Kabupaten Tangerang. Penelitian dilakukan di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap bahwa tesis ini dapat bermanfaat dan mampu menambah khasanah keilmuan.
Surakarta, Januari 2011 Penulis,
(10)
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……….…….………….. HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... PERNYATAAN ORISINILITAS ...……….……... UCAPAN TERIMAKASIH ...………...……. ABSTRAK ……..………...……….…… KATA PENGANTAR ……….……. DAFTAR ISI ………...….. DAFTAR TABEL ……….….. DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR LAMPIRAN ………..….. DAFTAR NOTASI ………...……….… BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ………..……….……….…
1.2. Rumusan Masalah ………..……….…
1.3. Tujuan Penelitian ………
1.4. Manfaat Penelitian ……….………..
1.5. Batasan Penelitian …………..……… BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Kajian Pustaka ………...………
2.2. Landasan Teori ………..……….
2.2.1. Bangunan Gedung Sekolah ……… 2.2.2. Standar Bangunan Gedung Sekolah ..……….………
2.2.2.1 Standar Ruang Minimal ……….. 2.2.2.2 Persyaratan Lahan dan Bangunan Gedung Sekolah .. 2.2.3. Kerusakan Bangunan Gedung …….. ………
2.2.3.1 Penyebab Kerusakan Bangunan Gedung….……..….. 2.2.3.2 Jenis dan Tipe Kerusakan Bangunan Sekolah ……… 2.2.3.3 Survei Kondisi Bangunan Sekolah ……….….. 2.2.4. Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung Sekolah ….
i ii iii iv v vii ix x xiii xv xvi xvii 1 3 3 3 4 5 8 8 9 10 10 12 13 14 16 19
(11)
commit to user
xi
2.2.4.1 Jenis Pemeliharaan dan Perawatan Gedung ……….. 2.2.4.2 Biaya Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan
Sekolah ……….. 2.2.5. Penentuan Nilai Kondisi Bangunan ………..………. 2.2.6. Perhitungan Skala Prioritas Penanganan Pemeliharaan
Bangunan Sekolah ………. 2.2.7. Metode Analytical Hierarchy Process ……….
2.2.7.1 Perhitungan Bobot Elemen ………. 2.2.7.2 Pembobotan Kriteria ……….. 2.2.8. Sistem Pendukung Keputusan ……….
2.2.8.1 Subsistem Manajemen Dialog ……… 2.2.8.2 Subsistem Manajemen Database ……… 2.2.8.3 Subsistem Manajemen Pemodelan ……… 2.3 Penelitian Terdahulu ………. BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian ……….
3.2. Tahapan Penelitian ………
3.3. Data Penelitian …….…..……… 3.2.1. Jenis dan Sumber Data ……….. 3.2.2. Teknik Pengumpulan Data……….. 3.2.3. Teknik Pengolahan Data ……… 3.4. Penentuan Kriteria Awal……….. 3.5. Penentuan Bobot Kriteria dan Sub Kriteria Penanganan
Pemeliharaan Bangunan Sekolah ………..…………. 3.6. Perhitungan Skala Prioritas Penanganan Pemeliharaan Bangunan
Sekolah ………. 3.7. Penyusunan Skenario Penanganan Pemeliharaan Penanganan
Pemeliharaan Berdasarkan Anggaran Yang Tersedia ………..
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Sekolah Negeri di Kecamatan Tigaraksa ……… 4.2. Perhitungan Bobot Komponen Gedung Sekolah ……… 4.3. Penentuan Nilai Pengurang dan Faktor Koreksi Pada Kerusakan
Gedung ………. 19 20 21 24 25 27 29 30 31 32 33 34 35 35 39 39 39 40 40 41 42 42 43 44 62
(12)
commit to user
xii
4.3.1 Penentuan Nilai Pengurang ………. 4.3.2 Penentuan Faktor Koreksi ……… 4.4. Perhitungan indeks kondisi bangunan gedung sekolah ……….
4.4.1. Contoh Perhitungan Indeks Kondisi Bangunan Sekolah…….. 4.4.2. Indeks Kondisi Gedung Sekolah di Kecamatan Tigaraksa….. 4.5. Penentuan Skala Prioritas rehabilitasi bangunan sekolah …... 4.5.1 Penentuan Bobot Kriteria dan Sub Kriteria ... 4.5.2 Perhitungan Nilai Sekolah Berdasarkan Bobot Kriteria
Dan Sub Kriteria ... 4.5.2 Penentuan Skala Prioritas Penanganan Pemeliharaan Bangunan Sekolah di Kecamatan Tigaraksa ... 4.6. Perhitungan Biaya Pemeliharaan Bangunan Sekolah ……….. 4.7. Skenario Penanganan Pemeliharaan Bangunan Sekolah ... 4.8. Sistem Pendukung Keputusan………
4.8.1 Gambaran Umum Sistem Pendukung Keputusan Pemeliharaan bangunan Sekolah. ……….. 4.8.2 Petunjuk penggunaan sistem pendukung keputusan ………… BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ………...
5.2. Saran ………..………
Daftar Pustaka ……… Lampiran ………
62 69 73 73 82 84 86
95
98 99 106 110
110 113
122 123 124
(13)
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16
Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19
Jenis dan tipe kerusakan pada bangunan gedung…... Metode pemeriksaan non destruktif ………... Metode pemeriksaan destruktif………... Faktor koreksi untuk kombinasi kerusakan………... Nilai perbandingan tingkat kepentingan elemen ……...
Nilai random indeks………... Perbandingan penelitian terdahulu dengan penulis………... Kriteria awal yang digunakan untuk penentuan skala prioritas Kriteria pembobotan elemen dan komponen bangunan... Jenis kerusakan dan nilai pengurang komponen struktur... Jenis kerusakan dan nilai pengurang komponen arsitektur... Jenis kerusakan dan nilai pengurang komponen utilitas... Faktor kombinasi jenis kerusakan ... Faktor kombinasi jenis kerusakan pada bangunan sekolah ... Perhitungan indeks kondisi sub elemen komponen struktural…… Perhitungan indeks kondisi elemen komponen struktural……... Perhitungan indeks kondisi sub komponen struktural ... Perhitungan indeks kondisi sub elemen komponen arsitektural... Perhitungan indeks kondisi elemen komponen arsitektural …... Perhitungan indeks kondisi sub komponen arsitektural ... Perhitungan indeks kondisi elemen komponen utilitas ... Perhitungan indeks kondisi sub komponen utilitas ……... Daftar indeks kondisi bangunan sekolah di Kecamatan Tigaraksa Bobot kriteria dan sub kriteria Penanganan Pemeliharaan Bangunan Sekolah ... Perhitungan nilai sekolah berdasarkan masing-masing kriteria Hasil perhitungan skala prioritas ... Perhitungan harga satuan bangunan per m2 ...
14 18 18 22 27 30 34 41 46 63 66 68 69 70 75 76 76 77 79 80 81 82 83 95 97 98 100
(14)
commit to user
xiv
Tabel 4.20 Tabel 4.21 Tabel 4.22 Tabel 4.23 Tabel 4.24
Tabel 4.25
Perhitungan biaya rehabilitasi bangunan sekolah ... Perhitungan Rekapitulasi biaya pemeliharaan bangunan sekolah Daftar sekolah yang direhabilitasi berdasarkan skenario pertama Daftar sekolah yang direhabilitasi berdasarkan skenario kedua Daftar sekolah yang direhabilitasi berdasarkan skenario ketiga dengan sumber dana APBD………. Daftar sekolah yang direhabilitasi berdasarkan skenario ketiga dengan sumber dana APBN/DAK………
103 105 106 107
108
(15)
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21
Bagan alir pemeriksaan berkala pada bangunan gedung….… Skema perbandingan kriteria dan sub kriteria………. Struktur hirarki dalam metode AHP…………... Matriks perbandingan preferensi………... Struktur dasar sistem pendukung keputusan……….... Bagan alir sistem pendukung keputusan ... Bagan alir penggunaan sistem pendukung keputusan ... Skema AHP bangunan gedung sekolah………. ... Skema bangunan gedung sekolah………. ... Bobot komponen gedung sekolah bertingkat dengan KM/WC. Bobot komponen gedung sekolah bertingakt tanpa KM/WC…. Bobot komponen gedung sekolah tak bertingkat dengan KM/WC Bobot komponen gedung sekolah tak bertingkat tanpa KM/WC Denah dan tampak SDN Kadongdong ...… Photo kerusakan pada gedung SDN Kadongdong ...…. Diagram alir sistem pendukung keputusan ………... Diagram alir program sistem pendukung keputusan ... Tampilan muka program sistem pendukung keputusan ... Tampilan menu utama ... Pemilihan jenis bangunan untuk perhitungan IKB ... Hasil perhitungan indeks kondisi bangunan sekolah ... Rekapitulasi hasil perhitungan indeks kondisi bangunan ... Grafik kondisi bangunan sekolah di Kecamatan Tigaraksa ... Pengisian data untuk perhitungan bobot kriteria dan sub kriteria Hasil perhitungan bobot kriteria dan sub kriteria ... Perhitungan nilai sekolah berdasarkan masing-masing kriteria Rekapitulasi hasil perhitungan masing-masing sekolah
Perhitungan biaya rehabilitasi bangunan sekolah ……..
