18
a. Nilai Buku
Nilai buku book value per lembar saham menunjukkan aktiva bersih yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham.
Jogiyanto, 2000:82. Aktiva bersih sama dengan total ekuitas pemegang saham, maka nilai buku perlembar saham sama dengan total ekuitas dibagi dengan jumlah
saham yang beredar
b. Nilai Pasar
Nilai pasar market value berbeda dengan nilai buku. Menurut Jogiyanto 2000:88 nilai pasar adalah “harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat
tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar”. Nilai pasar saham ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut pada pasar bursa efek.
c. Nilai Intrinsik
Nilai Intrinsik merupakan nilai yang sebenarnya yang terkandung di dalam saham. Ada dua macam analisis yang banyak digunakan dalam menentukan nilai
intrinsik saham yaitu analisis fundamental dan analisis teknis. Analisis teknis banyak digunakan oleh praktisi dalam menentukan harga saham, sedangkan
analisis fundamental banyak digunakan oleh akademisi.
1. Analisis Fundamental .
Analisis Fundamental digunakan untuk mengevaluasi prospek masa mendatang, pertumbuhan dan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dalam
kaitannya dengan perekonomian secara makro, perekonomian nasional,
Universitas Sumatera Utara
19
perkembangan bidang industry perusahaan Sitompul, 2004. Secara teoritis analisis fundamental terdiri dari tiga langkah proses yaitu:
a. Langkah pertama, para analis terlebih dahulu mengevaluasi bagaimana lingkungan bisnis di masa yang akan datang.
b. Langkah kedua, para analis membuat estimasi tentang seberapa baik atau seberapa buruk kinerja perusahaan yang dievaluasi itu di dalam lingkungan
bisnis di masa mendatang yang dihasilkan dari langkah pertama biasanya disebut analisis pendapatan perusahaan dimasa mendatang
c. Setelah mendapat penilaian tentang perekonomian dan pendapatan perusahaan di masa yang akan datang, maka para analisis membuat estimasi
tentang berapa harga yang harus dibayar investor terhadap saham perusahaan itu di masa mendatang.
2. Analisis Teknis
Analisis teknis adalah analisis yang merupakan studi mengenai perilaku pasar modal yang sedang berlangsung dan menggabungkannya dengan pola-pola
perdagangan saham. Teori yang digunakan dalam analisis teknis diantaranya: 1. Teori Odd lot
Yaitu teori yang mendasarkan analisisnya pada pemodal-pemodal kecil, yang selalu membeli saham perusahaan kurang dari 1 slot setiap
pembelian. Menurut teori ini semakin tinggi persentase pembelian “Odd Lot” maka semakin “Bearish” kondisi pasar.
Universitas Sumatera Utara
20
2. Teori Dow Menurut teori ini perkembangan umum pasar modal tidak akan cenderung
bergerak sampai indeks indutri rata-rata Dow Jones, indeks transportasi Dow Jones, dan indeks utilitas Dow Jones bergerak kea rah yang sama.
3. Teori Advance Decline. Menurut teori ini, apabila jumlah saham yang mengalami kenaikan harga
melampaui jumlah saham yang mengalami penurunan harga, maka pasar kemungkinan akan mengalami “bullish”.
4. Teori Short Menurut teori short, semakin banyak perdagangan short atas suatu saham
dari jenis industri tertentu di pasar modal maka semakin “bullish” pasar untuk industri tersebut karena setiap penjualan saham dengan posisi short
pasti akan dibeli kembali. 5. Teori Cash Future Spread
Teori ini didasarkan kepada selisih antara nilai dari indeks saham umum dengan nilai yang akan datang dari indeks tersebut, bila selisih ini
membesar maka akan terjadi kenaikan dalam waktu yang pendek. 6. Teori Advance Decline volume
Teori ini menyatakan apabila rata-rata perdagangan saham setiap hari dari suatu saham tertentu, atau dari industri tertentu atau secara keseluruhan
terjadi kenaikan di pasar modal, trend kenaikan saham tersebut akan berlanjut.
