persisten. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan pada proses vasodilatasi
sehingga akan terjadi vasokonstriksi.
PAD pada tungkai bawah merupakan komplikasi paling sering pada diabetes melitus. Prevalensi PAD meningkat 60 secara signifikan pada pasien
dengan DM Graziani, et al. 2007. PAD dan diabetes memerlukan perhatian sebab dibandingkan dengan PAD dengan faktor risiko lain, PAD pada diabetes
berbeda dalam biologi, gambaran klinik dan penatalaksanaan. Keterlibatan vaskular sedikit unik dimana tersering pada pembuluh darah dibawah lutut dan
hampir selalu disertai dengan neuropati. Oleh sebab itu, sering tanpa gejala atau hanya merasakan keluhan yang tidak jelas tidak seperti gejala klasik PAD seperti
klaudikasio intermiten. Sehingga sebagai konsekuensi dari adanya neuropati, sering penderita PAD dan diabetes datang terlambat dan sudah dengan gejala rest
pain, ulkus sampai gangren dan pada akhirnya berakhir dengan amputasi ADA, 2003
2.3.2 Faktor Risiko Penyakit Oklusi Arteri Perifer Peripheral Arterial
Disease PAD
Diabetes dan merokok merupakan faktor risiko terkuat untuk PAD. Faktor risiko lainnya yang telah diketahui antara lain hipertensi, hyperlipidemia, obesitas,
dan stres. Beberapa hal yang potensial menjadi faktor risiko PAD meliputi peningkatan level dari C-reactive protein CRP, fibrinogen, homosistein, apo-
lipoprotein B, lipoprotein a dan viskositas plasma. Pada penderita diabetes, risiko PAD meningkat oleh usia, lamanya diabetes dan adanya neuropati perifer.
Orang Afrika Amerika dan Hispanik dengan diabetes memiliki prevalensi PAD lebih tinggi dibandingkan kulit putih non-Hispanik ADA, 2003.
Penting dicatat bahwa diabetes sangat berkaitan dengan terjadinya PAD di daerah femoral-popliteal dan tibial di bawah lutut, sedangkan faktor risiko
lainnya misalnya, merokok dan hipertensi berhubungan dengan lokasi PAD yang lebih proksimal di pembuluh aorto-iliofemoral ADA, 2003.
2.3.3 Patogenesis Penyakit Oklusi Arteri perifer Peripheral Arterial Disease
PAD
DM berpengaruh pada hampir semua pembuluh darah, dan ada keunikan dari pengaruh DM pada peristiwa aterotrombosis pembuluh darah perifer.
Perubahan-perubahan metabolik pada diabetes akan berpengaruh pada perubahan struktur dan fungsi dinding arteri. Onset dari perubahan ini telah lebih dulu terjadi
sebelum muncul klinis diabetes, jadi relatif sedikit pengetahuan biologi PAD pada pasien diabetes. Begitu pun, kelihatannya perubahan-perubahan aterogenik yang
diamati pada penyakit aterosklerotik seperti pada pembuluh darah koroner dan karotis umumnya bisa juga diaplikasikan pada pasien PAD dengan diabetes
ADA, 2003.
2.3.3.1 Inflamasi
Inflamasi telah terbukti sebagai marker risiko penyakit atero-trombosis termasuk PAD Beckman, et al. 2002. Meningkatnya C-reactive protein CRP
berhubungan kuat dengan terjadinya PAD. Telah terbukti level CRP meningkat
pada pasien dengan gangguan toleransi glukosa dan diabetes. CRP telah terbukti berikatan dengan reseptor endotel sehingga memacu apoptosis. CRP juga
merangsang endotel untuk memproduksi procoagulan tissue factor, leucocyte adhesion molecule dan substansi kemotaksis dan menghambat produksi Nitric
Oxide synthase endothelial eNOS sehingga tonus vaskular menjadi abnormal. CRP juga meningkatkan produk lokal yang mengganggu fibrinolisis seperti
plasminogen activator inhibitor PAI-1 ADA, 2003; Creager, et al. 2003.