17 24 26 28 33 37 38 45 54 58 59 60 61 74 74 112 113 114 115 116 117 117 118 119 120 121 121 122
(16)
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D Lampiran E Lampiran F Lampiran G
Perhitungan bobot komponen/elemen Bangunan Sekolah …… Formulir survey kerusakan gedung sekolah.………... Data Umum Sekolah...………. Gambar eksisting dan photo dokumentasi ...……… Quisioner penentuan bobot kriteria dan sub kriteria …... Quisioner penentuan bobot komponen bangunan sekolah ... Printout outpot program ...
LA LB LC LD LE LF LG
(17)
commit to user
xvii
DAFTAR NOTASI
Simbol Keterangan
λmaks aij Anxn AHP BP Bt C CCI CI CR Dj Hsb IK IKB IKE IKK IKSB IKSE IKSK Kt Lb nKn NP n RI Sj Tkb
Eigenvalue maksimum
Nilai matriks perbandingan berpasangan Matriks resiprokal
Analytical Hierarchy Process Biaya Pemeliharaan
Bobot total
Nilai kondisi komponen Composite Condition Index Consistency Index
Consistency Ratio Kuantitas kerusakan
Harga satuan pembangunan baru Indeks Kondisi
Indeks Kondisi Bangunan Indeks Kondisi Elemen Indeks Kondisi Komponen Indeks Kondisi Sub Bangunan Indeks Kondisi Sub Elemen Indeks Kondisi Sub Komponen Koefisien tingkat
Luas bangunan Nilai kriteria ke n Nilai pengurang
Jumlah komponen/elemen Random Index
Tingkat kerusakan elemen Tingkat kerusakan bagunan
(18)
commit to user
xviii
wi W Wi Xi
Vektor matriks
Bobot komponen/elemen bangunan Perkalian elemen matriks dalam satu baris Eigenvector (bobot elemen)
(19)
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangunan gedung supaya dapat dihuni dengan layak selama umur layannya, harus memenuhi persyaratan teknis. Persyaratan teknis bangunan gedung bertujuan untuk menjamin terselenggaranya fungsi bangunan gedung yang aman, sehat, nyaman, efisien, seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Dalam perkembangan selama usia layannya, bangunan gedung mengalami pengurangan kemampuan layannya. Agar bangunan gedung dapat tetap berfungsi selama usia layannya, maka perlu dilakukan pemeliharaan dan perawatan secara intensif.
Bangunan sekolah merupakan salah satu fasilitas publik yang mempunyai fungsi amat penting. Oleh karenanya bangunan sekolah ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dalam hal pemeliharaan dan perawatannya. Pemerintah Kabupaten Tangerang setiap tahunnya telah menganggarkan dana yang cukup besar untuk pemeliharaan dan perawatan bangunan sekolah. Namun jumlah sekolah yang rusak dengan kemampuan keuangan daerah tidaklah seimbang, sehingga sampai saat ini belum semua sekolah yang rusak dapat diperbaiki. Berdasarkan data statistik dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, saat ini di Kabupaten Tangerang terdapat 3203 sekolah dari tingkat TK sampai dengan SLTA yang terdiri dari 1106 sekolah negeri dan 2097 sekolah swasta. Dengan jumlah sekolah yang begitu banyak dan anggaran yang terbatas, maka sampai saat inipun masih belum semua gedung sekolah dapat tertangani secara maksimal.
Kondisi gedung sekolah di Kabupaten Tangerang pada saat ini berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, untuk bangunan sekolah dasar negeri dari 4867 ruang kelas yang ada, 3407 dalam kondisi baik, 476 dalam kondisi rusak berat dan 984 dalam kondisi rusak ringan, ini belum termasuk sekolah yang kebutuhan ruangnya belum terpenuhi karena dengan jumlah rombongan belajar yang ada baru ada 4867 ruang yang tersedia dan jumlah rombongan belajar yang ada 7697
(20)
commit to user
2 rombongan belajar. Pada tingkat SLTP Kondisinya lebih baik yaitu dari 944 ruang kelas yang ada 852 dalam kondisi baik, 33 rusak berat dan 59 dalam kondisi rusak ringan. Pada tingkat SLTA dari 341 ruang kelas yang ada 313 dalam kondisi baik, 11 rusak berat dan 17 rusak ringan, sedangkan jumlah rombongan belajar yang ada yaitu 407 buah (Anonim,2009).
Dalam proses penganggaran kegiatan rehabilitasi gedung sekolah di Kabupaten Tangerang, masih sering terdapat kekurang tepatan. Faktor-faktor yang menyebabkan kekurang tepatan penganggaran ini disebabkan oleh tidak adanya database kondisi sekolah yang akurat, dan belum adanya sistem yang komprehensif dalam penentuan skala prioritas penanganan pemeliharaan gedung sekolah. Selama ini penentuan skala priorits penanganan pemeliharaan bangunan sekolah hanya menitikberatkan pada kriteria tingkat kerusakan. Akibatnya sering terjadi kekurang tepatan dalam penentuan prioritas penanganan pemeliharaan bangunan sekolah. Ada sekolah-sekolah yang seharusnya lebih layak untuk mendapatkan pemeliharaan, tapi tidak mendapatkan pemeliharaan. Dalam kasus lain ada sekolah yang status tanahnya belum jelas tetapi mendapatkan rehabilitasi. Akibatnya dalam proses pembangunan fisik sering terjadi konflik dengan pihak-pihak yang mengklaim kepemilikan tanah sekolah. Dalam beberapa kasus proses rehabilitasi terhenti, karena sekolah kalah dalam sengketa kepemilikan lahan sekolah.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar prasarana dan sarana bangunan sekolah, sebenarnya telah dijelaskan syarat-syarat dari lahan dan bangunan sekolah, diantaranya persyarat-syaratan status tanah, status bangunan, persyaratan teknis bangunan sekolah dan lain-lain.
Mengingat beberapa masalah diatas maka dilakukan penelitian untuk membuat sistem penilaian yang dapat membantu untuk menentukan skala prioritas penanganan pemeliharaan gedung sekolah di Kabupaten Tangerang. Diharapkan dengan adanya sebuah sistem ini, kegiatan penanganan infrastruktur bangunan sekolah di Kabupaten Tangerang menjadi lebih efisien, efektif dan tepat sasaran.
(21)
commit to user
3
1.2 Rumusan Masalah :
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimanakah model penilaian kondisi bangunan sekolah negeri di Kabupaten Tangerang ?
2. Bagaimanakah kondisi bangunan sekolah negeri di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang ?
3. Bagaimanakah sistem pendukung keputusan untuk membantu penentuan prioritas penanganan pemeliharaan bangunan sekolah Negeri di Kabupaten Tangerang ?
4. Bagaimana urutan prioritas dan skenario penanganan pemeliharaan bangunan sekolah negeri di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang ?
1.3 Tujuan Penelitian :
Tujuan dari penelitian ini, yaitu :
1. Mendapatkan model penilaian kondisi bangunan sekolah negeri di Kabupaten Tangerang.
2. Mendapatkan kondisi bangunan sekolah negeri di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang.
3. Mendapatkan sebuah sistem pendukung penentuan prioritas penanganan pemeliharaan bangunan sekolah negeri di Kabupaten Tangerang.
4. Mendapatkan urutan prioritas dan skenario penanganan pemeliharaan bangunan sekolah negeri di Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang.
1.4 Manfaat Penelitian
:
Diharapkan dengan adanya sebuah sistem pendukung dalam penentuan skala prioritas penanganan pemeliharaan bangunan sekolah, kegiatan penanganan infrastruktur bangunan sekolah di Kabupaten Tangerang menjadi lebih efisien, efektif dan tepat sasaran sehingga secara tidak langsung dapat menunjang misi Kabupaten Tangerang yaitu membangun sumberdaya manusia melalui peningkatan
(22)
commit to user
4 mutu pendidikan diseluruh jenjang secara bertahap serta peningkatan derajat kesehatan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat serta peningkatan kesejehetraan sosial.
1.5
Batasan Penelitian
Pada penelitian ini, dilakukan pembatasan masalah untuk memudahkan dan mencegah dari bias yaitu :
1. Yang menjadi objek penelitian yaitu hanya bangunan ruang kelas dan kantor, bukan pada bangunan penunjang lainnya.
2. Bangunan gedung yang diteliti dari tiap sekolah hanya diambil 1 unit, dipilih yang kondisinya paling rusak di komplek sekolah tersebut, mengacu kepada sistem penganggaran di Kabupaten Tangerang.
3. Pembobotan komponen sekolah dilakukan berdasarkan penilaian peneliti dengan diskusi bersama orang yang ahli dan kompeten dibidang bangunan gedung.
4. Desain kuisioner bersifat tertutup, tidak membuka kemungkinan adanya opini lain.
5. Penilaian kondisi bangunan dilakukan dengan metode visual survey, beberapa elemen yang sulit diukur di prediksi berdasarkan kriteria yang ditentukan.
(23)
commit to user
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Bangunan sekolah selama umur layannya akan mengalami penurunan kemampuan daya dukung. Penurunan kemampuan ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya faktor usia bangunan, pengaruh lingkungan setempat, faktor manusia, penggunaan material yang kurang bagus dan faktor bencana alam. Faktor manusia meliputi faktor perencanaan, pelaksanaan dan faktor pemeliharaan.
