BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Peramalan
Segala sesuatu yang terhadap di dunia ini adalah tidak tentu atau tidak ada yang pasti. Tetapi, segala sesuatu tersebut harus dapat diprediksi atau
diramalkan agar dapat direncanakan hal-hal apa saja yang akan diambil terhadap apa yang diprediksikan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan skala besar yang
bergerak di bidang elektronik, harus mampu memprediksi atau meramalkan berapa penjualan yang akan terjadi di tahun berikutnya dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya overstock dan drum. Kegiatan penerapan model yang telah dikembangkan pada waktu yang
lalu dinamakan proyeksi, sedangkan kegiatan penerapan model yang telah dikembangkan pada waktu yang akan datang dinamakan peramalan Aritonang,
Lesbin : 2009. Peramalan adalah suatu aktivitas untuk mengkalkulasi atau memprediksi
beberapa kejadian atau kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang, yang biasanya merupakan hasil studi yang rasional atau analisis dari data yang
bersangkutan Abraham, Bovas: 1983. Kesimpulan yang dapat diperoleh melalui definisi peramalan menurut
para ahli adalah peramalan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk memprediksi kejadian atau kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang
dengan didasari oleh studi pembelajaran yang rasional.
Universitas Sumatera Utara
3.2. Box Jenkins ARIMA Autoregressive Integrated Moving Average
Metode peramalan pada umumnya digolongkan menjadi dua bagian utama, yaitu metode peramalan kualitatif dan metode peramalan kuantitatif.
Perbedaan dari kedua metode ini adalah data historis pada peramalan kuantitatif dapat diolah dan dapat digunakan untuk memberikan hasil peramalan yang lebih
akurat dibandingkan dengan data historis kualitatif. Metode Box Jenkins merupakan bagian dari metode analisis deret waktu
time series yang merupakan bagian dari metode peramalan kuantitatif. Metode Box Jenkins yang juga dikenal dengan metode ARIMA, dikembangkan oleh Box
dan Jenkins dan merupakan gabungan dari metode penghalusan, regresi, dan metode dekomposisi. Metode ini banyak digunakan untuk peramalan harga saham
harian penerimaan, penjualan, tenaga kerja, dan variabel runtut waktu lainnya. Model runtut waktu ini digunakan bila hanya sedikit yang diketahui mengenai
variabel-variabel independen yang dapat digunakan untuk menjelaskan variabel utama. Model ini digunakan juga bila datanya tersedia dalam jumlah yang cukup
sehingga membentuk rentet waktu yang cukup panjang. Pada dasarnya ada dua model dari metode Box Jenkins adalah model
linier untuk deret statis Stasionery Series dan model untuk deret data yang tidak status Non Stationery Series untuk suatu kumpulan data. Sedangkan untuk
model yang tidak statis menggunakan apa yang disebut ARIMA Auto Regressive Moving Average untuk suatu kumpulan data.
`
Universitas Sumatera Utara
Peramalan dengan menggunakan Box Jenkins memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
1
1. Pemeriksaan Kestasioneran Data Stasioner dapat juga berarti bahwa tidak terdapat pertumbuhan dan penurunan
pada data. Secara kasarnya, data harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain, terjadi fluktuasi data di sekitar suatu nilai rata-rata yang
konstan. Pada tahap pertama data runtut waktu harus diperiksa kestasionerannya apakah rata-rata dan variansinya konstan, homogen dari
waktu ke waktu karena data yang dianalisis pada ARIMA adalah data yang stasioner. Pemeriksaan kestasioneran data dilakukan dengan tiga tahapan
yaitu: pemeriksaan secara manual, pemeriksaan stasioneritas pada varians, dan pemeriksaan stasioneritas pada means.
a. Pemeriksaan secara manual dimaksudkan hanya untuk memeriksa secara kasat mata apakah data telah stasioner atau tidak. Cara memeriksanya
adalah dengan melihat pola data historis penyebaran data. Apabila data historis memiliki variansi yang cukup jauh dari nilai tengah, maka
dinyatakan bahwa data tidak stasioner. Data dinyatakan secara stasioner apabila kebanyakan data memiliki variansi yang tidak terlalu besar.
