Latar Belakang Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Menuntut Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. 1 Dunia internasional sebenarnya sudah menjadikan korupsi sebagai agenda tersendiri. Ini terbukti dari agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyiapkan dan mengkaji sebuah naskah tentang Convention Againts Corruption. 2 Dalam konvensi yang bernama UNCAC United Nation Convention Against Corruption, Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Korupsi dimana negara-negara yang merupakan anggota PBB diwajibkan meratifikasi hasil Konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi. 3 UNCAC juga menutut negara yang meratifikasi untuk membentuk suatu badan khusus untuk memerangi korupsi 4 dan juga agar 1 Surachmin dan Suhandi Cahaya, Strategi dan Teknik Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal. 136. 2 Edi Setiadi dan Rena Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, Graha Ilmu, Yokyakarta, 2010, Hal. 66. 3 Pasal 6 ayat 1 UNCAC adalah “setiap negara peserta wajib, sesuai dengan prinsip- prinsip dasarsistem hukumnya, memastikan keberadaan suatu badan atau badan-badan, sejauh diperlukan yang mencegah korupsi dengan cara-cara seperti. a. Melaksanakan kebijakan-kebijakan yang disebut dalam Pasal 5 dari konvensi ini dan dimana diperlukan, mengawasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan dan kebijakan- kebijakan tersebut. b. Meningkatkan dan menyebarluaskan pengetahuan mencegah korupsi. 4 Pasal 36 UNCAC adalah “setiap negara peserta wajib, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya, memastikan keberadaan suatu badan atau badan-badan, atau orang-orang yang memiliki kekhususan untuk memerangi korupsi melalui penegakan hukum. Badan-badan atau orang-orang tersebut wajib diberi kebebasan yang diperlukan, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukum Negara peserta itu, agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi mereka secara Universitas Sumatera Utara meluncurkan undang-undang yang melarang aktivitas seperti pencucian uang, mencegah korupsi dan saling bekerja sama satu sama lain. 5 Pada hakikatnya tindak pidana korupsi termasuk ke dalam kejahatan ekonomi yang memiliki karakteristik anatomi ekonomi yakni menyamarkan atau sifat tersembunyi maksud dan tujuan kejahatan disguise of perpuse on intent, keyakina pelaku terhadap kebodohan dan kesembronoan si korban reliance upon the ingenuity or carelesne of the victim dan penyembunyian pelanggaran concealment of the violation. 6 Untuk masalah korupsi di Indonesia sudah menjadi persoalan yang sangat rumit dimana sudah hampir semua sendi kehidupan terjangkit masalah korupsi, maka pemerintah indonesia sudah melakukan berbagai cara dalam memberantas tindak pidana korupsi tersebut sejak awal kemerdekaan, dimana pemberantasan korupsi sudah dilakukan hingga saat ini. W. F. Wertheim, Profesor of Modern History and Sosiology pada Universiteit Masterdam dalam bukunya Indonesian Sociatyin Transition, berpendapat bahwa korupsi di Indonesia, antara lain bersumber pada peningkatan pandangan feodal, yang sekarang menimbulkan efektif dan tanpa pengaruhtekanan yang tidak seharusnya. Orang-orang itu atau staff badan atau badan-badan tersebut harus memiliki pelatihan dan sumber daya yang memadai untuk melaksanakan tugas mereka. 5 Ian McWalters, SC. Memerangi Korupsi Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia, 2006, Hal. 163. 6 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, Hal. 5-6. Universitas Sumatera Utara coflicting loyalties antara kewajiban-kewajiban terhadap keluarga dan kewajiban terhadap negara. 7 Persoalan Korupsi di Indonesia merupakan suatu persoalan yang sangat rumit, reaksi masyarakat yang mengharapkan agar para pelaku kejahatan tindak pidana korupsi dapat dihukum telah mengalami distorasi yang cukup mengkhawatirkan, hal ini tentunya akan berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat rerhadap Lembaga hukum yang melakukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi secara maksimal. 8 Permasalahan penegak hukum akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat luas yang mulai menunjukkan keprihatinan karena penagakan hukum yang terjadi selama ini belum mengarah kepada penegakan hukum yang lebih baik sesuai dengan harapan kebanyakan masyaraat Indonesia. Penegakan hukum untuk pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional melalui auditor, kepolisian, dan kejaksaan selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan, karena auditor dan penegak hukum tersebut turut melakukan korupsi. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana 7 Djoko Prakoso, Peranan Pengawasan dalam Penangkalan Tindak Pidana Korupsi, Aksara Persada Indonesia, Semarang, hal. 69. 8 Edi Setiadi, Hukum Pidana Ekonomi, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, Bandung, 2004, Hal. 50. Universitas Sumatera Utara korupsi, yang pelaksanaanya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional, serta berkesinambungan. 