mean tanpa perlu dilakukan differencing , maka model yang terbentuk adalah ARp.
Model yang terbentuk adalah model ARp. Nilai p dapat diperoleh dari pengamatan terhadap grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial. Pada grafik
autokorelasi penjualan Parachetamol, dapat dilihat bahwa data turun secara cepat setelah lag 1. Hal yang sama juga dapat dilihat pada grafik autokorelasi parsial
yang terputus setelah lag 1. Hal ini berarti bahwa model yang terbentuk adalah AR1.
5.2.1.3. Pengestimasian Parameter Model Parachetamol
Model yang diperoleh dari data penjualan Parachetamol adalah AR1. Setiap model memiliki persamaan masing-masing. Model ARp memiliki
persamaan umum: Y
t
= K + b
1
Y
t-1
+ b
2
Y
t-2
+ … + b
p
Y
t-p
+ e
t
Oleh karena nilai p adalah 1, maka persamaan umum AR menjadi: Y
t
= K + b
1
Y
t-1 +
e
t
Untuk memperoleh nilai estimasi parameter model, digunakan software Minitab karena hasil perhitungan estimasi parameter membutuhkan waktu yang
lama dan hasil yang sangat panjang, oleh karena itulah digunakan bantuan Software Minitab untuk mengestimasikan parameter model. Pengestimasian dapat
dilakukan dengan perintah: Stat – times series – ARIMA - Seriesdata yang telah stasioner – Autoregressive
1 – Differencing 0 – Moving Average 0
Universitas Sumatera Utara
Final Estimates of Parameters Type Coef SE
Coef T P AR 1
0.4632 0 .1172
3.95 0.000 Constant 4.0141 0
.1130 35.52 0.000
Mean 7.4776 0.2105 Number of observations: 60
Residuals: SS = 44.4119 backforecasts excluded
MS = 0.7657 DF = 58
Dari hasil pengestimasian, dapat dilihat bahwa: 1. Nilai K konstan = 4,0141
2. Nilai ARb
1
= 0,4632 Nilai yang dieroleh tersebut kemudian dimasukkan ke persamaan
ARMA1,1 yang telah diperoleh, sehingga diperoleh persamaan akhir model untuk peramalan Box Jenkins:
Y
t
= 4,0141 + 0,4632Y
t-1
5.2.1.4. Pengujian Model Parachetamol
Pengujian model atau dengan kata lain pemeriksaan diagnosisi dilakukan dengan melakukan uji t, independensi residual dan kenormalan residual. Jika
model memenuhi kedua uji yaitu residual independen dan residual berdistribusi normal, maka model layak untuk digunakan. Ada beberapa pengujian model yang
dilakukan di sini, yaitu: 1. Uji t
Keberadaan tren pada suatu data dapat diuji dengan uji t dengan: H
= Parameter model signifikan H
1
= Parameter model tidak signifikan
Universitas Sumatera Utara
H ditolak apabila t
hitung
t
tabel
Hasil estimasi parameter menunjukkan bahwa nilai T hitung untuk variabel AR adalah 3,95 dan untuk variabel konstan adalah 35,52. Hasil analisis
regresi linear ganda atas AR1, dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Hasil Estimasi Parameter AR1 Koefisien
SE t
hitung
t
tabel
t
5,58
Kesimpulan
AR 0,4632
0,1172 3,95
2,01995 Sangat
Signifikan
K 4,0141
0,1130 35,52
2,01995 Sangat
Signifikan
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa nilai t
hitung
t
tabel
. Hal ini berarti bahwa H diterima atau parameter model telah signifikan dan layak untuk dijadikan
untuk peramalan pada langkah berikutnya. 2. Uji independensi residual
Uji independensi residual digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya korelasi residual antar lag. Langkah-langkah dalam melakukan uji independensi
residual adalah: a. Rumusan hipotesis
H : p
1
= p
2
= ... = p
K
= 0 residual independent H
1
: minimal ada satu p
i
≠ 0, untuk i = 1,2,...,K residual dependent b. Menentukan taraf signifikansi
Taraf signifikansi : α = 0,05
c. Menentukan statisktik uji Statistik Uji
: Ljung-Box
Universitas Sumatera Utara
� = �� + 2 �� − �
−1
�
�
2
� �=1
dengan, Q = hasil perhitungan statistic Box-Pierce
n = banyaknya data asli k = selisih lag
K = banyak lag yang diuji �
�
= autokorelasi residual periode k d. Menentukan kriteria keputusan
Kriteria keputusan: H ditolak jika pvalue
α atau Q
hitung
χ
2
α,K-p-q
, dengan p adalah banyak parameter AR dan q adalah banyak parameter
MA. Apabila terdapat konstanta, maka nilai K dikurangi 1 juga. e. Melakukan perhitungan
Langkah awal yang harus dilakukan adalah mencari nilai residual dari model peramalan. Nilai residual dapat diperoleh dengan menghitung
selisih antara data historis peramalan dengan data hasil peramalan. Perhitungan nilai residual untuk 12 data pertama dapat dilihat pada Tabel
5.11.