Di negara-negara berkembang dimana penguasaan teknologi dan sumber daya manusia yang masih sangat terbatas, faktor kesalahan perencanaan masih sangat besar pengaruhnya dalam kegagalan bangunan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oyewande di Nigeria kegagalan bangunan disebabkan kesalahan perencanaan (50 %), kesalahan pelaksanaan (40 %) dan kegagalan akibat material yang jelek (10 %) (Oyewande dalam Ayininoula dan Olalusi, 2004). Penelitian terhadap beberapa bangunan tinggi di Jakarta menunjukan daya tahan dan kehandalan suatu gedung sangat ditentukan oleh faktor disain, pelaksanaan, dan lingkungan sekitar gedung yang mencapai bobot 80 persen, sedangkan faktor pemeliharaan bobotnya 20 persen (Rilatupa, 2008).
Pada bangunan sekolah dasar, jenis kesalahan yang sering menyebabkan terjadinya kerusakan bangunan yang disebabkan faktor desain, yaitu kurang jelasnya spesifikasi material, kurang jelasnya gambar, kekurangsinkronan antara gambar arsitektur, struktur dan gambar Mekanikal Elektrikal (Hajji, 2009). Selain beberapa penyebab diatas, gempa merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya kerusakan bangunan, termasuk di dalamnya bangunan sekolah (Yustarini dkk, 2009). Masalah yang sering dihadapi dalam penanganan pemeliharaan adalah adanya keterbatasan anggaran, akibatnya pemeliharaan dan perawatannya harus dilakukan secara bertahap. Proses pemilihan sekolah mana yang menjadi prioritas utama sering
(24)
commit to user
6 menjadi kendala tersendiri. Hal ini disebabkan ada banyak kriteria yang menentukan dalam pemilihan prioritas penanganan pemeliharaan.
Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menentukan skala prioritas dengan multikriteria adalah metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty. AHP adalah teori pengukuran melalui perbandingan berpasangan dan bergantung pada penilaian para pakar untuk mendapatkan skala prioritas. Dalam metode AHP untuk pengambilan keputusan yang perlu diketahui adalah masalah, kebutuhan dan tujuan keputusan, kriteria keputusan, subkriteria, stakeholder, kelompok-kelompok yang terkena dampak dan alternatif-alternatif yang diambil (Saaty, 2008).
Beberapa penelitian tentang penentuan prioritas pemeliharaan bangunan gedung pernah dilakukan. Darmawan (2005) melakukan penelitian tentang penentuan skala prioritas dalam pengelolaan sarana dan prasarana gedung perkantoran pemerintahan Kabupaten Tenggamus, metode AHP digunakan menghitung bobot fungsionalnya. Penentuan prioritas berdasarkan kondisi bangunan. Untuk menilai kondisi bangunan dilakukan dengan menghitung nilai indeks kondisi bangunan yang merupakan penggabungan dua atau lebih nilai kondisi dikalikan dengan bobotnya (Composite Condition Index). Hasil penelitian menunjukan prioritas penanganan bangunan yaitu Dinas Permukiman dan Prasarana Daerah 88,72 %; Dinas Perhubungan 89,8 %; Badan Pendidikan dan Pelatihan 91,69 %; Badan Perencanaan Daerah 95,29 % dan Badan Pengawasan Daerah 97,38 %.
Seputro (2008) meneliti tentang sistem untuk menentukan prioritas rehabilitasi bangunan sekolah SMPN I Pakem Yogyakarta. Sistem pengambilan keputusan untuk menentukan prioritas rehabilitasi menggunakan metode AHP. Kriteria yang menjadi acuan yaitu indeks kondisi bangunan dan besarnya biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan bangunan agar kembali ke kondisi semula. Indeks kondisi bangunan menggambarkan kondisi bangunan pada saat penelitian, angka 100 menunjukan bangunan dalam kondisi baik sekali dan angka 0 menunjukan bangunan dalam keadaan runtuh. Hasil penelitian menunjukan prioritas penanganan berdasarkan kerusakan yaitu kelas VIII A, ruang pantri, KM/WC, ruang kelas VII C, ruang kelas VIIB. Prioritas penanganan berdasarkan indeks kerusakan dan biaya
(25)
commit to user
7 pemeliharaan didapat prioritas penanganan yaitu ruang kelas VIII A, ruang laboratorium IPA, ruang kelas III A, ruang kelas III C dan ruang kelas VIII B.
Suparjo dkk (2009) melakukan penelitian terhadap gedung Akademi Perawatan Panti Rapih pasca gempa. Perhitungan tingkat kerusakan bangunan menggunakan metode indeks kondisi bangunan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi bangunan gedung Akademi Keperawatan Panti Rapih yaitu 93,5 % dan besarnya biaya yang diperlukan untuk perbaikan sebesar Rp. 73.160.000,00.
Sutikno (2009) telah mengembangkan sistem untuk penentuan skala prioritas pemeliharaan bangunan SMKN I Singkawang. Metode yang digunakan yaitu Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menghitung bobot fungsionalnya. Untuk menilai kondisi bangunan digunakan metode Composite Condition Index. Biaya pemeliharaan dihitung sesuai prosedur Standar Nasional Indonesia (SNI). Berdasarkan hasil penelitian tiga urutan pertama prioritas pemeliharaan pada kelompok ruang belajar dari 22 (dua puluh dua) ruang yang ada, yaitu bengkel elektronik, bengkel bangunan dan bengkel mesin. Prioritas pemeliharaan pada kelompok ruang penunjang dari 14 (empat belas) ruang yang ada berturut-turut dari pertama sampai dengan ketiga, yaitu ruang KM/WC, ruang gudang dan ruang selasar. Prioritas pemeliharaan pada kelompok ruang kantor dari 4 (empat) ruang yang ada berturut-turut dari pertama sampai dengan ketiga, yaitu ruang dewan guru, ruang tata usaha dan ruang kepala sekolah dan wakil kepala sekolah.
Sibali dkk (2009) melakukan penelitian penentuan skala prioritas penanganan jalan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari. Perhitungan bobot kriteria dengan menggunakan metode AHP, didapat bobot masing-masing yaitu pemerataan aksesibilitas (21,12 %); pengembangan wilayah (21,48 %); pengembangan sector ekonomi (18,06 %); aspek biaya (10,79 %); dampak lingkungan (16,64 %) dan kerusakan jalan (11,92 %). Dari masing-masing kriteria ditentukan sub kriterianya dan dihitung bobot masing-masing bobot sub kriteria. Penilaian bobot total untuk masing-masing jalan disesuaikan dengan bobot global dari masing-masing sub kriteria. Dari hasil penelitian didapat 5 besar bobot kinerja jalan dari 20 jalan yang diteliti yaitu Jalan Balai Kota (0,3655); Jalan Abunawas (0,3655); Jalan Tebaununggu (0,3778); Jalan Made Sabara (0,3775) dan Jalan Malik Raya (0,3766).
(26)
commit to user
8 Metode AHP juga telah digunakan oleh Fakhroji (2009) untuk menentukan skala prioritas penanganan pemeliharaan bangunan gedung sekolah dasar negeri di Kabupaten Tabalong. Hasil penelitian menunjukan bahwa kriteria dan bobot kriteria penentuan prioritas pemeliharaan bangunan gedung SDN adalah kriteria tingkat kerusakan bangunan (0,334), jumlah siswa (0,267), umur bangunan (0,206), lokasi bangunan (0,114) dan angka partisipasi murni (0,079). Urutan prioritas sepuluh besar pemeliharaan bangunan gedung SDN adalah SDN Masukau, SDN 2 Belimbing, SDN Kapar Hulu, SDN 2 Sulingan, SDN 4 Belimbing Raya, SDN Mabu’un, SDN 1 Sulingan, SDN 2 Kapar, SDN Kasiau Raya dan SDN 4 Belimbing.
Hal yang luput dimasukan untuk menjadi kriteria dalam penelitian yang dilakukan oleh Fakhroji, adalah faktor legalitas status sekolah, legalitas bangunan sekolah apakah sudah memiliki IMB atau belum. Padahal kedua hal ini sudah diharuskan dalam Permendiknas No 24 Tahun 2007 tentang standar prasarana dan sarana bangunan sekolah.
Dalam penelitian ini, akan dimasukan kriteria status tanah, kepemilikan IMB, dan kriteria rasio antara jumlah rombongan belajar dengan jumlah ruang kelas yang ada.
2.2
Landasan Teori
2.2.1 Bangunan Gedung Sekolah
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus (Anonim, 2002).
Bangunan gedung sekolah adalah gedung yang sebagian atau seluruhnya berada di atas lahan, yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan pembelajaran pada pendidikan formal (Anonim, 2007 b).
Bangunan gedung sekolah harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar layak untuk digunakan dalam mendukung kegiatan belajar dan mengajar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menenegah Pertama/Madrasah
(27)
commit to user
9 Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah telah ditentukan bahwasanya bangunan gedung sekolah harus memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan keamanan (Anonim, 2007 b).
Seiring dengan bertambahnya usia bangunan dan pengaruh lingkungan di sekitarnya, maka kinerja dari gedung tersebut akan semakin menurun. Selain faktor umur bangunan banyak faktor lain yang menyebabkan berkurangnya kemampuan layan bangunan. Beberapa penelitian telah dilakukan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas bangunan. Kerusakan yang terjadi pada gedung dapat disebabkan oleh perencanaan yang salah, kesalahan pabrikasi, kesalahan pada proses konstruksi dan sebagian kecil disebabkan oleh ketidaktepatan pengoperasian dan kurangnya pemeliharaan (David dkk, dalam Ratay, 2005).