9 Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam memerangi kejahatan korupsi secara formal sudah dimulai sejak awal kemerdekaan, di mana pemberantasan korupsi telah dilakukan secara terus-menerus sampai saat ini. Pemberantasan korupsi pada kurun waktu tahun 1945-1957, menggunakan dasar hukum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP terkait dengan kejahatan-kejahatan yang dilakukan pleh pejabatpegawai negeri ambtenar, yaitu pada Bab XXVIII Buku Kedua KUHP. Pada tahun 1956, kasus korupsi mulai muncul ke permukaan. Tercatat nama Rosihan Anwar dan Muchtar Lubis yang mengangkat kasus korupsi di koran-koran atau media. Namun keduanya dipenjara pada tahun 1961 oleh pemerintahan Orde Lama. 10 Pada masa selanjutnya yaitu tahun 1957-1960, untuk pemberantasan korupsi saat itu, dasar hukum yang digunakan adalah peraturan-peraturan militer, yaitu : Peraturan Penguasa Militer Nomor: PRTPM061957 tentang Tata Kerja Menerobos Kemacetan Memberantas Korupsi; Peraturan Penguasa Militer Nomor: PRTPM081957 tentang Pemilikan Harta Benda; Peraturan Penguasa Militer Nomor: PRTPM111957 tentang Penyitaan Harta Benda Hasil Korupsi, Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi; Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat, Nomor: PRTPEPERPU0311958; dan 9 Surachmin dan Suhandi Cahaya, Op.cit. hal. 137. 10 Budiman Ginting, Syafruddin Kalo, dan Aflah, Hukum Antikorupsi, Jakarta, Hal. 182- 183. Universitas Sumatera Utara Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala staf dan Peraturan Penguasa Perang pusat Kepala Staf angkatan Laut, Nomor: PRTz.1I71958. Pada saat itu pernah dibentuk Panitia Retooling Aparatur Negara PARAN yang dipimpin oleh A.H. Nasution dibantu oleh Prof. M. Yamin dan Roeslan Abdul Gani. Namun karena kuatnya reaksi dari pejabat yang terlibat melakukan korupsi, Panitia Retooling Aparatur Negara PARAN tidak dapat menjalankan tugasnya dan menyerahkan kembali pelakswanaan tugasnya kepada Kabinet Juanda. 11 Pada masa itu, pemerintah juga telah berusaha untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan membentuk bebrapa lembaga khusus untuk memberantas korupsi, diantaranya adalah: Operasi Budhi Keutusan Presiden, Nomor: 2751963; Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi KONTRAR dengan ketua Presiden RI Ir. Soekarno dibantu oleh Soebandrio dan Ahmad Yani, selanjutnya membentuk Tim Pemberantasan Korupsi Keputusan Presiden Nomor: 2281967; Tim Komisi Empat Keputusan Presiden Nomor: 12 Tahun 1970 dan Komite Anti Korupsi KAK tahun 1967. 12 Berikut fase peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah Indonesia dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi : 13 1. Berlakunya Peraturan Penguasa Militer a. Peraturan Penguasa Militer No. PrtPM-061957 Tanggal 9 April 1957; 11 Ibid hal. 183. 12 Ibid hal. 183. 13 Ibid hal. 183. Universitas Sumatera Utara b. Peraturan Penguasa Perang Pusat Angkatan Darat No. Prt013Peperpu0131958. 2. Berlakunya Undang-Undang Nomor 24Prp1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan tindak Pidana Korupsi; 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 LNRI 1971 -19, TLNRI Nomor 2958 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIMPR1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 6. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 8. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 9. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tinda Pidana Korupsi; Untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi pemerintah telah mempersiapkan segala perangkat hukum yang cukup memadai baik dari proses pencegahan maupun sampai tingkat penindakan. Perangkat hukum dari Undang- Universitas Sumatera Utara Undang anti korupsi, pengadilan yang kghusus menangani korupsi, lembaga anti korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam hal lembaga Anti Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia KPK sebagai institusi yang diberikan wewenang sebagai penyidik dan penuntut umum, disamping lembaga lain yang mempunyai wewenang yang sama yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersifat independen telah membawa angin segar bagi masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana Korupsi di Indonesia baik secara preventif dan represif. Pembentukan Komisi khusus dalam penanggulangan Tindak Pidana Korupsi ini dibentuk dengan pertimbangan yaitu pertama, banyaknya kasus besar yang tidak jelas penanganannya. Kedua, pada kasus tertentu sering adanya kebijakan pengeluaran SP3 Surat Perintah Penghentian Penyidikan oleh aparat terkait sekalipun secara yuridis bukti permulaan sudah cukup kuat. Ketiga, vonis-vonis yang tidak sesuai dengan rasa keadilan di masyarakat. Dan juga penanganan tindak pidana korupsi secara Konvensional selama ini terbukti seringkali mengalami hambatan. 14 Oleh karena pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif dan berkesinambungan selain itu lembaga pemerintahan yang menangani perkara Tindak Pidana Korupsi. 