Tabel 5.11. Perhitungan Data Residual Parachetamol Lag ke-
Data Historis Data Peramalan
AR1 Residual
1 720000
720000 2
756000 734914
21086 3
819000 751590
67410 4
900000 780771
119229 5
756000 818290
-62290
Universitas Sumatera Utara
6 747000
751590 -4590
7 774000
747421 26579
Tabel 5.11. Perhitungan Data Residual Parachetamol Lanjutan Lag ke-
Data Historis Data Peramalan
AR1 Residual
8 720000
759927 -39927
9 675000
734914 -59914
10 648000
714070 -66070
11 603000
701564 -98564
12 612000
680720 -68720
Data residual tersebut kemudian akan digunakan untuk menghitung nilai autokorelasi residual. Perhitungan nilai autokorelasi residual
menggunakan rumus yang sama dengan perhitungan nilai autokorelasi. Hasil perhitungan autokorelasi residual dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Nilai Autoregresi Residual Parachetamol Lag-
Nilai Autokorelasi Residual
1 0.024531782
2 0.033170918
3 -0.008351485
4 -0.184741904
5 -0.234842693
6 -0.136099623
7 -0.174661624
8 -0.166803223
9 0.012724323
10 0.194070819
Dengan menggunakan metode metode Ljung Box, kemudian dihitung nilai Q. Contoh perhitungan Q untuk lag 1 adalah:
� = �� + 2 �� − �
−1
�
�
2
� �=1
� = 6060 + 260 − 1
−1
0.024531
2
� = 0,03794
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan likelihood untuk lag ke-12 dapat dilihat pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Perhitungan Q Lag-12 Parachetamol Lag
Q
1 0.037944526
2 0.070571596
3 0.004551929
4 2.26717864
5 3.73021922
6 1.276036285
7 2.141223787
8 1.990437157
9 0.011809789
10 2.802163132
11 1.15198701
12 2.002852875
Total 17.48697595
Dengan menggunakan tabel chi kuadrat, diperoleh nilai chi kuadrat adalah:
χ
2
α,K-p-q =
χ
2
0,05,12-1-1 =
χ
2
0,05,10
= 18,307. f. Menarik kesimpulan
Nilai Ljung-Box pada lag ke 12 tidak melebihi nilai χ
2
α,K-p-q
17,4869 18,307, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi residual antara
lag ke-t sehingga memenuhi asumsi independensi residual. Selain dari nilai statistik Ljung-Box, independensi residual dapat dilihat dari
grafik ACF residual. Gambar 5.6 menunjukkan bahwa residualnya independen karena tidak ada lag yang melebihi batas signifikansi.
Universitas Sumatera Utara
15 14
13 12
11 10
9 8
7 6
5 4
3 2
1 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 -0.2
-0.4 -0.6
-0.8 -1.0
Lag A
u to
c o
rr e
la ti
o n
ACF of Residuals for Data Penjualan Parachetamol
w ith 5 significance limits for the autocorrelations
Gambar 5.6. Grafik ACF Residual Data Penjualan Parachetamol
3. Uji kenormalan residual Langkah-langkah dalam melakukan uji independensi residual adalah:
a. Rumusan hipotesis Hipotesis:
H : Residual {e
t
} berdistribusi normal H
1
: Residual {e
t
} tidak berdistribusi normal b. Menentukan taraf signifikansi
Taraf signifikansi : α = 0,05
c. Menentukan statisktik uji Statistik Uji
: Kolmogorov Smirnov D = KS = maksimum|F
X-S
n
X| dengan,
Universitas Sumatera Utara
F X : Suatu fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang terjadi di bawah
distribusi normal S
n
X : Suatu fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi Berdasarkan uji t, uji independensi residual, dan uji normalitas
residual maka model AR1 memenuhi uji diagnosis dan layak untuk digunakan dalam peramalan penjualan Parachetamol
0.050 0.025
0.000 -0.025
-0.050
99.9 99
95 90
80 70
60 50
40 30
20 10
5 1
0.1
RESI 1 P
e rc
e n
t
Mean -0.00004577
StDev 0.01485
N 60
KS 0.077
P-Value 0.150
Probability Plot of Data Penjualan Parachetamol
Normal
Gambar 5.7. Plot Probabilitas Residual Data Penjualan Parachetamol
5.2.1.5. Penggunaan Model untuk Peramalan Parachetamol