Universitas Sumatera Utara
21
2.1.4 Profitabilitas Perusahaan
Profitabilitas merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi. Anthony dan Govindarajan 2004 menjelaskan bahwa
terdapat dua jenis ukuran menyangkut profitabilitas perusahaan yaitu ukuran yang ditujukan kepada kinerja manajemen dan ukuran menyangkut dengan kinerja
ekonomi. Kinerja manajemen lebih difokuskan pada bagaimana manajer menjalankan fungsinya dalam perencanaan, koordinasi dan pengendalian
perusahaan, sedangkan kinerja ekonomi dititikberatkan pada bagaimana perusahan sebagai entitas ekonomi dalam meraih laba perusahaan.
Return on asset ROA dapat digunakan sebagai alat ukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan. return on Asset adalah kemampuan perusahaan
secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan Syamsuddin, 2007: 63.
Tinggi rendahnya return on asset tergantung pada pengelolaan asset perusahaan oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan.
Secara matematis, return on asset dapat diformulasikan sebagai berikut:
ROA =
���� ����� ������
Keterangan: ROA = Return On Asset
NIAT = Laba bersih setelah pajak Semakin tinggi return on asset semakin efisien operasional perusahaan
dan sebaliknya rendahnya Return On Asset dapat disebabkan oleh banyaknya aset
Universitas Sumatera Utara
22
perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, aktiva tetap beroperasi dibawah normal dan lain-lain. Efisiensi operasional dapat
meningkatkan laba perusahaan sehingga investor tertarik membeli saham perusahaan tersebut. Permintaan saham yang meningkat mengakibatkan harga
saham naik. Oleh karena itu, investor akan memperoleh return saham dalam bentuk capital gain karena kenaikan harga saham.
Yuan Tsay dan Jia Goo 2006 menyatakan “the relationships between the indices of profitability and stock return were significant. financial information
about profitability gives usefull information about the earnings power of firms”. Profitabilitas dan return saham mempunyai hubungan yang signifikan. Informasi
keuangan mengenai profitabilitas memberikan informasi berguna tentang kekuatan laba perusahaan. Hubungan profitabilitas dengan return saham didukung
oleh penelitian yang dilakukan terhadap 140 perusahaan elektronik yang berada di Taiwan dengan periode pengamatan selama 6 tahun. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
Universitas Sumatera Utara
23
2.1.5 Pertumbuhan Perusahaan
Pada umumnya pemegang saham atau calon pemegang saham tertarik dengan earning per share EPS, karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah
yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Para calon pemegang saham tertarik dengan earning per share yang besar, karena hal ini merupakan salah satu
indikator keberhasilan suatu perusahaan Syamsuddin, 2007: 66. Seetharaman dan Raj 2011 Menyatakan EPS is one of the investment
tools to evaluate a company’s performance either in the short or long term. The estimated earnings can be used to measure the financial health and prospect of a
company. Bagi para investor, EPS merupakan informasi yang dapat mengevaluasi kinerja perusahaan baik dalam jangka pendek atau jangka panjang, karena dapat
mengukur kesehatan keuangan dan prospek perusahaan. Oleh karena itu, EPS dapat mencerminkan pertumbuhan perusahaan dalam mencapai earning untuk
setiap pemegang saham Earnings Per Share atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio
untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk
memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi kesejahteraan pemegang saham meningkat kasmir, 2008.
Secara matematis earnings Per Share dapat diformulasikan sebagai berikut:
EPS
=
���� ��ℎ�� ����� ��ℎ�� ����� �������
Universitas Sumatera Utara
24
Keuntungan pemegang saham adalah jumlah keuntungan setelah dipotong pajak. Keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham biasa adalah jumlah keuntungan
dikurangi pajak, deviden dan dikurangi hak-hak lain untuk pemegang saham prioritas.
2.1.6 Inflasi
Salah satu peristiwa moneter yang penting dan yang dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat dari Inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila
kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus menerus juga perlu diingat.
Kenaikan harga-harga karena misalnya musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja tidak mempunyai pengaruh lanjutan tidak disebut inflasi.
Boediono, 1985.
