Pengembangan Model Aplikasi Peramalan Box Jenkins dengan Menggunakan Software Minitab pada PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA)

(1)

PENGEMBANGAN MODEL APLIKASI PERAMALAN BOX

JENKINS DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE MINITAB

PADA PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA)

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Teknik

Oleh

SUHARTONO

070403065

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan baik.

Penulis melaksanakan penelitian di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang bergerak bidang manufaktur farmasi. Judul Tugas Sarjana dalam penelitian ini adalah “Pengembangan Model Aplikasi Peramalan Box Jenkins dengan Menggunakan Software Minitab pada PT. Mutiara Mukti Farma


(4)

peramalan yang efektif, meramalkan penjualan produk PT. MUTIFA, dan untuk melihat metode mana yang merupakan metode yang terbaik antara metode sekarang dan metode Box Jenkins.

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2012

PENULIS

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini, penulis telah mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik berupa materiil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng, selaku Dosen Pembimbing I

dan Koordinator Bidang Rekayasa Manufaktur atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

2. Bapak Aulia Ishak, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.


(5)

3. Ibu Ir.Rosnani Ginting, MT selaku Koordinator Tugas Sarjana, Pembanding Utama dan Penguji yang telah memberikan masukan penyempurnaan Tugas Sarjana ini.

4. Bapak Amiruddin selaku kepala personalia yang telah membantu dalam pengumpulan data selama melakukan penelitian di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA).

5. Ibu Tuti Sarma Sinaga, ST, MT, selaku Pembanding Utama dan Penguji yang telah memberikan masukan penyempurnaan Tugas Sarjana ini.

6. Bapak Ikhsan Siregar, ST, MT, selaku Pembanding Utama dan Penguji yang telah memberikan masukan penyempurnaan Tugas Sarjana ini.

7. Semua Dosen Teknik Industri USU yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat berharga selama menjalani perkuliahan di Teknik Industri USU.

8. Keluarga Penulis yang telah memberikan dukungan moril dan materiil di dalam pengerjaan Tugas Sarjana ini.

9. Para Staff Departemen Teknik Industri USU Bang Mijo, Bang Ridho, Bang Nurmansyah, Kak Dina, dan Kak Ani yang telah dengan sabar membantu proses administrasi mahasiswa.

10. Rekan-rekan KOSTUTI stambuk 2007 yang telah memberikan semangat dan doa di dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

11. Rekan mahasiswa yang selalu mendukung dan memotivasi Penulis di dalam menyelesaikan Tugas Sarjana, yaitu Yessi Rosa Enggani, Liske Franciska, Hendro Jensen, Steven Yawin, Endy, Willy Wijaya, William, Puput Mayrina


(6)

Arnissa, Winny Alna Marlina, Rahma Diany Sirait, Aulia Morfi Nasution, Susanto, Gudiman Gultom dan Ramayani Siregar.

12. Rekan-rekan asisten Laboratorium Sistem Produksi USU angkatan 2008 yang selalu memberikan semangat yang tiada hentinya kepada Penulis, yaitu: Akhmad Bajora Nasution. Arief Rachman, Hendra Frengky, Wendy Suwarjono, Yogi, Matius Situmorang, Yoseinaita, Amanah Pasaribu.

13. Adik-adik mahasiswa stambuk 2008 dan 2009 yang juga selalu mendukung dan memotivasi Penulis di dalam menyelesaikan Tugas Sarjana, yaitu: Aini, Hendra Suantio, Melissa, Silvia, Anggelinda, Michella Hasibuan, Raysha, Ari Rahmadsyah, M. Wildan Arief, Dara Mutia Herda, dan Laulia.

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

ABSTRAK

PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur farmasi. Produk yang akan menjadi objek pengamatan adalah produk Parachetamol dan Antalgin karena kedua produk ini merupakan produk yang paling laris. Perusahaan menggunakan peramalan kualitatif di dalam menentukan jumlah penjualan produk di masa yang akan datang. Perusahaan meramalkan jumlah penjualan produk Parachetamol untuk setiap bulannya adalah 800 ribu unit dan 650 ribu unit untuk produk Antalgin dengan tingkat kesalahan peramalan untuk masing-masing produk adalah 12,84% dan 68,65%. Tingkat kesalahan peramalan ini dapat mengakibatkan terjadinya

overstock dan drum pada bagian PPIC (Production Planning and Control). Untuk meminimalisasi hal tersebut, maka digunakan metode peramalan Box Jenkins. Metode Box Jenkins merupakan bagian dari metode analisis deret waktu (time series) yang merupakan bagian dari metode peramalan kuantitatif. Metode Box

Jenkins ini dapat menghasilkan berbagai model peramalan seperti AR, MA,

ARMA, ARI, IMA, dan ARIMA, tergantung dari data historis yang digunakan di dalam penelitian. Untuk memastikan bahwa model yang terbentuk adalah layak


(7)

untuk digunakan, maka dilakukan uji diagnosis yang mencakup uji t, uji independensi residual, dan uji kenormalan residual. Dengan menggunakan langkah-langkah metode Box Jenkins, model peramalan penjualan Parachetamol adalah AR(1) dan model peramalan penjualan Antalgin adalah IMA(1,1). Kedua model ini dinyatakan layak untuk digunakan di dalam peramalan karena telah melewati 3 uji diagnosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan peramalan yang terbentuk untuk Parachetamol adalah Yt= 4,0141 + 0,4632Yt-1

dan persamaan yang terbentuk untuk Antalgin adalah Yt= 0,03451 + Yt-1 –

0,9732et-1. Dengan model yang terbentuk dengan metode Box Jenkins, tingkat

kesalahan peramalan untuk produk Parachetamol dan Antalgin adalah 8,27% dan 52,54%. Dapat disimpulkan bahwa metode peramalan Box Jenkins layak digunakan untuk meramalkan jumlah penjualan produk Parachetamol dan Antalgin karena menghasilkan tingkat kesalahan peramalan yang lebih kecil. Kata Kunci : Peramalan Box Jenkins, ARIMA, Uji Diagnosis

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... vi


(8)

DAFTAR GAMBAR ... xv

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-5 1.3. Tujuan dan Manfaat ... I-5 1.3.1. Tujuan ... I-5 1.3.4. Manfaat ... I-6 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-6 1.4.1. Batasan ... I-6 1.4.2. Asumsi ... I-7 1.5. Sistematika Penulisan Laporan ... I-7

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah ... II-1 2.2. Visi dan Misi ... II-2 2.3. Lokasi dan Sarana Produksi ... II-3 2.3.1. Lokasi ... II-3 2.3.2. Sarana dan Prasarana Fisik ... II-4 2.4. Produk-Produk PT. MUTIFA ... II-6


(9)

2.5. Struktur Organisasi ... II-7 2.6. Limbah ... II-14 2.6.1. Limbah Non Beta Laktam ... II-14 2.7.1. Limbah Beta Laktam ... II-17

III TINJAUAN PUSTAKA ... III-1

3.1. Peramalan ... III-1 3.2. Box Jenkins/ARIMA (Autoregressive Integrated Moving

Average) ... III-2 3.3. Ketepatan Metode Peramalan ... III-22 3.3. Software Minitab ... III-23

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Rancangan Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Variabel Penelitian ... IV-2 4.5. Prosedur Penelitian ... IV-4


(10)

4.6. Pengolahan Data ... IV-3 4.7. Analisis Data ... IV-8

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.2. Pengolahan Data ... V-2 5.2.1. Peramalan Produk Prachetamol ... V-3 5.2.1.1.Pemeriksaan Kestasioneran Data Parachetamol .... V-3 5.2.1.2.Pengidentifikasian Model Parachetamol ... V-12 5.2.1.3.Pengestimasian Parameter Model Parachetamol ... V-13 5.2.1.4.Pengujian Model Parachetamol ... V-15 5.2.1.5.Pengunaan Model untuk Peramalan Parachetamol V-21 5.2.2. Peramalan Produk Antalgin ... V-27

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.2.1.Pemeriksaan Kestasioneran Data Antalgin ... V-27 5.2.2.2.Pengidentifikasian Model Antalgin ... V-38 5.2.2.3.Pengestimasian Parameter Model Antalgin ... V-40 5.2.2.4.Pengujian Model Antalgin ... V-41 5.2.2.5.Pengunaan Model untuk Peramalan Antalgin ... V-49


(11)

6.1. Pemeriksaan Kestasioneran Data Parachetamol ... VI-1 6.2. Pengidentifikasian Model Parachetamol ... VI-2 6.3. Pengestimasian Parameter Model Parachetamol ... VI-3 6.4. Pengujian Model Parachetamol ... VI-3 6.5. Pengunaan Model untuk Peramalan Parachetamol ... VI-4

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Ukuran Ruangan Masing-masing Bagian di PT. MUTIFA ... II-3 2.2. Tolak Ukur Pemantauan Limbah Cair di PT. MUTIFA ... II-15 2.3. Sistem Penanggulangan Limbah Udara ... II-17 3.1. Nilai λdan Transformasinya ... III-4 3.2. Identifikasi Model AR, MA, dan ARMA Menggunakan Pola Grafik

Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial ... III-15 5.1. Data Historis Penjualan Produk Parachetamol (Ratus Ribu Unit) V-1


(12)

5.2. Data Historis Penjualan Produk Antalgin (Ratus Ribu Unit) ... V-2 5.3. Perhitungan Likelihood untuk � =-1 untuk Parachetamol ... V-5 5.4. Rekapitulasi Nilai Likelihood untuk Parachetamol ... V-5 5.5. Hasil Transformasi Data Penjualan Parachetamol (1/xi) ... V-6

5.6. Rekapitulasi Nilai Likelihood Hasil Transformasi untuk Parachetamol V-6 5.7. Nilai Autokorelasi Data Penjualan Parachetamol ... V-9

5.8. Nilai Autokorelasi Parsial Data Penjualan Parachetamol ... V-11 5.9. Pengidentifikasian Model Data Penjualan Parachetamol ... V-13 5.10. Hasil Estimasi Parameter AR(1) ... V-16 5.11. Perhitungan Data Residual Parachetamol ... V-17 5.12. Nilai Autoregresi Residual Parachetamol ... V-18 5.13. Perhitungan Q Lag-12 Parachetamol ... V-19

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.14. Hasil Peramalan Produk Parachetamol dengan Model AR(1) ... V-22

5.15. Perbandingan Tingkat Kesalahan Peramalan Penjualan Parachetamol V-23 5.16. Perbandingan Penjualan Parachetamol Antara Data Historis dengan Data

Hasil Peramalan Sekarang dan Data Hasil Peramalan ... V-25 5.17. Perhitungan Likelihood untuk � =-1 untuk Antalgin ... V-29 5.18. Rekapitulasi Nilai Likelihood untuk Antalgin ... V-30 5.19. Nilai Autokorelasi Data Penjualan Antalgin ... V-32


