PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK

(1)

commit to user

PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh : Murti Prasetyo NIM E0006023

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Dan Penyayang


(3)

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI TINDAK

PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK

Oleh Murti Prasetyo NIM. E0006023

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta,

Pembimbing I

Winarno Budyatmojo, S.H., M.S. NIP. 196005251987021002

Pembimbing II

Budi Setyanto, S.H., M.H. NIP. 195706101986011001


(4)

commit to user

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI TINDAK

PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK

Oleh Murti Prasetyo NIM. E0006023

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Rabu

Tanggal : 26 Januari 2011 DEWAN PENGUJI

1. Ismunarno, S.H., M.H. :………. Ketua

2. Winarno Budyatmojo, S.H, M.S. :………. Sekretaris

3. Budi Setyanto, S.H, M.H. :……….. Anggota

Mengetahui Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum NIP.19610930 198601 1001


(5)

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Murti Prasetyo

NIM : E0006023

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI TINDAK

PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK adalah betul-betul karya

sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Yang membuat pernyataan

Murti Prasetyo NIM E0006023


(6)

commit to user

MOTTO

Maka, sesungguhnya bersama dengan kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

(Al-Insyirah : 5-6)

Cara memulai adalah dengan berhenti berbicara dan mulai melakukan. The way to get started is to quit talking and begin doing.

~ Walt Disney~

Dalam kehidupan ini kita tidak dapat selalu melakukan hal yang besar. Tetapi kita dapat melakukan banyak hal kecil dengan cinta yang besar.

In this life we cannot always do great things. But we can do small things with great love ~Mother Teresa~

Bijaklah dalam menyikapi hidup, jangan pernah ada penyesalan. ~Penulis~

Berusaha, Berdo`a dan selalu Tawakal, Insya Allah, Allah akan memberikan jalan. ~Penulis~

Sedikit bicara, banyak berkarya ~Teater DeLiK~

Diantara kelelahan itu, terdapat sebuah kebersamaan ~Teater DeLiK~


(7)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan kepada :

§ Allah SWT, Pemilik Semesta Raya, yang

senantiasa memberikan yang terbaik dalam setiap detik episode kehidupan;

§ Ayah dan Ibu atas segala cinta dan kasih

sayang yang tak terkira serta dukungan tiada henti;

§ Kakakku tersayang yang selalu membantu

dan menyemangati;

§ Teater DeLik terima kasih atas segala

pelajaran yang engkau berikan;

§ Oryza Sativa yang tidak lelah memberikan

dukungan dan semangat;

§ Sahabat-sahabatku dan teman-teman

seperjuanganku;

§ Almamaterku, Universitas Sebelas Maret


(8)

commit to user

ABSTRAK

Murti Prasetyo, E 0006023. 2011. PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Bank Tabungan Negara dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank serta kendala-kendala yang dihadapi Bank Tabungan Negara dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana penelitian ini menyangkut realitas, Data yang diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Surakarta dan data sekunder diperoleh dari data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan, dokumen, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Untuk teknik pengumpulan data yaitu menggunakan tiga teknik yaitu wawancara, kuisioner dan studi kepustakaan. Selanjutnya untuk menganalisa data yang ada dengan menggunakan analisis kualitatif dengan interaktif model.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, dapat diambil kesimpulan bahwa peran Bank Tabungan Negara kantor Cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang sudah sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/31/DPNP/2009 tentang Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum. Dalam hal ini, pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris dalam hal penerapan program APU dan PPT pada BTN telah dilaksanakan oleh Kepala Cabang BTN Surakarta. Permintaan informasi dan dokumen tentang data-data calon Nasabah yang akan melakukan hubungan usaha dengan bank telah sesuai dengan PBI. Pada BTN cabang Surakarta, pemeriksaan terhadap efektifitas pelaksanaan program APU dan PPT dilaksanakan oleh satuan kerja audit intern, dalam BTN disebut BRCO. Untuk mencegah tindakan pencucian uang, yang uangnya dicurigai berasal dari tindak kejahatan, BTN telah menjalankan identifikasi, analisa dan pemantauan transaksi yang dilakukan Nasabah yang ingin mengambil atau menyetorkan uang. Dalam usaha meningkatkan mutu sumber daya manusia, telah diselenggarakan pelatihan-pelatihan yang berkesinambungan.


(9)

commit to user

ABSTRACT

Murti Prasetyo, E 0006023. 2011. ROLE OF BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) BRANCH OFFICE OF SURAKARTA IN PARTICIPATING TO OVERCOME THE CRIME OF MONEY LAUNDERING THROUGH BANK. Law Faculty of Sebelas Maret University.

The purpose of this research is to know the role of the Bank Tabungan Negara in participating to overcome money laundering through banks, and the constraints faced by the Bank Tabungan Negara in participating to overcome money laundering through the bank.

This study uses qualitative research methods which the research was related to reality, data obtained from primary and secondary data. The primary data obtained from Bank Tabungan Negara Branch office of Surakarta and secondary data obtained from the data obtained from library materials, documents, and reports that have anything to do with the problem being investigated. For data collection technique using three techniques of interviews, questionnaires and literature study. Furthermore, to analyze existing data using qualitative analysis with an interactive model.

Based on the results of research conducted authors, it is concluded that the role of the Bank Tabungan Negara Branch Office of Surakarta in tackling money laundering are in accordance with regulations issued by Bank Indonesia Regulation No. 11/28/PBI/2009 on the Application of Anti-Money Laundering and Terrorism Financing Prevention and Circular Letter of Bank Indonesia. 11/31/DPNP/2009 of Standard Guidelines for Anti-Money Laundering Program and Prevention of Financing of Terrorism for Commercial Banks. In this case, the active supervision of the Board of Directors and Board of Commissioners in terms of program implementation APU and PPT on BTN has been implemented by the Branch Manager BTN Surakarta. Requests for information and documents about the prospective customer data that will make the business relationship with the bank in accordance with the PBI. In BTN Branch of Surakarta, examination of the effectiveness of the program implemented by the APU and PPT internal audit unit, in the BTN is called BRCO. To prevent money laundering, the money derived from criminal suspects, BTN has run identification, analysis and monitoring of transactions conducted by customers who want to retrieve or deposit the money. In an effort to improve the quality of human resources, has held continuous training.


(10)

commit to user

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SURAKARTA DALAM IKUT SERTA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK dengan baik dan lancar. Sholawat serta salam semoga tercurah selalu kepada Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat, dan seluruh pengikutnya terkasih hingga suatu hari yang telah Allah SWT janjikan.

Penulisan hukum ini disusun dan diajukan guna melengkapi syarat-syarat guna memperoleh derajat sarjana dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini kurang dari sempurna, mengingat segala keterbatasan yang ada pada penulis, oleh karena itu penulis akan menerima dengan senang hati segala kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik secara moral maupun materiil, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Moh. Jamin, S.H, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Winarno Budyatmojo, S.H, M.S., dan Bapak Budi Setyanto, S.H.,M.H. selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga yang dengan sabar memberikan saran dan bimbingan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Ismunarno, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana yang telah memberikan kesempatan dan bantuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.

4. Bapak Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama masa studi.


(11)

commit to user

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menempuh studi.

6. Segenap Bapak dan Ibu Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pelayanan dalam bidang akademik kepada penulis selama masa studi.

7. Bapak Arif Budiman, selaku Branch Manager Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Surakarta.

8. Ibu Dyah Respati Woro H , selaku Kepala Seksi Retail Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Surakarta, terima kasih untuk semua informasi dan bantuannya.

9. Mbak Sri Mulyani dan Mbak Isna, selaku Customer Service Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Surakarta, terima kasih atas waktunya menyempatkan diri untuk diwawancarai.

10. Semua Staff dan karyawan di Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Surakarta.

11. Kedua orang tua penulis Bapak Totok Dwinur Haryanto, S.H., M.Hum. dan Ibu Dra. Sri Murtyasning yang telah memberikan bimbingan, kasih sayang dan doa yang selalu mengiringi penulis.

12. Buat Kakakku Suryo Atmojo terima kasih buat doa, semangat dan kritikannya. 13. Buat Om Adi dan Bulik Ismi terima kasih atas saran dan bimbingan sehingga

terselesaikannya skripsi ini.