2.1.6.1 Jenis – jenis Inflasi
Ada berbagai cara untuk menggolongkan jenis inflasi. Menurut Boediono 1985 inflasi dapat digolongkan atas dasar :
1. Penggolangan yang didasarkan atas “ parah” tidaknya inflasi Inflasi ini dapat digolongkan menjadi:
a. Inflasi ringan di bawah 10 setahun b. Inflasi sedang antara 10 – 30 setahun
Universitas Sumatera Utara
25
c. Inflasi berat antara 30 – 100 setahun d. Hiperinflasi di atas 100 setahun
2. Penggolongan yang didasarkan atas sebab awal dari inflasi Inflasi ini dapat digolongkan menjadi:
a. Demand inflation Demand inflation adalah inflasi yang terjadi karena permintaan
masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat sehingga harga-haraga barang akan melonjak naik.
b. Cost Inflation Cost inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan biaya
produksi yang secara langsung akan menaikkan harga barang. 3. Penggolongan yang didasarkan atas asal inflasi.
Inflasi ini dapat digolongkan menjadi: a. Domestic inflation Inflasi yang berasal dari dalam negeri
Inflasi yang berasal dari dalam negeri bisa terjadi karena defisit anggaran belanja yang di biayai dengan percetakan uang baru, hasil panen yang
gagal dan sebagainya. b. Imported Inflation Inflasi yang berasal dari luar negeri
Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga diluar negeri atau di negara-negara langganan
berdagang kita. Kenaikan harga barang yang kita impor mengakibatkan:
Universitas Sumatera Utara
26
1. Secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari
impor. 2. Secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan
biaya produksi dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor.
3. Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan kenaikan harga barang-barang
impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah ataupun swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor.
2.1.6.2 Hubungan Inflasi dengan Return Saham.
Inflasi yang tinggi tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang secara terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif tidak
menguntungkan sehingga pemilik modal lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi Sukirno, 2004: 339 . Pada saat inflasi, kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba menurun karena daya beli masyarakat turun sedangkan biaya operasi meningkat. Kondisi seperti ini membuat investor lebih tertarik
melakukan investasi spekulatif seperti pembelian harta- harta tetap. Fama dan Schwert 1977 dalam Arifin 2005, mengemukakan hasil
penelitian bahwa return saham berkorelasi negatif dengan ekspektasi tingkat inflasi dan juga mungkin dengan kejutan tingkat inflasi. Fama menjelaskan bahwa
hubungan negatif antara return saham dan tingkat inflasi sesungguhnya berasal
Universitas Sumatera Utara
27
dari adanya hubungan negatif antara inflasi dengan aktivitas perusahaan terutama aktivitas pengeluaran modal.
Ahmad, et all 2011 menyatakan bahwa “negative effect of inflation includes a decrease in the real value of money and uncertainty about future
inflation may discourage investment and savings. This may force investor to sell stocks and buying the bonds which reduces the investment of productive capital
and increases the savings in non-productive asset”. Inflasi menyebabkan nilai riil uang menurun sehingga investor akan menjual sahamnya untuk menghindari
risiko kerugian investasi. Pengalihan investasi dalam bentuk saham menjadi deposito merupakan alternatif yang dilakukan investor untuk meminimalisasi
resiko. Hal ini menyebabkan harga saham menurun yang secara langsung menyebabkan return saham menurun.
2.1.7 Suku Bunga
Tingkat bunga adalah kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam dana kepada yang memberi pinjaman. Dari sudut peminjam kompensasi tersebut
merupakan biaya dari dana yang dipinjam Ridwan, 2002:49. Salah satu pengaruh yang memiliki korelasi yang sangat kuat mempengaruhi pergerakan
harga-harga saham di bursa efek. Perlu dipahami bahwa secara teoritis hubungan pergerakan tingkat suku bunga dengan pergerakan harga saham tersebut
berbanding terbalik. Artinya apabila tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka harga-harga saham yang diperdagangkan di bursa efek akan mengalami
penurunan, karena para investor saham akan beralih berinvestasi kepada
Universitas Sumatera Utara
28
instrument perbankan seperti deposito dan sebaliknya kalau pergerakan tingkat suku bunga mengalami penurunan, maka harga-harga saham akan naik karena
investor akan beralih berinvestasi kepada instrument saham Faktor yang mempengaruhi naik-turunnya tingkat suku bunga perbankan
terhadap harga saham di bursa efek dikarenakan bahwa secara umum setiap perusahaan pasti memiliki utang dan senantiasa perusahaan akan terus mencari
sumber-sumber pembiayaan melaului utang. Dimana utang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan operasional suatu perusahaan, sehingga
naiknya tingkat suku bunga dipastikan akan menambah beban biaya terhadap perusahaan dan akibatnya dapat mengurangi keuntungan perusahaan dan
akibatnya dapat mengurangi keuntungan perusahaan serta mendorong meningkatkan resiko terhadap perusahaan Simatupang, 2010
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bagi perusahaan. perusahaan yang memiliki rasio utang yang cukup besar serta saham perusahaan-perusahaan
yang bergerak dalam industri perbankan dan properti memiliki tingkat sensitifitas yang sangat tinggi terhadap harga saham perusahaan yang bersangkutan.
