Sistematika Penulisan Hukum Kerangka Pemikiran

commit to user

F. Sistematika Penulisan Hukum

Dalam sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap- tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menerangkan kerangka teori yang meliputi tinjauan tentang tindak pidana pencucian uang, tinjauan tentang Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, tinjauan tentang bank dan tinjauan tentang Bank Tabungan Negara BTN. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis memaparkan hasil penelitian, selanjutnya menjawab perrmasalahan mengenai peran BTN cabang Surakarta dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank dan Kendala-kendala apa saja yang dihadapi BTN cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank. BAB IV PENUTUP Bab ini berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN commit to user 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang

a. Pengertian Tindak Pidana Para ahli hukum mempunyai pandangan sendiri dalam memberikan pengertian mengenai tindak pidana. Beberapa ahli hukum yang memberikan definisi diantaranya yaitu: 1 Moeljatno mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan pidana sebagai perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 2 Menurur Pompe strafbaar feit sebenarnya tidak lain dari suatu tindakan yang menurut rumusan undang-undang dinyatakan sebgai tindakan yang dapat dihukum. 3 Vos memberikan definisi strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan. 4 R. Tresna memberi definisi peristiwa pidana sebagai suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang- undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman Adami Chazawi, 2002: 72. b. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang Pencucian uang didefinisikan menurut Pasal 1 ayat 1 UU No. 25 Tahun 2003 tentang TPPU bahwa: Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau commit to user menyamarkan asal-usul harta kekayaan, sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Pengertian pencucian uang menurut beberapa ahli hukum yaitu: 1 M. Giovanoli Pencucian Uang merupakan suatu proses dan dengan cara seperti itu, maka aset yang diperoleh dari tindak pidana kejahatan, pen. dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga aset tersebut seolah bersal dari sumber yang sah legal. 2 Mr. J. Koers Pencucian Uang merupakan suatu cara untuk mengedarkan hasil kejahatan ke dalam suatu peredaran uang yang sah dan menutupi asal-usul uang tersebut M. Arief Amrullah, 2004; 10. Sedangkan Fraser, Pencucian Uang secara sederhana adalah suatu proses dimana “uang kotor” yang diperoleh melalui kejahatan dicuci melalui sumber-sumber atau perusahaan-perusahaan yang “bersih” dan sah agar si penjahat dapat lebih menikmati hasil kejahatannya Adrian Sutedi, 2006: 76. One of the biggest obstacles to maintaining an effective operating international financial system is money laundering. A global phenomenon and international challenge, money laundering is a financial crime that often involves a complex series of transactions and numerous financial institutions across many foreign jurisdictions Salah satu kendala terbesar untuk mempertahankan sebuah sistem operasi keuangan internasional yang efektif adalah pencucian uang. Sebuah fenomena global dan tantangan internasional, pencucian uang adalah kejahatan keuangan yang sering melibatkan serangkaian transaksi yang kompleks dan banyak lembaga keuangan di seluruh wilayah hukum asing Bonnie Buchanan, 2004, Vol 18, Issues 1: 115. Dari beberapa definisi dan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa pencucian uang adalah suatu proses kegiatan dimana uang yang berasal dari tindak kejahatan, yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi kejahatan, commit to user dengan maksud menyembunyikan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang, dengan cara memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan, sehingga uang haram tersebut apabila dikeluarkan dari sistem keuangan akhirnya telah berubah menjadi uang yang sah. c. Sejarah Pencucian Uang Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau Laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju, dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti ini dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras illegal, hasil perjudian dan hasil pelacuran. Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang, dengan berkembangnya bisnis haram seperti perdagangan narkotik dan obat bius yang mencapai miliaran rupiah. Sehingga kemudian muncul istilah narco dollar, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotika Adrian Sutedi, 2006: 73. Perkembangan selanjutnya metode pencucian uang ini dilakukan dengan menggunakan institusi perbankan atau pihak perantara finansial lainnya. Hingga pada saat ini institusi perbankan menjadi tempat yang paling jitu bagi para pelaku kejahatan pencucian uang untuk mencuci uangnya. d. Tahap-tahap dan Proses Pencucian Uang Proses terjadinya pencucian uang dapat dijelaskan bahwa terdapat berbagai macam modus operandi pencucian uang, namun pada dasarnya proses pencucian uang dapat dikelompokkan kedalam tiga tahap kegiatan yaitu: 1 Placement Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositokan uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan financial sistem. Karena uang itu sudah masuk sistem ke dalam sistem keuangan perbankan, maka berarti uang itu telah juga masuk ke dalam commit to user sistem keuangan negara yang bersangkutan. Oleh karena uang yang telah ditempatkan di suatu bank itu selanjutnya dapat dipindahkan ke bank lain, baik di negara yang bersangkutan tetapi juga telah masuk sistem keuangan global atau intenasional. 2 Layering Pekerjaan dari pihak pencuci uang laundereer belum berakhir dengan ditempatkannya uang tersebut ke dalam sistem keuangan dengan melakukan placement sepeti diterangkan diatas. Jumlah uang haram yang besar, yang ditempatkan di suatu bank, tetapi tidak dapat dijelaskan asal- usulnya itu. Hal ini akan sangat menarik perhatian otoritas moneter Negara yang bersangkutan, yang pada gilirannya akan perhatian para penegak hukum. Oleh karena itu setelah dilakukan placement, maka uang tersebut perlu dipindahkan lagi dari suatu bank ke bank yang lain dan dari negara satu ke negara yang lain sampai beberapa kali yang pelaksanaanya dilakukan dengan cara memecah jumlahnya, sehingga dengan pemecahan dan pemindahan beberapa kali asal-usul uang tersebut tidak dapat lagi dilacak oleh otoritas moneter aatu para penegak hukum. 3 Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah atau uang halal clean money, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipercayakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana Adrian Sutedi, 2006: 81-82. Menurut Anwar Nasution, ada empat faktor yang dilakukan dalam proses pencucian uang yaitu: 1 Merahasiakan siapa pemilik yang sebenarnya maupun sumber uang hasil kejahatan itu. 2 Mengubah bentuknya sehingga mudah dibawa kemana-mana. 3 Merahasiakan proses pencucian uang itu sehingga menyulitkan pelacakannya oleh petugas hukum. 4 Mudah diawasi oleh pemilik kekayaan yang sebenarnya Adrian Sutedi, 2006: 82. Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal-usul uang. Sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara aman. Kegiatan tersebut dapat terjadi secara terpisah, namun umumnya dilakukan secara tumpang tindih. commit to user e. Modus operandi Tindak Pidana Pencucian Uang Adapun modus operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin komplek dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit seperti halnya modus operandi pencucian uang melalui jasa transfer dana elektronik pada bank. Hal itu terjadi baik pada tahap placement, layering, maupun integration, sehingga penggunaannyapun menjadi secara sistematis