dalam melengkapi serta mengembangkan teori yang ada atau bahkan menemukan teori baru Pendidikan Agama Islam di MTsN dan SMPN.
b. Manfaat Praktis
1 Bagi siswa MTsN dan SMPN diharapkan mereka dapat meningkatkan perilaku
keberagamaan sesuai dengan ajaran Islam; 2
Bagi Guru Agama Islam hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam merancang pengembangan dan implementasi kurikulum
Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan perilaku keberagamaan siswa di MTsN dan SMPN;
3 Memberikan kontribusi bagi pengambil kebijakan Kementeri Pendidikan
Nasional dan Kementerian Departemen Agama Daerah dalam mengembangkan dan implementasi kurkulum Pendidikan Agama Islam terkait dengan
peningkatan perilaku kebergamaan siswa MTsN dan SMPN; 4
Memberikan kontribusi bagi para pakar pendidikan dan yang lainnya untuk melakukan penelitian lanjutan mengingat penelitian ini sangat terbatas baik
pengambilan sampel, metode, pendekatan, wilayah kajian, dan instrumen penelitian banyak kekurang baik segi valitas maupun reliabilitasnya.
D. Definsi Konsep dan Operasional 1.
Definisi Konsep
Beberapa definisi perilaku keberagamaan siswa dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Perilaku keberagamaan sebagaimana Tafsir
http:www.com , 2010
menjelaskan “mengarahkan kepada usaha pendidikan agar murid melaksanakan apa yang diketahuinya itu dalam kehidupan sehari-hari”.
b. Asrori
http:www . multiplycontent.com, 2010:5 mendefinisikan perilaku
keberagamaan adalah “praktek hidup berdasarkan ajaran agamanya, serta dijadikannya sebagai pandangan hidup dalam kehidupan”.
c. Perilaku keberagamaan meminjam istilah Turmuddhi didefinisikan
http:dosen.amikom.ac.id.doc , 2010:3 adalah “praktik hidup berdasarkan
ajaran agama, tanggapan atau bentuk perlakuan terhadap agama yang diyakini dan dianutnya serta dijadikan sebagai pendangan hidup dalam
kehidupan dengan tampilan insan religius yang humanis” Dengan kata lain, menurut Turmuddhi yang dimaksud perilaku keberagamaan siswa, yaitu
siswa di satu sisi terampil menjalan ibadah kepada Allah secara ritual, di sisi lain ia hidup rukun dalam kehidupan sosial misalnya mampu melakukan
sikap hormat kepada sesama manusia sebagai makhluk sosial annas. d.
Menurut Hanifah 2010: 4 perilaku keberagamaan diartikan religiositas yang artinya merupakan kesatuan utuh Iman dan Islam. Maksudnya religiositas jika
diamati dari sisi internal adalah Iman dan dari sisi ekternalnya adalah Islam. Sebagai fenomenal sosial rumusan ini sejalan dengan pendapat Wach bahwa
pengamalan beragama terdiri atas respon terhadap ajaran agama dalam bentuk pikiran, perbuatan serta pengungkapannya dalam kehidupan kelompok.
e. Keberagamaan menurut Soikhurojib 2009: 7 merupakan respon manusia
terhadap wahyu merupakan esensi dari Islam. Soikhurojib selanjutnya menjelaskan bahwa, Lingkup keberagamaan dalam Islam meliputi semua
aspek kehdupan, yaitu social, ekonomi, politik, budaya, ilmu, teknologi, seni dan lain-lain.
Berdasarkan pemahaman di atas dapat ditarik definisi pragmatis bahwa perilaku keberagamaan siswa adalah: “mempelajari siswa mengamalkan
ajaran agama Islam berupa ibadah ritual dan ibadah sosial keagamaan secara kasat mata yang ia pahami dan yakini dalam kehidupan sehari-hari”.
2. Pendidikan Agama Islam
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1995: 25 mendefinisikan bahwa Pendidikan Agama Islam ialah usaha sadar yang dilakukan guru
pendidikan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, danatau latihan untuk menyiapkan peserta didik meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran Islam. Indikator bimbingan, pengajaran, dan latihan yag dilakukan guru agama Islam untuk menyiapkan peserta didik meyakini,
memahami, dan mengamalkan ajaran Islam, yakni sebagai berkut. a.
Bimbingan dimaksudkan pembinaan yang dilakukan guru agama dalam memibina keyakinan agama siswa;
b. Pengajaran adalah transfer ilmu yang dilakukan guru agama Islam terhadap
siswa untuk memahami ajaran agama Islam; c.
Latihan dimaksudkan langkah-langkan pengamalan ajaran agama yang dilakukan oleh siswa di bawah asuhan guru agama Islam.
2. Definisi Operasional Definisi Operasional perilaku keberagamaan adalah skor siswa yang
diperoleh dari respon terhadap kuesioner yang diisi oleh siswa. 3.
Dimensi Perilaku Keberagamaan Sasaran perilaku keberagamaan siswa yang dimunculkan dalam kuesioner
meliputi dimensi hubungan dengan Allah yang disebut ibadah makhdah
hablumminallah, hubungan dengan sesama, dan hubungan dengan lingkungan fisik rumah, dan sekolah disebut ibadah ghairi makhdah hablumminannas.