Pemeriksaan ini hanya ditujukan untuk melatih pemahaman terhadap stasioner. Apabila secara manual, dilihat bahwa data belum stasioner,
maka pemeriksaan tetap dilanjutkan ke pemeriksaan varians dan means.
1
Aritonang, Lebrin. 2009. Peramalan Bisnis. Hal 80-86
Universitas Sumatera Utara
b. Pemeriksaan stasioneritas dalam varians dilakukan dengan melakukan transformasi Box Cox. Transformasi Box-Cox adalah suatu metode untuk
menguji kestasioneran data dalam variansi yang dikenalkan oleh Box dan Tiao Cox. Transformasi Box Cox juga sering disebut dengan transformasi
kuasa. Secara matematis, transformasi Box-Cox dirumuskan sebagai berikut:
��, � = − �
2 �� ��
��
1
� − �̅��
2
�
� �=1
� + � − 1 � ln �
� �
�=1
������ �
1
� = � �
� �
− 1 �
� ≠ 0 ���
�
� = 0 dengan
λ = Parameter lambda x
i
= Nilai data Transformasi dilakukan jika belum diperoleh nilai λ = 1. λ =1 berarti
bahwa data telah stasioner dalam varians. Tetapi, tidak semua pola data yang diperiksa akan memberikan nilai
λ =1. Untuk mengantisipasi hal tersebut, diberikan n
ilai λ beserta formula transformasinya yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 . Nilai λ dan Transformasinya
Λ Transformasi
-1 1x
i
-0,5 1x
i 12
Ln x
i
0,5 x
i 12
1 x
i
Transformasi Box Cox juga dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan software Minitab, yaitu dengan menggunakan perintah:
Universitas Sumatera Utara
Stat-Basic Statistic- Control Chart – Box Cox Transformation
c. Pemeriksaan stasioneritas dalam means dilakukan dengan menganalisis grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial dari data yang tersedia.
Apabila data telah stasioner dalam means, maka langkah peramalan dapat dilanjutkan ke langkah kedua, yaitu pengidentifikasi model peramalan.
Tetapi, apabila data belum stasioner dalam means, maka dilakukan proses differencing agar data yang diperoleh akan stasioner dalam means. Proses
pembedaan differencing dapat dilakukan untuk beberapa periode sampai data telah stasioner. Proses pembedaan ini dilakukan dengan cara
mengurangkan suatu data dengan data sebelumnya. Proses pembedaan inilah yang akan menentukan nilai I integrated di dalam model ARIMA.
Adapun hubungan metode pembedaan dengan nilai I adalah: 1. Pembedaan dilakukan satu kali, maka nilai I adalah 1 sehingga menjadi
I1 2. Pembedaan dilakukan dua kali, maka nilai I adalah 1 sehingga menjadi
I2, dan seterusnya. Akan tetapi, pada umumnya data yang tidak stasioner akan menjadi
stasioner setelah dilakukan proses pembedaan sebanyak dua kali. Apabila data telah stasioner tanpa dilakukan pembedaan terlebih dahulu, maka nilai
I adalah nol sehingga model Box Jenkins yang mungkin terbentuk adalah AR, MA, dan ARMA.
Autokorelasi di antara nilai-nilai yang berturut-turut dari data merupakan suatu alat penentu atau kunci dari identifikasi pola dasar yang
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan data itu. Konsep korelasi di antara dua variabel menyatakan asosiasi atau hubungan di antara dua variabel. Nilai korelasi
menunjukkan apa yang terjadi atas salah satu variabel, terdapat perubahan dalam variabel lainnya. Tingkat korelasi ini diukur dengan koefisien yang
besarnya bervariasi di antara +1 dan -1. Suatu nilai koefisien yang mendekati +1 menunjukkan kuatnya hubungan positif di antara dua
variabel tersebut. Ini berarti bahwa bila nilai dari salah satu variabel meningkat atau bertambah, maka nilai dari variabel lainnya juga
cenderung bertambah. Demikian pula halnya dengan nilai koefisien korelasi yang mendekati -1. Suatu koefisien autokorelasi adalah sama
dengan suatu koefisien korelasi hanya bedanya bahwa koefisien ini menggambarkan asosiasi atau hubungan antara nilai-nilai dari variabel
yang sama, tetapi pada periode waktu yang berbeda. Dengan mengetahui nilai koefisien autokorelasi dapat diketahui pula ciri, pola dan jenis data,s
ehingga dapat memenuhi maksud untuk mengidentifikasikan suatu model tentatif atau percobaan yang dapat disesuaikan dengan data.