dan berkesinambungan. Pemilihan modus operandi pencucian uang tergantung dari kebutuhan pelaku tindak pidana. Ada beberapa modus operandi yang sering digunakan dalam melakukan kejahatan pencucian uang, yaitu: 1 Kerja sama Penanaman Modal Dalam modus operandi seperti ini, maka uang hasil kejahatan tersebut dibawa keluar negeri. Kemudian, uang tersebut dimasukkan kembali kedalam negeri lewat proyek-proyek penanaman modal asing joint venture. Selanjutnya, keuntungan dari perusahaan joint venture tersebut diinvestasikan lagi kedalam proyek-proyek yang lain, sehingga keuntungan dari proyek tersebut sudah merupakan uang yang bersih bahkan sudah terkena potongan pajak. 2 Agunan Kredit Bank Swiss Dalam hal ini uang hasil kejahatan diselundupkan lebih dahulu ke luar negeri, dimana diluar negeri tersebut ditransfer ke bank Swiss dalam bentuk deposito. Kemudian, deposito tersebut dijadikan jaminan hutang atas pinjaman di bank lain di negara lain misalnya salah satu bank di Eropa. Uang dari pinjaman tersebut kemudian ditanamkan kembali ke negara asal dimana kejahatan yang menghasilkan uang tersebut dilakukan dan uang yang demikian sudah menjadi uang yang bersih. 3 Transfer ke Luar Negeri. Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut ditransfer ke luar negeri lewat cabang bank luar negeri di negara asal kejahatan. Selanjutnya, dari luar negeri uang tersebut dibawa kembali kedalam negeri oleh orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri. 4 Usaha Tersamar di Dalam Negeri. Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan uang hasil kejahatan tersebut. Perusahaan tersebut kemudian berbisnis dan tidak menjadi soal apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Akan tetapi, seolah-olah yang terjadi adalah perusahaan yang bersangkutan telah menghasilkan uang bersih. 5 Tersamar dalam Perjudian. Dalam hal ini dengan uang hasil kejahatan tersebut didirikanlah suatu usaha perjudian, sehingga seolah-olah uang tersebut sebagai hasil dari usaha judi tersebut. Atau dibeli nomor undian berhadiah dengan nomor commit to user menang yang dipesan dengan harga yang tinggi, sehingga seolah-olah uang tersebut adalah hasil dari menangnya undian tersebut. 6 Penyamaran Dokumen. Dalam metode ini uang tersebut tidak kemana-mana, tetapi tetap didalam negeri. Namun demikian, keberadaan uang tersebut didukung oleh berbagai dokumen bisnis yang dipalsukan atau direkayasa sehingga ada kesan uang tersebut berasal dari bisnis yang berhubungan dengan dokumen yang bersangkutan. Rekayasa tersebut misalnya dengan melakukan double invoice dalam hal ekspor-impor,sehingga uang tersebut seolah-olah merupakan hasil dari bisnis ekspor-impor tersebut. 7 Pinjaman Luar Negeri. Uang hasil kejahatan dalam hal ini dibawa ke luar negeri. Kemudian, uang tersebut dimasukkan kembali ke negara asalnya dalam bentuk pinjaman luar negeri. Jadi seolah-olah uang tersebut diperoleh karena pinjaman bantuan kredit dari luar negeri. 8 Rekayasa Pinjaman Luar Negeri. Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut tidak dibawa kemana-mana, tetapi tetap di negeri asal kejahatan. Namun demikian, dibuat suatu rekayasa dokumen seakan-akan ada bantuan pinjaman dari luar negeri, padahal sama sekali tidak ada pihak yang memberikan pinjaman tersebut Adrian Sutedi, 2006: 85-87. Diluar modus operandi tersebut masih banyak modus lain dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit dan kompleks, dan akan terus berkembang serta semakin canggih, apalagi ditunjang dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan cabang-cabang baru dari modus dasar pencucian uang. Untuk menunjang modus operandi tersebut diperlukan instrumen pendukung yang beragam yang sering disesuaikan dengan bidang yang dikuasai oleh pelaku kejahatan atau bidang yang dianggap potensial untuk pencucian uang yang sistem pengaturan dan pengawasannya tidak ketat sehingga dinilai aman bagi pelaku.

