Pembukaan Hubungan Konsuler KAITAN ANTARA HUBUNGAN KONSULER DENGAN KONSUL

40 Indonesia telah meratifikasi Konvensi tersebut dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1982 pada tanggal 25 Januari 1982. Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler memiliki 79 pasal dan digolongkan ke dalam lima bab. Bab Pertama mulai dari pasal 2 hingga pasal 27 merupakan cara-cara mengadakan hubungan konsuler beserta tugas-tugas konsul. Mengenai kekebalan dan keistimewaan konsuler diatur di dalam Bab Kedua Pasal 28-57. Lembaga Konsul Kehormatan mendapatkan pengaturannya sendiri dalam Bab Ketiga Pasal 58-67 termasuk mengenai kantor, kekebalan dan keistimewaannya. Bab Keempat Pasal 69-73 berisi ketentuan-ketentuan umum misalnya mengenai pelaksanaan tugas-tugas konsuler oleh perwakilan diplomatik, hubungan konvensi ini dengan persetujuan internasional lainnya dan sebagainya. Bab kelima adalah mengenai ketentuan-ketentuan final seperti penandatangan, ratifikasi dan aksesi, mulai berlakunya, dan lain-lain.

B. Pembukaan Hubungan Konsuler

Mengenai pembukaan hubungan konsuler yang hendak dilakukan antarnegara,Konvensi Wina 1963 mengaturnya dalam Pasal 2 yaitu sebagai berikut: 1 The establishment of consular relations between States takes place by mutual consent. 2 The consent given to the establishment of diplomatic relations between two States implies, unless otherwise stated, consent to the establishment of consular relations. 3 The severance of diplomatic relations shall not ipso facto involve the severance of consular relations. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 41 Dengan demikian dapat diketahui hal yang paling utama dalam pembukaan hubungan konsuler yaitu adanya mutual consent atau kesepakatan bersama antara negara-negara yang bersangkutan Pasal 2 ayat 1. Tidak berbeda dengan pembukaan hubungan diplomatik yang juga mengharuskan adanya kesepakatan bersama antarnegara. Kesepakatan bersama antarnegara ini dapat juga berarti pelaksanaan hubungan konsuler antara negara-negara yang bersangkutan berlaku secara timbal balik. Biasanya kesepakatan bersama ini tertuang dalam bentuk joint communike komunike bersama. Dalam Pasal 2 ayat 2 di atas menyatakan bahwa persetujuan yang diberikan terhadap pembukaan hubungan diplomatik antara kedua negara yang bersangkutan berlaku juga terhadap pembukaan hubungan konsuler,kecuali dinyatakan lain. Hal ini berarti, apabila kedua negara telah membuka hubungan diplomatik sebelumnya maka sudah termasuk juga pembukaan hubungan konsuler. Kecuali ada pernyataan oleh negara-negara yang bersangkutan bahwa kesepakatan bersama dalam pembukaan hubungan diplomatik tidak termasuk untuk pembukaan hubungan konsuler. Pemutusan hubungan diplomatik tidak berakibat ipso facto 40 terhadap pemutusan hubungan konsuler Pasal 2 ayat3. Maksudnya yaitu apabila terjadi pemutusan hubungan diplomatik antarnegara yang bersangkutan, tidak menyebabkan putusnya hubungan konsuler antar kedua negara tersebut. 40 Ipso facto dapat diartikan sebagai “berpengaruh langsung” atau “meghasilkan efek langsung” terhadap suatu tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Sumber: http:en.wikipedia.orgwikiIpso_facto diakses pada 25 Juli 2013. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 42 Gerharld von Glahn menambahkan satu persyaratan utama selain kesepakatan bersama dalam menjalin hubungan konsuler antarnegara, yaitu diperlukan juga adanya persetujuan antara negara penerima dengan negara pengirim untuk melaksanakan hubungan konsuler berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku. 41 Setelah hubungan konsuler terjalin antar kedua negara, maka hal yang harus diperhatikan selanjutnya yaitu mengenai pembukaan kantor konsuler di wilayah negara penerima. Perlu diketahui bahwa perwakilan konsuler dapat didirikan di wilayah yang tidak berdaulat atau di wilayah yang belum diakui. 42 Misalnya negara-negara yang belum mempunyai pemerintahan sendiri atau yang berada di bawah kedaulatan asing. Apabila dalam pembukaan hubungan konsuler antarnegara diperlukan adanya kesepakatan bersama mutual consent antara negara-negara yang bersangkutan, maka begitu juga dengan pembukaan kantor konsuler di wilayah negara penerima yang memerlukan adanya persetujuan dari negara tersebut State’s consent. Dari sini kita dapat melihat bahwa kesepakatan bersama dalam pembukaan hubungan konsuler berbeda dan tidak termasuk dengan persetujuan negara penerima dalam hal pembukaan kantor konsuler.Pasal 4 ayat 1 Konvensi Wina 1963 menyatakan sebagai berikut; “A consular post may be established in the territory of the receiving State only with that State’s consent.” 