2
Dimana: k = lag ke sekian Autokorelasi untuk lag 1,2,3,4,…,k dapat dicari dan dinotasikan dengan
r
k
sebagai berikut: �
�
= ∑
�
�
− ���
�+�
− ��
�−� �=1
∑ �
�
− ��
� �
�=1 2
r = nilai autokorelasi n = jumlah data
2
Makdridakis, Spyros. 1999. 338-339
Universitas Sumatera Utara
Di dalam analisis regresi, apabila variabel tidak bebas Y diregresikan dengan variabel bebas X
1
dan X
2
maka akan timbul pertanyaan sejauh mana variabel X
1
mampu menerangkan keadaan Y apabila mula-mula X
2
dipisahkan. Ini berarti meregresikan Y kepada X
2
dan menghitung galat nilai sisa, kemudian meregresikan lagi nilai sisa tersebut kepada X
1
, di dalam analisis deret waktu konsep yang sama.
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan antara X
1
dan X
1-k
, apabila pengaruh dari lag 1,2,3,…, dan seterusnya sampai k-1 dianggap terpisah. Satu-satunya tujuan di dalam analisis deret waktu
adalah untuk membantu menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan, kenyataannya autokorelasi dan autokorelasi parsial memang
dibentuk hanya untuk tujuan ini. Persamaan autokorelasi parsial adalah sebagai berikut:
∅
11
� = �
1
∅
22
� = �
2
− �
1 2
1 − �
1 2
∅
��
� =
�
�
−∑ ∅
�−1,�
�
�−� �−1
�=1
1−∑ ∅
�−1,�
�
� �−1
�=1
dimana ∅
��
= nilai autokorelasi parsial k = 3,4,5,… dan j = 2,3,4…,k-1 Apabila autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa data
belum stasioner secara means, maka selanjutnya dilakukan proses differencing atau perbedaan. Differencing dapat dihitung dengan:
�
�
= �
�
− �
�−1
Universitas Sumatera Utara
Nilai autokorelasi, autokorelasi parsial, dan differencing dapat ditentukan dengan menggunakan software Minitab, yaitu dengan cara meng-input:
1. stat - time series – autocorrelation autokorelasi 2. stat - time series – partial autocorrelation autokorelasi parsial
3. stat – time series – differences differencing Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan untuk melihat apakah suatu data
telah stasioner antara lain sebagai berikut: 1. Apabila suatu deret berkala diplot, kemudian tidak terbukti adanya
perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret tersebut stasioner pada nilai tengahnya.