2. Tinjauan Tentang Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang Diundangkannya Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang No. 15 Tahun 2002 merupakan suatu langkah besar dalam upaya membangun rezim pemberantasan tindak pidana pencucian uang money commit to user laundering di Indonesia, karena dalam Undang-undang tersebut mengatur hal-hal penting seperti : a. Kegiatan money laundering dinyatakan sebagai tindak pidana diatur dalam pasal 12; b. Pelaporan, penyidikan, penuntutan dan peradilan atas tindak pidana money laundering dikecualikan dari ketentuan rahasia bank diatur dalam pasal 14; c. Pendirian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK yang dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan lembaga independen dalam menjalankan tugas dan kewenangannya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 1 angka 8; d. Landasan hukum yang lebih jelas bagi pembekuan dan penyitaan aset yang merupakan hasil tindak pidana proceeds of crime diatur dalam pasal 32 dan 34. UU No.15 Tahun 2002 telah diperbaiki dengan UU No.25 Tahun 2003 tentang perubahan UU No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan materi pengaturan tambahan antara lain sebagai berikut : a. Pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas cakupannya, tidak hanya meliputi setiap orang yang menyediakan jasa keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan diatur dalam pasal 1 angka 5. b. Pengertian Transaksi Keuangan Mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana diatur dalam pasal 1 angka 7. c. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp.500.000.000,00 lima ratus juta rupiah atau lebih atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana, dihapuskan karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku commit to user umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh diatur dalam pasal 2. d. Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan penyampaiannya oleh Penyedia Jasa Keuangan kepada PPATK atau penyidik anti-tipping off. Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 10 A. e. Jangka waktu kewajiban penyampaian pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 empat belas hari kerja menjadi tidak lebih 3 tiga hari kerja setelah Penyedia Jasa Keuangan mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak diatur dalam pasal 13 ayat 2. Dilihat dari sistematika, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang TPPU, maka ruang lingkup yang akan diberantas terdiri dari 2 dua kelompok tindak pidana yaitu: Pertama : Kelompok Tindak Pidana dalam Bab II yang berjudul “Tindak Pidana Pencuciang Uang”, yaitu delik-delik yang langsung berhubungan dengan perbuatan tindak pidana pencucian uang diatur dalam Pasal 2, 3, 6, UU No. 25 tahun 2003; Kedua : Kelompok Tindak Pidana dalam Bab III yang berjudul “Tindak Pidana Lain yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang”, yaitu delik-delik yang berhubungan dengan proses pelaporan, penyidikan, penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang diatur dalam Pasal 9, 10 A, 13, 33 UU No. 25 tahun 2003. commit to user

3. Tinjauan Umum tentang Bank

a. Pengertian Bank Menurut Abdurrachman, secara terminology, istilah “bank” berasal dari bahasa Italia “banca” yang bearti “bence” yaitu suatu bangku atau tempat duduk. Sebab pada zaman pertengahan, pihak bankir Italia yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku halaman pasar Munir Fuady, 2001: 13. Pengertian bank dalam kamus perbankan diartikan sebagai badan usaha dibidang keuangan, yang menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat, terutama dengan memberikan kredit dan jasa dalam lalu-lintas pembayaran dan peredaran uang. Menurut Hermansyah, Bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpunkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran Hermansyah, 2005 : 8. Di Indonesia, pengertian bank diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 1 angka 2 yang menyebutkan: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Pada hakekatnya pengertian bank dari berbagai pendapat para ahli hampir sama. Pada dasarnya bank merupakan tempat