15 14 Mahrus Ali, Asas-asas dan Praktek Hukum Pidana Korupsi, UII Press, Yokyakarta, hal. 224. 15 Konsideran Huruf a dan b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Universitas Sumatera Utara Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK merupakan suatu komisi khusus yang dasar pendiriannya diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi dan secara lebih diatur dalam Undaang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kpk adalah lembaga negara yang melaksanakan tugas dan wewenang bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Tujuan dibentuknya KPK tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil gua terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK berwenang menindak siapapun yang dipersangkakan melakuka tidak pidana korupsi. Secara tegas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tantang KPK menyatakan bahwa, KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tuduk kepada hukum acara yang berlaku. KPK dapat dikategorikan sebagai badan khusus yang berwenang untuk melakukan penanganan kasus-kasus korupsi tertentu seperti yang diisyaratkan oleh Pasal 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yaitu : a melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, b mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, c menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- satu milyar rupiah. 16 Kewenangan KPK sebagai lembaga anti korupsi dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yaitu dalam Pasal 6 yaitu a 16 Evi Hertanti, Tindak Pidana Korupsi: Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hal. 70. Universitas Sumatera Utara koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; b supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan korupsi; c melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; d melakukan tindak pencegahan tindak pidana korupsi; e melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Dari ketentuan Undang-Undang ini maka timbul kesan bahwa KPK dalam kaitannya dengan kompetensi tugas dan fungsi di lapangan dipandang sebagai lembaga Super body. Status dan sidat KPK yang terkesan super body tersebut antara lain dikarenakan tiga ciri dominan. Pertama, KPK sebagai Lembaga Negara yang secara khusus melakukan tugas dalam tindak pidana korupsi. Kedua, keberadaan KPK melebihi peran dan fungsi yang ada pada lembaga penegak hukum lainnya antara lain Kepolisian dan Kejaksaan. KPK memiliki kewenangan untuk tidak saja melakukan koordinasi dan supervisi dengan institusi penegak hukum dan lembaga negara lainnya dalam tindak pidana korupsi. Ketiga, KPK dapat menyatukan tugas dan fungsi yang berada dalam kewenangan kepolisian untuk penyelidikan dan penyidikan, dan Kejaksaan dalam hal penyidikan dan peuntutan. 17 Dalam perjalanannya beberapa upaya Komisi Pemberantasa Korupsi yang patut diapresiasi yaitu antara lain : 1. Menuntut pidana yang berat terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi, 17 Sarwedi Oemarmadi dkk, Tool Kit Anti Korupsi, Lima Belas Langkah Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah Indonesia Procurement, Watch-Hivos, 2005, hal. 1. Universitas Sumatera Utara 2. Upaya memiskinkan pelaku Tindak Pidana Korupsi dengan cara menggabungkan antara Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menuntut para pelaku Korupsi yang diikuti tindak pidana pencucian uang, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi KPK selalu mendapat tantangan yang cukup berat karena dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tidak disebutkan secara jelas tentang kewenangan menuntut Tindak Pidana Pencucian Uang oleh Komisi Peberantasan Korupsi KPK. Hanya disebutkan secara tegas tentang kewenangan melakukan penyidikan yang disebutkan dalam pasal 74 yang menyatakan “penyidik tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-unfang ini”. Begitu juga penjelasan pasal 74 yang menyebutkan “Yang dimaksud dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Badan Narkotika Nasional BNN, serta Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Universitas Sumatera Utara pencucian uang saat melakukan tidak pidana asal saat melakukan penyidikan sesuai dengan kewenangannya.” 18 Harta kekayaan yang didapat dari kejahatan korupsi biasanya oleh pelaku baik perseorangan maupun korporasi tidak langsung digunakan karena adanya rasa takut maupun terindikasi sebagai kegiatan pencucian uang. 19 Biasanya para pelaku lebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh tersebut masuk ke dalam sistem keuangan fynancial system. Dengan cara demikian asal- usul kekayaan tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh para penegak hukum dan upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana tersebut dikenal sebagai pencucian uang money laundering. 