2. Apabila plot deret berkala tidak memperlihatkan adanya perubahan yang jelas dari waktu ke waktu, maka dapat dikatakan bahwa deret berkala
tersebut adalah stasioner pada variansinya. 3. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan nilai
tengah atau terjadi perubahan varians yang jelas dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret berkala tersebut mempunyai nilai tengah
yang tidak stasioner atau mempunyai nilai variasi yang tidak stasioner. 4. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan pada
nilai tengah serta terjadi perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret data tersebut mempunyai nilai tengah dan variansi
yang tidak stasioner.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengidentifikasian Model
3
Pada tahap kedua, model untuk data yang telah stasioner diidentifikasi berdasarkan hasil analisis autokorelasi dan analisis autokorelasi parsial atas
data yang stasioner atau yang telah distasionerkan tersebut. Terdapat beberapa model persamaan Box Jenkins yang mungkin dapat terbentuk, yaitu:
a. Model Autoregressive AR Model AR berjenjang 0, 1, 2, ...., sampai dengan p. Bentuk umum model
ARp, AR1, dan AR2 dikemukakan sebagai berikut ini. 1. Model Umum ARp: Y
t
= a + b
t
Y
t-1
+b
2
Y
t-2
+ ... + b
p
Y
t-p
+ e
t
Dari model di atas, dapat diketahui bahwa nilai data pada suatu periode Y
t
merupakan hasil penjumlahan dari komponen konstanta a, komponen data pada satu periode sebelumnya dikalikan dengan
koefisien autoregresifnya b
t
Y
t-1
sampai dengan komponen data pada p periode sebelumnya dikalikan dengan koefisien autoregresifnya
b
p
Y
t-p
dan komponen residu atau error modelnya pada periode tersebut e
t
. 2. Model AR1: Y
t
= a + b
1
Y
t-1
+ e
t
Suatu data teridentifikasi sebagai AR1, jika: a. r
k
mengecil secara drastis dan gradual ke arah nol dimulai dari r
1
ke r
2
, ..., ke r
k
b. hanya r
1
” yang signifikan sedangkan r
k
” lainnya tidak signifikan c. |b
1
|1, disebut batas kestasioneran
3
Aritonang, Lebrin. 2009. Peramalan Bisnis. Hal 86-114
Universitas Sumatera Utara
Estimasi atas konstanta maupun koefisien autoregresi untuk suatu model dimaksudkan untuk menghasilkan konstanta maupun koefisien
yang dapat menghasilkan MSE atau SSE yang paling kecil. Ini berlaku untuk tiap model. Bila suatu nodoel hanya terdiri atas
komponen AR, baik berupa AR1 maupun AR2 atau ARp lainnya, maka konstanta dan koefisien autoregresinya dapat diestimasi
dan diuji dengan cara yang sama dengan analisis regresi linier sederhana.
Adakalanya, estimasi awal atas koefisien suatu model AR maupun MA dihitung. Hasil estimasi awal itu berfungsi sebagai masukan
awal untuk estimasi lanjutan atas koefisien tersebut sehingga diperoleh koefisien yang terakhir, yaitu yang meminimumkan SEE-
nya. Perhitungan ini dilakukan bila pengestimasian koefisien suatu model dilakukan secara bertahap, melalui suatu proses algoritma
iteratif. Pendekatan yang demikian terutama digunakan untuk pengestimasian model MA yang akan dikemukakan kemudian. Untuk
model AR sendiri, estimasi awal itu sebenarmya tidak diperlukan, kecuali bila koefisien itu dihitung dengan algoritma, bukan analisis
regresi linier sederhana. 3. Model AR2: Y
t
= a +
b1Yt-1
+ b
2
Y
t-2
+ e
t
Suatu data diidentifikasi sebagai AR2 jika: a. Koefisien-koefisien autokorelasinya mengecil ke arah nol; ada
yang bertanda positif maupun negatif.
Universitas Sumatera Utara
b. hanya r
1
” dan r
2
” yang signifikan sedangkan r
k
” lainnya tidak signifikan
c. b1 + b2 1 atau disebut batas kestasioneran d. -1 b
2
1, b
2
-b
1
1 b. Model Moving Average MA
Sebagaimana model AR, model MA juga dapat berjenjang 0, 1, 2, … , sampai jenjang q. Model MAq, MA1, dan MA2 akan dikemukakan
sebagai berikut. 1. Model Umum MAq: Y
t
= c + e
t
+ m
1
e
t-1
+ m
2
e
t-2
+ … + m
q
e
t-q
Model di atas menunjukkan bahwa nilai data pada suatu periode Y
t
, merupakan hasil penjumlahan dari komponen konstanta c,
komponen residu pada periode tersebut e
t
, komponen residu pada satu periode sebelumnya dikalikan dengan koefisiennya m
1
e
t-1
, komponen residu pada dua periode sebelumnya dikalikan dengan
koefisiennya m
2
e
t-2
, …, dan komponen residu pada q periode sebelumnya dikalikan dengan koefisiennya m
q
e
t-q
. 2. Model MA1: Y
t
= c + e
t
- m
1
e
t-1
Suatu data diklasifikasikan sebagai MA1 jika: a. r
1
signifikan sedangkan rk lainnya tidak signifikan b. r
k
” mengecil secara eksponensial Perhatikan bahwa ciri r
1
untuk MA1 sama dengan ciri r
1
” untuk AR1, dan ciri r
k
” untuk MA1 sama dengan ciri rk untuk AR1.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan lainnya mengenai MA1 tersebut adalah -1 m
1
1 atau disebut batas intertibilitas.