2.3.3.2 Disfungsi Endotel
Endotel yang berada pada permukaan pembuluh darah secara biologi adalah organ aktif. Endotel berperan menjaga keseimbangan antara trombosis dan
fibrinolisis serta mempunyai peran utama pada interaksi lekosit dan dinding vaskular. Kelainan pada fungsi endotel akan memudahkan arteri mengalami
aterosklerosis. Pada pasien diabetes, termasuk PAD menunjukkan kelainan pada fungsi endotel dan regulasi vaskular. Mediator disfungsi endotel pada diabetes
sebenarnya banyak, tetapi yang terutama adalah gangguan pada bioavailabilitas NO. Hiperglikemia akan menghambat fungsi endotel NOS eNOS dan
mendorong produksi ROS reactive oxigen species, yang mengganggu fungsi vasodilator endotelium. NO merupakan stimulus yang potensial untuk
vasodilatasi, dan membatasi reaksi inflamasi melalui modulasi interaksi lekosit dan dinding vaskular. NO juga menghambat migrasi VSMC vascular smooth
muscle cell juga proliferasi dan aktifasi platelet. Sehingga berkurangnya peran hemostasis normal NO endotel akan memacu terjadinya aterosklerosis dan
konsekwensi komplikasi lanjut. Ada mekanisme lain yang mempengaruhi homeostasis NO termasuk diantaranya resistensi insulin, dan produksi FFA free
fatty acid Steinberg, et al. 2002. Efek lain dari disfungsi endotel adalah aktifasi reseptor advanced glycation
end products RAGE, sehingga meningkatkan inflamasi lokal dinding vaskular, diperantarai oleh meningkatnya produksi faktor transkripsi, nuclear factor-
ĸB NF-
ĸB dan activator protein 1 ADA, 2003.
2.3.3.3 Platelet
Platelet mempunyai peranan penting dan krusial dalam hal hemostasis dan pembekuan darah di lokasi terjadinya cedera atau luka pada pembuluh darah.
Akan tetapi sebaliknya, aktivasi platelet dan aterial trombosis juga mempunyai peranan dalam terjadinya berbagai kelainan pembuluh darah. Suatu studi meta
analisis yang besar menunjukkan bahwa pemberian aspirin atau obat anti-platelet lainnya mengurangi insiden terjadinya infark miokard, stroke, atau kematian pada
pasien dengan PAD. Ini menunjukkan bahwa platelet mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan arterosklerosis dan komplikasinya. Hal ini didukung
dengan hasil studi Antiplatelet Trialists Collaboration yang menyimpulkan bahwa terapi antiplatelet mengurangi risiko oklusi arteri pada pasien dengan PAD yang
menjalani operasi bypass atau angioplasti. Arterosklerosis adalah dasar terjadinya PAD sehingga platelet mempunyai peranan dalam terjadinya PAD. Kesimpulan
yang sama juga didapatkan pada suatu studi double-blind controlled trial dimana
penggunaan antiplatelet menurunkan secara signifikan progesifitas PAD dibandingkan dengan kelompok plasebo Cassar, et al. 2003.
Bukti peranan platelet pada pembentukan arterosklerosis didapatkan dari observasi pasien dengan diabetes mellitus. Diabetes adalah salah satu faktor risiko
mayor untuk PAD. Fungsi platelet pada pasien dengan diabetes mengalami gangguan. Sama seperti endotel, platelet akan mengambil lebih banyak glukosa
dan meningkatkan stress oksidatif sehingga platelet lebih mudah agregasi. Sebagian besar studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan diabetes
mengalami peningkatan agregasi platelet, peningkatan aktifitas jalur arakhidonat, peningkatan prostaglandin dan peningkatan formasi A
2
. Ikatan antara fibrinogen dengan platelet juga meningkat pada pasien dengan diabetes dibandingkan dengan
kelompok kontrol Cassar, et al. 2003.
2.3.3.4 Koagulasi dan Rheologi
Ada berbagai elemen kelainan trombosis dan fibrinolisis pada pasien diabetes. Diabetes akan menyebabkan keadaan hiperkoagulasi hypercoagulable
state. Pada diabetes terjadi peningkatan faktor-faktor koagulan seperti faktor VII, thrombin dan tissue factor sedangkan antikoagulan endogen thrombomodulin dan
protein C menurun. Peningkatan juga terjadi pada produksi plasminogen activator inhibitor-1, suatu penghambat fibrinolisis. Hal-hal ini dapat
meningkatkan risiko terjadinya ruptur pada plak trombosis Creager, et al. 2003.