14. Buat Oryza Sativa terima kasih atas dukungan dan perhatian yang tak pernah lelah memberikan semangat hingga dapat terselesainya skripsi ini.

15. Buat temen-temenku kuliah Aditya Firiana, Wisnu, Indy, dan Lucky, terima kasih buat semangat dan bantuannya selama ini.

16. Buat seseorang yang telah memberikan semangat dan perhatiannya kepada penulis.

17. Buat sedulur-sedulur Laboratorium Seni Teater DeLik Fendi, Setyawan, Ali, Slamet, dan Lukmanu terima kasih buat semuanya selama ada di DeLik empat


(12)

commit to user

tahun ini, walaupun banyak hal yang terjadi baik suka maupun duka tetapi saya telah mendapatkan banyak pelajaran yang berharga.

18. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu disini yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini banyak memberikan manfaat dan dapat berguna untuk melengkapi pengetahuan kita khususnya pengetahuan hukum.

Surakarta, 11 Januari 2011 Penulis, Murti Prasetyo


(13)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kerangka Teori ... 12

1. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang………...……… 12

a. Pengertian Tindak Pidana ... 12

b. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang ………… 12


(14)

commit to user

d. Tahap-Tahap dan Proses Pencucian Uang…………... 14

e. Modus Operandi Tindak Pidana Pencucian Uang…... 16

2. Tinjauan Tentang Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ... 17

3. TinjauanUmum Tentang Bank ... 20

a. Pengertian Bank ... 20

b. Macam-Macam Bank .. ... 20

c. Fungsi dan Tujuan Bank ... 22

4. Tinjauan Umum Bank Tabungan Negara (BTN) ... 23

a. Sejarah Singkat Mengenai BTN ... 23

b. Visi Misi Bank BTN... 25

c. Struktur Organisasi BTN………. 25

B. Kerangka Pemikiran ... 27

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Peran BTN Cabang Surakarta Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Bank. ... 30

B. Kendala-Kendala Yang Dihadapi BTN Cabang Surakarta Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Bank…. ... 53

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA... 60 LAMPIRAN


(15)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Analisis Interaktif …..……… 10 Gambar 2. Sruktur Organisasi BTN………. 26


(16)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan kemajuan zaman dimana peradaban manusia telah tumbuh dan berkembang dengan pesat, perilaku manusia juga menjadi semakin beragam dan inovatif dalam melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbagai aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan sumber penghasilan dilakukan manusia dengan berbagai macam cara. Terlepas dari cara-cara yang dibenarkan, terjadi pula aktifitas untuk meningkatkan harta kekayaan yang dilakukan dengan cara-cara yang melanggar norma atau peraturan masyarakat. Aktifitas ini sering disebut dengan tindakan kejahatan untuk menghasilkan dan meningkatkan harta kekayaan.

“Menurut Pompe di antara faktor-faktor yang diperlukan untuk adanya akibat yang merupakan sebab, adalah faktor yang di dalamnya terdapat kekuatan untuk menimbulkan akibat. Jadi musabab asalah faktor yang mempunyai tendensi untuk dalam keadaan tertentu menimbulkan akibat”. (Winarno Budyatmojo, 2009: 152). Perkembangan di bidang pengetahuan dan teknologi telah mendorong pula perkembangan ragam kejahatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kejahatan dalam suatu wilayah negara semakin berkembang, diantaranya illegal logging, perdagangan obat-obatan terlarang, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, terorisme, penyuapan, korupsi dan kejahatan-kejahatan kerah putih lainnya. Tindak kejahatan ini umumnya melibatkan dan menghasilkan uang dalam jumlah yang besar. Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena dikhawatirkan akan mudah diketahui oleh aparat penegak hukum. Jenis kejahatan tersebut dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau keuangan negara.

Kejahatan ekonomi mempunyai dimensi, ruang lingkup dan dampak yang sangat luas dan dapat melampaui batas-batas territorial. Kejahatan ekonomi ini


(17)

commit to user

seringkali diungkapkan dalam berbagai istilah, antara lain economic crime, crime as business, business crime dan abuse economic power, juga socio economic crime (Winarno Budyatmojo, 2008: 94). Terdapat berbagai modus yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan tersebut untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan, salah satunya adalah dengan memasukkan hasil tindak kejahatannya tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system), terutama ke dalam sistem perbankan. Dengan demikian asal-usul harta kekayaan tersebut tidak dapat dilacak oleh penegak hukum. Modus inilah yang disebut dengan pencucian uang (Money Laundering).

Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Money Laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan asset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat digunakan tanpa terdeteksi bahwa asset tersebut berasal dari kegiatan yang legal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi asset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal (Adrian Sutedi, 2006: 78).

Indonesia perlu melakukan upaya-upaya di tingkat nasional untuk memerangi praktek pencucian uang. Mengingat harta kekayaan yang akan dicucikan begitu besar. Upaya-upaya kegiatan pencucian uang ini harus dicegah dan diberantas sehingga stabilitas perekonomian nasional dan keamanan negara tetap terjaga. Oleh karena itu, perlu dibentuk suatu undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana pencucian uang.

Di Indonesia masalah money laundering kini menjadi perhatian utama di dalam hubungannya dengan lembaga perbankan, mengingat kejahatan pencucian uang lebih dari 2% dari Gross Domestic Product dunia, oleh karena itu pemerintah telah berupaya membentuk undang-undang pencucian uang yang merupakan langkah antisipasi terhadap tekanan masyarakat yang melihat Indonesia sebagai lahan luas yang subur untuk kejahatan pencucian uang (Adrian Sutedi, 2006: 60). Indonesia telah mengkriminalisasikan kejahatan pencucian uang sebagai suatu tindak pidana seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003


(18)

commit to user

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kriminalisasi dapat diartikan sebagai ” berkaitan dengan kejahatan (pelanggaran hukum) yang dapat dihukum menurut undang-undang pidana”. Sementara masih menurut Kamus yang sama, kata kriminalisasi diartikan sebagai ”proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat”. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa “tidak akan ada kejahatan apabila tidak ada hukum (undang-undang) pidana dan kita akan dapat menghilangkan seluruh kejahatan hanya dengan menghapuskan semua hukum (undang-undang) pidana” (Ninik Widiyanti dan Panji Anoraga, 1987: 11).

Kriminalisasi pencucian uang terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang TPPU. Rumusan Pasal 3 berkaitan dengan rumusan Pasal 1 angka 1. Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Pemerintah Indonesia mempunyai tujuan mengkriminalisasikan tindak pidana pencucian uang dengan dibentuknya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang TPPU ini yaitu untuk melakukan tindakan pencegahan (preventif) agar masyarakat takut untuk melakukan kejahatan pencucian uang ini, dikarenakan akan mendapat sanksi atau hukuman yang tegas dari aparat penegak hukum yaitu berupa hukuman penjara.

Seperti yang telah disebutkan diatas, kegiatan pencucian uang ini salah satunya dapat dilakukan melalui lembaga keuangan bank, dikarenakan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa dalam lalu-lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal-usul dana/uang. Melalui bank dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak dengan memanfaatkan kode etik kerahasiaan bank. Melalui mekanisme ini maka dana hasil kejahatan bergerak dari


(19)

commit to user

satu bank ke bank lain dalam suatu negara yang belum mempunyai sistem hukum yang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang. Dengan kata lain, disini bank digunakan sebagai sarana untuk mencucikan uangnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk menyusun penulisan hukum dengan judul “PERAN BANK TABUNGAN NEGARA (BTN)

KANTOR CABANG SURAKARTA DALAM IKUT SERTA

MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI BANK”.

B. Perumusan Masalah

Penyusunan rencana penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan sasaran dan tujuan, maka perlu adanya perumusan masalah. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran BTN kantor cabang Surakarta dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank?

2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi BTN kantor cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank?

C. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang hendak dilakukan harus memiliki tujuan yang jelas. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan arah bagi pelaksanaan kegiatan agar sesuai dengan dilaksanakannya kegiatan tersebut. Adapun tujuan penelitian ini meliputi dua hal, yaitu:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui peran BTN kantor cabang Surakarta dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank.

b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dialami oleh BTN kantor cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank.