Estimasi atas koefisien parameter MA tidak dilakukan dengan metode regresi linier walaupun modelnya berbentuk linier, tetapi
koefisiennya sendiri m1, m2, …, mq bersifat nonlinier sehingga digunakan metode estimasi nonlinier. Hal yang sama berlaku juga
untuk tiap model lainnya yang mencakup komponen MA, yaitu IMA, ARMA, dan ARIMA.
Pendekatan metode nonlinier itu dilakukan dalam beberapa tahap, dan uraian secara agak rinci.Pada tahap pertama, model diubah menjadi
model yang memiliki parameter yang bersifat linier. Perubahan ini dilakukan dengan ekspansi Taylor melalui suatu proses derivasi. Pada
tahap kedua, estimasi awal atas koefisien parameter model dihitung dengan rumus.Hasil estimasi awal itu digunakan pada model linier
yang dihasilkan sehingga diperoleh estimasi model berikutnya. Selanjutnya, hasil estimasi yang terakhir itu digunakan lagi pada
model linier tersebut sehingga dihasilkan estimasi berikutnya. Proses itu disebut iterasi karena tiap estimasi yang dihasilkan pada tahap
berikutnya akan makin mendekati hasil estimasi akhir, yang pada akhirnya digunakan untuk model yang mencakup komponen MA,
Proses itu akan menghasilkan estimasi akhir bila tercapai kondisi yang konvergen, yaitu bila hasil estimasi yang terakhir diperoleh tidak
Universitas Sumatera Utara
berbeda secara substansial lagi dibandingkan dengan hasil estimasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
3. Model MA2: Y
t
= c + e
t
+ m
1
e
t-1
+ m
2
e
t-2
Suatu data diklasifikasikan sebagai MA2, jika: a. hanya r
1
dan r
2
yang signifikan sedangkan rk lainnya tidak signifikan
b. r
k
” mengecil ke arah nol dan terdiri atas r
k
” yang positif maupun yang negatif.
Ketentuan mengenai koefisien yang dipilih dari hasil yang diperoleh dari kedua persamaan itu adalah: -1 m
1
1, m
2
+ m
1
1 dan m
2
- m
1
1 [perhatikan bahwa ciri r
1
dan r
2
untuk MA2 sama dengan ciri r
1
” dan r
2
” untuk AR2; ciri r
k
” untuk MA2 sama dengan ciri r
k
untuk AR2]. c. Model ARMA p,q
Y
t
= K + b
1
Y
t-1
+ b
2
Y
t-2
+ … + b
p
Y
t-p
– m
1
e
t-1
- … - m
q
e
t-q
+ e
t
Gabungan model ARp dan MAq disebut model p,q. Konstanta K model itu dihitung dengan rumus: K = M1 - b
1
- … - b
p
, dengan M sebagai rata-rata dari data mentah Y
t
. Ketentuan lain mengenai model tersebut adalah: b
1
+ b
2
+ … + b
p
1. Model untuk ARMA 1,1 adalah: Y
t
= K + b
1
Y
t-1
– m
t
e
t-1
+ e
t
. Kedua estimasi awal atas koefisiennya dihitung dengan rumus: r
1
= [1-b
1
m
1
b
1
-m
1
][1 + m
1 2
-2b
1
m
1
], dan r
2
= b
2
r
1
. Ketentuan lainnya mengenai ARMA 1,1 itu adalah -1 b
1
1 dan -1 m
1
1.