(13)

5.20. Nilai Autokorelasi Parsial Data Penjualan Antalgin ... V-40 5.21. Data Hasil Pembedaan (Differencing) Pertama ... V-35

5.22. Nilai Autokorelasi Data Penjualan Antalgin Setelah Pembedaan 1 V-36 5.23. Nilai Autokorelasi Parsial Data Penjualan Antalgin Setelah Pembedaan 1 V-37 5.24. Pengidentifikasian Model Data Penjualan Antalgin ... V-39

5.25. Hasil Estimasi Parameter atas IMA(1,1) ... V-42 5.26. Perhitungan Data Residual Antalgin ... V-44 5.27. Perhitungan Data Residual Antalgin ... V-44 5.28. Perhitungan Q Lag-12 Parachetamol ... V-45

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.29. Perhitungan Nilai D Antalgin ... V-47 5.30. Hasil Peramalan Produk Antalgin dengan Model IMA (1,1) ... V-50

5.31. Perbandingan Tingkat Kesalahan Peramalan Penjualan Antalgin V-50 5.33. Perbandingan Penjualan Antalgin Antara Data Historis dengan Data

Hasil Peramalan Sekarang dan Data Hasil Peramalan ... V-51 6.1. Hasil Peramalan Produk Parachetamol dan Antalgin ... VI-4


(14)

6.2. Perbandingan Tingkat Kesalahan Peramalan Antara Model Peramalan Sekarang dengan Box Jenkins ... VI-4

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Denah Lokasi PT. MUTIFA ... II-3 2.2. Struktur Organisasi PT. MUTIFA ... II-8 2.3. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Cair di PT. MUTIFA ... II-15 2.4. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Padat di PT. MUTIFA ... II-16 3.1. Contoh Bentuk Dies Down ... III-16 3.2. Contoh Bentuk Cuts Off ... III-16


(15)

4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-4 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ... IV-7 5.1. Pola Data Historis Penjualan Parachetamol ... V-4 5.2. Box Cox Data Penjualan Parachetamol ... V-7 5.3. Box Cox Data Penjualan Parachetamol yang Telah

Ditransformasi ... V-8 5.4. Grafik Autokorelasi Data Penjualan Parachetamol ... V-10 5.5. Grafik Autokorelasi Parsial Data Penjualan Parachetemol ... V-11 5.6. Grafik ACF Residual Data Penjualan Parachetamol ... V-20 5.7. Plot Probabilitas Residual Data Penjualan Parachetamol ... V-21 5.8. Pola Data Historis Penjualan Parachetamol ... V-23 5.9. Box Cox Data Penjualan Antalgin ... V-31 5.10. Grafik Autokorelasi Data Penjualan Antalgin ... V-33

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.11. Grafik Autokorelasi Parsial Data Penjualan Parachetemol ... V-34 5.12. Grafik Autokorelasi Data Penjualan Antalgin Setelah Pembedaan

1 ... V-37 5.13. Grafik Autokorelasi Parsial Data Penjualan Antalgin Setelah

Pembedaan 1 ... V-38 5.14. Grafik ACF Residual Data Penjualan Antalgin ... V-46


(16)

Arnissa, Winny Alna Marlina, Rahma Diany Sirait, Aulia Morfi Nasution, Susanto, Gudiman Gultom dan Ramayani Siregar.

12. Rekan-rekan asisten Laboratorium Sistem Produksi USU angkatan 2008 yang selalu memberikan semangat yang tiada hentinya kepada Penulis, yaitu: Akhmad Bajora Nasution. Arief Rachman, Hendra Frengky, Wendy Suwarjono, Yogi, Matius Situmorang, Yoseinaita, Amanah Pasaribu.

13. Adik-adik mahasiswa stambuk 2008 dan 2009 yang juga selalu mendukung dan memotivasi Penulis di dalam menyelesaikan Tugas Sarjana, yaitu: Aini, Hendra Suantio, Melissa, Silvia, Anggelinda, Michella Hasibuan, Raysha, Ari Rahmadsyah, M. Wildan Arief, Dara Mutia Herda, dan Laulia.

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

ABSTRAK

PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur farmasi. Produk yang akan menjadi objek pengamatan adalah produk Parachetamol dan Antalgin karena kedua produk ini merupakan produk yang paling laris. Perusahaan menggunakan peramalan kualitatif di dalam menentukan jumlah penjualan produk di masa yang akan datang. Perusahaan meramalkan jumlah penjualan produk Parachetamol untuk setiap bulannya adalah 800 ribu unit dan 650 ribu unit untuk produk Antalgin dengan tingkat kesalahan peramalan untuk masing-masing produk adalah 12,84% dan 68,65%. Tingkat kesalahan peramalan ini dapat mengakibatkan terjadinya

overstock dan drum pada bagian PPIC (Production Planning and Control). Untuk meminimalisasi hal tersebut, maka digunakan metode peramalan Box Jenkins. Metode Box Jenkins merupakan bagian dari metode analisis deret waktu (time series) yang merupakan bagian dari metode peramalan kuantitatif. Metode Box

Jenkins ini dapat menghasilkan berbagai model peramalan seperti AR, MA,

ARMA, ARI, IMA, dan ARIMA, tergantung dari data historis yang digunakan di dalam penelitian. Untuk memastikan bahwa model yang terbentuk adalah layak


(17)

untuk digunakan, maka dilakukan uji diagnosis yang mencakup uji t, uji independensi residual, dan uji kenormalan residual. Dengan menggunakan langkah-langkah metode Box Jenkins, model peramalan penjualan Parachetamol adalah AR(1) dan model peramalan penjualan Antalgin adalah IMA(1,1). Kedua model ini dinyatakan layak untuk digunakan di dalam peramalan karena telah melewati 3 uji diagnosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan peramalan yang terbentuk untuk Parachetamol adalah Yt= 4,0141 + 0,4632Yt-1

dan persamaan yang terbentuk untuk Antalgin adalah Yt= 0,03451 + Yt-1 –

0,9732et-1. Dengan model yang terbentuk dengan metode Box Jenkins, tingkat

kesalahan peramalan untuk produk Parachetamol dan Antalgin adalah 8,27% dan 52,54%. Dapat disimpulkan bahwa metode peramalan Box Jenkins layak digunakan untuk meramalkan jumlah penjualan produk Parachetamol dan Antalgin karena menghasilkan tingkat kesalahan peramalan yang lebih kecil. Kata Kunci : Peramalan Box Jenkins, ARIMA, Uji Diagnosis

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... vi


(18)

5.15. Plot Probabilitas Residual Data Penjualan Parachetamol ... V-49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peramalan merupakan bagian vital bagi setiap organisasi bisnis dan untuk setiap pengambilan keputusan manajemen yang sangat signifikan. Peramalan menjadi dasar bagi perencanaan jangka panjang perusahaan. Dalam area fungsional keuangan, peramalan memberikan dasar dalam menentukan anggaran dan pengendalian biaya. Pada bagian penjualan, peramalan penjualan dibutuhkan


(19)

untuk merencanakan produk baru, perencanaan tenaga kerja, dan beberapa keputusan penting lainnya. Pada bagian produksi dan operasi menggunakan data-data peramalan untuk perencanaan kapasitas, fasilitas, produksi, penjadwalan, dan pengendalian persediaan.

PT. Mutiara Mukti Farma merupakan perusahaan yang bergerak di bidang farmasi. Perusahaan ini memiliki 2 departemen yang memiliki peran yang cukup signifikan, yaitu departemen penjualan dan departemen Production Planning and

Inventory Control (PPIC). Departemen Production Planning and Inventory

Control (PPIC) memiliki tugas untuk menyusun rencana dengan menyesuaikan

penjualan dengan mempertimbangkan anggaran, persediaan bahan baku, jadwal, kapasitas produksi, dan peralatan yang tersedia. Departemen penjualan menyediakan data hasil peramalan penjualan produk dan menyerahkannya kepada departemen PPIC. Terjadinya kelebihan pasokan (overstock) dan drum

(ketidakmampuan memproduksi sesuai pesanan) dipengaruhi oleh hasil peramalan yang dilakukan oleh departemen penjualan. Peramalan dengan tingkat kesalahan yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya overstock dan drum yang tinggi.

Di dalam meramalkan jumlah penjualan setiap bulannya, PT. MUTIFA tidak menggunakan perhitungan secara kuantitatif. Jumlah penjualan setiap bulannya ditetapkan melalui rapat antara pengurus PT. MUTIFA yang memutuskan bahwa penjualan produk setiap bulannya adalah sama. PT. MUTIFA menetapkan jumlah penjualan produk Parahetamol setiap bulannya adalah sebanyak 800 ribu unit, dan untuk produk Antalgin adalah 650 ribu unit. Perusahaan menetapkan jumlah penjualan yang sama setiap tahunnya untuk


(20)

meminimumkan terjadinya drum. Akan tetapi, penetapan jumlah penjualan ini mengakibatkan terjadinya overstock yang terlalu tinggi. Perusahaan pernah mengalami drum yang cukup tinggi yang kemudian memaksa perusahaan untuk melakukan subkontrak kepada perusahaan lain. Terjadinya overstock yang terlalu tinggi juga bukanlah merupakan hal yang baik bagi perusahaan, dikarenakan akan terjadi kerusakan pada produk dan terjadinya biaya penyimpanan. Dengan menggunakan perhitungan metode kesalahan peramalan denganmetode MAPE (Mean Absolute Percentage Error), diperoleh tingkat kesalahan peramalan untuk Parachetamol dan Antalgin secara berturut-turut adalah sebesar 12,84% dan 68,65%. Dengan melihat hubungan antara departemen Penjualan dan PPIC, maka dapat dikatakan bahwa apabila tingkat kesalahan peramalan menurun, maka tingkat terjadinya overstock dan drum akan menurun.Tidak terdapat suatu metode peramalan yang sempurna. Setiap metode peramalan pasti akan memberikan tingkat kesalahan. Hal ini berarti bahwa dengan menggunakan metode peramalan yang lain, tetap akan menimbulkan yang terjadinya overstock dan drum. Akan tetapi, suatu metode peramalan dapat dikatakan lebih baik apabila tingkat

overstock dan drum yang terjadi tidak terlalu tinggi. Pada penelitian ini, akan digunakan metode peramalan Box Jenkins yang merupakan metode peramalan deret berkala untuk meminimumkan tingkat kesalahan peramalan yang terjadi.