(20)

commit to user

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang peran BTN kantor cabang Surakarta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank pada umumnya untuk menambah literature bagian hukum pidana dan pada khususnya bagi penulis.

b. Untuk mengembangkan dan memperluas aspek hukum antara teori dengan prakteknya.

c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis maupun bagi masayarakat. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Pidana pada khususnya.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi bagi penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran kepada para pihak yang berkepentingan dan memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Hasil Penelitian ini dapat membantu memberikan gambaran pada masyarakat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peran BTN kantor cabang Surakarta dalam dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank.

c. Untuk mempraktekkan teori penelitian (hukum) yang telah Penulis dapatkan di bangku kuliah


(21)

commit to user

E. Metodologi Penelitian

Suatu penelitian ilmiah dapat dipercaya kebenarannya apabila disusun dengan menggunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami suatu objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman-pedoman, cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi (Soerjono Soekanto, 2007: 6). Maka metode penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh data yang akurat, lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga tujuan suatu penelitian dapat tercapai. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum sosiologis atau penelitian hukum empiris. Pada penelitian hukum empiris yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007: 52). Dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer yang berupa hasil wawancara dengan pihak-pihak dari Bank Tabungan Negara (BTN) kantor cabang Surakarta mengenai kenyataan yang terjadi di masyarakat, yaitu mengenai penanggulangan tindak pidana pencucian uang melalui bank. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti data primer atau data dasar yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun seara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya tentang masalah yang diteliti

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah untuk


(22)

commit to user

mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2007: 10).

Berdasarkan pengertian tersebut maka penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena penelitian ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan tentang peran BTN kantor cabang Surakarta dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank.

3. Pendekatan Penelitian

Menurut Peter Mahmud, dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 93).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap undang-undang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dan perbankan.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang diambil oleh penulis bertujuan untuk memperjelas ruang lingkup, sehingga penelitiannya menjadi terarah dan dapat dibatasi. Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di Bank Tabungan Negara (BTN) kantor cabang Surakarta. Hal ini berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu penanggulangan tindak pidana pencucian uang melalui bank.

5. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lokasi penelitian, yaitu wawancara dengan pihak-pihak dari BTN kantor cabang Surakarta.


(23)

commit to user

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung data primer, data ini diperoleh melalui studi kepustakaan, buku-buku, literatur, tulisan ilmiah, koran, majalah, peraturan perundang-undangan, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang diteliti yaitu wawancara dengan petugas pengawas program anti pencucian uang di BTN kantor cabang Surakarta dilakukan oleh Ibu Dyah Respati Woro H. dan pelaksana program anti pencucian uang dilakukan oleh Ibu Sri Mulyani.

b. Sumber data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: 1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat dan mencakup peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti yaitu:

a) Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia b) Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan

c) Undang-Undang No. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

2) Bahan hukum Sekunder

Bahan hukum Sekunder merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh melalui buku-buku, undang-undang, hasil-hasil penelitian, dan karya-karya ahli hukum berupa tulisan dan seterusnya yang relevan dengan penelitian ini.

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti internet, koran, kamus dan ensiklopedia.


(24)

commit to user

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dengan yang diambil oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah:

a. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawancara (Interview Guide).

Dalam hal wawancara ini, penulis menggunakan metode wawancara bebas terpimpin, dimana wawancara dilakukan dengan mempersiapkan pokok-pokok permasalahan terlebih dahulu yang kemudian dikembangkan dalam wawancara dan responden akan menjawab sesuai dengan permasalahan yang diajukan.

b. Studi kepustakan

Studi kepustakaan diperoleh data dengan cara membaca dan mempelajari bahan pustaka seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, surat kabar, majalah dan sebagainya. Berbagai dokumen yang menjadi sumber data sekunder dikaji substansinya sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian.

7. Teknik Analisis Data

Dalam tahap analisis data ada tiga komponen pokok yang harus disadari oleh setiap peneliti. Menurut Miles dan Huberman sebagaimana dikutip H.B. Sutopo tiga komponen pokok tersebut adalah “reduksi data , sajian data, dan penarikan kesimpulan ” (H.B. Sutopo, 2006 : 113) . Ketiganya dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Reduksi data

Suatu bentuk analisis yang mempertegas, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.


(25)

commit to user

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis berdasarkan penelitian tersebut.

c. Penarikan kesimpulan

Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir. Penarikan kesimpulan ini dilakukan sendiri oleh si penulis guna mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Model analisis interaktif (interactive model) dapat digambarkan sebagai berikut:

(HB.Sutopo. 2006 : 120) Gambar 1 : Model Analisis Interaktif

Pengumpulan Data

Sajian Data Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan/verivikasi


(26)

commit to user

F. Sistematika Penulisan Hukum

Dalam sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini menerangkan kerangka teori yang meliputi tinjauan tentang tindak pidana pencucian uang, tinjauan tentang Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, tinjauan tentang bank dan tinjauan tentang Bank Tabungan Negara (BTN).

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis memaparkan hasil penelitian, selanjutnya menjawab perrmasalahan mengenai peran BTN cabang Surakarta dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank dan Kendala-kendala apa saja yang dihadapi BTN cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(27)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang

a. Pengertian Tindak Pidana

Para ahli hukum mempunyai pandangan sendiri dalam memberikan pengertian mengenai tindak pidana. Beberapa ahli hukum yang memberikan definisi diantaranya yaitu:

1) Moeljatno mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan pidana sebagai perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

2) Menurur Pompe strafbaar feit sebenarnya tidak lain dari suatu tindakan yang menurut rumusan undang-undang dinyatakan sebgai tindakan yang dapat dihukum.

3) Vos memberikan definisi strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.

4) R. Tresna memberi definisi peristiwa pidana sebagai suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undang-undang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman (Adami Chazawi, 2002: 72). b. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang

Pencucian uang didefinisikan menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2003 tentang TPPU bahwa:

Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau


(28)

commit to user

menyamarkan asal-usul harta kekayaan, sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Pengertian pencucian uang menurut beberapa ahli hukum yaitu: 1) M. Giovanoli

Pencucian Uang merupakan suatu proses dan dengan cara seperti itu, maka aset yang diperoleh dari tindak pidana (kejahatan, pen.) dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga aset tersebut seolah bersal dari sumber yang sah (legal).

2) Mr. J. Koers

Pencucian Uang merupakan suatu cara untuk mengedarkan hasil kejahatan ke dalam suatu peredaran uang yang sah dan menutupi asal-usul uang tersebut (M. Arief Amrullah, 2004; 10).

Sedangkan Fraser, Pencucian Uang secara sederhana adalah suatu proses dimana “uang kotor” (yang diperoleh melalui kejahatan) dicuci melalui sumber-sumber atau perusahaan-perusahaan yang “bersih” dan sah agar si penjahat dapat lebih menikmati hasil kejahatannya (Adrian Sutedi, 2006: 76).

One of the biggest obstacles to maintaining an effective operating international financial system is money laundering. A global phenomenon and international challenge, money laundering is a financial crime that often involves a complex series of transactions and numerous financial institutions across many foreign jurisdictions (Salah satu kendala terbesar untuk mempertahankan sebuah sistem operasi keuangan internasional yang efektif adalah pencucian uang. Sebuah fenomena global dan tantangan internasional, pencucian uang adalah kejahatan keuangan yang sering melibatkan serangkaian transaksi yang kompleks dan banyak lembaga keuangan di seluruh wilayah hukum asing (Bonnie Buchanan, 2004, Vol 18, Issues 1: 115).

Dari beberapa definisi dan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa pencucian uang adalah suatu proses kegiatan dimana uang yang berasal dari tindak kejahatan, yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi kejahatan,


(29)

commit to user

dengan maksud menyembunyikan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang, dengan cara memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan, sehingga uang haram tersebut apabila dikeluarkan dari sistem keuangan akhirnya telah berubah menjadi uang yang sah.

c. Sejarah Pencucian Uang

Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau Laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju, dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti ini dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras illegal, hasil perjudian dan hasil pelacuran.

Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang, dengan berkembangnya bisnis haram seperti perdagangan narkotik dan obat bius yang mencapai miliaran rupiah. Sehingga kemudian muncul istilah narco dollar, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotika (Adrian Sutedi, 2006: 73).

Perkembangan selanjutnya metode pencucian uang ini dilakukan dengan menggunakan institusi perbankan atau pihak perantara finansial lainnya. Hingga pada saat ini institusi perbankan menjadi tempat yang paling jitu bagi para pelaku kejahatan pencucian uang untuk mencuci uangnya.

d. Tahap-tahap dan Proses Pencucian Uang

Proses terjadinya pencucian uang dapat dijelaskan bahwa terdapat berbagai macam modus operandi pencucian uang, namun pada dasarnya proses pencucian uang dapat dikelompokkan kedalam tiga tahap kegiatan yaitu:

1) Placement

Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositokan uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan (financial sistem). Karena uang itu sudah masuk sistem ke dalam sistem keuangan perbankan, maka berarti uang itu telah juga masuk ke dalam


(30)

commit to user

sistem keuangan negara yang bersangkutan. Oleh karena uang yang telah ditempatkan di suatu bank itu selanjutnya dapat dipindahkan ke bank lain, baik di negara yang bersangkutan tetapi juga telah masuk sistem keuangan global atau intenasional.

2) Layering

Pekerjaan dari pihak pencuci uang (laundereer) belum berakhir dengan ditempatkannya uang tersebut ke dalam sistem keuangan dengan melakukan placement sepeti diterangkan diatas. Jumlah uang haram yang besar, yang ditempatkan di suatu bank, tetapi tidak dapat dijelaskan asal-usulnya itu. Hal ini akan sangat menarik perhatian otoritas moneter Negara yang bersangkutan, yang pada gilirannya akan perhatian para penegak hukum. Oleh karena itu setelah dilakukan placement, maka uang tersebut perlu dipindahkan lagi dari suatu bank ke bank yang lain dan dari negara satu ke negara yang lain sampai beberapa kali yang pelaksanaanya dilakukan dengan cara memecah jumlahnya, sehingga dengan pemecahan dan pemindahan beberapa kali asal-usul uang tersebut tidak dapat lagi dilacak oleh otoritas moneter aatu para penegak hukum. 3) Integration

adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah atau uang halal (clean money), baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipercayakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana (Adrian Sutedi, 2006: 81-82).

Menurut Anwar Nasution, ada empat faktor yang dilakukan dalam proses pencucian uang yaitu:

1) Merahasiakan siapa pemilik yang sebenarnya maupun sumber uang hasil kejahatan itu.

2) Mengubah bentuknya sehingga mudah dibawa kemana-mana.

3) Merahasiakan proses pencucian uang itu sehingga menyulitkan pelacakannya oleh petugas hukum.

4) Mudah diawasi oleh pemilik kekayaan yang sebenarnya (Adrian Sutedi, 2006: 82).

Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal-usul uang. Sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara aman. Kegiatan tersebut dapat terjadi secara terpisah, namun umumnya dilakukan secara tumpang tindih.


(31)

commit to user

e. Modus operandi Tindak Pidana Pencucian Uang

Adapun modus operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin komplek dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit seperti halnya modus operandi pencucian uang melalui jasa transfer dana elektronik pada bank. Hal itu terjadi baik pada tahap placement, layering, maupun integration, sehingga penggunaannyapun menjadi secara sistematis dan berkesinambungan. Pemilihan modus operandipencucian uang tergantung dari kebutuhan pelaku tindak pidana.

Ada beberapa modus operandi yang sering digunakan dalam melakukan kejahatan pencucian uang, yaitu:

1) Kerja sama Penanaman Modal

Dalam modus operandi seperti ini, maka uang hasil kejahatan tersebut dibawa keluar negeri. Kemudian, uang tersebut dimasukkan kembali kedalam negeri lewat proyek-proyek penanaman modal asing (joint venture). Selanjutnya, keuntungan dari perusahaan joint venture tersebut diinvestasikan lagi kedalam proyek-proyek yang lain, sehingga keuntungan dari proyek tersebut sudah merupakan uang yang bersih bahkan sudah terkena potongan pajak.

2) Agunan Kredit Bank Swiss

Dalam hal ini uang hasil kejahatan diselundupkan lebih dahulu ke luar negeri, dimana diluar negeri tersebut ditransfer ke bank Swiss dalam bentuk deposito. Kemudian, deposito tersebut dijadikan jaminan hutang atas pinjaman di bank lain di negara lain (misalnya salah satu bank di Eropa). Uang dari pinjaman tersebut kemudian ditanamkan kembali ke negara asal dimana kejahatan yang menghasilkan uang tersebut dilakukan dan uang yang demikian sudah menjadi uang yang bersih. 3) Transfer ke Luar Negeri.

Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut ditransfer ke luar negeri lewat cabang bank luar negeri di negara asal kejahatan. Selanjutnya, dari luar negeri uang tersebut dibawa kembali kedalam negeri oleh orang tertentu, seolah-olah uang tersebut berasal dari luar negeri.

4) Usaha Tersamar di Dalam Negeri.

Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan uang hasil kejahatan tersebut. Perusahaan tersebut kemudian berbisnis dan tidak menjadi soal apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Akan tetapi, seolah-olah yang terjadi adalah perusahaan yang bersangkutan telah menghasilkan uang bersih.

5) Tersamar dalam Perjudian.

Dalam hal ini dengan uang hasil kejahatan tersebut didirikanlah suatu usaha perjudian, sehingga seolah-olah uang tersebut sebagai hasil dari usaha judi tersebut. Atau dibeli nomor undian berhadiah dengan nomor


(32)

commit to user

menang yang dipesan dengan harga yang tinggi, sehingga seolah-olah uang tersebut adalah hasil dari menangnya undian tersebut.

6) Penyamaran Dokumen.

Dalam metode ini uang tersebut tidak kemana-mana, tetapi tetap didalam negeri. Namun demikian, keberadaan uang tersebut didukung oleh berbagai dokumen bisnis yang dipalsukan atau direkayasa sehingga ada kesan uang tersebut berasal dari bisnis yang berhubungan dengan dokumen yang bersangkutan. Rekayasa tersebut misalnya dengan melakukan double invoice dalam hal ekspor-impor,sehingga uang tersebut seolah-olah merupakan hasil dari bisnis ekspor-impor tersebut.

7) Pinjaman Luar Negeri.

Uang hasil kejahatan dalam hal ini dibawa ke luar negeri. Kemudian, uang tersebut dimasukkan kembali ke negara asalnya dalam bentuk pinjaman luar negeri. Jadi seolah-olah uang tersebut diperoleh karena pinjaman (bantuan kredit) dari luar negeri.

8) Rekayasa Pinjaman Luar Negeri.

Dalam hal ini uang hasil kejahatan tersebut tidak dibawa kemana-mana, tetapi tetap di negeri asal kejahatan. Namun demikian, dibuat suatu rekayasa dokumen seakan-akan ada bantuan pinjaman dari luar negeri, padahal sama sekali tidak ada pihak yang memberikan pinjaman tersebut (Adrian Sutedi, 2006: 85-87).

Diluar modus operandi tersebut masih banyak modus lain dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit dan kompleks, dan akan terus berkembang serta semakin canggih, apalagi ditunjang dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan cabang-cabang baru dari modus dasar pencucian uang. Untuk menunjang modus operandi tersebut diperlukan instrumen pendukung yang beragam yang sering disesuaikan dengan bidang yang dikuasai oleh pelaku kejahatan atau bidang yang dianggap potensial untuk pencucian uang yang sistem pengaturan dan pengawasannya tidak ketat sehingga dinilai aman bagi pelaku.