Sebagai definisi operasional dari ketiga hubungan di atas adalah sebagai berikut. Dimensi ibadah makhdah adalah mencacup ibadah spiritual, yaitu
kecenderungan seseorang siswa untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam konteks kedisiplinan dalam hubungan transendental hubungan langsung dengan
Allah yang dilakukan melalui ibadah ritual, dan partisipasi keagamaan. Hubungan transendental yang dimaksudkan dalam dimensi spiritual dan
partisipasi keagamaan dapat dijabarkan ke dalam definisi operasional yang lebih sempit, yang mencakup:
a. Aspek transendental adalah kecenderungan perilaku seseorang siswa dalam
menjalankan ibadah ritual seperti: menjalankan shalat wajib lima waktu, puasa ramadhan, berdoa, membaca Al-Quran.
b. Aspek partisipasi keagamaan adalah kecenderungan perilaku sesorang siswa
adalah untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. c.
Aspek dimensi ibadah ghairi makhdah mencakup dimensi kecenderungan seseorang siswa untuk melakukan hubungan baik dengan sesama manusia.
Kecenderungan siswa melakukan hubungan baik dengan sesama manusia terliput hubungan dengan orang tua, guru, saudara, teman, berhubungan dengan
orang lain yang lebih tua usianya dan tidak dikenal, berhubungan dengan orang yang lebih muda dikenal dan tidak dikenal, berhubungan dengan yang berbeda
agama, suku dan ras. Hubungan baik siswa dengan sesama dengan sesama manusia dapat dijabarkan ke dalam definisi operasional yang lebih sempit, yang
mencakup:
Dimensi hubungan baik dengan sesama manusia diartikan sebagai kecenderungan seseorang siswa untuk menjalin hubungan baik dengan orang
lain yang didasarkan pada sikap menghormati orang lain, ramah terhadap orang lain, persahabatan dan simpatik. Sikap yang dimaksud dalam dimensi hubungan
baik dijabarkan ke dalam difinisi operasinal yang lebih sempit, yang mencakup: a.
Aspek penghormatan terhadap orang lain adalah kecenderungan seseorang untuk menaruh rasa hormat kepada orang lain karena kebaikan-kebaikan atas
jasa-jasanya yang begitu tak terhingga. b.
Aspek keramahan adalah kecenderungan seseorang untuk bersikap hubungan yang hangat, hubungan yang intim, terbuka, tidah menaruh perasaan curiga,
kebencian, dan diskriminasi. c.
Aspek persahabatan kecenderungan sesorang untuk melakukan hubungan yang harmonis dengan orang lain tanpa pandang suku, ras, keterunan dan
agama. d.
Aspek simpatik adalah kecenderungan seseorang untuk terkait dengan perasaan orang lain, memiliki kemurahan hati, dan keinginan untuk
membantu orang yang lemah. Dimensi hubungan baik siswa dengan lingkungan fisik diartikan sebagai
kecenderungan seseorang siswa untuk memelihara lingkungan fisik agar lingkungan tersebut terawat dengan baik sebagai tempat tinggal manusia.
Yang dimaksud dimensi hubungan baik dengan lingkungan fisik dijabarkan ke dalam difinisi
operasinal yang lebih sempit, yang mencakup:
a. Menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat, b. Merwat taman dan pepohonan.
Pertimbangan yang digunakan dalam pembahasan perilaku keberagamaan siswa sebagai “konstrak” penelitian adalah teori perkembangan kepercayaan atau
spiritual keagamaan pada anak yang dibangun oleh Fowler dalam Safaria 2007: 62 sebagaimana terlihat pada tabel 1 berikut ini.
TABEL. 1 TEORI PERKEMBANGAN KEPERCAYAAN Tabel
Awal masa kanak- kanak 0-6 tahun
Pertengahan masa kanak-kanak 6-12
tahun Masa awal
remaja 12-18 tahun
Fowler Primal faith
Intuitif-proyektif- faith
Mythicalliteral faith
Usia anak-anak Madrasah Tsanawiyah dan anak-anak Sekolah Menengah Pertama, usia mereka pada umumnya antara 13-1516 tahun. Tingkat
perkembangan spiritual keagamaannya ada pada “Mythicalliteral faith”. Fowler lebih lanjut menjelaskan bahwa spiritual keagamaan pada tahap ini anak telah
mencapai tarap perkembangan kognitif yang bersifat operasional formal di mana anak mulai mampu mengambil alih pandangan-pandangan orang lain menurut
pola pengambilan prespektif antar pribadi secara timbal-balik. Pada tahapan ini anak berupaya menciptakan sintetis identitas secara integral. Namun sintetis-
identitas ini terbentuk setelah anak remaja menciptakan sintetis dari seperangkat arti baru dari berbagai nilai-nilai yang ditemuinya dari lingkungannya. Pada masa
ini anak remaja juga sudah mulai mampu merefleksikan secara kritis riwayat hidupnya dan mampu menggali makna-makna baru dari sejarah hidupnya. Yang
dicari adalah suatu sintesis baru atas berbagai arti dan makna dari pengalamannya dalam hidup.
Pada tahap inilah remaja mulai tertarik secara mendalam terhadap ideologi dan agama. Dengan mulai mapannya cara berpikir remaja, membuat mereka
memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan ibadah kepada Tuhan-Nya dan mampu berkomunikasiberhubungan baik dengan sesama manusia, berbuat baik
kepada dirinya sendiri, dan berlaku baik terhadap lingkungannya berdasarkan kaidah-kaidah agama yang ia yakini.
E. Asumsi Penelitian