20 Pengaturan mengenai anti-money laundering di Indonesia mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan adanya keputusan FATF The Financial Action Task Force 21 pada tanggal 22 Juni 2001. Dalam keputusan FATF ini 18 Penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang. 19 M. Jasin, PERC: Indonesia Negara Terkorup di Asia-Pasific, dapat dilihat dalam: http:metrotvnews.comreadnews2011081160962PERC-indonesia-negara-terkorup-di-asia- pasific , akses pada tanggal 10 Desember 2015. 20 Erman Rajagukguk, Tindak Pidana Pencucian Uang money laundering Peraturan Perundang-undangan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Lembaga studi Hukum dan Ekonomi, Jakarta, 2004, Hal 69. 21 FAFT adalah sebuah badan antar pemerintah inter governmental body yang didirikan oleh Negara-negara maju yang tergabung dalam G.7 di Paris pada bulan Juli 1985. Semula tugas dari FATF adalah memberantas pencucian uang money laundering. FATF telah mengeluarkan rekomendasi tentang pencucian uang yang dikenal dengan nama THE 40 FATF RECOMMENDATIONS yang kemudian setelah peristiwa tanggal 11 september 2001, dikeluarkan lagi 8 rekomendasi untuk memberantas terorisme dan 1 satu rekomendasi untuk khusus tentang Cash Courier. Rekomendasi tersebut bukan merupakan produk hukum yang mengikat, tetapi merupakan mandat atau kewajiban bagi setiap Negara apabila ingin dipandang sebagai Negara yang meenuhi standar interbasional oleh masyarakat dunia. Indonesia belum menjadi anggota FATF, tetapi anggota dari Asian Pasific Group on Money Laundering APG. APG menjadi anggota FATF. Universitas Sumatera Utara Indonesia dimasukkan sebagai salah satu diantara 15 negara yang dianggap tidak kooperatif atau non-cooperative countries and teritories NCCT’s dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan money laundering, 22 karena di Indonesia : 23 a. Tidak adanya ketentuan yang menempatkan money laundering sebagai tindak pidana ; b. Tidak adanya ketentuan Prinsip Mengenal Nasabah know Your Cusomer – KYC untuk lembaga keuangan non bank; c. Rendahnya kapasitas dalam penanganan kejahatan pencucian uang; d. Kurangnya kerjasama Internasional dalam penanganan kejahatan pencucian uang. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang yang merupakan undang-undang pertama yang secara spesifik mengatur tentang tindak pidana pencucian uang ternyata tidak mampu memberantas ini. Kemudian Undang-Undang ini diubah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pemerintah bersama dengan badan Legislatif seiring berjalannya waktu mulai memikirkan upaya pemberantasan saja tidak cukup untuk menangani permasalahan kejahatan pencucian uang. Oleh karena itu dibutuhkan upaya prefentif pencegahan yang berguna untuk mencegah tindak pidana ini agar jangan sampai terjadi terus 22 Bismar Nasution, Rejim Anti Money Laundering di Indonesia, Books Terrace Library, Pusat Informasi hukum Indonesia, Jakarta, 2008, hal 2. 23 Yunus Husein, Negeri Sang Pencuci Uang, Pustaka Juanda Tiga Lima, Jakarta, Cetakan ke-1, 2008, hal 89. Universitas Sumatera Utara menerus. Dari pemikiran inilah maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-Undang ini secara otomatis mencabut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang. 24 Ada tendensi bahwa penanaman dana hasil kejahatan untuk tujuan pencucian uang bukan semata-mata untuk mencari keuntungan, tetapi para pelaku lebih tertarik untuk melindungi hasil kejahatannya. 25 Praktik Pencucian Uang di Indonesia sangat populer dengan korupsi sebagai tindak pidana asal. Korupsi menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan dalam kejahatan-kejahatan pencucian uang. Korupsi merupakan extraordinary crime sehingga pemberantasannya memerlukan upaya ekstra. Diakui bahwa pemberantasan korupsi selama ini menghadapi kendala baik teknis maupun non teknis. Salah satun alternatif dalam memecah persoalan ini, instrumen anti pencucian uang menjadi alternatif sekaligus merupakan paradigma baru dalam ikut membantu pemberantasan korupsi. 26 Instrumen anti Pencucian Uang dinilai menjadi suatu perangkat yang sangat efektif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Hasil korupsi hampir pasti dilakukan pencucian uang, yaitu ketika koruptor menyembunyikan atau 24 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tetang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 25 Muhammad yusuf dkk, Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program NLRP, Jakarta, 2010, hal 17. 26 M. Jasin, loc. cit. Universitas Sumatera Utara menikmati hasil korupsinya. Maka setiap menangani korupsi jangan hanya dikenakan Undang-Undang Anti Korupsi tetapi juga dengan Undang-Undang Anti Pencucian Uang, agar bisa ditelusuri kemana uang hasil korupsi harus disita dan yang menguasai juga dipidana karena terlibat pencucian uang. 27 Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis merasa tertarik untuk menuangkan tulisan dalam bentuk skripsi yang berjudul “KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI KPK MENUNTUT TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TPPU”

B. Perumusan Masalah