penitipan atau penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara di dalam lalu-lintas pembayaran. b. Macam-macam Bank 1 Dilihat dari segi fungsinya a Bank Sentral Central Bank b Bank Umum Commercial Bank commit to user c Bank Tabungan Saving Bank d Bank Pembangunan Development Bank e Bank Desa Rural Bank 2 Dilihat dari segi kepemilikannya, bank terbagi dalam: a Bank Milik Pemerintah Dalam akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki pula oleh pemerintah. Contohnya adalah Bank Negara Indonesia 46 BNI, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia BRI. b Bank Milik Swasta Nasional Seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya didirikan oleh swasta pula. Contohnya ialah Bank Central Asia BCA, Bank Danamon, Bank Lippo, Bank Niaga, Bank Bali dan sebagainya. c Bank Milik Koperasi Kepemilikan saham-saham bank untuk kategori ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh Bank Umum Kopersi Indonesia. d Bank Milik Asing Merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Dengan demikian, jelas kepemilikan sahamnya dimiliki pihak asing. Contohnya antara lain: ABN AMRO Bank, Deutsche Bank, American Express Bank, Bank of America dan sebagainya. e Bank Milik Campuran Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan swasta nasional. Kepemilikan sahamnya tergantung dari posisi tawar dari para pihak yang mendirikan bank tersebut, bias pihak asing atau pihak swasta nasional. Contonya adalah Sumitomo Niaga Bank, Bank Merincorp, Sanwa Indonesia Bank, Mitsubishi Buana Bank Johannes Ibrahim, 2004: 39-40. Bank menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 5: a Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensonal dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lau-lintas pembayaran; b Bank Perkreditan Rakyat yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang commit to user dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. 3 Bank dilihat dari segi atau cara menentukan harga baik harga jual maupun harga beli: a Bank berdasarkan prinsip konvensional, yaitu bank yang dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan metode yaitu menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya kredit juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. b Bank berdasarkan prinsip syariah, yaitu bank yang menerapkan aturan syariah atau perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Bank berdasarkan prinsip ini dikenal dengan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, prinsip penyertaan modal, jual beli barang dengan memperoleh keuntungan dan lain sebagainya Johannes Ibrahim, 2004: 41-42. 4 Bank dilihat dari kedudukan atau status: a Bank devisa b Bank non devisa c. Fungsi dan tujuan Bank Mengenai fungsi perbankan Indonesia, secara umum diatur dalam Pasal 3 UU No. 7 Tahun 1992, yaitu: sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Adapun fungsi perbankan Indonesia secara luas adalah: 1 Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat atau penerima kredit. 2 Bank sebagai penyalur dana kepada masyarakat atau sebagai lembaga pemberi kredit. 3 Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran. Tujuan Perbankan di Indonesia diatur dalam Pasal 4 UU No. 7 Tahun 1992. Perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang commit to user pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

4. Tinjauan Umum Bank Tabungan Negara BTN

a. Sejarah Singkat Mengenai BTN Dengan maksud mendidik masyarakat agar gemar menabung, pemerintah Hindia Belanda melalui Koninklijk Besluit No.27 tanggal 16 Oktober 1897 mendirikan POSTSPAARBANK yang kemudian terus hidup dan berkembang serta tercatat hingga tahun 1939 telah memilki 4 empat cabang yaitu Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar. Pada tahun 1940 kegiatannya terganggu, sebagai akibat penyerbuan Jerman atas Netherland yang mengakibatkan penarikan tabungan besar-besaran dalam waktu yang relative singkat rush. Namun demikian keadaan keuangan POSTSPAARBANK pulih kembali pada tahun 1941. Tahun 1942 Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Pemerintah Jepang. Jepang membekukan kegiatan POSTSPAARBANK dan mendirikan