Universitas Sumatera Utara
Suatu data diklasifikasi sebagai ARMA 1,1, jika: 1. r
k
mengecil secara eksponensial setelah r
1
2. r
k
” didominasi oleh pengecilan setelah r
1
” d. Model ARI dan IMA
Semua submodel yang dikemukakan memiliki komponen I, yaitu ARI dan IMA. Komponen I disertakan bila data aslinya tidak stasioner
sehingga datanya harus diubah menjadi dalam bentuk perbedaan I.Dengan demikian, identifikasi modelnya didasarkan pada hasil
analisis autokorelasi dan autokorelasi parsial atas data perbedannya atau I, dengan kriteria yang sama seperti pada pengidentifikasian model AR
dan MA, Model ARI dan IMA yang dikemukakan adalah yang bersifat sederhana, yaitu memiliki 1 jenjang, baik untuk komponen AR dan MA
maupun I-nya. 1. Model ARI1,1:
Yt = m + Y
t-1
+ b
1
Y
t-1
– b
1
Y
t-2
+ e
t
Semua komponen yang ada pada model ARI1,1 sama dengan komponen yang ada pada model AR1, kecuali nilai konstantanya
m adalah rata-rata dari I1. 2. Model IMA1,1:
Y
t
= c + Y
t-1
– m
1
e
t-1
+ e
t
Semua komponen yang ada pada IMA1,1 sama dengan komponen yang ada pada model MA1 .
Universitas Sumatera Utara
e. Model ARIMA1,1,1 Y
t
= K + Y
t-1
+ b
1
Y
t-1
– b
t
Y
t-2
– m
1
et
-1
Konstanta pada model ARIMA1,1,1 adalah rata-rata dari I1. Estimasi awal atas parameter ARIMA1,1,1 dilakukan berdasarkan dua
persamaan berikut: r
t
= [1-b
1
m
1
b
1
-m
1
][1+m
1 2
-2b
1
m
1
], dan r
2
= r
1
b
1
. Suatu data diidentifikasi sebagai ARIMA1,d,1 jika:
1. rk mengecil secara eksponensial mulai dari r1 2. rk” didominasi oleh pengecilan ke arah nol mulai dari r1” serta
3. -1 b1 1 dan -1 m1 1 Jadi, data yang dianalisis autokorelasi dan autokorelasi parsialnya mungkin
saja berupa data yang asli atau data yang telah ditransformasikan sehingga menjadi stasioner. Dari pengidentifikasian itu, mungkin dihasilkan model
datanya berupa AR dengan jenjang p tertentu [ARp] atau I dengan jenjang d tertentu [Id], atau MA dengan jenjang q tertentu [MAq], atau ARI dengan
jenjang p dan d tertentu [ARIp,d], atau IMA dengan jenjang d dan q tertentu [IMAd,q], atau ARMA dengan jenjang p dan q tertentu [ARMAp,q], atau
ARIMA dengan jenjang p, d, dan q tertentu [ARIMAp,d,q]. Identifikasi grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Identifikasi Model AR, MA, dan ARMA Menggunakan Pola Grafik Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial
Model Autokorelasi
Autokorelasi Parsial
ARp Dies down turun cepat
secara sinusoidal Cuts off setelah lag ke
sekian MAq
Cuts off setelah lag ke sekian
Dies down turun cepat secara sinusoidal
ARMAp,q Dies down turun cepat
secara sinusoidal Dies down turun cepat
secara sinusoidal
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 dimaksudkan untuk mempermudah pengidentifikasian model. Pada Tabel 3.1, dikenal 2 istilah, yaitu dies down dan cuts off. Contoh dies down
dapat dilihat pada Gambar dan contoh cuts off dapat dilihat pada Gambar.