Metode peramalan deret berkala (time series) merupakan metode peramalan yang didasarkan pada urutan waktu penjualan produk yang lazim digunakan untuk peramalan dengan menggunakan data historis masa lalu. Peramalan deret berkala ini akan memberikan pola data yang dapat digunakan


(21)

untuk meramal. Salah satu metode peramalan deret berkala yang terkenal dan banyak digunakan adalah metode ARIMA atau lebih tepatnya dikatakan metode

Box Jenkins. Metode Box Jenkins merupakan salah satu metode yang memiliki tingkat keakuratan yang cukup bagus karena metode Box Jenkins ini memandang banyak aspek di dalam pengaplikasiannya, seperti data yang digunakan harus stasioner secara varians dan means, model yang telah terbentuk harus melewati tiga tahapan uji diagnosis yang mencakup uji t, uji independensi residual, dan uji kenormalan residual. Metode Box Jenkins juga merupakan metode peramalan yang fleksibel dimana metode ini memiliki memiliki banyak model yang dapat digunakan untuk meramal. Model yang terbentuk didasarkan pada data historis yang digunakan. Maka dari itulah, penelitian ini akan menggunakan metode peramalan deret berkala atau lebih tepatnya metode Box Jenkins untuk meramalkan penjualan produk pada Tahun 2012.

Terdapat beberapa penelitian yang juga mengembangkan model peramalan

Box Jenkins dengan topik yang berbeda. Beberapa penelitian pendahuluan yang menggunakan model peramalan Box Jenkins antara lain:

1. Analisis Intervensi Fungsi Step Pada Kenaikan Tarif Daftar Listrik (TDL)

Terhadap Besarnya Pemakaian Listrik. Riza Aritara. 2011. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan model peramalan Box Jenkins untuk meramalkan besarnya pemakaian listrik dengan mengikutsertakan faktor intervensi (gangguan). Hasil penelitian ini adalah memperoleh model Box Jenkins


(22)

listrik untuk Tahun 2011 adalah 2.115.764,028 KwH untuk setiap setiap bulannya.

2. Aplikasi Model ARIMA untuk Forecasting Produksi Gula Pada PT.

Perkebunan Nusantara IX (Persero). Istiqomah. 2006. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Pada penelitian ini, penulis berusaha untuk mencari model peramalan yang paling sesuai untuk meramalkan produksi gula di PTPN IX pada Tahun 2007. Model yang terpilih adalah model ARIMA (2,2,1). Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa tingkat kesalahan peramalan yang dihasilkan dengan menggunakan bantuan

software akan lebih kecil dibandingkan dengan tanpa menggunakan bantuan

software.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan bahwa penyebab utama yang terjadi pada perusahaan adalah terjadinya overstock dan drum yang diakibatkan oleh tingginya tingkat kesalahan peramalan dengan menggunakan metode peramalan yang dilakukan oleh perusahaan yang akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.

1.3. Tujuan dan Manfaat 1.3.1. Tujuan


(23)

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model aplikasi peramalan Box Jenkins yang sesuai untuk meramalkan penjualan produk pada PT. MUTIFA dengan tingkat keakuratan yang lebih baik dibandingkan dengan metode yang dilakukan oleh perusahaan.

Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah:

1 Untuk mengembangkan model peramalan yang efektif dan layak untuk digunakan untuk meramalkan penjualan produk.

2. Untuk meramalkan penjualan produk Parachetamol dan Antalgin pada perusahaan di Tahun 2012 dengan menggunakan metode peramalan Box Jenkins karena metode peramalan deret berkala (time series) ini memandang banyak aspek di dalam pengaplikasiannya seperti kestasioneran data dan uji diagnosis model yang akan memberikan tingkat keakuratan yang lebih tinggi. 3. Untuk melihat metode mana yang terbaik, apakah metode yang sekarang atau metode Box Jenkins yang diperoleh, dengan membandingkan tingkat kesalahan yang diperoleh dari masing-masing model peramalan.

1.3.2. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah referensi mengenai peramalan dengan menggunakan metode time series atau deret berkala terutama dengan metode peramalan Box Jenkins bagi mahasiswa.


(24)

2. PT. MUTIFA dapat mengetahui metode peramalan penjualan dengan tingkat ketepatan yang lebih baik dan layak digunakan untuk melakukan peramalan di tahun-tahun berikutnya.

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi 1.4.1. Batasan

Penelitian ini dilakukan dengan batasan-batasan tertentum agar tidak menyimpang dari tujuan awal penelitian. Batasan-batasan tersebut antara lain: 1. Penelitian dilakukan pada Departemen Penjualan pada PT. MUTIFA. 2. Penelitian hanya mencakup bagian peramalan penjualan pada PT. MUTIFA. 3. Penelitian menggunakan software Minitab untuk membantu proses peramalan

Box Jenkins.

4. Peramalan hanya dilakukan pada dua produk unggulan PT. MUTIFA, yaitu Parachetamol dan Antalgin.

1.4.2. Asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah: 1. Penjualan selalu terjadi setiap bulannya.

2. Harga produk tidak mengalami inflasi atau deflasi selama penelitian dilakukan.

3. Pola historis peramalan dapat digunakan untuk meramalkan penjualan di tahun berikutnya.


(25)

1.5. Sistematika Penulisan Laporan

Penelitian pada Tugas Akhir ini berisi tentang pengembangan model aplikasi peramalan dengan menggunakan metode Box Jenkins yang efektif dan layak, meramalkan penjualan produk Parachetamol dan Antalgin di Tahun 2012, dan untuk melihat metode yang terbaik, apakah metode sekarang yang terbaik ataukah metode peramalan dengan Box Jenkins yang lebih baik.

Tugas akhir ini terdiri dari tujuh Bab. Bab I berisi tentang pendahuluan penelitian, seperti latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan. Bab II berisi tentang gambaran umum perusahaan tempat dilakukannya Tugas Akhr. Bab III berisi tentang tinjaun pustaka atau dapat dikatakan sumber referensi di dalam pembuatan Tugas Akhir. Bab IV berisi tentang metodologi penelitian yang digunakan pada Tugas Akhir. Bab V berisi tentang pengumpulan data dan pengolahan data dimana data-data yang dikumpulkan adalah data historis penjualan produk Parachetamol dan Antalgin pada selang waktu dari Januari 2007 sampai dengan Desember 2011. Bab VI berisi tentang analisis pemecahan masalah yang mencakup perbandingan antara hasil penelitian yang diperoleh dengan hasil yang umumnya diperoleh. Bab VII berisi tentang kesimpulan dan saran dimana kesimpulan ini didasarkan pada tujuan penelitian dan saran yang dimaksud adalah saran kepada perusahaan tempat penelitian ini dilakukan dan para pembaca yang ingin membuat penelitian yang menggunakan Tugas Akhir ini sebagai salah satu referensi.


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah

Pada tahun 1975, didirikan Industri Farmasi di Kota Medan dengan nama “Sejati Pharmaceutical Industries”, yang memproduksi obat merek “SIAGOGO”. Setelah beberapa tahun berproduksi perusahaan ini kemudian dialihkan pemiliknya kepada Bapak Drs. W. H. Siahaan dan memindahnamakan perusahaan tersebut dalam suatu akte notaris tertanggal 31 Januari 1980 dengan nama PT.


(27)

Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang berlokasi di Jalan Brigjend Katamso No. 220 Medan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 1981 No. 0098/SK/PAB/81 memutuskan memberikan izin untuk mendirikan pabrik farmasi kepada PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) dengan nama “MUTIFA INDUSTRI FARMASI” untuk memproduksi obat-obatan. Dengan dikeluarkannya surat izin produksi oleh Departemen Kesehatan RI c/q Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 213/AA/III/81, mulailah PT. Mutiara Mukti Farma memproduksi obat-obatan.

Pada tahun 1983, perusahaan ini menjalankan dan melaksanakan operasinya dalam menghasilkan berbagai jenis maupun bentuk sediaan obat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia Wilayah Barat umumnya dan daerah Sumatera Utara pada khususnya.

Pada tanggal 29 November 1988, dengan akte notaries No. 35, perubahan akte atas pemegang saham serta manajemen perusahaan, yang ditetapkan melalui jabatan Direktur Utama adalah Bapak Jacob Lie.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), bahwa setiap industri farmasi harus mengacu pada pedoman tersebut, maka untuk memenuhi ketentuan tersebut, PT. MUTIFA telah membangun pabrik yang baru di Jalan Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe. Pada Bulan Mei 1994 produksi telah dilaksanakan di pabrik yang baru dan pada saat ini kegiatan administrasi juga telah dilakukan di lokasi tersebut. Pada tanggal 27 Juli 1994,


(28)

PT. MUTIFA diberikan sertifikat sebagai industry farmasi yang telah memenuhi CPOB.

Bentuk sediaan yang telah diproduksi sampat saat ini adalah tablet, sirup, salep, bedak dan kapsul sebanyak 114 jenis. Pendistribusian sediaan yang diproduksi PT. MUTIFA Medan meliputi wilayah: Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Untuk wilayah Sumatera, obat didistribusikan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) Mekada Abadi. Obat-obatan diproduksi berdasarkan sistem skala prioritas yang mengutamakan obat yang paling cepat laku di pasaran.

2.2. Visi dan Misi

Visi dan Misi PT. MUTIFA adalah “Anda sehat kami bangga”.

2.3. Lokasi dan Sarana Produksi 2.3.1. Lokasi

PT. MUTIFA Medan berada di Jalan Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe Medan. Denah lokasi PT. MUTIFA ditunjukkan pada Gambar 2.1.


(29)

Gambar 2.1. Denah Lokasi PT. MUTIFA

Luas areal PT. MUTIFA Medan mempunyai luas areal 9600 m2 dan luas bangunan 6259 m2. Luas masing-masing ruangan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Ukuran Ruangan Masing-masing Bagian di PT. MUTIFA

No. Ruang/ Gudang Ukuran (m2)

1 Ruang Perkantoran 192

2 Ruang Produksi β laktam 84

3 Ruang Laboratorium dan Pengawasan Mutu 40

4 Ruang Teknik dan Bengkel 16

5 Ruang Produksi Tablet 88

6 Ruang Produksi Sirup 100

7 Ruang Produksi Bedak 20

8 Ruang Produksi Kapsul 12

9 Ruang Produksi Salep 25

10 Ruang Produksi Produk Kecil Rumah Tangga 28

11 Gudang Bahan Baku 64

12 Gudang Bahan Kemasan 64

13 Gudang Obat Jadi 48

14 Janitor 9

Tabel 2.1. Ukuran Ruangan Masing-masing Bagian di PT. MUTIFA (Lanjutan)

No. Ruang/ Gudang Ukuran (m2)

15 Kantin 90

16 Ruang Pemanasan 24

17 Gudang Alat 25

Sumber arus listrik berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan apabila arus listrik dari PLN terputus, digunakan generator. Sumber air berasal dari sumur pompa dan air PAM. Untuk keperluan produksi, digunakan air sumur yang telah mengalami proses pengolahan. Air PAM digunakan untuk pencucian alat, mandi, dan bila aliran PAM mengalami masalah, untuk menggantikan air PAM, digunakan air sumur yang telah mengalami tiga kali penyaringan. Bangunan penunjang lainnya terdiri dari Musholla, kamar mandi, dan pos jaga.