TYOKIN KYOKU sebuah bank yang bertujuan untuk menarik dana masyarakat melalui tabungan. Usaha Pemerintah Jepang ini tidak sukses karena dilakukan dengan paksaan. TYOKIN KYOKU hanya mendirikan satu cabang yaitu cabang Yogyakarta. Proklamasi kemerdekaan R.I 17 Agustus 1945 telah memberikan inspirasi kepada Bp. Darmosoetanto untuk memprakarsai pengambilalihan TYOKIN KYOKU dari Pemerintah Jepang ke Pemerintahan R.I dan terjadilah penggantian nama menjadi KANTOR TABUNGAN POS. Bp. Darmosoesanto ditetapkan oleh Pemerintah R.I menjadi Direktur yang pertama. Tugas pertama KANTOR TABUNGAN POS adalah melakukan penukaran uang Jepang dengan Oeang Republik Indonesia ORI. Tetapi kegiatan KANTOR TABUNGAN POS adalah tidak berumur panjang, karena agresi Belanda Desember 1946 mengakibatkan didudukinya commit to user semua kantor, termasuk kantor cabang dari KANTOR TABUNGAN POS hingga tahun 1949. Saat KANTOR TABUNGAN POS dibuka kembali 1949, nama KANTOR TABUNGAN POS diganti menjadi BANK TABUNGAN RI. Sejak kelahirannya dan sampai berubah nama BANK TABUNGAN POS RI, lembaga ini bernaung di bawah Kementrian Perhubungan. Banyak kejadian bernilai sejarah sejak tahun 1950 tetapi yang substansif bagi sejarah BTN adalah dikeluarkannya UU Darurat No.9 tahun 1950 tanggal 9 Februari 1950 yang mengubah nama POSTSPAARBANK IN INDONESIA berdasarkan staatblant No. 295 tahun 1941 menjadi BANK TABUNGAN POS dan memindahkan induk kementrian dari Kementrian Perhubungan ke Kementrian Keuangan di bawah Menteri Urusan Bank Sentral. Walaupun dengan UU Darurat tersebut masih bernama BANK TABUNGAN POS, tetapi tanggal 09 Februari 1950 ditetapkan sebagai hari dan tanggal lahir BANK TABUNGAN NEGARA. Nama BANK TABUNGAN NEGARA didasarkan pada PERPU No. 4 tahun 1963 tanggal 22 Juni 1963 yang kemudian dikuatkan dengan UU No. 2 tahun 1964 tanggal 25 Mei 1964. Penegasan status BANK TABUNGAN NEGARA sebagai bank milik Negara ditetapkan dengan UU No. 20 tahun 1968 tanggal 19 Desember 1968 yang sebelumnya BANK TABUNGAN NEGARA menjadi BNI unit V. Jika tugas utama saat pendirian POSTSPAARBANK 1897 sampai dengan BANK TABUNGAN NEGARA 1968 adalah bergerak dalam lingkup penghimpunan dana masyarakat melalui tabungan, maka sejak tahun 1974 BANK TABUNGAN NEGARA ditambah tugasnya yaitu memberikan pelayanan KPR dan untuk pertama kalinya penyaluran KPR terjadi pada tanggal 10 Desember 1976. karena itulah tanggal 10 Desember diperingati sebgai hari KPR bagi BTN. Bentuk hukum BTN mengalami perubahan lagi pada tahun 1992, yaitu dengan dikeluarkannya PP No. 24 tahun 1992 tanggal 29 April 1992 yang merupakan pelaksanaan dari UU No. 7 tahun 1992 bentuk hukum commit to user BTN berubah menjadi Perusahaan Perseroan. Sejak itu nama BTN menjadi PT. BANK TABUNGAN NEGARA PERSERO dengan call name Bank BTN. Berdasarkan kajian konsultan independent. Price Waterhouse Coopers, Pemerintah melalui Menteri BUMN dalam surat nomor S- 544M-MBU2002 tanggal 21 Agustus 2002 memutuskan Bank BTN sebagai Bank Umum dengan fokus bisnis pembiayaan perumahan tanpa subsidi http:www.btn.co.idTentang-KamiSejarah-Bank-BTN.aspx Surakarta, 11 Desember 2010 b. Visi Misi Bank BTN Visi dari bank BTN adalah menjadi Bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan dan mengutamakan kepuasan nasabah. Sedangkan Misi dari Bank BTN adalah : 1 Memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan perumahan dan industri yang terkait, serta menyediakan produk dan jasa perbankan lainnya. 2 Menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan professional dan memiliki integritas yang tinggi. 3 Meningkatkan keunggulan kompetitif melalui inovasi berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan nasabah. 4 Melaksanakan manajemen perbankan yang sehat sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan Good Corporate Government untuk meningkatkan Shareholder Value. 5 Memperdulikan kepentingan masyarakat dan lingkungan. c. Struktur Organisasi BTN Dalam struktur organisasi Bank BTN terdapat pemisahan fungsi front office dan back office. Perbedaannya ialah: commit to user 1 Setiap unit kerja akan mempunyai tanggung jawab, wewenang dan alur laporan yang jelas. 