15 14
13 12
11 10
9 8
7 6
5 4
3 2
1 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 -0.2
-0.4 -0.6
-0.8 -1.0
Lag A
u to
c o
rr e
la ti
o n
w ith 5 significance limits for the autocorrelations
Gambar 3.1. Contoh Bentuk Dies Down
15 14
13 12
11 10
9 8
7 6
5 4
3 2
1 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 -0.2
-0.4 -0.6
-0.8 -1.0
Lag P
a rt
ia l
A u
to c
o rr
e la
ti o
n
Partial Autocorrelation Function
w ith 5 significance limits for the partial autocorrelations
Gambar 3.2. Contoh Bentuk Cuts Off
Model Box Jenkins yang terbentuk tidak dapat ditentukan dengan menggunakan software Minitab melainkan harus ditentukan dengan
menggunakan pengamatan langsung terhadap grafik autokorelasi dan
Universitas Sumatera Utara
autokorelasi yang terbentuk. Hasil penentuan model tersebut kemudian akan digunakan pada tahapan pengestimasian parameter model.
3. Pengestimasian Parameter Model Setelah model datanya diidentifikasi, pengestimasian terhadap parameter
modelnya dilakukan. Parameter model AR diestimasi dengan analisis regresi, yaitu dengan pendekatan kuadrat terkecil yang linier. Bila modelnya
mencakup MA, walaupun modelnya ditulis dalam bentuk linear, tetapi cara menghitung parameternya dilakukan dengan cara tertentu yang berbeda dari
analisis regresi linier dengan kuadrat terkecil tersebut. Caranya bemacam- macam, tetapi yang lazim diguakan adalah metode nonlinier, dan biasanya
dilakukan melalui dua tahap, yaitu estimasi awal dan tahap estimasi lanjutan hingga dihasilkan estimasi akhir atas parameternya Perhitungan dalam
pengestimasian parameter akhir itu terhitung sangat kompleks dan biasanya dilakukan dengan bantuan program komputer.
Untuk melakukan pengestimasian parameter model, dapat dilakukan langsung dengan menggunakan bantuan software Minitab. Perintah yang
dilakukan pada software Minitab yaitu Stat – times series – ARIMA - Seriesdata yang telah stasioner –
Autoregressive p – Differencing d – Moving Average q Dimana p = nilai AR, d = nilai differencing, q = nilai MA
4. Pengujian Model Tahap pengujian model dilakukan untuk mengetahui apakah model sudah
tepat atau belum. Pengujian lazim dilakukan melalui residu modelnya. Aritonang : 2009.
Universitas Sumatera Utara
Berikut beberapa cara yang digunakan untuk memeriksa model: a. Dengan menggunakan t statistik untuk menguji apakah koefisien model
secara individu berbeda dari nol. Seperti halnya dalam regresi, ciri model yang baik adalah jika semua koefisien modelnya secara statistik berbeda
dari nol. Jika tidak demikian, variabel yang ada pada koefisien tersebut seharusnya dilepas dan spesifikasi dengan model yang lain diduga dan
diuji. Jika terdapat banyak spesifikasi model yang lolos dalam uji diagnostik, yang terbaik dari model itu adalah model dengan koefisien
lebih sedikit prinsip parsimoni. Nilai uji t diperoleh pada tahapan pengestimasian parameter.
Apabila hasil diagnosis menunjukkan bahwa hasil yang signifikan terjadi untuk koefisien AR atau MA, tetapi konstantanya tidak signifikan,
model masih dapat digunakan untuk peramalan. Alasannya adalah bahwa parameter yang lebih penting adalah koefisien AR atau MA,
bukan konstantanya. Sebaliknya jika konstantanya signifikan, tetapi koefisien AR atau MA nya tidak signifikan, maka model tidak dapat
digunakan untuk peramalan. Kondisi di atas dapat diatasi dengan meniadakan unsur konstantanya atau tetap menggunakan model yang
telah ada. Aritonang: 105. b. Dengan menggunakan modified Box Pierce Ljung-Box Q Statistic untuk
menguji apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari nol. Rumusan statistik itu adalah:
Universitas Sumatera Utara
� = �� + 2 �� − �
−1
�̂
�
2
� �=1
Q = hasil perhitungan statistic Box-Pierce n = banyaknya data asli
k = selisih lag K = banyak lag yang diuji
�̂
�
= autokorelasi residual periode k Jika model cukup tepat, maka statistic Q akan berdistribusi Chi Kuadrat.