(30)

2.3.2. Sarana dan Prasaran Fisik

Saran dan prasarana fisik PT. MUTIFA mencakup: 1. Bangunan Utama

Bangunan utama terdiri dari: a. Kantor, terdiri dari:

1. Ruang keuangan, ruang administrasi, ruang tamu 2. Ruang direktur utama

3. Ruang pertemuan

4. Ruang bagian personalia

5. Ruang manajer, yaitu ruang manajer produksi, manajer QC, dan manajer QA.

6. Ruang administrasi produksi 7. Ruang QA, QC, locker. b. Gudang, yang terdiri atas:

1. Gudang bahan baku. Di dalam gudang ini terdiri dari ruangan seperti ruang kepala gudang bahan baku, ruang karantina, ruang dingin, dan ruang sampling.

2. Gudang bahan kemasan. Di dalam gudang ini, terdiri dari ruangan seperti ruang kepala gudang bahan kemasan, ruang etiket dan brosur, serta ruang dingin.


(31)

3. Gudang obat jadi. Di dalam gudang ini, terdiri dari ruangan seperti ruang kepala gudang obat jadi, ruang karantina, ruang tempat obat jadi yang diluluskan, dan ruang obat kembalian.

c. Ruang produksi, terdiri atas: 1. Ruang kelas III

2. Ruang kelas IV d. Laboratorium QC 2. Ruang Produksi β laktam

Produk beta laktam diproduksi dalam bangunan tersendiri dan terpisah dengan produk non beta laktam. Bangunan ini juga mempunyai sistem tata udara yang berbeda dan terpisah dengan produk non beta laktam. Ruang produksi dirancang sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang terhadap proses produksi obat serta terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi.

3. Bangunan Teknik 4. Kantin

5. Bangunan R & D 6. Sarana penunjang lain

Sarana penunjang lain seperti Air Handling Unit (AHU), Generator Diesel, Listrik, dan Kompresor. AHU digunakan dalam ruangan produksi beta laktam dan non beta laktam. Supplai udara yang disalurkan ke dalam ruang produksi ini berasal dari 2 sumber, yaitu berasal dari udara yang disirkulasi kembali (sebanyak 80%) dan berasal dari udara bebas (sebanyak 20%). Supplai udara


(32)

tersebut kemudian melewati cooling oil (evaporator) yang akan menurunkan suhu (T) dan kelembaban relative (RH) udara. Kemudian udara dipompa dengan menggunakan static pressure fan (blower) ke dalam ruang produksi melalui ducting (saluran udara). Jumlah udara yang masuk ke dalam ruang produksi diatur dengan menggunakan volume dumper. Selanjutnya udara dalam ruangan produksi beta laktam maupun non beta laktam 20 kali per jam dan untuk koridor 25 kali per jam.

2.4. Produk-produk PT. MUTIFA

Produk obat yang diproduksi oleh PT. MUTIFA dapat digolongkan berdasarkan efek farmakologinya yaitu sebagai berikut:

1. Multivitamin dan mineral, 38 produk. 2. NSAID, 13 produk.

3. Hipoglikemik, 1 produk.

4. Antibiotik beta laktam, 1 produk. 5. Antibiotik kuinolon, 1 produk. 6. Antifungsi, 3 produk.

7. Antibiotik sulfonamide, 2 produk. 8. Antiemetik, 4 produk.

9. Obat lambung, 4 produk 10. Obat diare, 3 produk. 11. Antelmentik, 2 produk. 12. Antihistamin, 5 produk.


(33)

13. Ekspektoran, 7 produk.

2.5. Struktur Organisasi

Struktur organisasi PT. MUTIFA merupakan struktur organisasi fungsional. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh direktur utama. Direktur utama membawahi delapan departemen. Masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manajer yang langsung bertanggung jawab penuh kepada direktur utama. Struktur organisasi PT. MUTIFA dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Struktur organisasi PT. MUTIFA mencakup: 1. Departemen Produksi

Departemen produksi di PT. MUTIFA terdiri atas tiga bagian yaitu: a. Bagian produksi beta laktam.

Bagian produksi beta laktam dipimpin oleh seorang apoteker. Bagian ini memproduksi obat berupa sirup kering dan tablet.


(34)

(35)

b. Bagian produksi solid non beta laktam.

Bagian produksi non solid beta laktam dipimpin oleh seorang apoteker yang bertanggungjawab pada produksi sediaan solid (tablet, kaplet, atau kapsul).

c. Bagian produksi cair non beta laktam.

Bagian produksi cair non beta laktam ini juga dipimpin oleh seorang apoteker. Bagian ini memproduksi obat berupa sirup baik dalam bentuk emulsi ataupun suspensi.

Adapun tugas dan tanggung jawab departemen produksi, yaitu:

a. Melaksanakan pengolahan mulai dari penimbangan bahan baku hingga menjadi obat jadim sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.

b. Melakukan upaya peningkatan efisiensi proses produksi.

c. Melaksanakan secara teknis dan administrasi semua tugas selama pengegolahan dan pengemasan dengan berpedoman pada prosedur tetap (protap) yang ditetapkan.

d. Jika ada kegagalan dalam produksi, mendiskusikannya dengan manajer QC dan Departemen terkait untuk mencari penyebab serta jalan keluar. e. Bertanggungjawab agar alat atau mesin untuk keperluan produksi

dikualifikasi atau divalidasi serta dipakai dengan benar.

f. Turut membantu pelaksanaan inspeksi CPOB dan menjaga pelaksanaan serta pematuhan terhadap peraturan CPOB.

g. Memelihara kerbersihan daerah produksi.


(36)

2. Departemen Pemastian Mutu/ Quality Assurance (QA)

Departemen QA bertanggungjawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk di dalamnya pemilihan pemasok. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan CPOB.

Tugas-tugas bagian pemastian mutu mencakup:

a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara memperhatikan persyaratan CPOB dan cara berlaboratorium yang baik.

b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan.

c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan. d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan, dan penggunaan bahan

awal dan pengemas yang benar.

e. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian atau pengawasan selama proses, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir

f. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar


(37)

serta peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu, dan pelulusa produk.

g. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/ simpan obat. h. Tersedia prosedur inspeksi diri atau audit mutu yang secara berkala

mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu. i. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan didokumentasi.

j. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk.

k. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.

l. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

3. Departemen Pengawasan Mutu/ Quality Control (QC)

Departemen QC di PT. MUTIFA terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Unit QC.

b. Bagian registrasi. c. Bagian standarisasi.

Departemen QC di PT. MUTIFA bertanggungjawab untuk memastikan bahwa:

a. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi identitas, kemurnian, kualitas, dan keamanan yang telah ditetapkan.


(38)

b. Semua pengawasan selama proses (In Process Control) dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi.

c. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang telah ditetapkan.

Bagian standarisasi bekerja sama dengan departemen R&D dalam melakukan analisis dan evaluasi terhadap produk. Tujuannya adalah untuk menentukan kualitas produk yang dihasilkan.

Bagian registrasi juga bekerja sama dengan departemen R&D dalam melakukan pendaftaran terhadap obat baru. Dalam waktu bersamaan dengan trial formulasi skala produksi yang dilakukan oleh departemen R&D, bagian registrasi ini melakukan pendaftaran produk ke Balai POM. Bagian registrasi ini dibantu oleh seorang administrasi desain yang bertugas membuat desain kemasan suatu produk.

4. Departemen Research and Development (R&D) Adapun tugas dan kegiatan departemen R&D adalah: a. Mengembangkan dan merencanakan formula baru

b. Mengevaluasi dan memperbaiki formula yang sudah beredar kemudian diinformasikan ke departemen QC dan produksi.

c. Bekerja sama dengan unit QC dalam menentukan standarisasi bahan baku, kemasan dan obat jadi.

Departemen R&D melakukan penelitian untuk mendapatkan formula baru berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran untuk mendapatkan formula


(39)

baru berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran. Bagian pemasaran juga memberikan ide-ide atau usulan kepada bagian formulasi untuk membuat suatu produk baru yang dapat memenuhi permintaan pasar. Kegiatan R&D PT. MUTIFA difokuskan pada bidang formulasi.

5. Departemen Personalia

Departemen personalia di PT. MUTIFA menangani keperluan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan karyawan, mulai dari perekrutan karyawan, pelatihan sampai pada pelayanan kesejahteraan karyawan.

6. Departemen Keuangan (Finance)

Departemen keuangan di PT. MUTIFA merencanakan anggaran dan kontrol biaya setelah ramalan penjualan (forecasting) dibuat oleh bagian pemasaran, membayar biaya operasional industry dan mengurus penggajian karyawan. 7. Departemen Teknik

Departemen teknik dipimpin oleh seorang manajer teknik. Adapun tanggung jawab departemen teknik di PT. MUTIFA, yaitu:

a. Pemeliharaan alat-alat dan mesin produksi

b. Pemeliharaan fasilitas penunjang di pabrik farmasi, yaitu listrik. c. Pemeliharaan instrument PT. MUTIFA

d. Pemeliharaan instalasi pengelolaan limbah.

8. Departemen Production Planning and Control (PPIC)

Departemen PPIC merupakan jembatan komunikasi yang menghubungkan semua departemen yang ada, yaitu jembatan komunikasi antara pemasaran, produksi, pengadaan, penyimpanan, dan pengembangan produk. PPIC juga


(40)

membawahi unit gudang obat jadi, gudang bahan baku, gudang bahan kemasan. Perencanaan produksi harus dilakukan sebaik mungkin dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang mempengaruhi sehingga tidak terjadi penimbunan (overstock) dan kekurangan stok barang. PPIC menyusun rencana dengan menyesuaikan permintaan marketing dengan mempertimbangkan anggaran, persediaan bahan baku, jadwal, kapasitas produksi dan peralatan yang tersedia. Departemen PPIC di PT. MUTIFA dipimpin oleh manajer PPIC.

2.6. Limbah

2.6.1. Limbah Non Beta Laktam

Jenis limbah non beta laktam di PT. MUTIFA ada 3 jenis, yaitu: 1. Limbah cair

Limbah cair ini berasal dari limbah produksi, limbah laboratorium, limbah domestik, dan limbah bengkel. Diagram sistem pengolahan limbah cair dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah cair adalah berdasarkan baku mutu air limbah yang disyaratkan dalam Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri seperti yang terdapat dalam Tabel 2.2.


(41)

Gambar 2.3. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Cair di PT. MUTIFA

Tabel 2.2. Tolak Ukur Pemantauan Limbar Cair di PT. MUTIFA Parameter Formulasi (Pencampuran) (mg/L)

BOD (Biological Oxygen Demand) 75

COD (Chemical Oxygen Demand) 150

TSS (Total Suspended Solid) 75

Total-N -

Fenol -

Ph 6,0-9,0

2. Limbah Padat

Limbah padat ini berasal dari:

a. Bekas kemasan bahan awal (bahan baku/bahan kemasan) seperti kertas, kotak karton, wadah kayu/plastik/kaca, drum, kaleng.

b. Buangan proses produksi seperti tepung sisa proses, produk antara/ruahan yang rusak atau kotor, kemasan (aluminium foil, botol, dus).