Hubungan negatif antara suku bunga dengan return saham didukung oleh penelitian yang dilakukan Poon dan Tong 2009 yang menyatakan “higher
interest rate will lead to higher cost to finance stock investment, hence reduce the willingness of investor in stock investment and fall in stock price”. Kenaikan
tingkat suku bunga akan meyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk membiayai investasi saham, sehingga investor tidak tertarik untuk berinvestasi dan harga
saham akan jatuh. Disisi lain, penurunan suku bunga akan menaikkan
Universitas Sumatera Utara
29
pertumbuhan Output perusahaan. Pertumbuhan output yang positif akan menyebabkan pertumbuhan laba yang positif sehingga akan meningkatkan
deviden. Peningkatan deviden secara langsung akan meningkatkan return saham maka dapat disimpulkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap return
saham.
2.1.8 Return Saham
Return merupakan hasil yang diperoleh dari suatu investasi. Menurut Jogiyanto 2000: 107, return dapat berupa return realisasi realized return yang
sudah terjadi atau return ekspektasi expected return yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Return realisasi dihitung
berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan risiko
dimasa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang
dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan
dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi
memiliki hubungan positif dengan risiko. Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam
suatu periode yang tertentu. Return total terdiri dari capital gain loss dan yield.
Return = capital gain loss + yield
Universitas Sumatera Utara
30
Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu Jogiyanto, 2000:108 . Jika harga saham
sekarang p
t
lebih tinggi dari harga investasi periode lalu P
t-1
ini berarti terjadi keuntungan modal capital gain , sebaliknya terjadi kerugian modal.
Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah
persentase deviden terhadap harga saham periode sebelumnya. Pengertian return saham dalam penelitian ini sama dengan return realisasi
atau capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh dari kenaikan harga saham. Return saham inilah yang digunakan sebagai variabel dependen dalam penelitian
ini, yang diperoleh dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan deviden. Return saham yang
diterima investor dinyatakan sebagai berikut Jogiyanto, 2000:
�� = �� − �
�−1
�
�−1
Ri = Return saham Pt = Harga saham pada periode t
Pt-1 = Harga saham pada periode t-1
Universitas Sumatera Utara
31
2.2 Penelitian Terdahulu
Wai ching poon dan Gee kok ton 2009 melakukan penelitian dengan judul “Output growth, inflation and interest rate on stock return and volatility: the
predictive power”. Variabel yang digunakan adalah inflasi, pertumbuhan produksi dan suku bunga sebagai variable independen dan return saham sebagai variabel
dependen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Generalized Auto- Regressive Conditional Heteroscedasticity
GARCH dan Exponential Generalized Auto-Regressive Conditional Heteroscedasticity EGARCH.
Hasilnya menunjukkan bahwa inflasi mempunyai hubungan yang negatif terhadap return saham.
