BAB III LEGALITAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM
MELAKUKAN PENUNTUTAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
A. Penuntutan dalam Tindak Pidana Korupsi oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi 1.
Tugas dan wewenang Penuntut Umum Di dalam pasal 13 KUHAP dinyatakan bahwa penuntut umum adalah
jaksa yang diberi kewenangan untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Dari perumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penuntut umum adalah Jaksa, tetapi sebaliknya Jaksa belum tentu penuntut umum. Atau dengan
kata lain tidak semua jaksa adalah penuntut umum, tetapi semua penuntut umum adalah Jaksa. Karena menurut ketentuan tersebut hanya jaksalah yang dapat
bertindak sebagai penuntut umum. Seorang jaksa baru memperoleh kapasitasnya sebagai penuntut umum apabila menangani tugas penuntutan.
90
Menurut Pasal 14 KUHAP penuntut umum mempunyai wewenang: 1.
Menerima dan memeriksa berkas penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat 3 dan ayat 4, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan
dari penyidik;
3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
4. Membuat surat dakwaan;
90
Harun Husein, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal 223
Universitas Sumatera Utara
5. Melimpahkan perkara ke pengadilan;
6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari
dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk dastang pada sidang
yang telah ditentukan;
7. Melakukan penuntutan;
8. Menutup perkara demi kepentingan umum;
9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab
sebagai penuntut umum menurut ketentuan perundang-undangan ini; 10.
Melaksanakan penetapan hakim. Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa, yang dimaksud
dengan “tindakan lain” ialah antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik,
penuntut umum, dan pengadilan.
91
Setelah penuntut umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi
persyaratan untuk dapat atau tidak diadakan penuntutan.
92
Tujuan penuntutan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran
yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menempatkan ketentuan hukum acara pidanasecara jujur dan tepat dengan tuuan untuk mencari
siapakah pelaku yang didakwakan melakukan tindak pidana, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah
orang yang didakwakan itu dapat dinyatakan salah, di samping hukum acara
91
Ansori Sabuan dkk, Hukum Acara Pidana, Penerbit Angkasa, Bandung, 1990, hal 121
92
Ibid
Universitas Sumatera Utara
pidana khususnya dalam penuntutan juga bertujuan melindungi hak asasi tiap individu baik yang menjadi korban maupun si pelanggar hukum.
93
Dalam pasal 139 KUHAP mengatur setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkao dari penyidik maka ia
segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan yuridis untuk dapat atau tidaknya didilpahkan ke pengadilan.
Apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat
dakwaan sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 140 ayat 1 KUHAP. 2.
Surat Dakwaan Surat dakwaan adalah surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana
yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam
pemeriksaan di muka sidang pengadilan.
94
Pasal 140 ayat 1 KUHAP berbunyi: dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu
secepatnya membuat surat dakwaan. Dalam Pasal 143 ayat 1 juga disebutkan penuntut umum melimpahkan
perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.
93
Suharto RM, Penuntutan dalam Praktek Peradilan, Sinar Grafika, Jakarta, 1997, hal 19
94
M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 414-415
Universitas Sumatera Utara
`Soetomo
95
memberikan batasan surat dakwaan sebagai surat yang dibuat atau disiapkan oleh penuntut umum yang dilampirkan pada waktu melimpahkan
melimpahkan berkas perkara ke pengadilan yang memuat nama dan identitas pelaku perbuatan pidana, kapan, dan dimana perbuatan pidana dilakukan serta
uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai perbuatan tersebut yang didakwakan telah dilakukan oleh terdakwa yang memenuhi unsur-unsur pasal-
pasal tertentu dari undang-undang yang tertentu pula yang nantinya merupakan dasar dan titik tolak pemeriksaan terdakwa di sidang pengadilan untuk
membuktikan apakah benar perbuatan yang didakwakan itu betul dilakukan dan apakah betul terdakwa adalah pelakunya yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk perbuatan tersebut. Syarat sahnya surat dakwaan diatur dalam Pasal 143 ayat 2, dimana
penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka; b.
Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan;
95
A. Soetomo, Pedoman Dasar Pembuatan Surat Dakwaan dan Suplemen, Pradya Paramita, Jakarta, 1989, hal.4
Universitas Sumatera Utara
Syarat yang diatur dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a disebut dengan syarat formil dan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b disebut dengan syarat materil.
96
Ayat 3 juga menyebutkan surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf b batal demi hukum.
Penuntut Umum dapat melakukan perubahan atas surat dakwaan apabila ia merasa ada kesalahan baik syarat formal atau material dalam surat dakwaan.
97
Hal ini diatur dalam pasal 144 KUHAP yang berbunyi:
1 Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan
menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya;
2 Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali
selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai; 3
Dalamhal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.
Hanya penuntut umum saja yang berwenang mengubah surat dakwaan adalah mutlak dan hakim tidak diperkenankan mengubah surat dakwaan.
98
Bentuk-bentuk surat dakwaan dibagi dalam beberapa bentuk, secara teoritis ada 3 tiga macam bentuk dari surat dakwaan yaitu bentuk tunggal,
alternatif, dan bentuk kumulatif. Sedangkan dalam praktek peradilan selain dikenal ketiga macam bentuk surat dakwaan tersebut dikenal pula satu macam
bentuk yaitu bentuk subsidairitas bersusun lapis.