2. Tinjauan Tentang Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang

Diundangkannya Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang No. 15 Tahun 2002 merupakan suatu langkah besar dalam upaya membangun rezim pemberantasan tindak pidana pencucian uang (money


(33)

commit to user

laundering) di Indonesia, karena dalam Undang-undang tersebut mengatur hal-hal penting seperti :

a. Kegiatan money laundering dinyatakan sebagai tindak pidana (diatur dalam pasal 12);

b. Pelaporan, penyidikan, penuntutan dan peradilan atas tindak pidana money laundering dikecualikan dari ketentuan rahasia bank (diatur dalam pasal 14);

c. Pendirian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan lembaga independen dalam menjalankan tugas dan kewenangannya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (diatur dalam pasal 1 angka 8);

d. Landasan hukum yang lebih jelas bagi pembekuan dan penyitaan aset yang merupakan hasil tindak pidana (proceeds of crime) (diatur dalam pasal 32 dan 34).

UU No.15 Tahun 2002 telah diperbaiki dengan UU No.25 Tahun 2003 tentang perubahan UU No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan materi pengaturan tambahan antara lain sebagai berikut : a. Pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas cakupannya, tidak hanya

meliputi setiap orang yang menyediakan jasa keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan (diatur dalam pasal 1 angka 5).

b. Pengertian Transaksi Keuangan Mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana (diatur dalam pasal 1 angka 7).

c. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana, dihapuskan karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku


(34)

commit to user

umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh (diatur dalam pasal 2).

d. Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan penyampaiannya oleh Penyedia Jasa Keuangan kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off). Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (diatur dalam pasal 10 A).

e. Jangka waktu kewajiban penyampaian pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 (empat belas) hari kerja menjadi tidak lebih 3 (tiga) hari kerja setelah Penyedia Jasa Keuangan mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan Mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak (diatur dalam pasal 13 ayat 2).

Dilihat dari sistematika, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang TPPU, maka ruang lingkup yang akan diberantas terdiri dari 2 (dua) kelompok tindak pidana yaitu:

Pertama : Kelompok Tindak Pidana dalam Bab II yang berjudul

“Tindak Pidana Pencuciang Uang”, yaitu delik-delik yang langsung berhubungan dengan perbuatan tindak pidana pencucian uang (diatur dalam Pasal 2, 3, 6, UU No. 25 tahun 2003);

Kedua : Kelompok Tindak Pidana dalam Bab III yang berjudul “Tindak Pidana Lain yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang”, yaitu delik-delik yang berhubungan dengan proses pelaporan, penyidikan, penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang (diatur dalam Pasal 9, 10 A, 13, 33 UU No. 25 tahun 2003).


(35)

commit to user

3. Tinjauan Umum tentang Bank

a. Pengertian Bank

Menurut Abdurrachman, secara terminology, istilah “bank” berasal dari bahasa Italia “banca” yang bearti “bence” yaitu suatu bangku atau tempat duduk. Sebab pada zaman pertengahan, pihak bankir Italia yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku halaman pasar (Munir Fuady, 2001: 13).

Pengertian bank dalam kamus perbankan diartikan sebagai badan usaha dibidang keuangan, yang menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat, terutama dengan memberikan kredit dan jasa dalam lalu-lintas pembayaran dan peredaran uang.

Menurut Hermansyah, Bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpunkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Hermansyah, 2005 : 8).

Di Indonesia, pengertian bank diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 1 angka 2 yang menyebutkan:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Pada hakekatnya pengertian bank dari berbagai pendapat para ahli hampir sama. Pada dasarnya bank merupakan tempat penitipan atau penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara di dalam lalu-lintas pembayaran.

b. Macam-macam Bank

1) Dilihat dari segi fungsinya a) Bank Sentral (Central Bank) b) Bank Umum (Commercial Bank)


(36)

commit to user

c) Bank Tabungan (Saving Bank)

d) Bank Pembangunan (Development Bank) e) Bank Desa (Rural Bank)

2) Dilihat dari segi kepemilikannya, bank terbagi dalam: a) Bank Milik Pemerintah

Dalam akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki pula oleh pemerintah. Contohnya adalah Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI).

b) Bank Milik Swasta Nasional

Seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya didirikan oleh swasta pula. Contohnya ialah Bank Central Asia (BCA), Bank Danamon, Bank Lippo, Bank Niaga, Bank Bali dan sebagainya.

c) Bank Milik Koperasi

Kepemilikan saham-saham bank untuk kategori ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh Bank Umum Kopersi Indonesia.

d) Bank Milik Asing

Merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Dengan demikian, jelas kepemilikan sahamnya dimiliki pihak asing. Contohnya antara lain: ABN AMRO Bank, Deutsche Bank, American Express Bank, Bank of America dan sebagainya.

e) Bank Milik Campuran

Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan swasta nasional. Kepemilikan sahamnya tergantung dari posisi tawar dari para pihak yang mendirikan bank tersebut, bias pihak asing atau pihak swasta nasional. Contonya adalah Sumitomo Niaga Bank, Bank Merincorp, Sanwa Indonesia Bank, Mitsubishi Buana Bank (Johannes Ibrahim, 2004: 39-40).

Bank menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 5:

a) Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensonal dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lau-lintas pembayaran;

b) Bank Perkreditan Rakyat yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang


(37)

commit to user

dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran.

3) Bank dilihat dari segi atau cara menentukan harga baik harga jual maupun harga beli:

a) Bank berdasarkan prinsip konvensional, yaitu bank yang dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan metode yaitu menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu.

b) Bank berdasarkan prinsip syariah, yaitu bank yang menerapkan aturan syariah atau perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Bank berdasarkan prinsip ini dikenal dengan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, prinsip penyertaan modal, jual beli barang dengan memperoleh keuntungan dan lain sebagainya (Johannes Ibrahim, 2004: 41-42).

4) Bank dilihat dari kedudukan atau status: a) Bank devisa

b) Bank non devisa c. Fungsi dan tujuan Bank

Mengenai fungsi perbankan Indonesia, secara umum diatur dalam Pasal 3 UU No. 7 Tahun 1992, yaitu: sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Adapun fungsi perbankan Indonesia secara luas adalah:

1) Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat atau penerima kredit.

2) Bank sebagai penyalur dana kepada masyarakat atau sebagai lembaga pemberi kredit.

3) Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran.

Tujuan Perbankan di Indonesia diatur dalam Pasal 4 UU No. 7 Tahun 1992. "Perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang


(38)

commit to user

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak".

4. Tinjauan Umum Bank Tabungan Negara (BTN)

a. Sejarah Singkat Mengenai BTN

Dengan maksud mendidik masyarakat agar gemar menabung, pemerintah Hindia Belanda melalui Koninklijk Besluit No.27 tanggal 16 Oktober 1897 mendirikan POSTSPAARBANK yang kemudian terus hidup dan berkembang serta tercatat hingga tahun 1939 telah memilki 4 (empat) cabang yaitu Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar. Pada tahun 1940 kegiatannya terganggu, sebagai akibat penyerbuan Jerman atas Netherland yang mengakibatkan penarikan tabungan besar-besaran dalam waktu yang relative singkat (rush). Namun demikian keadaan keuangan POSTSPAARBANK pulih kembali pada tahun 1941.

Tahun 1942 Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Pemerintah Jepang. Jepang membekukan kegiatan POSTSPAARBANK dan mendirikan TYOKIN KYOKU sebuah bank yang bertujuan untuk menarik dana masyarakat melalui tabungan. Usaha Pemerintah Jepang ini tidak sukses karena dilakukan dengan paksaan. TYOKIN KYOKU hanya mendirikan satu cabang yaitu cabang Yogyakarta.

Proklamasi kemerdekaan R.I 17 Agustus 1945 telah memberikan inspirasi kepada Bp. Darmosoetanto untuk memprakarsai pengambilalihan TYOKIN KYOKU dari Pemerintah Jepang ke Pemerintahan R.I dan terjadilah penggantian nama menjadi KANTOR TABUNGAN POS. Bp. Darmosoesanto ditetapkan oleh Pemerintah R.I menjadi Direktur yang pertama. Tugas pertama KANTOR TABUNGAN POS adalah melakukan penukaran uang Jepang dengan Oeang Republik Indonesia (ORI). Tetapi kegiatan KANTOR TABUNGAN POS adalah tidak berumur panjang, karena agresi Belanda (Desember 1946) mengakibatkan didudukinya


(39)

commit to user

semua kantor, termasuk kantor cabang dari KANTOR TABUNGAN POS hingga tahun 1949. Saat KANTOR TABUNGAN POS dibuka kembali (1949), nama KANTOR TABUNGAN POS diganti menjadi BANK TABUNGAN RI. Sejak kelahirannya dan sampai berubah nama BANK TABUNGAN POS RI, lembaga ini bernaung di bawah Kementrian Perhubungan.