Jika nilai Q lebih besar dari nilai tabel chi kuadrat dengan derajat kebebasan m-p-q dimana p dan q masing-masing menunjukkan orde AR
dan MA, model dianggap memadai. Sebaliknya apabila nilai Q lebih kecil dari nilai pada tabel chi kuadrat, model belum dianggap memadai.
Apabila hasil pengujian menunjukkan model belum memadai, analisis harus diulangi dengan mengikuti langkah-langkah yang ada selanjutnya
dengan model yang baru. Langkah – langkah dalam melakukan uji independensi residual adalah:
1. Rumusan hipotesis H
: p
1
= p
2
= ... = p
K
= 0 residual independent H
1
: minimal ada satu p
i
≠ 0, untuk i = 1,2,...,K residual dependent 2. Menentukan taraf signifikansi
3. Menentukan statistik uji Statistik Uji : Ljung Box
Universitas Sumatera Utara
4. Menentukan kriteria keputusan Kriteria keputusan: H
ditolak jika Qhitung χ
2
α,K-p-q
, dengan p adalah banyak parameter AR dan q adalah banyak parameter MA atau
pvalue α.
5. Melakukan perhitungan 6. Menarik kesimpulan
Kesimpulan diperoleh berdasarkan kriteria pengujian, yaitu jika H ditolak, maka e
t
merupakan suatu barisan yang dependent. Nilai statistik Ljung Box dengan menggunakan bantuan software Minitab
juga telah diperoleh pada saat kita menghitung estimasi parameter. c. Mempelajari nilai sisa residual untuk melihat apakah masih terdapat
beberapa pola yang belum diperhitungkan. Nilai sisa galat yang tertinggal sesudah dilakukan pencocokan model ARIMA diharapkan
hanya merupakan gangguan acak. Oleh karena itu, apabila autokorelasi dan parsial dari nilai sisa diperoleh, diharapkan akan ditemukan model
yang tidak ada autokorelasi yang nyata dan model yang tidak ada parsial yang nyata.
Langkah-langkah dalam melakukan uji independensi residual adalah: 1. Rumusan hipotesis
H : Residual {e
t
} berdistribusi normal H
1
: Residual {e
t
} tidak berdistribusi normal 2. Menentukan taraf signifikansi
3. Menentukan statisktik uji
Universitas Sumatera Utara
Statistik Uji : Kolmogorov Smirnov
D = KS = maksimum|F X-S
n
X| dengan,
F X : Suatu fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang terjadi di
bawah distribusi normal S
n
X : Suatu fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi 4. Menentukan kriteria keputusan
Kriteria keputusan: H ditolak jika
pvalue α
5. Melakukan perhitungan
6. Menarik kesimpulan Jika D
maks
D
tabel
dan nilai pvalue yang diperoleh 0,05, maka H diterima dan dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi normal.
Dengan menggunakan software Minitab, dapat dihitung nilai kenormalan residualnya yaitu dengan menggunakan perintah
Stat – Basic Statistics – Normality test – Variabel – Kolmogorov Smirnov
5. Penggunaan Model untuk Peramalan Setelah model peramalan telah dinyatakan layak untuk digunakan, maka
langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan model tersebut untuk peramalan. Penggunaan model untuk peramalan dengan menggunakan
software Minitab hanya dapat digunakan untuk melakukan peramalan untuk periode ke depan tetapi tidak dapat digunakan untuk meramalkan periode
sebelumnya. Peramalan periode sebelumnya hanya dapat dilakukan secara
Universitas Sumatera Utara
manual. Adapun perintah yang digunakan untuk melakukan peramalan untuk periode ke depan dengan menggunakan software Minitab adalah:
Stat – Time series – ARIMA – Autoregressive p – Differencing d – Moving average q – Storage residual – Graph residual plot ACF PACF, four in
one - OK
3.3. Ketepatan Metode Peramalan