(42)

c. Buangan bahan hasil pengujian laboratorium seperti tablet bekas pengujian kekerasan, waktu hancur, dan lain-lain.

d. Bahan awal dan produk jadi yang rusak. e. Limbah padat domestik.

Diagram sistem pengolahan limbah padat di PT. MUTIFA dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Debu Produksi

Debu Lantai

Dust Collector

Vacuum Cleaner

Limbah Domestik

Bahan bakum produk antara, produk

ruahan, dan produk jadi yang rusak Incenerator

Tong/karton

Aluminium foil, botol, pot plastik yang rusak atau sisa cetakan lama

Kertas karton dan plastik tanpa label pabrik, botol rusak

Kemasan bahan awal yang rusak

Pembuangan terakhir milik PEMDA

Dijual

Gambar 2.4. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Padat di PT. MUTIFA

3. Limbah Udara

Limbah udara ini berasal dari a. Gas, uap dan asap


(43)

2. bahan baku seperti amonia liquida, alkohol, dll.

3. proses produksi seperti metilen klorida dari proses coating. 4. asap pembakaran sampah.

b. debu produksi

Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah udara adalah kualitas udara di dalam dan di luar lingkungan pabrik, meliputi kadar H2S. NH2,

SO3, CO, NO2, TSP.

Sistem penanggulangan limbah udara dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Sistem Penanggulangan Limbah Udara

Jenis Cara Pengendalian

1. Bahan kimia/ reagensia laboratorium 1. Lemari asam

2. Asap pembakaran sampah 2. Incenerator cerobong tinggi

3. Uap solven 3. Exhaust fan

4. Debu produksi 4. Pemasangan dust collector

4. Limbah suara

Limbah suara ini berasal dari mesin produksi, genset, mesin sistem penunjang (AHU, mesin boiler). Car pengendalian limbah suara ini dapat diadaptasi dengan menggunakan ear insert oleh pekerja.

Tolak ukur yang digunakan untuk pemantauan limbah suara adalah angka kebisingan dan getaran di dalam dan di luar area pabrik yang diujur sesuai dengan angka kebisingan maksimum 65 dB dan getaran maksimum 7,5 Hz.

2.6.2. Limbah Beta Laktam

Jenis limbah laktam dapat berupa limbah cair, padat, udara, dan suara. Limbah cair berasal dari gedung produksi beta laktam berupa pencucian


(44)

alat/mesin. Limbah padat berupa wadah bekas bahan baku antibiotik beta laktam, bahan baku beta laktam yang rusak, tong plastik, buangan proses produksi, dan produk jadi antibiotik beta laktam ysng rusak. Limbah udara berupa debu produksi antibiotika beta laktam. Limbah udara berupa debu produksi antibiotika beta laktam. Limbah suara berasal dari mesin produksi, genset, mesin sistem penunjang (AHU, mesin boiler).

Pengelolaan limbah beta laktam, antara lain: 1. Limbah cair

Limbah cair yang berasal dari gedung beta laktam dialirkan ke bak/kolam perusakan cincin beta laktam dengan menggunakan larutan NaOH, setelah itu dialirkan/ digabung dengan limbah cair non beta laktam di bak penampungan dan seterusnya diolah bersama.

2. Limbah padat

Limbah padat yang berupa wadah yang mengandung bahan antibiotik beta laktam dicuci dan dibilas dengan air bersih di ruang pencucian di dalam gedung beta laktam. Air pencucian tersebut merupakan limbah cair dari gedung beta laktam yang dialirkan ke bak perusak cincin beta laktam, sedangkan wadah yang telah dicuci dan dibilas tersebut dikeluarkan dari gedung beta laktam dan ditangani limbahnya seperti pada pengelolaan limbah padat non beta laktam.

3. Limbah udara

Limbah udara berupa debu produksi disedot dan dikumpulkan oleh dust collector.


(45)

4. Limbah suara

Limbah suara sistem penanganannya sama dengan penanganan limbah suara di non beta laktam.


(46)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Peramalan

Segala sesuatu yang terhadap di dunia ini adalah tidak tentu atau tidak ada yang pasti. Tetapi, segala sesuatu tersebut harus dapat diprediksi atau diramalkan agar dapat direncanakan hal-hal apa saja yang akan diambil terhadap apa yang diprediksikan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan skala besar yang bergerak di bidang elektronik, harus mampu memprediksi atau meramalkan berapa penjualan yang akan terjadi di tahun berikutnya dengan tujuan untuk menghindari terjadinya overstock dan drum.

Kegiatan penerapan model yang telah dikembangkan pada waktu yang lalu dinamakan proyeksi, sedangkan kegiatan penerapan model yang telah dikembangkan pada waktu yang akan datang dinamakan peramalan (Aritonang, Lesbin : 2009).

Peramalan adalah suatu aktivitas untuk mengkalkulasi atau memprediksi beberapa kejadian atau kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang, yang biasanya merupakan hasil studi yang rasional atau analisis dari data yang bersangkutan (Abraham, Bovas: 1983).

Kesimpulan yang dapat diperoleh melalui definisi peramalan menurut para ahli adalah peramalan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk memprediksi kejadian atau kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang dengan didasari oleh studi pembelajaran yang rasional.


(47)

3.2. Box Jenkins/ ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

Metode peramalan pada umumnya digolongkan menjadi dua bagian utama, yaitu metode peramalan kualitatif dan metode peramalan kuantitatif. Perbedaan dari kedua metode ini adalah data historis pada peramalan kuantitatif dapat diolah dan dapat digunakan untuk memberikan hasil peramalan yang lebih akurat dibandingkan dengan data historis kualitatif.

Metode Box Jenkins merupakan bagian dari metode analisis deret waktu (time series) yang merupakan bagian dari metode peramalan kuantitatif. Metode

Box Jenkins yang juga dikenal dengan metode ARIMA, dikembangkan oleh Box

dan Jenkins dan merupakan gabungan dari metode penghalusan, regresi, dan

metode dekomposisi. Metode ini banyak digunakan untuk peramalan harga saham harian penerimaan, penjualan, tenaga kerja, dan variabel runtut waktu lainnya. Model runtut waktu ini digunakan bila hanya sedikit yang diketahui mengenai variabel-variabel independen yang dapat digunakan untuk menjelaskan variabel utama. Model ini digunakan juga bila datanya tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga membentuk rentet waktu yang cukup panjang.

Pada dasarnya ada dua model dari metode Box Jenkins adalah model linier untuk deret statis (Stasionery Series) dan model untuk deret data yang tidak status (Non Stationery Series) untuk suatu kumpulan data. Sedangkan untuk model yang tidak statis menggunakan apa yang disebut ARIMA (Auto Regressive Moving Average) untuk suatu kumpulan data.


(48)

Peramalan dengan menggunakan Box Jenkins memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1

1. Pemeriksaan Kestasioneran Data

Stasioner dapat juga berarti bahwa tidak terdapat pertumbuhan dan penurunan pada data. Secara kasarnya, data harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain, terjadi fluktuasi data di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan. Pada tahap pertama data runtut waktu harus diperiksa kestasionerannya (apakah rata-rata dan variansinya konstan, homogen dari waktu ke waktu) karena data yang dianalisis pada ARIMA adalah data yang stasioner. Pemeriksaan kestasioneran data dilakukan dengan tiga tahapan yaitu: pemeriksaan secara manual, pemeriksaan stasioneritas pada varians, dan pemeriksaan stasioneritas pada means.

a. Pemeriksaan secara manual dimaksudkan hanya untuk memeriksa secara kasat mata apakah data telah stasioner atau tidak. Cara memeriksanya adalah dengan melihat pola data historis penyebaran data. Apabila data historis memiliki variansi yang cukup jauh dari nilai tengah, maka dinyatakan bahwa data tidak stasioner. Data dinyatakan secara stasioner apabila kebanyakan data memiliki variansi yang tidak terlalu besar. Pemeriksaan ini hanya ditujukan untuk melatih pemahaman terhadap stasioner. Apabila secara manual, dilihat bahwa data belum stasioner, maka pemeriksaan tetap dilanjutkan ke pemeriksaan varians dan means.

1


(49)

b. Pemeriksaan stasioneritas dalam varians dilakukan dengan melakukan transformasi Box Cox. Transformasi Box-Cox adalah suatu metode untuk menguji kestasioneran data dalam variansi yang dikenalkan oleh Box dan

Tiao Cox. Transformasi Box Cox juga sering disebut dengan transformasi kuasa. Secara matematis, transformasi Box-Cox dirumuskan sebagai berikut:

�(�,�) = −�

2�� ��

��1(�)− �̅(�)�2

� �=1

�+ (� −1)�ln (�) �

�=1

�������1(�) =�

���−1

� � ≠0 ���� � = 0

dengan λ = Parameter lambda xi = Nilai data

Transformasi dilakukan jika belum diperoleh nilai λ = 1. λ =1 berarti bahwa data telah stasioner dalam varians. Tetapi, tidak semua pola data yang diperiksa akan memberikan nilai λ =1. Untuk mengantisipasi hal tersebut, diberikan nilai λ beserta formula transformasinya yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Nilai λ dan Transformasinya

Λ Transformasi

-1 1/xi

-0,5 1/xi1/2

0 Ln xi

0,5 xi1/2

1 xi


(50)

Stat-Basic Statistic- Control Chart – Box Cox Transformation

c. Pemeriksaan stasioneritas dalam means dilakukan dengan menganalisis grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial dari data yang tersedia. Apabila data telah stasioner dalam means, maka langkah peramalan dapat dilanjutkan ke langkah kedua, yaitu pengidentifikasi model peramalan. Tetapi, apabila data belum stasioner dalam means, maka dilakukan proses

differencing agar data yang diperoleh akan stasioner dalam means. Proses pembedaan (differencing) dapat dilakukan untuk beberapa periode sampai data telah stasioner. Proses pembedaan ini dilakukan dengan cara mengurangkan suatu data dengan data sebelumnya. Proses pembedaan inilah yang akan menentukan nilai I (integrated) di dalam model ARIMA. Adapun hubungan metode pembedaan dengan nilai I adalah:

1. Pembedaan dilakukan satu kali, maka nilai I adalah 1 sehingga menjadi I(1)

2. Pembedaan dilakukan dua kali, maka nilai I adalah 1 sehingga menjadi I(2), dan seterusnya.

Akan tetapi, pada umumnya data yang tidak stasioner akan menjadi stasioner setelah dilakukan proses pembedaan sebanyak dua kali. Apabila data telah stasioner tanpa dilakukan pembedaan terlebih dahulu, maka nilai I adalah nol sehingga model Box Jenkins yang mungkin terbentuk adalah AR, MA, dan ARMA.