Banyak kejadian bernilai sejarah sejak tahun 1950 tetapi yang substansif bagi sejarah BTN adalah dikeluarkannya UU Darurat No.9 tahun 1950 tanggal 9 Februari 1950 yang mengubah nama POSTSPAARBANK IN INDONESIA berdasarkan staatblant No. 295 tahun 1941 menjadi BANK TABUNGAN POS dan memindahkan induk kementrian dari Kementrian Perhubungan ke Kementrian Keuangan di bawah Menteri Urusan Bank Sentral. Walaupun dengan UU Darurat tersebut masih bernama BANK TABUNGAN POS, tetapi tanggal 09 Februari 1950 ditetapkan sebagai hari dan tanggal lahir BANK TABUNGAN NEGARA. Nama BANK TABUNGAN NEGARA didasarkan pada PERPU No. 4 tahun 1963 tanggal 22 Juni 1963 yang kemudian dikuatkan dengan UU No. 2 tahun 1964 tanggal 25 Mei 1964.

Penegasan status BANK TABUNGAN NEGARA sebagai bank milik Negara ditetapkan dengan UU No. 20 tahun 1968 tanggal 19 Desember 1968 yang sebelumnya BANK TABUNGAN NEGARA menjadi BNI unit V. Jika tugas utama saat pendirian POSTSPAARBANK (1897) sampai dengan BANK TABUNGAN NEGARA (1968) adalah bergerak dalam lingkup penghimpunan dana masyarakat melalui tabungan, maka sejak tahun 1974 BANK TABUNGAN NEGARA ditambah tugasnya yaitu memberikan pelayanan KPR dan untuk pertama kalinya penyaluran KPR terjadi pada tanggal 10 Desember 1976. karena itulah tanggal 10 Desember diperingati sebgai hari KPR bagi BTN.

Bentuk hukum BTN mengalami perubahan lagi pada tahun 1992, yaitu dengan dikeluarkannya PP No. 24 tahun 1992 tanggal 29 April 1992 yang merupakan pelaksanaan dari UU No. 7 tahun 1992 bentuk hukum


(40)

commit to user

BTN berubah menjadi Perusahaan Perseroan. Sejak itu nama BTN menjadi PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) dengan call name Bank BTN. Berdasarkan kajian konsultan independent. Price Waterhouse Coopers, Pemerintah melalui Menteri BUMN dalam surat nomor S-544/M-MBU/2002 tanggal 21 Agustus 2002 memutuskan Bank BTN sebagai Bank Umum dengan fokus bisnis pembiayaan perumahan tanpa subsidi (http://www.btn.co.id/Tentang-Kami/Sejarah-Bank-BTN.aspx Surakarta, 11 Desember 2010)

b. Visi Misi Bank BTN

Visi dari bank BTN adalah menjadi Bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan dan mengutamakan kepuasan nasabah.

Sedangkan Misi dari Bank BTN adalah :

1) Memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan perumahan dan industri yang terkait, serta menyediakan produk dan jasa perbankan lainnya.

2) Menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan professional dan memiliki integritas yang tinggi. 3) Meningkatkan keunggulan kompetitif melalui inovasi berkelanjutan

sesuai dengan kebutuhan nasabah.

4) Melaksanakan manajemen perbankan yang sehat sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan Good Corporate Government untuk meningkatkan Shareholder Value.

5) Memperdulikan kepentingan masyarakat dan lingkungan.

c. Struktur Organisasi BTN

Dalam struktur organisasi Bank BTN terdapat pemisahan fungsi front office dan back office. Perbedaannya ialah:


(41)

commit to user

1) Setiap unit kerja akan mempunyai tanggung jawab, wewenang dan alur laporan yang jelas.

2) Fungsi-fungsi umum hanya dikerjakan oleh satu unit.

Bank BTN Kantor Cabang Solo mempunyai sruktur organisasi inti yaitu Branch Manager (Manajer Cabang) yang membawahi para kepala seksi yaitu Retail Service Head, Operation Head, serta Collection Work Out Head. Selain itu, Branch Manager mempunyai peran sebagai induk dari kepala-kepala kantor cabang pembantu sehingga memilki kewenangan untuk memberikan instruksi dalam pelaksanaan organisasi di Bank BTN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan struktur organisasi sebagai berikut:

Struktur Organisasi Bank BTN Kantor Cabang Solo

Gambar 2. Branch Manager Kanit Ritel Trans Processing Kliring : Back Office FAO DEO Loan Admin Dokumen Pokok LPA GBA Logistik/Prot okol Personalia Operation SH Customer Service Teller Service. Head Teller Cash Room Teller Loan Service Wawancara Ritel Service Selling Officer Kanit OPS KA-KCP :

Ø Palur

Ø UNS

Ø Mojosongo

Ø Sukoharjo

Ø Klaten

Legal Kolektif LAO Supervisor CWO Reporting Bookeping Accounting SH Teller Customer Service Loan Service BRCO


(42)

commit to user

B.Kerangka Pemikiran

Bank Indonesia UU No. 23 th. 1999

Bank UU No. 10 th 1998

Fungsi, Kedudukan Bank

Transfer dana melalui media Elektronik pada bank

Tindak Pidana Pencucian Uang UU No. 25 tahun 2003

Bagaimana peran BTN cabang Surakarta dalam ikut serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang melalui bank

Gambar 3. Keterangan:

Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan


(43)

commit to user

imigran, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, perdagangan budak, wanita dan anak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, dan berbagai kejahatan kerah putih. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya.

Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan terutama ke dalam sistem perbankan. Dengan cara demikian, asal-usul harta kekayaan tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh para penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, dikenal sebagai Pencucian Uang (Money Laundering).

Perbuatan pencucian uang disamping sangat merugikan masyarakat, juga sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau keuangan negara dengan meningkatnya berbagai kejahatan. Upaya untuk mencegah dan memberantas praktek pencucian uang telah menjadi perhatian internasional. It has been estimated that some £500 billion of hot money is laundered through the world's financial markets each year. Such huge amounts of money cannot be successfully laundered without the involvement of accountants (and other professionals) who use their expertise to create the complex webs of transactions whose purpose it is to conceal and obscure illegal activity (Diperkirakan bahwa kira-kira lima ratus juta uang panas dicuci melalui pasar keuangan dunia setiap tahun. Jumlah uang yang besar itu tidak berhasil dicuci tanpa keterlibatan akuntan (dan professional lainnya) yang menggunakan keahlian mereka untuk


(44)

commit to user

menciptakan sistem transaksi yang rumit tujuannya adalah untuk menyembunyikan dan mengaburkan aktivitas illegal (A. MitchellP. SikkaH. Willmott, 1998, Vol 23, Issues 5-6 : 58).

Berbagai upaya telah ditempuh oleh masing-masing negara untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang termasuk dengan cara melakukan kerja sama internasional, baik melalui forum secara bilateral maupun multilateral.

Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan penegasan bahwa pemerintah dan sektor swasta bukan merupakan bagian dari masalah, akan tetapi bagian dari penyelesaian masalah, baik di sektor ekonomi, keuangan, maupun perbankan. Indonesia juga memberi perhatian besar terhadap tindak pidana lintas negara yang terorganisir seperti pencucian uang.

Kepedulian Indonesia terhadap tindak pidana pencucian uang ini adalah dengan disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003. Dengan undang-undang ini pencucian uang secara resmi dinyatakan sebagai tindak pidana dan harus dicegah serta diberantas. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan (preventif) dengan cara membentuk suatu peraturan untuk mencegah tindak pidana pencucian uang melalui bank.