Adapun faktor pelaksanaan, yang menyebabkan jeleknya mutu bangunan dapat disebabkan oleh buruknya mutu sumber daya manusia yang ada, rendahnya kualitas material yang digunakan, rendahnya standar kualitas konstruksi, lokasi proyek yang kurang tepat, pengawasan yang tidak cukup, persiapan yang kurang, tidak tepatnya penyimpanan dan penanganan material, kekurang tepatan methoda konstruksi yang dipakai, kurangnya perlindungan terhadap faktor matahari dan hujan, adanya kelemahan koordinasi antara pihak pengawas, kontraktor dan sub kontraktor (Watt, 1999).
Kerusakan yang terjadi pada bangunan gedung selain disebabkan oleh faktor– faktor diatas, sering juga disebabkan oleh gempa dan faktor biologi. Sebagai negara tropis yang memiliki kelembaban udara yang tinggi, Indonesia sangat cocok untuk berkembangbiaknya makhluk hidup yang dapat merusak bangunan gedung. Bahan bangunan yang sering diserang terutama yang berbahan kayu. Makhluk hidup yang sering merusak kayu adalah jamur pembusuk, rayap, serangga bubuk serta cacing laut penggerek kayu (Suranto,2002).
2.2.2 Standar Bangunan Sekolah
Kementerian Pendidikan Nasianal telah mengatur standar sarana dan prasarana sekolah dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar prasarana dan sarana bangunan sekolah. Standar ini mencakup
(28)
commit to user
10 persyaratan kebutuhan ruang, persyaratan lahan sekolah, persyaratan bangunan gedung sekolah dan lain-lain.
2.2.2.1 Standar Ruang Minimal
Sebuah sekolah dasar sekurang-kurangnya haarus memiliki prasarana sebagai berikut : ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi, tempat bermain/berolahraga. Sebuah sekolah menengah pertama sekurang-kurangnya harus memiliki prasarana sebagai berikut: ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium ilmu pengetahuan alam, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat beribadah, ruang konseling, ruang unit kesehatan sekolah, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi, tempat bermain/berolahraga. Sebuah sekolah menengah atas sekurang-kurangnya harus memiliki prasarana sebagai berikut: ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium biologi, ruang laboratorium fisika, ruang laboratorium kimia, ruang laboratorium komputer, ruang laboratorium bahasa, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi, tempat bermain/berolahraga (Anonim, 2007b).
2.2.2.2 Persyaratan Lahan dan Bangunan Sekolah
Lahan sekolah dan bangunan sekolah mempunyai beberapa persyaratan agar layak huni.
A. Lahan Sekolah
Lahan sekolah harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota atau rencana lain yang lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari pemerintah daerah setempat. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun (Anonim, 2007 b).
(29)
commit to user
11 B. Bangunan Sekolah
Ada beberapa persyaratan bangunan yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Persyaratan tata bangunan
Bangunan gedung untuk satuan pendidikan SD memenuhi ketentuan tata bangunan yang terdiri dari: koefisien dasar bangunan maksimum 30 %, koefisien lantai bangunan dan ketinggian maksimum bangunan gedung yang ditetapkan dalam peraturan daerah, jarak bebas bangunan gedung yang meliputi garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi, jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar halaman yang ditetapkan dalam peraturan daerah.
2. Persyaratan keselamatan.
Bangunan gedung memenuhi persyaratan keselamatan berikut :
a. Memiliki struktur yang stabil dan kokoh sampai dengan kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk menahan gempa dan kekuatan alam lainnya.
b. Dilengkapi sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan petir.
3. Persyaratan kesehatan
Bangunan gedung memenuhi persyaratan kesehatan berikut.
a. Mempunyai fasilitas secukupnya untuk ventilasi udara dan pencahayaan yang memadai.
b. Memiliki sanitasi di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan tempat sampah, serta penyaluran air hujan.
c. Bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
4. Persyaratan aksesibilitas.
Bangunan gedung menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat.
(30)
commit to user
12 5. Persyaratan kenyamanan
Bangunan gedung memenuhi persyaratan kenyamanan berikut :
a. Bangunan gedung mampu meredam getaran dan kebisingan yang mengganggu kegiatan pembelajaran.
b. Setiap ruangan memiliki temperatur dan kelembaban yang tidak melebihi kondisi di luar ruangan.
c. Setiap ruangan dilengkapi dengan lampu penerangan. 6. Persyaratan sistem keamanan
Bangunan gedung dilengkapi sistem keamanan berikut.
a. Peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi jika terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya.
b. Akses evakuasi yang dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi penunjuk arah yang jelas.
7. Persyaratan daya listrik
Bangunan gedung dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 900 watt.
8. Persyaratan perizinan bangunan
Bangunan gedung dilengkapi izin mendirikan bangunan dan izin penggunaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9. Persyaratan rasio jumlah ruang kelas dengan jumlah rombongan belajar
Jumlah ruang kelas minimal sama dengan jumlah ruang kelas.
2.2.3 Kerusakan Bangunan Gedung
Kerusakan bangunan adalah tidak berfungsinya bangunan atau komponen bangunan akibat penyusutan/berakhirnya umur bangunan, atau akibat ulah manusia atau perilaku alam seperti beban fungsi yang berlebih, kebakaran, gempa bumi, atau sebab lain yang sejenis (Anonim, 2007). Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung, intensitas kerusakan bangunan dapat digolongkan atas tiga tingkat kerusakan, yaitu:
a. Kerusakan ringan
Kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen non-struktural, seperti penutup atap, langit-langit, penutup lantai dan dinding pengisi.
(31)
commit to user
13 b. Kerusakan sedang
Kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen non struktural, dan atau komponen struktural seperti struktur atap, lantai, dll.
c. Kerusakan berat
Kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan, baik struktural maupun non-struktural yang apabila setelah diperbaiki masih dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.
2.2.3.1 Penyebab Kerusakan Bangunan
Menurut Rahmadi (2010), kerusakan bangunan dapat disebabkan oleh : 1. Faktor umur bangunan, deteriorasi mutu bahan bangunan akibat
creep/shrinkage, fatique, radiasi sinar matahari dan korosi,
2. Faktor kondisi tanah dan air, differential settlement pada pondasi, up lift pada lantai basemen,
3. Faktor angin,
4. Faktor gempa bumi, tsunami,
5. Faktor tanah longsor, tanah longsor sebagai akibat dari banjir, curah hujan tinggi dan erosi tanah,
6. Faktor petir,
7. Faktor kualitas bahan bangunan, 8. Faktor kualitas perencanaan, 9. Faktor kualitas pelaksanaan, 10. Faktor alih fungsi bangunan, 11. Faktor kebakaran.
Pada kenyataannya kerusakan yang terjadi pada bangunan biasanya tidak hanya terjadi disebabkan oleh satu sebab saja, melainkan gabungan dari beberapa penyebab. Misalkan ketika terjadi gempa bumi, kerusakan yang terjadi bisa akibat gempa bumi itu sendiri dan akibat kebakaran yang terjadi pada bangunan. Dalam kasus lain, sering kerusakan pada bangunan terjadi akibat kesalahan pada perencanaan dan pelaksanaan sekaligus.
(32)
commit to user
14
2.2.3.2 Jenis dan Tipe Kerusakan Bangunan Gedung
Kerusakan yang terjadi pada bangunan gedung, secara umum terbagi menjadi kerusakan pada komponen arsitektur, komponen struktur, dan komponen mekanikal elektrikal. Jenis dan tipe kerusakan yang terjadi pada gedung sangat dipengaruhi oleh penyebabnya. Menurut Amri (2005), jenis kerusakan yang sering terjadi pada bangunan adalah sebagaimana dalam Tabel 2.1 :
Tabel 2.1 Jenis dan tipe kerusakan pada bangunan gedung (Amri, 2005) I.KOMPONEN ARSITEKTUR
NAMA KOMPONEN
BAHAN-BAHAN TIPE KERUSAKAN
Atap Genteng genteng keramik, genteng beton, genteng logam, genteng kaca.
retak, pecah, bocor, rembesan, karat.
Atap Lembaran seng, alumunium, serat, logam ringan
pecah, karat, retak, lapuk, patah.
Bubungan Atap seng, asbes, genteng, polycarbonate pecah, patah, lapuk, sobek Talang dan Jurai Seng lembaran, polimer lapuk, karat, bocor, sobek.
Penutup Lantai plesteran, beton tumbuk, ubin PC, teraso, keramik, marmer, vynil, parket, papan, plywood
melendut, retak, terlepas, aus, busuk, bocor, serangan serangga
Penutup Dinding Plesteran, keramik, marmer, granit, wall paper
retakan, terlepas, sobek, noda kotor
Penutup Plapon Bahan organik, asbes, plywood,
gypsum, GRC, lembar alumunium, akustik
Terlepas, lendut, gelombang, retak, pecah, busuk, hancur, berubah warna, hancur, luntur.
Kusen kayu, alumunium, baja, PVC, beton busuk, bubuk, sobek, lepas, karat, retak.