Autokorelasi di antara nilai-nilai yang berturut-turut dari data merupakan suatu alat penentu atau kunci dari identifikasi pola dasar yang


(51)

menggambarkan data itu. Konsep korelasi di antara dua variabel menyatakan asosiasi atau hubungan di antara dua variabel. Nilai korelasi menunjukkan apa yang terjadi atas salah satu variabel, terdapat perubahan dalam variabel lainnya. Tingkat korelasi ini diukur dengan koefisien yang besarnya bervariasi di antara +1 dan -1. Suatu nilai koefisien yang mendekati +1 menunjukkan kuatnya hubungan positif di antara dua variabel tersebut. Ini berarti bahwa bila nilai dari salah satu variabel meningkat atau bertambah, maka nilai dari variabel lainnya juga cenderung bertambah. Demikian pula halnya dengan nilai koefisien korelasi yang mendekati -1. Suatu koefisien autokorelasi adalah sama dengan suatu koefisien korelasi hanya bedanya bahwa koefisien ini menggambarkan asosiasi atau hubungan antara nilai-nilai dari variabel yang sama, tetapi pada periode waktu yang berbeda. Dengan mengetahui nilai koefisien autokorelasi dapat diketahui pula ciri, pola dan jenis data,s ehingga dapat memenuhi maksud untuk mengidentifikasikan suatu model tentatif atau percobaan yang dapat disesuaikan dengan data.

2

Dimana: k = lag ke sekian

Autokorelasi untuk lag 1,2,3,4,…,k dapat dicari dan dinotasikan dengan rk sebagai berikut:

�� = ∑

(�− ��)(��+�− �� �−�

�=1 )

∑��=1(�− ��)2

r = nilai autokorelasi n = jumlah data


(52)

Di dalam analisis regresi, apabila variabel tidak bebas Y diregresikan dengan variabel bebas X1 dan X2 maka akan timbul pertanyaan sejauh

mana variabel X1 mampu menerangkan keadaan Y apabila mula-mula X2

dipisahkan. Ini berarti meregresikan Y kepada X2 dan menghitung galat

nilai sisa, kemudian meregresikan lagi nilai sisa tersebut kepada X1, di

dalam analisis deret waktu konsep yang sama.

Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan antara X1

dan X1-k, apabila pengaruh dari lag 1,2,3,…, dan seterusnya sampai k-1

dianggap terpisah. Satu-satunya tujuan di dalam analisis deret waktu adalah untuk membantu menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan, kenyataannya autokorelasi dan autokorelasi parsial memang dibentuk hanya untuk tujuan ini. Persamaan autokorelasi parsial adalah sebagai berikut:

∅�11 = �1

∅�22=

(�2− �12) (1− �12)

∅��� =

(�−∑�−1�=1�−1,���−�) (1−∑�−1�=1�−1,���)

dimana ∅�� = nilai autokorelasi parsial k = 3,4,5,… dan j = 2,3,4…,k-1 Apabila autokorelasi dan autokorelasi parsial menunjukkan bahwa data belum stasioner secara means, maka selanjutnya dilakukan proses

differencing atau perbedaan. Differencing dapat dihitung dengan: �� =�� − ��−1


(53)

Nilai autokorelasi, autokorelasi parsial, dan differencing dapat ditentukan dengan menggunakan software Minitab, yaitu dengan cara meng-input: 1. stat - time series – autocorrelation (autokorelasi)

2. stat - time series – partial autocorrelation (autokorelasi parsial) 3. stat – time series – differences (differencing)

Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan untuk melihat apakah suatu data telah stasioner antara lain sebagai berikut:

1. Apabila suatu deret berkala diplot, kemudian tidak terbukti adanya perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret tersebut stasioner pada nilai tengahnya.

2. Apabila plot deret berkala tidak memperlihatkan adanya perubahan yang jelas dari waktu ke waktu, maka dapat dikatakan bahwa deret berkala tersebut adalah stasioner pada variansinya.

3. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan nilai tengah atau terjadi perubahan varians yang jelas dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret berkala tersebut mempunyai nilai tengah yang tidak stasioner atau mempunyai nilai variasi yang tidak stasioner. 4. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan pada

nilai tengah serta terjadi perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu, maka dikatakan bahwa deret data tersebut mempunyai nilai tengah dan variansi yang tidak stasioner.


(54)

2. Pengidentifikasian Model3

Pada tahap kedua, model untuk data yang telah stasioner diidentifikasi berdasarkan hasil analisis autokorelasi dan analisis autokorelasi parsial atas data yang stasioner atau yang telah distasionerkan tersebut. Terdapat beberapa model persamaan Box Jenkins yang mungkin dapat terbentuk, yaitu: a. Model Autoregressive (AR)

Model AR berjenjang 0, 1, 2, ...., sampai dengan p. Bentuk umum model AR(p), AR(1), dan AR(2) dikemukakan sebagai berikut ini.

1. Model Umum AR(p): Yt = a + btYt-1 +b2Yt-2 + ... + bpYt-p + et

Dari model di atas, dapat diketahui bahwa nilai data pada suatu periode (Yt) merupakan hasil penjumlahan dari komponen konstanta

(a), komponen data pada satu periode sebelumnya dikalikan dengan koefisien autoregresifnya (btYt-1)sampai dengan komponen data pada

p periode sebelumnya dikalikan dengan koefisien autoregresifnya (bpYt-p) dan komponen residu atau error modelnya pada periode

tersebut (et).

2. Model AR(1): Yt = a + b1Yt-1 + et

Suatu data teridentifikasi sebagai AR(1), jika:

a. rk mengecil secara drastis dan gradual ke arah nol dimulai dari r1 ke

r2 , ..., ke rk

b. hanya r1” yang signifikan sedangkan rk” lainnya tidak signifikan

c. |b1|<1, disebut batas kestasioneran

3


(55)

Estimasi atas konstanta maupun koefisien autoregresi untuk suatu model dimaksudkan untuk menghasilkan konstanta maupun koefisien yang dapat menghasilkan MSE atau SSE yang paling kecil. Ini berlaku untuk tiap model. Bila suatu nodoel hanya terdiri atas komponen AR, baik berupa AR(1) maupun AR(2) atau AR(p) lainnya, maka konstanta dan koefisien autoregresinya dapat diestimasi dan diuji dengan cara yang sama dengan analisis regresi linier sederhana.

Adakalanya, estimasi awal atas koefisien suatu model (AR maupun MA) dihitung. Hasil estimasi awal itu berfungsi sebagai masukan awal untuk estimasi lanjutan atas koefisien tersebut sehingga diperoleh koefisien yang terakhir, yaitu yang meminimumkan SEE-nya. Perhitungan ini dilakukan bila pengestimasian koefisien suatu model dilakukan secara bertahap, melalui suatu proses algoritma iteratif. Pendekatan yang demikian terutama digunakan untuk pengestimasian model MA yang akan dikemukakan kemudian. Untuk model AR sendiri, estimasi awal itu sebenarmya tidak diperlukan, kecuali bila koefisien itu dihitung dengan algoritma, bukan analisis regresi linier sederhana.

3. Model AR(2): Yt = a + b1Yt-1 + b2Yt-2+ et

Suatu data diidentifikasi sebagai AR(2) jika:

a. Koefisien-koefisien autokorelasinya mengecil ke arah nol; ada yang bertanda positif maupun negatif.


(56)

b. hanya r1” dan r2” yang signifikan sedangkan rk” lainnya tidak

signifikan

c. b1 + b2 < 1 atau disebut batas kestasioneran d. -1 < b2< 1, b2-b1<1

b. Model Moving Average (MA)

Sebagaimana model AR, model MA juga dapat berjenjang 0, 1, 2, … , sampai jenjang q. Model MA(q), MA(1), dan MA(2) akan dikemukakan sebagai berikut.

1. Model Umum MA(q): Yt = c + et + m1et-1 + m2et-2 + … + mqet-q

Model di atas menunjukkan bahwa nilai data pada suatu periode (Yt),

merupakan hasil penjumlahan dari komponen konstanta (c), komponen residu pada periode tersebut (et), komponen residu pada

satu periode sebelumnya dikalikan dengan koefisiennya (m1et-1),

komponen residu pada dua periode sebelumnya dikalikan dengan koefisiennya (m2et-2), …, dan komponen residu pada q periode

sebelumnya dikalikan dengan koefisiennya (mqet-q).

2. Model MA(1): Yt = c + et - m1et-1

Suatu data diklasifikasikan sebagai MA(1) jika: a. r1 signifikan sedangkan rk lainnya tidak signifikan

b. rk” mengecil secara eksponensial

Perhatikan bahwa ciri r1 untuk MA(1) sama dengan ciri r1” untuk


(57)

Ketentuan lainnya mengenai MA(1) tersebut adalah -1 < m1< 1 atau

disebut batas intertibilitas.

Estimasi atas koefisien (parameter) MA tidak dilakukan dengan metode regresi linier walaupun modelnya berbentuk linier, tetapi koefisiennya sendiri (m1, m2, …, mq) bersifat nonlinier sehingga digunakan metode estimasi nonlinier. Hal yang sama berlaku juga untuk tiap model lainnya yang mencakup komponen MA, yaitu IMA, ARMA, dan ARIMA.

Pendekatan metode nonlinier itu dilakukan dalam beberapa tahap, dan uraian secara agak rinci.Pada tahap pertama, model diubah menjadi model yang memiliki parameter yang bersifat linier. Perubahan ini dilakukan dengan ekspansi Taylor melalui suatu proses derivasi. Pada tahap kedua, estimasi awal atas koefisien (parameter) model dihitung dengan rumus.Hasil estimasi awal itu digunakan pada model linier yang dihasilkan sehingga diperoleh estimasi model berikutnya. Selanjutnya, hasil estimasi yang terakhir itu digunakan lagi pada model linier tersebut sehingga dihasilkan estimasi berikutnya. Proses itu disebut iterasi karena tiap estimasi yang dihasilkan pada tahap berikutnya akan makin mendekati hasil estimasi akhir, yang pada akhirnya digunakan untuk model yang mencakup komponen MA, Proses itu akan menghasilkan estimasi akhir bila tercapai kondisi yang konvergen, yaitu bila hasil estimasi yang terakhir diperoleh tidak


(58)

berbeda (secara substansial) lagi dibandingkan dengan hasil estimasi yang diperoleh pada tahap sebelumnya.

3. Model MA(2): Yt = c + et + m1et-1 + m2et-2

Suatu data diklasifikasikan sebagai MA(2), jika:

a. hanya r1 dan r2 yang signifikan sedangkan rk lainnya tidak

signifikan

b. rk” mengecil ke arah nol dan terdiri atas rk” yang positif maupun

yang negatif.