Gambar 2.4 Perubahan fungsi platelet dan faktor koagulasi Creager, et al. 2003.
Sebagai kesimpulan, diabetes akan meningkatkan risiko aterogenesis melalui berbagai efek pada dinding vaskular, efek terhadap sel-sel darah dan reologi.
Kelainan vaskular yang menyebabkan aterosklerosis pada pasien diabetes terbukti telah ada sebelum diabetesnya didiagnosis, dan akan semakin memburuk sesuai
dengan lamanya diabetes dan tidak terkontrolnya glukosa darah Creager, et al. 2003.
2.3.4 Diagnosis Penyakit Oklusi Arteri Perifer Peripheral Arterial Disease
PAD
Penyakit arteri perifer pada penderita diabetes melitus didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta dibantu oleh pemeriksaan
penunjang. Keluhan yang dirasakan pasien dapat berbagai macam, dari yang tanpa keluhan, klaudikasio intermiten, nyeri saat istirahat, dan sampai dengan
terdapatnya luka yang tidak sembuh-sembuh ataupun gangren. Selain itu, adanya faktor risiko sangat perlu ditanyakan seperti merokok, tekanan darah tinggi,
kegemukan, kelainan lemak darah, DM, dan kurangnya olah raga. Adanya faktor risiko tersebut akan menguatkan dugaan terjadinya komplikasi ini.
Tahap selanjutnya, diikuti dengan pemeriksaan fisik yang teliti dengan memperhatikan warna kulit apakah sianosis atau pucat pallor, kulit teraba
dingin, dan nadi arteri dorsalis pedis atau tibialis posterior yang sangat lemah atau bahkan tidak teraba, pulselessness. Sering kali ditemukan pula perubahan
yang khas pada kulit, kulit menjadi licin, hilangnya kuku dan rambut. Adanya gejala-gejala 5P pulselessness, pain, paresthesia, pareseparalysis dan pallor
sangat menguatkan dugaan klinis adanya PAD. Beberapa pemeriksaan yang dapat juga membantu yaitu tes elevasi dengan jalan mengangkat kaki selama 20-60
menit, kulit akan tampak semakin pucat, selanjutnya dapat diamati kelambatan pengisian kembali vena di kaki tersebut setelah 20 menit diangkat, pada keadaan
normal, pengisian vena kembali sudah terjadi dalam beberapa detik kulit kaki tampak merah kembali, timbulnya keluhan nyeri kaki yang menghilang dengan
istirahat menandakan adanya kelainan pada pembuluh darah tepi Faxon, et al. 2004.
Pemeriksaan yang lebih baik diperlukan untuk menentukan PAD mengingat seringnya klinis PAD pada diabetes tanpa gejala ataupun gejala yang
tidak jelas yaitu dengan pengukuran ABI ankle brachial index. Pemeriksaan ini cukup akurat, cepat, sederhana dan noninvasif. ABI adalah rasio tekanan darah
sistolik pada ankle dibagi tekanan darah sistolik pada lengan brachial. ABI
memiliki sensitivitas 79-95 dengan spesifitas 95-96 dibandingkan dengan pemeriksaan angiography sebagai standar baku emas Kim, et al. 2012.
Tabel 2.3 Derajat PAD berdasarkan nilai ABI ADA, 2003.
Rentang Nilai Derajat
0.91-1.30 Normal
0.70-0.90 Obstruksi ringan
0.40-0.69 Obstruksi sedang
0.40 Obstruksi berat
1.30 Gangguan kompresi
2.4 Angiografi
2.4.1 Definisi
Angiografi adalah suatu prosedur tindakan yang menggunakan jarum dan atau kateter kedalam pembuluh darah arteri dengan menggunakan media kontras
untuk melihat pencitraan dari pembuluh darah. Selain sebagai untuk diagnostik angiografi digunakan sebagai alat untuk terapeutik Sanchez, et al. 1998; Singh, et
al. 2003 Sampai saat ini angiografi masih merupakan standar baku emas untuk
mengevaluasi adanya stenosis dan oklusi dari pembuluh darah. Rata-rata komplikasi pada angiografi pada populasi secara umum kurang dari 3,3.
Pendekatan angiografi pada transfemoral merupakan tindakan yang paling aman.