41 Gerhard von Glahn,op.cit.hal.235 42 Mohd. Burhan Tsani, Huk um dan Hubungan Internasional, Liberty, Yogyakarta, 1990, hal.92. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 43 Hal ini berarti dalam pembukaan kantor konsuler, suatu negara negara pengirim yang hendak membuka perwakilan konsulernya di negara lain negara penerima memerlukan adanya persetujuan tersendiri dari negara yang menjadi negara penerima. Mengenai masalah kedudukan kantor konsuler, tingkatan dan wilayah kerjanya harus dilaksanakan oleh negara pengirim dan harus tunduk pada ketentuan dan persetujuan negara penerima. Pasal 4 ayat 2 dengan tegas menyatakan sebagai berikut; “The seat of the consular post, its classification and the consular district shall be established by the sending State and shall be subject to the approval of the receiving State. ” Sampai saat ini belum ada pedoman baku menyangkut persoalan-persoalan aturan teknis misalnya seperti pengangkatan kepala kantor konsuler dan siapa yang berhak mengangkatnya. Hal-hal tersebut banyak ditentukan oleh hukum nasional masing-masing negara. Di Indonesia sendiri dalam hal membuka hubungan konsuler dengan negara lain, ditetapkan oleh presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan pembukaan kantor konsuler di negara lain ditetapkan dengan keputusan presiden. Keduanya terdapat dalam Pasal 9 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang bunyinya; 1 Pembukaan dan pemutusan hubungan diplomatik atau konsuler dengan negara lain serta masuk ke dalam atau keluar dari keanggotaan organisasi internasional ditetapkan oleh Presiden dengan memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 44 2 Pembukaan dan penutupan kantor perwakilan diplomatik atau konsuler di negara lain atau kantor perwakilan pada organisasi internasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pembukaan kantor konsuler di Indonesia memiliki mekanisme sebagai berikut : 1. Persetujuan negara penerima RI dapat berupa nota atau nota diplomatik, apabila nota pemberitahuan tentang pembukaan perwakilan konsuler ditandatangani oleh kepala negara atau menteri luar negeri negara pengirim asing maka nota persetujuan yang disampaikan sebaga jawabannya ditandatangani oleh Kepala Negara RI atau didelegasikan pada Menteri Luar Negeri RI. Apabila antara negara pengirim dengan negara RI penerima telah menjalin hubungan diplomatik, tetapi secara tegas disebutkan bahwa pembukaan perwakilan diplomatik tidak termasuk pembukaan kantor konsuler, maka persetujuan antara negara penerima dengan pengirim tentang pembukaan perwakilan konsuler tersebut dapat pula hanya ditandatangani oleh kepala perwakilan diplomatik negara pengirim yang ada di Jakarta. Jika demikian jawaban atas permohonan akan disampaikan oleh Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler atas nama Menteri Luar Negeri RI. 2. Nota diplomatik dari negara pengirim perwakilan konsuler tersebut harus berisi tentang ; keinginan negara tersebut untuk membuka perwakilan konsuler di wilayah RI disertai dengan dasar alasannya, rencana tempat kedudukan kantor konsuler, bentuktingkat perwakilan yang akan dibuka. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 45 3. Prosedur penyampaian permohonan dan jawaban nota diplomatik atau nota di Indonesia dalam rangka pembukaan perwakilan konsuler adalah: a Nota diplomatik diajukan ke Deplu RI u.p. c.q Direktorat Fasilitas Diplomatik Ditfasdip, dari bagian ini dilanjutkan ke bagian-bagian lain dalam Deplu misalnya Dirjen Politik dan Dirjen Sosial Budaya dan Penerangan, selanjutnya nota tersebut dibahas pihak-pihak yang terkait. bNota dari Dirjen Hubungan Sosial Budaya dan Penerangan diteruskan pada instansi terkait misalnya Mabes TNI, dan BIN untuk dibahas olehnya dari segi politik da keamanan yang berkaitan erat dengan rencana pembukaan kantor konsuler tersebut. c Apabila permohonan tersebut dianggap sangat penting dan mendesak,maka secara khusus Deplu RI akan mengadakan rapat koordinasi untuk segera membahasnya. dInstansi-instansi yang terkait dan diserahi nota tersebut setelah melakukan pembahasan akan segera membuat jawaban yang berisi pendapat dan saran serta kesimpulantentang diterima atau ditolaknya permohonan tersebut ditelaah dari sisi polotik dan keamanan RI. Berdasar jawaban inilah Dirjen Hubungan Sosial Budaya dan Penerangan serta Dirjen Politik Departemen Luar Negeri RI membuat nota diplomatik yang merupakan jawaban atas permohonan tersebut kepada Direktorat Fasilitas Diplomatik. Berpola pada beberapa langkah 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 46 yang harus dilewati tersebut baru nota diplomatik yang berisi tentang diterima atau ditolaknya permohonan dapat diterbitkan. 43

C. Klasifikasi Pejabat Konsuler Menurut Konvensi Wina 1963