Ketentuan mengenai koefisien yang dipilih dari hasil yang diperoleh dari kedua persamaan itu adalah: -1 < m1< 1, m2 + m1< 1 dan m2 -

m1< 1 [perhatikan bahwa ciri r1 dan r2 untuk MA(2) sama dengan ciri

r1” dan r2” untuk AR(2); ciri rk” untuk MA(2) sama dengan ciri rk

untuk AR(2)]. c. Model ARMA (p,q)

Yt= K + b1Yt-1 + b2Yt-2 + … + bpYt-p – m1et-1 - … - mqet-q + et

Gabungan model AR(p) dan MA(q) disebut model (p,q). Konstanta (K) model itu dihitung dengan rumus: K = M(1 - b1 - … - bp), dengan M

sebagai rata-rata dari data mentah Yt. Ketentuan lain mengenai model

tersebut adalah: b1 + b2 + … + bp < 1. Model untuk ARMA (1,1) adalah:

Yt = K + b1Yt-1 – mtet-1 + et. Kedua estimasi awal atas koefisiennya

dihitung dengan rumus: r1 = [(1-b1m1)(b1-m1)]/[1 + m12 -2b1m1], dan r2 =

b2r1. Ketentuan lainnya mengenai ARMA (1,1) itu adalah -1 < b1< 1 dan


(59)

Suatu data diklasifikasi sebagai ARMA (1,1), jika: 1. rk mengecil secara eksponensial setelah r1

2. rk” didominasi oleh pengecilan setelah r1”

d. Model ARI dan IMA

Semua submodel yang dikemukakan memiliki komponen I, yaitu ARI dan IMA. Komponen I disertakan bila data aslinya tidak stasioner sehingga datanya harus diubah menjadi dalam bentuk perbedaan (I).Dengan demikian, identifikasi modelnya didasarkan pada hasil analisis autokorelasi dan autokorelasi parsial atas data perbedannya atau I, dengan kriteria yang sama seperti pada pengidentifikasian model AR dan MA, Model ARI dan IMA yang dikemukakan adalah yang bersifat sederhana, yaitu memiliki 1 jenjang, baik untuk komponen AR dan MA maupun I-nya.

1. Model ARI(1,1):

Yt = m + Yt-1 + b1Yt-1 – b1Yt-2 + et

Semua komponen yang ada pada model ARI(1,1) sama dengan komponen yang ada pada model AR(1), kecuali nilai konstantanya (m) adalah rata-rata dari I(1).

2. Model IMA(1,1): Yt = c + Yt-1 – m1et-1 + et

Semua komponen yang ada pada IMA(1,1) sama dengan komponen yang ada pada model MA(1) .


(60)

e. Model ARIMA(1,1,1)

Yt = K + Yt-1 + b1Yt-1 – btYt-2 – m1et-1

Konstanta pada model ARIMA(1,1,1) adalah rata-rata dari I(1). Estimasi awal atas parameter ARIMA(1,1,1) dilakukan berdasarkan dua persamaan berikut: rt = [(1-b1m1)(b1-m1)]/[1+m12-2b1m1], dan r2 = r1b1.

Suatu data diidentifikasi sebagai ARIMA(1,d,1) jika: 1. rk mengecil secara eksponensial mulai dari r1

2. rk” didominasi oleh pengecilan ke arah nol mulai dari r1” serta 3. -1 < b1 < 1 dan -1 < m1 < 1

Jadi, data yang dianalisis autokorelasi dan autokorelasi parsialnya mungkin saja berupa data yang asli atau data yang telah ditransformasikan sehingga menjadi stasioner. Dari pengidentifikasian itu, mungkin dihasilkan model datanya berupa AR dengan jenjang p tertentu [AR(p)] atau I dengan jenjang d tertentu [I(d)], atau MA dengan jenjang q tertentu [MA(q)], atau ARI dengan jenjang p dan d tertentu [ARI(p,d)], atau IMA dengan jenjang d dan q tertentu [IMA(d,q)], atau ARMA dengan jenjang p dan q tertentu [ARMA(p,q)], atau ARIMA dengan jenjang p, d, dan q tertentu [ARIMA(p,d,q)]. Identifikasi grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Identifikasi Model AR, MA, dan ARMA Menggunakan Pola Grafik Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial

Model Autokorelasi Autokorelasi Parsial

AR(p) Dies down (turun cepat secara sinusoidal)

Cuts off setelah lag ke sekian

MA(q) Cuts off setelah lag ke sekian

Dies down (turun cepat secara sinusoidal) ARMA(p,q) Dies down (turun cepat

secara sinusoidal)

Dies down (turun cepat secara sinusoidal)


(61)

Tabel 3.1 dimaksudkan untuk mempermudah pengidentifikasian model. Pada Tabel 3.1, dikenal 2 istilah, yaitu dies down dan cuts off. Contoh dies down

dapat dilihat pada Gambar dan contoh cuts off dapat dilihat pada Gambar.

15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Lag A u to c o rr e la ti o n

(w ith 5% significance limits for the autocorrelations)

Gambar 3.1. Contoh Bentuk Dies Down

15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n

Partial Autocorrelation Function

(w ith 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Gambar 3.2. Contoh Bentuk Cuts Off

Model Box Jenkins yang terbentuk tidak dapat ditentukan dengan menggunakan software Minitab melainkan harus ditentukan dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap grafik autokorelasi dan


(62)

autokorelasi yang terbentuk. Hasil penentuan model tersebut kemudian akan digunakan pada tahapan pengestimasian parameter model.

3. Pengestimasian Parameter Model

Setelah model datanya diidentifikasi, pengestimasian terhadap parameter modelnya dilakukan. Parameter model AR diestimasi dengan analisis regresi, yaitu dengan pendekatan kuadrat terkecil yang linier. Bila modelnya mencakup MA, walaupun modelnya ditulis dalam bentuk linear, tetapi cara menghitung parameternya dilakukan dengan cara tertentu yang berbeda dari analisis regresi linier dengan kuadrat terkecil tersebut. Caranya bemacam-macam, tetapi yang lazim diguakan adalah metode nonlinier, dan biasanya dilakukan melalui dua tahap, yaitu estimasi awal dan tahap estimasi lanjutan hingga dihasilkan estimasi akhir atas parameternya Perhitungan dalam pengestimasian parameter akhir itu terhitung sangat kompleks dan biasanya dilakukan dengan bantuan program komputer.

Untuk melakukan pengestimasian parameter model, dapat dilakukan langsung dengan menggunakan bantuan software Minitab. Perintah yang dilakukan pada software Minitab yaitu

Stat – times series – ARIMA - Series(data yang telah stasioner) – Autoregressive (p) – Differencing (d) – Moving Average (q)

Dimana p = nilai AR, d = nilai differencing, q = nilai MA 4. Pengujian Model

Tahap pengujian model dilakukan untuk mengetahui apakah model sudah tepat atau belum. Pengujian lazim dilakukan melalui residu modelnya. (Aritonang : 2009).


(63)

Berikut beberapa cara yang digunakan untuk memeriksa model:

a. Dengan menggunakan t statistik untuk menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Seperti halnya dalam regresi, ciri model yang baik adalah jika semua koefisien modelnya secara statistik berbeda dari nol. Jika tidak demikian, variabel yang ada pada koefisien tersebut seharusnya dilepas dan spesifikasi dengan model yang lain diduga dan diuji. Jika terdapat banyak spesifikasi model yang lolos dalam uji diagnostik, yang terbaik dari model itu adalah model dengan koefisien lebih sedikit (prinsip parsimoni). Nilai uji t diperoleh pada tahapan pengestimasian parameter.

Apabila hasil diagnosis menunjukkan bahwa hasil yang signifikan terjadi untuk koefisien AR atau MA, tetapi konstantanya tidak signifikan, model masih dapat digunakan untuk peramalan. Alasannya adalah bahwa parameter yang lebih penting adalah koefisien AR atau MA, bukan konstantanya. Sebaliknya jika konstantanya signifikan, tetapi koefisien AR atau MA nya tidak signifikan, maka model tidak dapat digunakan untuk peramalan. Kondisi di atas dapat diatasi dengan meniadakan unsur konstantanya atau tetap menggunakan model yang telah ada. (Aritonang: 105).

b. Dengan menggunakan modified Box Pierce (Ljung-Box) Q Statistic untuk menguji apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari nol. Rumusan statistik itu adalah:


(64)

� =�(�+ 2)�(� − �)−1�̂2

� �=1

Q = hasil perhitungan statistic Box-Pierce

n = banyaknya data asli k = selisih lag

K = banyak lag yang diuji

�̂� = autokorelasi residual periode k

Jika model cukup tepat, maka statistic Q akan berdistribusi Chi Kuadrat. Jika nilai Q lebih besar dari nilai tabel chi kuadrat dengan derajat kebebasan m-p-q dimana p dan q masing-masing menunjukkan orde AR dan MA, model dianggap memadai. Sebaliknya apabila nilai Q lebih kecil dari nilai pada tabel chi kuadrat, model belum dianggap memadai. Apabila hasil pengujian menunjukkan model belum memadai, analisis harus diulangi dengan mengikuti langkah-langkah yang ada selanjutnya dengan model yang baru.

Langkah – langkah dalam melakukan uji independensi residual adalah: 1. Rumusan hipotesis

H0: p1 = p2 = ... = pK = 0 (residual independent)

H1: minimal ada satu pi≠ 0, untuk i = 1,2,...,K (residual dependent)

2. Menentukan taraf signifikansi 3. Menentukan statistik uji


(65)

4. Menentukan kriteria keputusan

Kriteria keputusan: H0 ditolak jika Qhitung >χ2 (α,K-p-q), dengan p

adalah banyak parameter AR dan q adalah banyak parameter MA atau

pvalue<α.

5. Melakukan perhitungan 6. Menarik kesimpulan

Kesimpulan diperoleh berdasarkan kriteria pengujian, yaitu jika H0

ditolak, maka et merupakan suatu barisan yang dependent.

Nilai statistik Ljung Box dengan menggunakan bantuan software Minitab

juga telah diperoleh pada saat kita menghitung estimasi parameter. c. Mempelajari nilai sisa (residual) untuk melihat apakah masih terdapat

beberapa pola yang belum diperhitungkan. Nilai sisa (galat) yang tertinggal sesudah dilakukan pencocokan model ARIMA diharapkan hanya merupakan gangguan acak. Oleh karena itu, apabila autokorelasi dan parsial dari nilai sisa diperoleh, diharapkan akan ditemukan model yang tidak ada autokorelasi yang nyata dan model yang tidak ada parsial yang nyata.