Daun pintu/jendela
kayu, alumunium, polimer, seng, baja
ukuran berkurang , busuk, karat, lepas/macetnya engsel & kunci
Kunci dan Gantungan
besi, baja, logam campuran, kuningan
karat, sulit dikunci, copot, pecah
Pekerjaan Kaca kaca biasa, kaca warna, kaca es, kaca seni
pecah, retak, getar
Pengecatan kapur padam, cat emulsi, cat
acrylic, cat minyak
retak rambut, mengelupas, belang-belang
(33)
commit to user
15 Tabel 2.1 Jenis dan tipe kerusakan pada bangunan gedung (lanjutan)
II.KOMPONEN STRUKTUR
NAMA KOMPONEN
BAHAN-BAHAN TIPE KERUSAKAN
Pondasi beton, pasangan batu, pasangan bata
pecah, penurunan, tergerus, patah
Sloof Beton bertulang patah, retak
Kuda-kuda kayu kayu, pelat baja lendutan pada rangka atap, patah, lendutan pada gording dan kaso, lapuk
Kuda-kuda baja WF, baja siku, kanal, baja ringan, baja pipa bulat
lendutan rangka atap, lendutan pada gording dan kaso, karat, terpuntir, retak/pecah pada sambungan, trekstang tidak sempurna
Rangka langit-langit
kayu, baja, alumunium lendutan, patah, lapuk, bergelombang, terjatuh, serangan serangga.
Dinding pemikul beban
pasangan bata merah, batako, beton ringan
retak, melendut, runtuh
Dinding pengisi pasangan bata, panel pracetak, kayu , batako, gypsum, GRC, teakwood
retak, melendut
Lantai kayu, beton, panel pracetak melendut, retak, spalling, busuk, karat pada tulangan Balok Beton bertulang keropos, retak, lendut,
pengelupasan, patah
Pondasi beton, pasangan batu, pasangan bata
pecah, penurunan, tergerus, patah
Sloof Beton bertulang patah, retak
Kolom Beton bertulang retak, patah, keropos, pengelupasan, lapuk, patah pada joint, runtuh
III.PEKERJAAN UTILITAS
NAMA KOMPONEN
BAHAN-BAHAN TIPE KERUSAKAN
Saluran air kotor dan air hujan
keramik, beton, logam, PVC bau, pecah, bocor, tersumbat, karat Saluran air bersih Pipa PVC, keran air, pompa air,
bak air, tanki air
pecah, bocor,
pudar,tersumbat, karat Pekerjaan Listrik kabel, pipa, armature terkelupas, terbakar, pecah
(34)
commit to user
16
2.2.3.3 Survei Kondisi Bangunan Sekolah
Kegiatan survei/pemeriksaan kondisi bangunan perlu dilakukan dengan tujuan agar kegiatan pemeliharaan terhadap bangunan dapat berjalan secara efisien dan efektip.
Pada prinsifnya pemeriksaan pada bangunan bisa digolongkan menjadi tiga macam, yaitu pemeriksaan untuk pendataan asset, pemeriksaan rutin/berkala, dan pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan pendataan asset dilakukan guna mendaftarkan gedung baru untuk dilaporkan dalam rangka tertib administrasi asset bangunan gedung negara. Pemeriksaan berkala adalah kegiatan pemeriksaan keandalan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya dalam tenggang waktu tertentu guna menyatakan kelaikan fungsi bangunan gedung (Anonim, 2002). Pemeriksaan rutin/berkala yang dilakukan secara berkala terhadap bangunan dapat memberikan informasi tentang kerusakan yang terjadi pada bangunan sejak dini, sehingga dapat segera dilakukan perbaikan. Dengan adanya penanganan kerusakan sejak awal dapat mencegah terjadinya peningkatan volume kerusakan, sehingga dapat mengefisienkan biaya pemeliharaan.
Apabila ada hal khusus yang terjadi pada bangunan, seperti terjadi kebakaran, ada gempa bumi atau yang lainnya dapat dilakukan pemeriksaan khusus. Pada pemeriksaan khusus pada bangunan, biasanya untuk mendapatkan kondisi bangunan yang akurat. Pada pemeriksaan khusus dilakukan penyelidikan disertai dengan penelitian mendetail dengan bantuan alat-alat tertentu atau penelitian lanjut di laboratorium. Alur kegiatan survei pada bangunan gedung ditunjukan dalam Gambar 2.1
(35)
commit to user
17 Gambar 2.1 Pemeriksaan berkala pada bangunan (Anonim,1999)
Pemeriksaan bangunan gedung secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Pemeriksaan dengan cara tidak merusak (Non destructive test) dan Pemeriksaan dengan cara merusak (Destructive test)
1. Pemeriksaan dengan cara tidak merusak (Non destructive test)
Pada pemeriksan ini, alat bantu yang digunakan tidak sampai merusak komponen bangunan yang ada. Jenis-jenis pemeriksaan yang tidak merusak sebagaimana dalam Tabel 2.2:
(36)
commit to user
18 Tabel 2.2 Metode pemeriksaan non destruktif (Amri, 2005)
NO METODE PENGGUNAAN
1
Pemeriksaan Visual Pengamatan pola retak, pengelupasan, scalling, korosi, atau cacat pelaksanaan. 2 Pemeriksaan dengan alat radiograpi Mendeteksi kemungkinan timbulnya retakan
atau mutu pengelasan pada bangunan baja. 3 Pemeriksaan dengan dial gauge atau
peralatan pengukur regangan khusus (electrical strain gauge)
Pemeriksaan regangan dan lendutan pada bangunan baja.
4 Pemeriksan dengan alat Portabel Corrosion meter
Pengukuran tingkat korosi pada baja tulangan didalam beton
5 Pengujian dengan palu beton (Schmid’s hammer test)
Pengukuran mutu kuat tekan beton.
6 Pengujian dengan alat penetrasi
Windsor probe
Pengukuran mutu kuat tekan beton
7 Pengujian dengan alat ultrasonic pulse velocity test
Mengetahui mutu beton dan prediksi adanya retakan dan kedalaman retakan.
8 Pengujian dengan impact echo Menentukan berbagai kerusakan dalam elemen beton seperti retak, rongga.
9 Pemeriksaan dengan R bar meter Untuk mengetahui kedalaman posisi tulangan dan jarak antar tulangan.
10 Pemeriksaan dengan radio aktif Mencari kebocoran pada beton 11 Pengukuran dengan theodolite dan
water pass
Untuk mengukur kemiringan atau penurunan bangunan eksisting.
12 Pengukuran dengan covermeter Menentukan tulangan tertanam, mengukur kedalaman selimut beton, dan memperkirakan diameter tulangan.
2. Pemeriksaan Destruktif
Pengujian destruktif dilakukan dengan mengambil sebagian komponen bangunan, misalkan komponen beton atau baja tulangan. Kemudian komponen ini diperiksa secara lebih teliti dengan bantuan alat di laboratorium. Metode pengujian destruktip diantaranya sebagaimana dalam Tabel 2.3 :
Tabel 2.3 Pemeriksaan destruktif (Amri, 2005)
NO METODE PENGGUNAAN
1 Pengujian tensile strength test pada baja
Mengetahui kuat tarik baja.
2 Pemeriksaan dengan alat radiograpi
Menngetahui mutu kuat tekan beton eksisting, modulus elastisitas
3 Pemeriksaan dengan larutan
Phenol Phetalin
Pemeriksaan laju karbonasi pada beton yang terbakar
(37)
commit to user
19
2.2.4 Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung
Bangunan gedung selama umur layannya supaya tetap dapat berfungsi dengan baik harus dilakukan pemeliharaan dan perawatan, baik rutin maupun berkala. Kegiatan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung merupakan bagian mutlak dari pemanfaatan bangunan gedung.
2.2.4.1 Jenis Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung, kegiatan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung dikatagorikan menjadi :
A. Pemeliharaan bangunan gedung
Pemeliharaan bangunan gedung adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi (preventive maintenance). Pekerjaan permeliharaan meliputi jenis pembersihan, perapihan, pemeriksaan, pengujian, perbaikan dan/atau penggantian bahan atau perlengkapan bangunan gedung, dan kegiatan sejenis lainnya berdasarkan pedoman pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung.
B. Perawatan bangunan gedung
Perawatan bangunan gedung adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi (currative maintenance). Pekerjaan perawatan meliputi perbaikan dan/atau penggantian bagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana berdasarkan dokumen rencana teknis perawatan bangunan gedung, dengan mempertimbangkan dokumen pelaksanaan konstruksi. Pekerjaan perawatan bangunan gedung dikategorikan menjadi :
1. Rehabilitasi
Memperbaiki bangunan yang telah rusak sebagian dengan maksud menggunakan sesuai dengan fungsi tertentu yang tetap, baik arsitektur maupun struktur
(38)
commit to user
20 bangunan gedung tetap dipertahankan seperti semula, sedang utilitas dapat berubah.
2. Renovasi
Memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud menggunakan sesuai fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah, baik arsitektur, struktur maupun utilitas bangunannya.
3. Restorasi
Memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud menggunakan untuk fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah dengan tetap mempertahankan arsitektur bangunannya sedangkan struktur dan utilitas bangunannya dapat berubah.