2 Fungsi-fungsi umum hanya dikerjakan oleh satu unit. Bank BTN Kantor Cabang Solo mempunyai sruktur organisasi inti yaitu Branch Manager Manajer Cabang yang membawahi para kepala seksi yaitu Retail Service Head, Operation Head, serta Collection Work Out Head. Selain itu, Branch Manager mempunyai peran sebagai induk dari kepala-kepala kantor cabang pembantu sehingga memilki kewenangan untuk memberikan instruksi dalam pelaksanaan organisasi di Bank BTN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan struktur organisasi sebagai berikut: Struktur Organisasi Bank BTN Kantor Cabang Solo Gambar 2. Branch Manager Kanit Ritel Trans Processing Kliring : Back Office FAO DEO Loan Admin Dokumen Pokok LPA GBA LogistikProt okol Personalia Operation SH Customer Service Teller Service. Head Teller Cash Room Teller Loan Service Wawancara Ritel Service Selling Officer Kanit OPS KA-KCP : Ø Palur Ø UNS Ø Mojosongo Ø Sukoharjo Ø Klaten Legal Kolektif LAO Supervisor CWO Reporting Bookeping Accounting SH Teller Customer Service Loan Service BRCO commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Bank Indonesia UU No. 23 th. 1999 Bank UU No. 10 th 1998 Fungsi, Kedudukan Bank Transfer dana melalui media Elektronik pada bank Tindak Pidana Pencucian Uang UU No. 25 tahun 2003 Bagaimana peran BTN cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank Gambar 3. Keterangan: Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan commit to user imigran, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, perdagangan budak, wanita dan anak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, dan berbagai kejahatan kerah putih. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan terutama ke dalam sistem perbankan. Dengan cara demikian, asal-usul harta kekayaan tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh para penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, dikenal sebagai Pencucian Uang Money Laundering. Perbuatan pencucian uang disamping sangat merugikan masyarakat, juga sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau keuangan negara dengan meningkatnya berbagai kejahatan. Upaya untuk mencegah dan memberantas praktek pencucian uang telah menjadi perhatian internasional. It has been estimated that some £500 billion of hot money is laundered through the worlds financial markets each year. Such huge amounts of money cannot be successfully laundered without the involvement of accountants and other professionals who use their expertise to create the complex webs of transactions whose purpose it is to conceal and obscure illegal activity Diperkirakan bahwa kira-kira lima ratus juta uang panas dicuci melalui pasar keuangan dunia setiap tahun. Jumlah uang yang besar itu tidak berhasil dicuci tanpa keterlibatan akuntan dan professional lainnya yang menggunakan keahlian mereka untuk commit to user menciptakan sistem transaksi yang rumit tujuannya adalah untuk menyembunyikan dan mengaburkan aktivitas illegal A. MitchellP. SikkaH. Willmott, 1998, Vol 23, Issues 5-6 : 58. Berbagai upaya telah ditempuh oleh masing-masing negara untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang termasuk dengan cara melakukan kerja sama internasional, baik melalui forum secara bilateral maupun multilateral. Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan penegasan bahwa pemerintah dan sektor swasta bukan merupakan bagian dari masalah, akan tetapi bagian dari penyelesaian masalah, baik di sektor ekonomi, keuangan, maupun perbankan. Indonesia juga memberi perhatian besar terhadap tindak pidana lintas negara yang terorganisir seperti pencucian uang. Kepedulian Indonesia terhadap tindak pidana pencucian uang ini adalah dengan disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003. Dengan undang-undang ini pencucian uang secara resmi dinyatakan sebagai tindak pidana dan harus dicegah serta diberantas. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan preventif dengan cara membentuk suatu peraturan untuk mencegah tindak pidana pencucian uang melalui bank. commit to user 30 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Peran BTN Cabang Surakarta Dalam Menanggulangi Tindak Pidana