(45)

commit to user

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Peran BTN Cabang Surakarta Dalam Menanggulangi Tindak Pidana

Pencucian Uang Melalui Bank

Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Surakarta merupakan sebuah intansi yang bergerak di bidang perbankan yang menawarkan jasa-jasa dalam lalu-lintas pembayaran keuangan. Saat ini, bank menjadi sasaran empuk dijadikan tempat oleh para penjahat untuk mencucikan uangnya dengan tujuan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal-usul dana/uang. Kejahatan ini perlu dicegah, karena dapat mengganggu sistem perekonomian nasional. Sehingga dibutuhkan suatu tindakan pencegahan (preventif) untuk menghindari tindak pidana pencucian uang.

Pembahasan sub bab ini adalah berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Dyah Respati Woro H yang menjabat sebagai Kasie Retail BTN dan Ibu Sri Mulyani yang menjabat sebagai petugas Costumer Service BTN.

Salah satu cara untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (Money Laudering) adalah dengan membentuk undang-undang yang melarang dan menghukum pelaku pencucian uang. Untuk usaha tersebut diatas, BTN mengacu pada peraturan bank indonesia, perundang-undangan yang menjadi dasar bank indonesia membuat suatu peraturan antara lain:

1. Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 No. 31, Tambahan Lembaran Negara No. 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 No. 182, Tambahan Lembaran Negara No. 3790);

2. Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1999 No. 66, Tambahan Lembaran Negara No. 3843) sebgaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik


(46)

commit to user

Indonesia Tahun 2009 No. 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4962);

3. Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Tahun 2002 No. 30, Tambahan Lembaran No. 4191) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 No. 108, Tambahan Lembaran Negara No. 4324);

4. Indonesia pada saat ini telah memiliki Undang-undang No. 15 Tahun 2003tentang Peraturan Pemeritah Pengganti Undang-undang No. 11 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 No. 45 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4284);

5. Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 94, Tambahan Negara Republik Indonesia No. 4867).

Dengan landasan yang dimiliki oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia menetapkan batasan-batasan sebagai acuan dan standar program anti pencucian uang yang tertuang dalam produk-produk hukum Bank Indonesia antara lain : 1. Peraturan Bank Indonesia, PBI No. 3/10/PBI/2001 tanggal 18 Juni 2001

tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 78, Tambahan Lembaran Negara No. 4107) sebagaimana diubah terakhir dengan PBI No.5/21/PBI/2003 tanggal 17 Oktober 2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer);

2. Peraturan Bank Indonesia, PBI No. 11/28/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 106 DPNP);

3. Surat Edaran Bank Indonesia, SEBI No. 11/31/DPNP/2009 tentang Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum.


(47)

commit to user

Berdasarkan peraturan tersebut BTN menerapkan program anti pencucian uang dan sebagai pedomannya adalah Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 11/31/DPNP/2009 tentang Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum. Berikut ini adalah hasil penelitian tentang penerapan program anti pencucian uang di BTN cabang Surakarta.

Dalam Pasal 2 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT disebutkan bahwa bank wajib menerapkan program APU dan PPT. Dalam penerapan program tersebut, bank wajib berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan bank Indonesia. Penerapan program ini paling kurang mencakup:

1. Pengawasan Aktif Direksi Dan Dewan Komisaris

Dalam Pasal 4 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT disebutkan, pengawasan aktif direksi bank paling kurang mencakup: a. memastikan bank memiliki kebijakan dan prosedur program APU dan

PPT;

b. mengusulkan kebijakan dan prosedur tertulis program APU dan PPT kepada Dewan Komisaris;

c. memastikan penerapan program APU dan PPT dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan;

d. memastikan bahwa satuan kerja yang melaksanakan kebijakan dan prosedur program APU dan PPT terpisah dari satuan kerja yang mengawasi penerapannya;

e. membentuk unit kerja khusus yang melaksanakan program APU dan PPT dan atau menunjuk pejabat yang bertanggungjawab terhadap Program APU dan PPT di Kantor Pusat;

f. pengawasan atas kepatuhan satuan kerja dalam menerapkan program APU dan PPT;

g. memastikan bahwa kantor cabang dan kantor cabang pembantu Bank memiliki pegawai yang menjalankan fungsi unit kerja khusus atau pejabat yang melaksanakan program APU dan PPT;


(48)

commit to user

h. memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tertulis mengenai program APU dan PPT sejalan dengan perubahan dan perkembangan produk, jasa, dan teknologi Bank serta sesuai dengan perkembangan modus pencucian uang atau pendanaan terorisme; dan

i. memastikan bahwa seluruh pegawai khususnya pegawai dari unit kerja terkait dan pegawai baru. telah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan program APU dan PPT secara berkala.

Dalam Pasal 5 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT disebutkan pengawasan aktif Dewan Komisaris paling kurang mencakup:

a. persetujuan atas kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT;

b. pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab direksi terhadap penerapan program APU dan PPT.

Pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab dilakukannya penerapan program APU dan PPT pada BTN kantor cabang Surakarta dilaksanakan oleh Bapak Arif Budiman, selaku Branch Manager BTN. Dengan kata lain, Branch Manager merupakan pelaksanaan tugas dari dewan komisaris dan direksi pada kantor cabang BTN. Tidak hanya itu, Branch manager juga mempunyai tugas untuk memberikan persetujuan ataupun tidak suatu transaksi diatas Rp. 500.000.000,-. Apabila terdapat kecurigaan terhadap transaksi tersebut, maka beliau akan memberikan perintah kepada petugas Unit kerja khusus untuk memberikan laporan kepada direktur kepatuhan yang berada di pusat.

Pasal 6 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT disebutkan, bank wajib membentuk unit kerja khusus dan atau menunjuk pejabat bank yang bertanggung jawab dalam penerapan program APU dan PPT, dalam hal ini, unit kerja tersebut bertanggung jawab kepada direktur kepatuhan.


(49)

commit to user

2. Kebijakan dan Prosedur

Pasal 8 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT disebutkan bahwa dalam menerapkan program APU dan PPT, bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis yang paling kurang mencakup: a. Permintaan Informasi Dan Dokumen

bank wajib mengidentifikasi dan mengklasifikasikan calon nasabah ke dalam kelompok perseorangan, perusahaan, atau beneficial owner. Dalam Pasal 13 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT permintaan informasi dan dokumen bagi nasabah perorangan paling kurang mencakup:

1) identitas nasabah yang memuat:

a) nama lengkap termasuk alias apabila ada;

b) nomor dokumen identitas yang dibuktikan dengan menunjukan dokumwn yang dimaksud;

c) alamat tempat tinggal yang tercantum pada kartu identitas; d) alamat tempat tinggal terkini termasuk nomor telepon apabila

ada;

e) tempat dan tanggal lahir; f) kewarganegaraan; g) pekerjaan;

h) jenis kelamin; dan i) status perkawinan;

2) identitas Beneficial Owner, apabila Nasabah mewakili Beneficial Owner;

3) sumber dana;

4) rata-rata penghasilan;

5) maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan dilakukan calon Nasabah dengan Bank; dan

6) informasi lain yang memungkinkan Bank untuk dapat mengetahui profil calon Nasabah


(1)

commit to user

2. Sumber Daya Manusia

Sebagaimana dimaklumi bahwa di tengah situasi perekonomian dunia yang semakin menyatu dan meningkatnya interdependensi global, sistem perekonomian nasional kita menjadi semakin terbuka dan rentan terhadap segala pengaruh ekstemal baik yang positif maupun yang berimplikasi negatif. Fenomena globalisasi juga didorong oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak besar kepada berbagai dimensi kehidupan. Di bidang perbankan, globalisasi telah melahirkan produk-produk inovatif dan meningkatkan layanan jasa kepada nasabah. Mekanisme lalu lintas uang antar negara dengan media wire transfer

misalnya, saat ini telah memungkinkan seseorang di Indonesia melakukan transaksi bisnis dengan mitranya di luar negeri dalam hitungan detik tanpa perlu bertemunya kedua belah pihak. Wire transfers telah menjadi metode utama dalam pemutihan uang. Bahkan melalui transfer ini pencuci uang dapat mengakses lembaga keuangan di negara lain dan kemudian mentransfernya ke sistem perbankan domestik dan internasional. Wire transfers juga disebut electronic funds transfers (EFT), melibatkan serangkaian perintah untuk dan melalui satu atau lebih bank yang dimaksudkan untuk pembayaran dana dari satu orang ke orang lainnya. Hal tersebut dilakukan melalui telepon, magnetic tape, computer, telex atau perintah tertulis. Semua itu dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat pemindahan uang dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas guna mengimbangi kecanggihan teknologi yang digunakan dalam sistem perbankan. Agar dapat mencegah tindakan pencucian uang oleh pelaku dalam modus seperti ini.