2.2.4.2 Biaya Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Sekolah
Besarnya biaya pemeliharaan bangunan gedung negara maksimal sebesar 2 % tiap tahunnya. Biaya perawatan bangunan disesuaikan dengan tingkat kerusakannya, yang ditentukan sebagai berikut:
1. Perawatan tingkat kerusakan ringan, biayanya maksimum adalah sebesar 30% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama;
2. Perawatan tingkat kerusakan sedang, biayanya maksimum adalah sebesar 45% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama;
3. Perawatan tingkat kerusakan berat, biayanya maksimum adalah sebesar 65% dari harga satuan tertinggi pembangunan bangunan gedung baru yang berlaku, untuk tipe/klas dan lokasi yang sama.
Pembiayaan pemeliharaan bangunan gedung sekolah mengacu kepada harga satuan pembangunan gedung per-m2 yang dikeluarkan oleh bupati/walikota. Untuk pekerjaan pemeliharaan perhitungan biaya, harga satuan per-m2 dikalikan dengan tingkat kerusakan bangunan gedung.
Perhitungan harga satuan bangunan per-m2 mengacu kepada formula yang telah dibuat oleh Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Unsur-unsur
(39)
commit to user
21 yang menentukan harga satuan bangunan yaitu faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik meliputi biaya bahan bangunan dan biaya upah dan biaya peralatan. Sedangkan biaya non fisik berupa biaya keuntungan kontraktor sebesar 10 %, pajak penghasilan 2%, pajak pertambahan nilai 10 %, asuransi sebesar 3,8 %, biaya perizinan IMB dan sertifikat laik fungsi sebesar 1,5 %, tingkat inflasi harga bahan 5 % dan kesehatan dan keselamatan kerja sebesar 1 %.
Harga satuan bangunan gedung per-m2 didapat dengan memasukan harga-harga bahan bangunan dan harga-harga upah kerja kedalam formula. Harga bahan bangunan didapat dari survey pada bebarapa toko bahan bangunan dan diambil rata-ratanya, sedangkan harga upah kerja diambil dari survei ke kontraktor-kontraktor dan diambil harga rata-ratanya.
Pembiayaan pemeliharaan bangunan didapat dengan perhitungan sebagai berikut :
Bp = Lb * Tk * Kt * Hsb (2.1) dengan : Bp = Biaya pemeliharaan,
Lb = Luas Bangunan,
Hsb = Harga Satuan Pembangunan Baru, Tk = Tingkat/besar kerusakan,
Kt = Koefisien Tingkat. 2.2.5 Penentuan Nilai Kondisi Bangunan.
Untuk menilai kondisi bangunan pada suatu waktu dapat dilakukan dengan menetapkan nilai indeks kondisi bangunan yang merupakan penggabungan dua atau lebih nilai kondisi komponen yang dikalikan dengan bobot komponen masing-masing. Menurut Hudson dalam Suparjo (2009), indeks kondisi gabungan (Composite Condition Index) dirumuskan dalam Persamaan 2.2 :
CCI= W1 * C1 + W2 * C2 + W3 * C3 +………+Wn*Cn (2.2) Atau dapat dituliskan : CCI = ∑Öw (ǢƅȖðƅ) (2.3) dengan : CCI = Indeks Kondisi Gabungan,
W = Bobot Komponen,
C = Nilai Kondisi Komponen, I = 1 = Komponen ke – 1 (satu), N = Banyaknya Komponen.
(40)
commit to user
22 Nilai indeks kondisi ini mempunyai skala antara 0 (nol) hingga 100 (seratus), yang menggambarkan tingkat kondisi bangunan. Indeks kondisi bernilai nol berarti bangunan sudah tidak berfungsi dan seratus untuk bangunan yang masih dalam kondisi baik sekali.
Menurut Hudson dalam Sutikno (2009) langkah perhitungan indeks kondisi bangunan sebagai berikut :
1. Tahap I : Indeks kondisi sub elemen ( IKSE )
Untuk menghitung hilai IKSE, menggunakan Persamaan 2.4 : IKSE = a
(
Tj Sj Dij)
F(
t d)
p
i m
j
, * , , 100
1 1
å å
= =- (2.4)
dengan : α = nilai pengurang,
P = jumlah jenis kerusakan untuk kelompok sub elemen yang ditinjau,
M = jumlah tingkat kerusakan untuk jenis kerusakan, F(t,d) = faktor koreksi untuk kerusakan berganda yang
berbeda.
Dalam menghitung IKSE dengan rumus diatas, nilai seratus diatas merupakan nilai maksimum. Nilai pengurang besarnya antara 0 (nol) sampai dengan seratus (100) tergantung pada jenis kerusakan (Tj), tingkat kerusakan (Sj), dan kuantitas kerusakan ( Dij). Karena setiap jenis kerusakan mempunyai nilai pengurang maksimum seratus, maka sub elemen yang mengalami lebih dari satu jenis kerusakan, nilai pengurang dari kombinasi kerusakan harus dikoreksi agar total nilai pengurang tidak lebih dari seratus.
Jumlah faktor koreksi untuk setiap kombinasi kerusakan adalah satu, seperti yang diformulasikan oleh Uzarski (Darmawan, 2005), sebagaimana dalam Tabel 2.4 Tabel 2.4 Faktor koreksi untuk kombinasi kerusakan yang lebih dari satu (Darmawan, 2005).
Nomor Jumlah Kombinasi Kerusakan
Prioritas Bahaya Kerusakan
Faktor Koreksi F (t,d)
1 2 I 0,8 - 0,7- 0,6
2 3
I 0,5 - 0,6
II 0,3 - 0,4 III 0,1 - 0,2
(41)
commit to user
23 Untuk semua jenis kerusakan pada satu sub elemen, maksimum jumlah perkalian antara nilai pengurang dengan faktor koreksi adalah seratus. Nilai IKSE yang dihasilkan berkisar antara 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus. Pada sub elemen yang masih dalam kondisi baik (tanpa kerusakan) diberikan nilai pengurang sama dengan 0 (nol) sehingga memperoleh nilai IKSE sama dengan 100 (seratus).
2. Tahap II: Indeks Kondisi Elemen (IKE)
IKE = IKSE1*BSE1 + IKSE2*BSE2 +………….+ IKSEr*BSEr (2.5) dengan : IKE = Indeks Kondisi Elemen,
IKSE = Indeks Kondisi Sub Elemen, BSE = Bobot Fungsional Sub Elemen, r = Banyaknya sub elemen.
3. Tahap III : Indeks Kondisi Sub Komponen (IKSK)
IKSK = IKSK1*BSK1 + IKSK2*BSK2 +………….+ IKSKs*BSKs (2.6) dengan : IKSK = Indeks Kondisi Sub Komponen,
IKE = Indeks Kondisi Elemen, BE = Bobot Fungsional Elemen, s = Banyaknya elemen. 4. Tahap IV : Indeks Kondisi Komponen (IKK)
IKK = IKSK1*BSK1 + IKSK2*BSK2 +………….+ IKSKt*BSKt (2.7) dengan : IKK = Indeks Kondisi Komponen,
IKSK = Indeks Kondisi Sub Komponen, BSK = Bobot Fungsional Sub Komponen, t = Banyaknya sub Komponen.
5. Tahap VI : Indeks Kondisi Bangunan (IKB)
IKB = IKK1*BK1 + IKK2*BK2 +………….+ IKKV*BKV (2.8) dengan : IKB = Indeks Kondisi Bangunan,
IKK = Indeks Kondisi Komponen, BK = Bobot Fungsional Komponen, v = Banyaknya Komponen.
Kerusakan yang terjadi pada satu komponen/elemen akan menyumbangkan penurunan nilai pada komponen/elemen tersebut yang yang akhirnya akan mengurangi nilai indeks kondisi keseluruhan bangunan. Nilai indeks kondisi ini mempunyai skala 0 (nol) hingga 100 (seratus) yang menggambarkan tingkat kondisi bangunan. Penetapan nilai pengurang (NP) akibat kerusakan yang terjadi pada setiap
(42)
commit to user
24 komponen/elemen berdasarkan Tabel 2.6 sampai dengan Tabel 2.8. Besarnya nilai pengurang untuk setiap jenis kerusakan tergantung persentase volume kerusakan yaitu volume kerusakan bangunan dibandingkan dengan volume eksisting bangunan. Volume kerusakan dibagi dalam empat tingkat interval intensitas kerusakan yaitu: 1) Kerusakan ringan (>0% - < 15%), dengan NP = 25 (dua puluh lima).
2) Kerusakan sedang (>15% - 35%), dengan NP = 50 (lima puluh). 3) Kerusakan berat (>35% - 65%), dengan NP = 75 (tujuh puluh lima). 4) Kerusakan tidak laik fungsi (>65%), dengan NP = 100 (seratus).
Sedangkan, bila tanpa kerusakan (0%), maka NP = 0 (nol) yang menunjukkan kondisi bangunan dalam keadaan baik, sekaligus memberikan nilai skala indeks kondisi sebesar 100 (seratus).
2.2.6 Perhitungan Skala Prioritas Penanganan Pemeliharaan Bangunan Sekolah
Perhitungan skala prioritas didapat dengan melakukan penilaian kondisi masing-masing sekolah terhadap kriteria dan sub kriteria yang telah ditentukan. Bobot total didapat dengan menjumlahkan hasil penilaian terhadap semua kriteria yang ada.
