Tinjauan Tentang Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak

commit to user menang yang dipesan dengan harga yang tinggi, sehingga seolah-olah uang tersebut adalah hasil dari menangnya undian tersebut. 6 Penyamaran Dokumen. Dalam metode ini uang tersebut tidak kemana-mana, tetapi tetap didalam negeri. Namun demikian, keberadaan uang tersebut didukung oleh berbagai dokumen bisnis yang dipalsukan atau direkayasa sehingga ada kesan uang tersebut berasal dari bisnis yang berhubungan dengan dokumen yang bersangkutan. Rekayasa tersebut misalnya dengan melakukan double invoice dalam hal ekspor-impor,sehingga uang tersebut seolah-olah merupakan hasil dari bisnis ekspor-impor tersebut. 7 Pinjaman Luar Negeri. Uang hasil kejahatan dalam hal ini dibawa ke luar negeri. Kemudian, uang tersebut dimasukkan kembali ke negara asalnya dalam bentuk pinjaman luar negeri. Jadi seolah-olah uang tersebut diperoleh karena pinjaman bantuan kredit dari luar negeri. 8 Rekayasa Pinjaman Luar Negeri. Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut tidak dibawa kemana-mana, tetapi tetap di negeri asal kejahatan. Namun demikian, dibuat suatu rekayasa dokumen seakan-akan ada bantuan pinjaman dari luar negeri, padahal sama sekali tidak ada pihak yang memberikan pinjaman tersebut Adrian Sutedi, 2006: 85-87. Diluar modus operandi tersebut masih banyak modus lain dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit dan kompleks, dan akan terus berkembang serta semakin canggih, apalagi ditunjang dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan cabang-cabang baru dari modus dasar pencucian uang. Untuk menunjang modus operandi tersebut diperlukan instrumen pendukung yang beragam yang sering disesuaikan dengan bidang yang dikuasai oleh pelaku kejahatan atau bidang yang dianggap potensial untuk pencucian uang yang sistem pengaturan dan pengawasannya tidak ketat sehingga dinilai aman bagi pelaku.

2. Tinjauan Tentang Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang Diundangkannya Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang No. 15 Tahun 2002 merupakan suatu langkah besar dalam upaya membangun rezim pemberantasan tindak pidana pencucian uang money commit to user laundering di Indonesia, karena dalam Undang-undang tersebut mengatur hal-hal penting seperti : a. Kegiatan money laundering dinyatakan sebagai tindak pidana diatur dalam pasal 12; b. Pelaporan, penyidikan, penuntutan dan peradilan atas tindak pidana money laundering dikecualikan dari ketentuan rahasia bank diatur dalam pasal 14; c. Pendirian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK yang dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan lembaga independen dalam menjalankan tugas dan kewenangannya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 1 angka 8; d. Landasan hukum yang lebih jelas bagi pembekuan dan penyitaan aset yang merupakan hasil tindak pidana proceeds of crime diatur dalam pasal 32 dan 34. UU No.15 Tahun 2002 telah diperbaiki dengan UU No.25 Tahun 2003 tentang perubahan UU No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan materi pengaturan tambahan antara lain sebagai berikut : a. Pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas cakupannya, tidak hanya meliputi setiap orang yang menyediakan jasa keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan diatur dalam pasal 1 angka 5. b. Pengertian Transaksi Keuangan Mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana diatur dalam pasal 1 angka 7. c. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp.500.000.000,00 lima ratus juta rupiah atau lebih atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana, dihapuskan karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku commit to user umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh diatur dalam pasal 2. d. Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan penyampaiannya oleh Penyedia Jasa Keuangan kepada PPATK atau penyidik anti-tipping off. Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 10 A. e. Jangka waktu kewajiban penyampaian pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 empat belas hari kerja menjadi tidak lebih 3 tiga hari kerja setelah Penyedia Jasa Keuangan mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak diatur dalam pasal 13 ayat 2. Dilihat dari sistematika, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang TPPU, maka ruang lingkup yang akan diberantas terdiri dari 2 dua kelompok tindak pidana yaitu: Pertama : Kelompok Tindak Pidana dalam Bab II yang berjudul “Tindak Pidana Pencuciang Uang”, yaitu delik-delik yang langsung berhubungan dengan perbuatan tindak pidana pencucian uang diatur dalam Pasal 2, 3, 6, UU No. 25 tahun 2003; Kedua : Kelompok Tindak Pidana dalam Bab III yang berjudul “Tindak Pidana Lain yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang”, yaitu delik-delik yang berhubungan dengan proses pelaporan, penyidikan, penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang diatur dalam Pasal 9, 10 A, 13, 33 UU No. 25 tahun 2003. commit to user

3. Tinjauan Umum tentang Bank