Dyah Ayu Savitri 2012, melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh ROA, NPM, EPS dan PER Terhadap Return Saham Studi kasus pada
perusahan manufaktur sektor food dan beverages periode 2007-2010”. Variabel independen dalam penelitianadalah Return On Asset ROA, Net Profit margin
NPM, Earnings Per Share EPS dan Price Earnings Ratio PER. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ROA tidak mempunyai pengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap return saham, sedangkan pada NPM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham, EPS dan PER mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham Nini Safitri aziz 2012 melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Return On Asset ROA, Debt To Equity Ratio DER, Tingkat Suku bunga dan Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Perbankan Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2003-2010”. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
Universitas Sumatera Utara
32
Return On Asset ROA, Debt To Equity Ratio DER, tingkat suku bunga dan tingkat inflasi sedangkan Return saham sebagai variabel dependen. Adapun
metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Secara parsial hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Return On Asset ROA
berpengaruh positif, Debt to Equity Ratio DER berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan sementara variabel tingkat suku bunga dan tingkat inflasi sama-sama
memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return saham sektor perbankan di Bursa Efek
Rizki Tampubolon 2009 melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Return Saham Perusahaan Perkebunan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia”. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Earning Per Share EPS, Price Earning Ratio PER, Debt to Equity Ratio DER,
Return on Investment ROI, dan Return on Equity ROE sedangkan Return saham sebagai variabel dependen. Adapun metode analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif dan statistik pengolahan data SPSS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan, semua variabel berpengaruh signifikan
terhadap return saham dan secara parsial EPS, PER, dan ROI memiliki pengaruh yang signifikan sedangkan DER dan ROE memiliki pengaruh positif tapi tidak
signifikan. Erlinda Lusiana Fatta 2007 melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Tingkat inflasi dan Kurs Rupiah terhadap Return saham Perbankan Yang Go Public Pada bursa Efek Jakarta”. Dalam penelitian ini,
variabel independen menggunakan tingkat suku bunga, inflasi, kurs rupiah dan
Universitas Sumatera Utara
33
return saham sebagai varibel dependen. Model analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat suku bunga mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham. Namun, tingkat inflasi dan kurs rupiah berpengaruh positif terhadap
return saham.
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu
N o
Peneliti Penelitian
Variabel Model
Hasil 1
Wai ching poon dan
Gee kok ton 2009
Output growth, inflation and
interest rate on stock return and
volatility: the predictive power
inflasi, pertumbuhan
produksi, suku bunga dan
return saham Generalized
Auto- Regressive
Conditional Heteroscedas
ticity GARCH
dan Exponential
Generalized Auto-
Regressive Conditional
Heteroscedas ticity
EGARCH inflasi mempunyai
hubungan yang negatif terhadap
return saham.
2
Dyah Ayu Savitri
2012 Analisis
Pengaruh ROA, NPM, EPS dan
PER Terhadap Return Saham
Studi kasus pada perusahan
manufaktur sektor food dan
beverages periode 2007-
2010 ROA, NPM,
EPS, PER dan return saham
Anaisis regresi linier
berganda Variable ROA
tidak mempunyai pengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap return
saham, sedangkan pada NPM
berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap return saham, EPS dan
PER mempunyai pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap
return saham
Universitas Sumatera Utara
34
3
Nini Safitri aziz
2012 Pengaruh Return
On Asset ROA, Debt To Equity
Ratio DER, Tingkat Suku
bunga dan Tingkat Inflasi
Terhadap Return Saham Sektor
Perbankan Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2003-
2010 ROA, DER,
Inflasi dan Suku bunga
Analisis regresi linier
berganda Secara parsial
Return On Asset ROA berpengaruh
positif, Debt to Equity Ratio DER
berpengaruh negative tetapi
tidak signifikan sementara variabel
tingkat suku bunga dan tingkat inflasi
memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap return saham
4
Rizki Tampubolon
2009 Pengaruh Kinerja
Keuangan terhadap Return
Saham Perusahaan
Perkebunan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Earning Per
Share EPS, Price Earning
Ratio PER, Debt to Equity
Ratio DER, Return on
Investment ROI, Return
on Equity ROE dan
Return saham analisis
deskriptif dan statistik
secara simultan, semua variabel
berpengaruh signifikan terhadap
return saham dan secara parsial EPS,
PER, dan ROI memiliki pengaruh
yang signifikan sedangkan DER
dan ROE memiliki pengaruh positif
tapi tidak signifikan
5
Erlinda Lusiana Fatta
2006 Pengaruh Tingkat
Suku Bunga, Tingkat inflasi
dan Kurs Rupiah terhadap Return
saham Perbankan Yang Go Public
Pada bursa Efek Jakarta
tingkat suku bunga, inflasi,
kurs rupiah dan return saham
analisis regresi linier
berganda tingkat suku bunga
mempunyai pengaruh negatif
terhadap return saham sedangkan
tingkat inflasi dan kurs rupiah
berpengaruh positif terhadap return
saham
Universitas Sumatera Utara
35
2.3 Kerangka Konseptual