Gambar 2.2 Bagan Perbandingan Kriteria dan Sub Kriteria
Persamaan yang digunakan untuk menghitung bobot masing-masing sekolah mengacu kepada metode yang dikembangkan oleh Sibali (2009), yaitu :
BT= nK1 + nK2 + nK3 +………+nn*Kn (2.9) BOBOT GLOBAL
Kriteria 1 (Bobot = n1)
Kriteria 2 (Bobot = n2)
Kriteria ke-n (Bobot = n3)
Sub Kriteria 2 (Bobot=n12) Sub Kriteria 1
(Bobot=n11)
Sub Kriteria 3 (Bobot=n13)
(43)
commit to user
25 Atau dapat dituliskan : BT = ∑Öw (f ƅ) (2.10) dengan : BT = Bobot Total masing-masing sekolah,
nKn = Bobot Kriteria ke n, n = Banyaknya Kriteria.
2.2.7 Metode Analytical Hierarchy Proccess (AHP)
Untuk membantu pengambilan keputusan dengan batasan kriteria yang banyak, para ahli telah mengembangkan bebarapa sistem yang dapat membantu mempermudah pengambilan keputusan lebih akurat. Teknik pengambilan keputusan yang saat ini dipakai yaitu : Teknik perbandingan indeks kinerja (Comparative Performance Index), Metode Bayes, Metode Perbandingan Eksponensial, Metode Delphi, Metode SWOT, Sistem pemungutan suara, Sistem pakar dan Proses hierarki analitik (Marimin, 2005).
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode untuk menginterpretasikan data-data kualitatif ke data kuantitatif, tidak bias, dan lebih objektif. AHP dianggap sebagai metode yang tepat untuk menentukan suatu pilihan dari berbagai kriteria. Metoda ini digunakan untuk mendapatkan skala rasio, baik dari perbandingan pasangan yang diskret maupun kontinyu. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di antara kelompok elemen struktur (Saaty, 1991).
Dalam model pengambilan keputusan dengan AHP pada dasarnya menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya.Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari hirarki yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternative yang dipilih oleh para pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas
pengambilan keputusan.
AHP mempunyai kemampuan untuk memecah masalah yang multiobjektif dan multikreteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap elemen
(44)
commit to user
26 dalam hirarki , jadi model ini merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif. Langkah dalam AHP sebagai berikut :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
konstribusi relative atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kinerja yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan “ judgement “ dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan dengan elemen yang lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x (n-1)/2) buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang diperbandingkan.
5. Menghitung nilai eigen dengan menguji konsistensinya , jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.
level 1 Tujuan
level 2 Kriteria
level 3 Alternatif`
Gambar 2.3 Struktur hirarki dalam metode AHP Tujuan
Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4
(45)
commit to user
27 Saaty (1980) telah menetapkan suatu skala untuk penilaian, penilaian dengan angka dari 1 sampai dengan 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain, sebagaimana dalam Tabel 2.5 :
Tabel 2.5 Nilai perbandingan tingkat kepentingan elemen (Saaty, 1980) Intensitas
Kepentingan Keterangan Penjumlahan
1 Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya.
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen yang lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen yang lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua nilai pilihan
Kebalikan Jika untuk satu aktivitas I mendapat satu angka disbanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya disbanding dengan i
2.2.7.1 Perhitungan Bobot Elemen
Perhitungan bobot elemen pada metode AHP menggunakan matriks perbandingan berpasangan, Perbandingan berpasangan dilakukan dari hirarki yang paling tinggi, dimana kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan.
(46)
commit to user
28 Misalkan, dalam suatu tujuan utama terdapat kriteria A1, A2,………….,An, maka hasil perbandingan secara berpasangan akan membentuk matriks seperti dibawah ini:
A1 A2 …………. An
A1 a11 a12 ... a1n
A2 a21 a22 ..………. a2n
. . . . .
. . . . .
An an1 an2 ………….. ann
Gambar 2.4 Matriks perbandingan Preferensi
Matriks An x n merupakan matriks respirokal, dan diasumsikan terdapat n elemen, yaitu w1,w2, ………, wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai perbandingan secara berpasangan antara (w1,w2) dapat dipresentasikan seperti matriks tersebut.
(ēw)
(ē ) = a ( i,j ) ; i.j = 1,2,……..n. (2.11)
Unsur-unsur matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk satu tingkat hirarki yang sama. Sehingga bisa didapat a11 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 dengan A1 sendiri, sedangkan a12 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 dengan A2 dan besarnya a21 adalah 1/ a12 , yang menyatakan tingkat intensitas kepentingan elemen operasi A2 terhadap elemen operasi A1.
(47)
commit to user
29 2.2.7.2 Pembobotan Kriteria
Untuk mendapatkan bobot dari masing-masing kriteria yaitu dengan jalan menentukan nilai eigen (eigenvector). Cara untuk mendapatkan bobot adalah dengan langkah berikut :
1. Melakukan perkalian elemen-elemen dalam satu baris dan diakar pangkat n seperti dalam persamaan dibawah ini :
Wi = .√a11 x a12 x … … a1n (2.12) 2. Menghitung vektor prioritas atau vektor eigen
Ĩƅ = ēw
∑ ēw (2.13) Hasil yang didapat berupa vector eigen sebagai bobot elemen
3. Menghitung nilai eigen maksimum ( λmaks ), dengan cara mengkalikan matriks resiprokal dengan bobot yang didapat, hasil dari penjumlahan operasi matriks adalah nilai eigen maksimum ( λmaks ).
λmaks = ∑ aij * Xi (2.14)
dengan : λmaks = eigenvalue maksimum
aij = nilai matriks perbandingan berpasangan Xi = vector eigen ( bobot )
4. Perhitungan Indeks Konsitensi
Perhitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan harus mempunyai hubungan cardinal dan ordinal, sebagai berikut :
Hubungan Kardinal : aij * ajk = aik
Hubungan Ordinal : Ai>Aj dan Aj>Ak, maka Ai>Ak
Rumusan untuk menghitung Indeks Konsistensi adalah sebagai berikut : ðA= λša1ú–
( ) (2.15)
dengan : λmaks = eigenvalue maksimum n = ukuran matriks
Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang cukup baik, yaitu apabila CR < 0,1
(48)
commit to user
30 Berdasarkan perhitungan Saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika penilaian numerik dilakukan secara acak dari skala 1/9,1/8,….1,2….9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda, sebagai mana pada Tabel 2.6:
Tabel 2.6 Nilai Random Indeks (Saaty, 1980) Ukuran
Matriks
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nilai RI
0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai rasio konsistensi ( CR ).
ðe = (2.16)
Dalam perhitungan model AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika Nilai Rasio Konsistensi ≤ 0,1. Apabila nilai Nilai Rasio Konsistensi ≥ 0,1 maka penilaian perbandingan harus dilakukan kembali.
Berdasarkan uraian mengenai sistem pengambilan keputusan, metode AHP merupakan metode yang sesuai untuk analisa dalam penelitian ini.
2.2.8 Sistem Pendukung Keputusan
Dalam manajemen rehabilitasi bangunan, pengambilan keputusan adalah salah satu faktor yang sangat penting. Pengambilan keputusan ini diperlukan dalam setiap tahapan, baik pada tahap perencanaan, perancangan, pelaksanaan maupun pada tahap pengontrolan. Dengan semakin kompleknya masalah yang ada biasanya pengambilan keputusan menjadi semakin rumit, apalagi jika data atau informasi yang akan dioleh sangat banyak dan membutuhkan perhitungan yang rumit. Untuk mempermudah pengolahan data biasanya menggunakan bantuan seperangkat sistem yang mampu memecahkan masalah secara efisien dan efektif. Proses pengolahan data dibantu dengan komputer, sedangkan proses penilaian tetap kita yang melakukan. Sistem ini biasa disebut dengan sistem pendukung keputusan (decision
(49)
commit to user
31 support system). Pada dasarnya sistem ini memanfaatkan keunggulan komputer dalam pengolahan data yang rumit dan keunggulan manusia dalam menilai.
Menurut Suryadi dan Ramdhani (2000), Pengambilan keputusan adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif yang mungkin dipilih yang prosesnya melalui mekanisme tertentu dengan harapan akan mendapatkan keputusan terbaik. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem adalah seperangkat elemen yang saling berinteraksi, membentuk kegiatan atau prosedur yang mencari pencapaian suatu tujuan dengan mengoperasikan data untuk menghasilkan informasi.
Menurut Turban dan Aronson, Sistem Pendukung keputusan adalah suatu sistem interaktif berbasis komputer yang dapat membantu pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak teratur (Turban dalam Marimin, 2004). Berdasarkan definisi diatas sistem pendukung keputusan mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Sistem pendukung keputusan menggabungkan data dan model menjadi satu bagian.
2. Sistem pendukung keputusan dirancang untuk membantu para pengambil keputusan dalam proses pengambilan keputusan dari masalah yang tidak terstruktur.
3. Sistem pendukung keputusan cenderung dipandang sebagai penunjang penilaian pengambil keputusan dan sama sekali bukan untuk menggantukannya.
4. Teknik sistem pendukung keputusan dikembangkan untuk meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan.
Sesuai dengan fungsinya sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan, maka dalam sistem pendukung keputusan biasanya terdiri dari tiga sub sistem, yaitu sub sistem dialog, sub sistem data base dan sub sistem pemodelan.