3. Pemantauan Transaksi

Kendala yang lainnya yaitu meskipun bank mempunyai aturan yang ketat dalam mencegah tindakan pencucian uang, tetapi tidak dibarengi dengan pengawasan yang ketat terhadap setiap transaksi yang dilakukan para nasabah. Hal ini disebabkan setiap bank mempunyai puluhan juta


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

nasabah, walaupun sudah menggunakan sistem online tetapi untuk mengawasi nasabah yang jumlahnya banyak, kenyatannya masih sulit untuk dilakukan.

4. Takut Kehilangan Nasabah

Penyedia Jasa Keuangan (PJK) seperti BTN merasa khawatir kehilangan nasabah, baik nasabah yang sudah ada maupun yang akan menjadi nasabah. Hal ini karena tidak serentaknya PJK dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah. Kondisi ini memberikan peluang bagi nasabah menolak memberikan informasi dan memindahkan dananya ke PJK yang belum menerapkan prinsip mengenal nasabah.

5. Kurangnya Sosialisasi

Kurangnya perhatian dari masyarakat, sehingga terlihat belum adanya kerjasama yang baik dari masyarakat (nasabah) dalam menyampaikan informasi sebagaimana yang diminta oleh bank. Hal ini disebabkan masih belum tersosialisasinya secara meluas ketentuan tersebut terhadap masyarakat umum.

6. Ketentuan Jumlah Transaksi

Sebagaimana ketentuan mengenai pemantauan transaksi yang dilakukan oleh pihak BTN, jumlah transaksi yang dipantau oleh bank hanya yang bernilai Rp.100.000.000,- atau lebih. Nasabah yang ingin mengambil atau menyetor uang dengan jumlah tersebut wajib mengisi formulir. Hal ini sangat disayangkan, karena jumlah uang/dana yang dipantau hanya yang bernilai Rp.100.000.000,- atau lebih yang dianggap mempunyai resiko dilakukannya tindak pencucian uang, sedangkan jumlah nominal kurang dari itu hanya dibiarkan saja tanpa ada pengawasan yang lebih. Hal ini dapat menjadi celah bagi para pelaku tindak kejahatan pencucian uang untuk memecah jumlah uangnya menjadi lebih kecil atau kurang dari Rp.100.000.000,- untuk menghindari kecurigaan petugas bank.


(3)

commit to user BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Bank Tabungan Negara kantor cabang Surakarta sebagai intansi yang bergerak di bidang perbankan yang menawarkan jasa-jasa dalam lalu-lintas pembayaran keuangan. Sering kali dijadikan tempat oleh para penjahat untuk mencucikan uangnya dengan tujuan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal-usul dana/uang. Untuk mencegah kejahatan tersebut dibentuklah PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT antara lain dilakukan sebagai berikut :

a. Pengawasan Aktif Direksi Dan Dewan Komisaris (Pasal 4 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT)

Tahap berupa Pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab dilakukannya penerapan program APU dan PPT pada BTN kantor cabang Surakarta dilaksanakan oleh Kepala cabang BTN.

b. Tahap Kebijakan dan Prosedur (Pasal 8 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT)

Tahap berupa permintaan informasi dan dokumen tentang data-data calon nasabah yang akan melakukan hubungan usaha dengan bank

c. Pengendalian Intern (Pasal 40 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT)

Tahap berupa adanya batasan wewenang dan tanggung jawab satuan kerja terkait dengan penerapan program APU dan PPT dan Dilakukannya pemeriksaan terhadap efektifitas pelaksanaan program APU dan PPT oleh satuan kerja audit intern

d. Tahap Sistem Informasi Manajemen (Pasal 41 ayat (1) PBI No.

11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT)

Bank wajib memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Nasabah Bank. tahap berupa


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

pemantauan transaksi yang dilakukan oleh setiap nasabah yang ingin mengambil atau menyetor uang. Hal ini dilakukan untuk mencegah tindakan pencucian uang yang dilakukan oleh pelaku, yang uangnya dicurigai berasal dari tindak kejahatan.

e. Sumber Daya Manusia Dan Pelatihan (Pasal 43 PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT)

Bank wajib menyelenggarakan pelatihan yang berkesinambungan

Selanjutnya selain PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program APU dan PPT, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 11/31/DPNP/2009 Tentang Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum. Antara lain mengatur ketentuan sebagai berikut:

a. Unit Kerja Khusus (UKK)

Unit Kerja Khusus (UKK) perlu dibentuk apabila dalam rangka melaksanakan Program APU dan PPT, Bank membutuhkan suatu unit kerja yang secara khusus menanganinya

b. Pengelompokan Nasabah

Dalam melakukan penerimaan Nasabah, Bank wajib mengelompokkan Nasabah berdasarkan tingkat risiko terhadap kemungkinan terjadinya pencucian uang atau pendanaan terorisme.

c. Penatausahaan Dokumen

Bank wajib menatausahakan data atau dokumen dengan baik sebagai upaya untuk membantu pihak yang berwenang dalam melakukan penyidikan terhadap dana-dana yang diindikasikan berasal dari hasil kejahatan atau membantu pelaksanaan tugas dari otoritas berwenang. Dengan demikian, dokumen yang dimiliki/disimpan Bank harus akurat dan lengkap, sehingga mudah pencariannya jika diperlukan.

2. Bank Tabungan Negara cabang Surakarta dalam menjalankan tugasnya dalam

melakukan tindakan anti pencucian uang menemui kendala-kendala yang menghambat pelaksanannya yaitu:


(5)

commit to user

a. Masih dimungkinkannya menggunakan nama palsu atau samaran oleh

calon nasabah bank. Mudahnya seseorang dalam membuat kartu identitas dapat mempersulit pihak bank dalam mengidentifikasi profil calon nasabah yang sebenarnya.

b. Seiring perkembangan jaman, teknologi di dunia perbankan juga

mengalami kemajuan. Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang baik, yaitu dengan cara memberikan pelatihan secara berkala kepada setiap petugas, agar mampu mencegah tindakan pencucian uang dengan memfaatkan kecanggihan teknologi.

c. Semakin banyaknya nasabah di BTN kantor cabang Surakarta, sehingga sulit untuk melakukan pengawasan karena kurangnya sumber daya manusia di BTN kantor cabang Surakarta.

d. Ketentuan pemantauan transaksi nasabah yang dilakukan oleh BTN hanya

yang bernilai Rp.100.000.000 juta atau lebih. Untuk nilai yang kurang dari itu sama sekali tidak dilakukan pengawasan yang ketat.

B. SARAN

1. a). Hendaknya segera dilakukan pembenahan aturan dalam pengurusan

pembuatan kartu identitas. Agar dilakukan sebuah pemusatan data setiap penduduk dengan menggunakan kartu elektronik, sehingga kartu identitas penduduk tidak bisa ganda.

b). Hendaknya segera dilakukan peningkatan sumber daya manusia secara berkala yaitu dengan cara memberikan pelatihan kepada setiap petugas khususnya petugas unit kerja khusus yang bertugas mencegah tindakan pencucian uang. Hal ini untuk mencegah pemanfaatan teknologi yang dilakukan oleh pelaku untuk mencucikan uangnya.

2. a). Hendaknya segera dibuat suatu sistem yang lebih baik untuk dapat memudahkan petugas dalam memantau setiap transaksi yang dilakukan oleh nasabah.

b). Ketentuan pemantauan transaksi nasabah hendaknya tidak hanya yang bernilai Rp.100.000.000 juta atau lebih, tetapi juga yang bernominal


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

kurang dari itu perlu mendapatkan perhatian yang serius pula. Untuk menghindari pelaku memecah jumlah uangnya untuk menghindari kecurigaan petugas bank.