Langkah-langkah dalam melakukan uji independensi residual adalah: 1. Rumusan hipotesis

H0 : Residual {et} berdistribusi normal

H1 : Residual {et} tidak berdistribusi normal

2. Menentukan taraf signifikansi 3. Menentukan statisktik uji


(66)

Statistik Uji : Kolmogorov Smirnov D = KS = maksimum|F0(X)-Sn(X)|

dengan,

F0(X) : Suatu fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang terjadi di

bawah distribusi normal

Sn(X) : Suatu fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi

4. Menentukan kriteria keputusan

Kriteria keputusan: H0 ditolak jika pvalue <α

5. Melakukanperhitungan 6. Menarik kesimpulan

Jika Dmaks > Dtabel dan nilai pvalue yang diperoleh >0,05, maka H0

diterima dan dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi normal. Dengan menggunakan software Minitab, dapat dihitung nilai kenormalan residualnya yaitu dengan menggunakan perintah

Stat – Basic Statistics – Normality test – Variabel – Kolmogorov Smirnov

5. Penggunaan Model untuk Peramalan

Setelah model peramalan telah dinyatakan layak untuk digunakan, maka langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan model tersebut untuk peramalan. Penggunaan model untuk peramalan dengan menggunakan

software Minitab hanya dapat digunakan untuk melakukan peramalan untuk

periode ke depan tetapi tidak dapat digunakan untuk meramalkan periode sebelumnya. Peramalan periode sebelumnya hanya dapat dilakukan secara


(67)

manual. Adapun perintah yang digunakan untuk melakukan peramalan untuk periode ke depan dengan menggunakan software Minitab adalah:

Stat – Time series – ARIMA – Autoregressive (p) – Differencing (d) – Moving average (q) – Storage (residual) – Graph (residual plot ACF &PACF, four in

one) - OK

3.3. Ketepatan Metode Peramalan

Dalam banyak situasi peramalan, ketepatan dipandang berguna sebagai kriteria penolakan untuk memilih suatu metode peramalan. Dalam banyak hal, kata “ketepatan (accuracy)” menunjuk ke “kebaikan suai”, yang pada akhirnya menunjukkan seberapa jauh model peramalan tersebut mampu mereproduksi data yang telah diketahui. Dalam pemodelan eksplanatoris, ukuran kebaikan suai cukup menonjol. Dalam pemodelan deret berkala, data untuk data yang diketahui dapat digunakan untuk meramalkan sisa data berikutnya sehingga memungkinkan orang untuk mempelajari ketepatan setiap ramalan secara lebih langsung. Bagi pemakai ramalan, ketepatan ramalan yang akan datang adalah yang paling penting. Bagi pembuat model, kebaikan suai model untuk fakta yang diketahui harus diperhatikan. Macam pertanyaan yang sering diajukan adalah sebagai berikut:

1. Berapa ketepatan tambahan yang dapat dicapai dalam situasi tertentu melalui penggunaan teknik peramalan formal? (Bagaimana ketidaktepatan ramalan yang akan terjadi jika ramalan didasarkan atas pendekatan yang sangat sederhana atau naif dibandingkan teknik yang secara matematis lebih canggih?


(68)

2. Untuk situasi yang diketahui, berapa banyak perbaikan dapat diperoleh dalam bentuk ketepatan ramalan? (Sejauh mana orang dapat mencapai ramalan yang sempurna?

3. Jika kesempatan untuk pencapai ketepatan yang lebih tinggi dalam situasi tertentu telah dipahami, bagaimana pengetahuan itu membantu dalam pemilihan teknik peramalan yang tepat?

Jika Xi merupakan data aktual untuk periode i dan Fi merupakan ramalan

untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai: ei = Xi – Fi

Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka akan terdapat n buah kesalahan dan ukuran statistik standar berikut dapat didefinsikan:

1. Nilai tengah kesalahan (Mean Error)

n e ME n i i / 1

= =

2. Nilai tengah kesalahan absolut (Mean Absolute Error)

n e abs MAE n i

i)/ ( 1

=

=

3. Jumlah kuadrat kesalahan (Sum of Squared Error)

= = n i i e ME 1 2

4. Nilai tengah kesalahan kuadrat (Mean Squared Error)

= = n i n e MSE 1 2 /


(69)

5. Deviasi standar kesalahan (Standard Deviation of Error) )

1 /(

1

2 −

=

= n

i

n e SDE

Seorang peramal yang terampil mungkin melihat dengan baik semua ukuran secara rutin, namun penting juga untuk mengenali keterbatasannya masing-masing. Sebagai contoh, tujuan optimisasi statsistik sering sekali untuk memilih suatu model agar MSE (atau SSE) minimum, tetapi ukuran ini memiliki dua kelemahan. Pertama, ukuran ini menunjukkan pencocokan suatu model terhadap data historis. Pencocokan dengan menggunakan polinomi berorde tinggi atau suatu transformasi Fourier yang tepat. Suatu model yang terlalu cocok dengan deret data berarti sama dengan memasukkan unsur random sebagai bagian proses bangkitan adalah sama buruknya dengan tidak berhasil mengenali pola non random dalam data. Perbandingan nilai MSE yang terjadi selama fase pencocokan peramalan mungkin memberikan sedikit indikasi ketepatan model dalam peramalan.

Kekurangan kedua pada MSE sebagai ukuran ketepatan model adalah berhubungan dengan kenyataan bahwa metode yang berbeda akan menggunakan prosedur yang berbeda pula dalam fase pencocokan. Sebagai contoh, metode pemulusan sangat bergantung pada taksiran peramalan awal, metode dekomposisi memasukkan unsur trend siklus dalam tahap pencocokannya seakan-akan unsur itu diketahui. Metode regresi meminimumkan MSE dengan memberika bobot yang sama pada semua nilai pengamatan dan metode Box Jenkins meminimumkan


(70)

MSE dari suatu prosedur optimasi non linear. Jadi, pembandingan metode atas suatu kriterium tunggal seperti itu, yaitu-MSE mempunyai nilai yang terbatas.

Dalam fase peramalan, penggunaan MSE sebagai suatu ketepatan juga dapat menimbulkan masalah. Ukuran ini tidak memudahkan perabndingan antar deret berkala yang berbeda dan untuk selang waktu yang berlainanm karena MSE merupakan ukuran absolut. Lagipula interpretasinya tidak bersifat intuitif bahkan untuk para spesialis sekalipun, karena ukuran ini menyangkut penguadratan sederetan nilai.

Karena alasan yang telah disebutkan dalam huungan dengan keterbatasan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan peramalan, maka diusilkan ukuran-ukuran alternative, yang diantaranya menyangkut kesalahan persentase. Tiga ukuran berikut sering digunakan:

1. Kesalahan persentase (percentage error) ) 100 (       − = t t r t X F X PE

2. Nilai tengah kesalahan persentase (mean percentage error)

n PE MPE n i t / 1

= =

3. Nilai tengah kesalahan persentase absolut (mean absolute percentage error)

n PE MAPE t n i t / 1

= =

Persamaan kesalahan persentase dapat digunakan untuk menghitung kesalahan persentase setia periode waktu. Nilai-nilai ini kemudiand apat dirata-ratakan sebagai dalam persamaan mean percentage error untuk memberikan nilai


(71)

tengah kesalahan persentase. Namun MPE mungkin mengecil karena PE yang positif atau negatif cenderung saling meniadakan. Dari sana MAPE didefinisikan dengan menggunakan nilai absolut dari PE dalam persamaan MAPE.

3.4. Software MINITAB

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan manusia untuk menemukan sesuatu yang baru. Saat ini komputer bukanlah barang yang langka dan bahkan bagi sebagian kalangan sudah menjadi kebutuhan primer. Komputer menawarkan program-program yang semakin canggih untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin komplek dan menuntut untuk serba cepat.

Dalam melakukan peramalan kuantitatif ada beberapa software komputer yang dapat digunakan untuk membantu dalam melakukan peramalan secara cepat dan akurat. Software tersebut antara lain Microsoft Excel, SPSS, dan Minitab. Khusus untuk melakukan peramalan dengan metode análisis runtun waktu lebih tepat menggunakan software Minitab karena cukup lengkap untuk menyelesaikan masalah tersebut. Software Minitab sebagai media pengolahan data terutama proses pemasukan data, pembuatan grafik, peringkasan numerik, análisis statistik, dan forecasting atau peramalan.


(72)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang berlokasi di Jalan Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe, Sumatera Utara. Perusahaan ini bergerak dalam bidang manufaktur obat-obatan. Salah satu produk yang cukup terkenal dari perusahaan ini adalah Parachetamol. Penelitian ini dilakukan pada Pebruari 2012-Agustus 2012.

4.2. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian terapan (Applied Research) yaitu penelitian yang dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi perusahaan dengan menggunakan berbagai teori dalam perkembangan ilmu dan teknologi.

4.3. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah untuk meminimunkan tingkat ketidaksesuaian antara pola peramalan dan pola data penjualan, meramalkan penjualan produk Parachetamol dan Antalgin di Tahun 2012, dan untuk melihat metode yang terbaik, apakah metode sekarang yang terbaik ataukah metode peramalan dengan Box Jenkins yang lebih baik.


(73)

4.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Variabel dependen

Variabel dependen adalah variabel penelitian yang nilainya ditentukan variabel lain. Variabel yang termasuk dalam kategori ini adalah:

a. Data Nilai AR, I, dan MA

Nilai AR, I, dan MA diperoleh dengan menentukan bentuk grafik fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial. Nilai ini lah yang akan menentukan apakah pemodelan ARIMA akan berbentuk model AR, model MA, model ARI, model IMA, model ARMA, atau model ARIMA. Model ini kemudian akan diverifikasi menjadi model aplikasi peramalan yang akan digunakan untuk meramalkan penjualan untuk 1 tahun ke depan.

b. Model Peramalan

Model peramalan diperoleh dari hasil pengamatan terhadap grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial. Setelah terbentuk model peramalan, maka dapat dilakukan peramalan.

c. Data Hasil Peramalan

Data hasil peramalan merupakan data yang berisi prediksi jumlah penjualan untuk 1 tahun ke depan. Nilai ini akan diperoleh setelah kita melakukan verifikasi terhadap model aplikasi peramalan yang diperoleh melalui nilai AR, I, dan MA.


(74)

d. Tingkat Kesalahan Peramalan

Setelah diperoleh data hasil peramalan, maka tingkat kesalahan peramalan dapat diperoleh. Tingkat kesalahan peramalan ini akan dibandingkan dengan tingkat kesalahan peramalan dengan metode peramalan awal.

2. Variabel independen

Variabel independen adalah variabel penelitian yang nilainya tidak ditentukan variabel lain. Variabel yang termasuk dalam kategori ini adalah data historis penjualan produk.

Untuk melihat lebih jauh mengenai kerangka konseptual penelitian, dapat dilihat pada Gambar 4.1.

DATA HISTORIS PERMINTAAN

NILAI AR

NILAI MA

NILAI I

MODEL PERAMALAN

HASIL PERAMALAN BOX JENKINS

TINGKAT KESALAHAN PERAMALAN


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)