2.2.8.1 Subsistem Manajemen Dialog
Sebagaimana telah dikemukakan bahwasanya dalam sistem pendukung keputusan, peran manusia dalam penilaian tidak bisa digantikan. Oleh karenanya dalam sistem ini biasanya tersedia sarana untuk melakukan komunikasi interaktif dengan komputer yang biasa disebut dengan sub sistem dialog. Komponen dialog
(50)
commit to user
32 dalam sistem pendukung keputusan adalah berupa perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang memberi sarana interface (antarmuka) antara pemakai dengan sistem. Menurut Suryadi dan Ramdhani (2000), fungsi dan fleksibilitas suatu sistem pendukung keputusan tergantung pada kemudahan interaksi antara sistem dan pemakainya (pengambil keputusan). Pada umumnya dialog antara sistem dengan pengguna terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1. Pilihan, sistem mengajukan beberapa alternatif pilihan kepada pengambil keputusan.
2. Persetujuan, pernyataan yang diajukan oleh sistem guna mendapatkan persetujuan pemakai. Bentuk ini diaplikasikan pada penentuan pilihan diantara dua alternatif dan umumnya pada operasi-operasi tambahan, seperti penulisan laporan ke printer atau yang lainnya.
3. Isian, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh pemakai dengan mengisi bagian kosong dengan jawaban yang dianggap tepat. Jenis pertanyaan biasanya berkaitan dengan masukan-masukan untuk pemodelan. 2.2.8.2 Subsistem Manajemen Database
Sub sistem database ini berfungsi sebagai pengelola data yang mempunyai fungsi meliputi pemasukan data, penambahan data, perubahan data, penghapusan data, penjabaran data, pengurutan data, dan duflikasi data. Pengorganisasian data yang baik sangat menunjang analisis dan presentasi data yang dibutuhkan sistem penunjang keputusan. Database yang akan digunakan meliputi data tentang :
a. Data jenis kerusakan yang terjadi pada komponen sekolah, termasuk besarnya nilai pengurang berdasarkan jenis dan volume kerusakan.
b. Data umum sekolah, mencakup data jumlah siswa, jumlah rombongan belajar, data jumlah ruang kelas yang ada, dan lain-lain.
c. Data status tanah sekolah d. Data status bangunan sekolah
(1)
commit to user
118 a. Pada menu utama pilih tombol “perhitungan bobot kriteria”, maka akan
muncul layar Gambar 4.17
Gambar 4.17 Pengisian untuk perhitungan bobot kriteria dan sub kriteria b. Kemudian dilakukan pengisian nilai perbandingan kepentingan antar
kriteria dan sub kriteria berdasarkan hasil penilaian stake holder.
c. Setelah dilakukan pengisian, kita bisa melihat hasil konfigurasi matrik kepentingan dengan mengklik tombol “Lihat matrik”
d. Program dengan sendirinya akan melakukan perhitungan nilai bobot masing-masing kriteria dan sub kriteria.
e. Program juga akan memberikan informasi hasil uji konsistensi penilaian dari stake holder.
(2)
commit to user
119 Gambar 4.18 Hasil perhitungan bobot kriteria dan sub kriteria
g. Hasil penilaian rata-rata dari semua stake holder dapat dilihat dengan memilih tombol “ Lihat hasil rekap bobot kriteria “ pada menu utama.
4. Perhitungan skala prioritas penanganan rehabilitasi/pemeliharaan bangunan sekolah.
Untuk memulai pehitungan, pada menu utama pilih tombol “ Perhitungan nilai kondisi sekolah input”, adapun langkah pengisian adalah sebagai berikut : 1. Isi nilai tingkat kerusakan bangunan sekolah berdasarkan hasil
perhitungan terdahulu.
2. Isi data status tanah dengan memilih salah satu pilihan 3. Isi data status bangunan dengan memilih salah satu pilihan 4. Isi data lokasi sekolah dengan memilih salah satu pilihan 5. Isi data rasio rombel dengan memilih salah satu pilihan 6. Isi data luas wilayah dengan salah satu pilihan
(3)
commit to user
120 Untuk melihat hasil perhitungan dapat dilihat pada tampilan Gambar 4.19 :
Gambar 4.19 Perhitungan nilai sekolah berdasarkan masing-masing kriteria.
Untuk melihat rekap hasil perhitungan, pada menu utama dipilih tombol “ Lihat rekapitulasi nilai bangunan”, maka akan tampil sebagai Gambar 4.20
Gambar 4.20 Rekapitulasi hasil perhitungan masing-masing sekolah berdasarkan semua kriteria.
(4)
commit to user
121 5. Perhitungan biaya pemeliharaan bangunan sekolah.
Untuk memulai pehitungan, pada menu utama pilih tombol “ Perhitungan biaya” , maka pada layar tampil sebagai berikut :
Adapun langkah perhitungan sebagai berikut : 1. Isi nama sekolah
2. Isi luas bangunan dan luas selasar 3. Isi tingkat kerusakan bangunan
4. Isi koefisien tingkat bangunan, untuk bangunan tidak bertingkat diisi 1,00 , untuk bangunan bertingkat dua diisi 1,09.
5. Isi harga satuan bangunan per m2, dibedakan antara bangunan bertingkat dan tidak bertingkat, berdasarkan hasil perhitungan. Untuk selasar nilai bangunan setengah dari bangunan utama.
Gambar 4.21 Perhitungan biaya rehabilitasi bangunan sekolah
6. Untuk melihat rekapitulasi perhitungan, pada menu utama pilih tombol “ Lihat rekapitulasi perhitungan biaya.
(5)
commit to user
122
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan :
1. Model penilaian kondisi bangunan sekolah telah dibuat, perhitungan kondisi bangunan mengikuti hirarki bangunan. Indeks kondisi didapat dengan mengalikan nilai kondisi dengan bobot komponen. Dengan menggunakan bantuan program, perhitungan indeks kondisi bangunan sekolah, menjadi lebih cepat, dan akurat. Database hasil perhitungan dapat disimpan dengan baik dan pemutakhiran data lebih mudah dilakukan.
2. Kondisi bangunan sekolah negeri di Kecamatan Tigaraksa secara umum dalam kondisi cukup baik. Dari 41 bangunan sekolah yang disurvei dan dihitung tingkat kerusakannya, didapat 2 bangunan dalam kondisi rusak berat, 17 rusak sedang dan 22 rusak ringan.
3. Sistem pendukung keputusan pemeliharaan bangunan sekolah negeri di Kabupaten Tangerang telah dibuat. Metode perhitungan yang digunakan yaitu metode AHP. Dalam sistem ini penentuan skala prioritas pemeliharaan bangunan sekolah dengan memperhitungkan 6 buah kriteria. Penilaian tingkat kepentingan antar kriteria melibatkan 30 orang responden. Dari hasil perhitungandidapat bobot dari keenam kriteria tersebut yaitu tingkat kerusakan bangunan 0,332; status tanah sekolah 0,265; status bangunan sekolah 0,103; lokasi sekolah 0,065; rasio rombongan belajar dengan jumlah siswa 0,186 dan luas wilayah layanan sekolah 0,049.
4. Dari hasil analisis urutan sekolah yang mendapat prioritas penanganan pemeliharaan yaitu SDN Kadongdong, SMPN Tigaraksa II, SDN Kalapa Dua II, SDN Gudang, SDN Nagrak, SDN Jalupang, SDN Kadu, SDN Tapos Wetan, SDN Cigaling, SDN Kaduagung II, SDN Babakan, SDN Cileles, SDN
(6)
commit to user
123 Kaduagung I, SDN Bantar panjang, SDN Seglog, SDN Peusar, SDN Matagara, SDN Cogrek II, SDN Bugel, SDN Tigaraksa IV, SDN Cisereh II, SDN Tigaraksa III, SDN Pete, SDN Cogrek I, SDN Tapos, SDN Tigaraksa II, SDN Tigaraksa I, SDN Kadeper, SDN Guradog, SDN Cisereh I, SDN Kalapa Dua I, SMPN Tigaraksa I, SDN Pinang, SDN Pasirbolang, SMPN Tigaraksa III, SDN Sodong I, SDN Bidara, SDN Sodong II, SMAN Tigaraksa I, SDN Pasirnangka dan SMAN Tigaraksa I. Berdasarkan anggaran yang tersedia dibuat 3 buah skenario penanganan. Pada skenario pertama urutan prioritas berdasarkan hasil perhitungan program terdapat 15 sekolah yang dapat ditangani, pada skenario kedua berdasarkan aspek efisiensi biaya sekolah yang bisa ditangani 19 buah, pada skenario ketiga berdasarkan aspek sumber anggaran sekolah yang bisa ditangani 15 buah.
5.2 Saran
Agar sistem pendukung keputusan penentuan skala prioritas penanganan pemeliharaan bangunan sekolah bisa lebih sempurna lagi, maka disarankan :
1. Perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih mendalam tentang besaran nilai pengurang dan faktor koreksi untuk berbagai jenis dan tingkat kerusakan pada masing-masing sub elemen bangunan gedung.
2. Perlu dikembangkan sistem yang dalam penentuan kriterianya bersifat dinamis. Kriteria bisa dirubah sesuai dengan tuntutan keadaan.
3. Perlu dikembangkan sistem pendukung keputusan penentuan skenario pemeliharaan berdasarkan skala prioritas dan jumlah anggaran yang tersedia. 4. Perlu dilakukan pembobotan ulang apabila sistem akan diterapkan pada lokasi