99
96
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal.41-43
97
Ibid, hal 51
98
Ibid, hal.52
99
Ibid, hal. 55
Universitas Sumatera Utara
a. Dakwaan TunggalBiasa
Dalam surat dakwaan tunggal terhadap terdakwa hanya didakwakan satu tindak pidana, misalnya hanya tindak pidana pencurian Pasal 362 KUHP, atau
hanya tindak pidana penipuan Pasal 378 KUHP.
100
Umumnya apabila Penuntut Umum mendakwa seseorang dengan dakwaan tunggal, dalam diri penuntut umum
telah yakin bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan atau setidak-tidaknya terdakwa tidak lepas dari jerat tindak pidana yang didakwakan.
Apabila terdakwa didakwa dengan dakwaan tunggal, sebenarnya hal ini mengandung resiko besar, karena apabila dakwaan tersebut gagal dibuktikan
Penuntut Umum di persidangan, terdakwa jelas akan dibebaskan vrijspraak oleh Majelis Hakim.
101
b. Dakwaan Alternatif
Dalam praktek peradilan, sering dakwaan alternatif disebut dengan istilah dakwaan saling “mengecualikan” atau dakwaan ”relative”, atau berupa istilah
dakwaan “pilihan” keuze tenlastelegging. Pada dakwaan alternatid maka hakim dapat langsung memilih atau menentukan dakwaan mana yang sekiranya cocok
serta sesuai dengan hasil pembuktian di peridangan.
102
Menurut Van Bemmelen, dakwaan alternatif dibuat oleh karena:
103
1 Penuntut umum tidak mengetahui secara pasti perbuatan mana dari
ketentuan hukum pidana sesuai dakwaan nantinya akan terbukti di
100
H.M.A. Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2004, hal.223
101
Lilik Mulyadi, Op.cit, hal.56
102
Ibid, hal.57
103
Ibid, hal.58
Universitas Sumatera Utara
persidangan misalnya suatu perbuatan apakah merupakan penadahan atau mengangkut kayu tanpa dokumen yang sah
2 Penuntut umum ragu terhadap peraturan hukum pidana mana akan
diterapkan hakim atas perbuatan yang menurut pertimbangan telah nyata terbukti.
c. Dakwaan Kumulatif
Surat dakwaan kumulasi biasa juga disebut dakwaan yang berbentuk pilihan, yakni surat dakwaan yang disusun berupa rangkaian dari beberapa
dakwaan atau pelanggaran dari beberapa dakwaan sekaligus.
104
Hal ini didasarkan atas pasal 141 KUHAP yang berbunyi: penuntut umum dapat melakukan
penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara
dalam hal: a
Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap
penggabungannya;
b Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain;
c Beberapa tindak pidana yang bersangkt paut satu dengan yang lain,
akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan
pemeriksaan.
Apa yang dimaksud dengan kata “penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan” tidak disebut, dan penjelasan pasal tersebut
mengatakan cukup jelas. Yang dijelaskan ialah kata “bersangkut-paut”:
104
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hal.74
Universitas Sumatera Utara
a Oleh lebih dari seorang yang bekerja sama dan dilakukan pada saat
yang bersamaan; b
Oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi merupakan pelaksanaan dari permufakatan jahat yang dibuat oleh
mereka sebelumnya; c
Oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk melakukan delik lain atau menghindarkan diri dari
pemindahan karena delik lain.
105
d. Dakwaan Subsidairitas bersusun lapis
Ciri utama dari dakwaan ini adalah disusun secara berlapis-lapis, yaitu dimulai dari dakwaan terberat sampai yang ringan, berupa susunan secara primer,
subsider, lebih-lebih subsider, dan seterusnya atau dapat juga disusun dengann istilah terutama, penggantinya, penggantinya lagi, dan seterusnya.
106
Pada hakikatnya dakwaan subsidairitas hampir sama dengan jenis dakwaan alternatif, akan tetapi perbedaannya kalau dalam dakwaan alternatif
hakim dapat langsung memilih dakwaan yang sekiranya cocok dengan pembuktian di persidangan, sedangkan pada dakwaan subsidairitas hakim terlebih
dahulu mempertmbangkan dakwaan terberat dahulu misalnya primer, apabila dakwaan primer tidak terbukti kemudian hakim mempertimbangkan dakwaan
berikutnya subsider dan seterusnya, dan sebaliknya apabila dakwaan primer
105
Darwin Prist, Loc.cit
106
Lilik Mulyadi, Op.cit, hal.74
Universitas Sumatera Utara
telah terbukti maka dakwaan selebihnya subsider dan seterusnya tidak perlu dibuktikan lagi.
107
3. Kewenangan menuntut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi diatur dalam hal penuntutan
diatur dalam BAB IV Pasal 38 sd Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dimana dalam bab itu terdapat pengaturan mengenai Penyelidikan,
Penyidikan, dan Penuntutan. Dalam Pasal 38 ayat 1 disebutkan “segala kewenangan yang berkaitan
dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi
Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut Umum pada Komis Pemberantasan Korupsi”. Dalam Pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa “Penyelidikan, Penyidikan, dan
Penuntutan tindak Pidana Korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, kecuali ditentukan lain dalam Undang- Undang ini”. Ayat 2 disebutkan juga bahwa “Penyelidikan, Penyidikan, dan
Penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan berdasarkan perintah dan bertindak atas nama Komisi Pemberantasan Korupsi”. Dan Ayat 3
“Penyelidik, Penyidik, dan penuntut Umum yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan
kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi”.
107
Ibid, hal.74
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 40 disebutkan “Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penyidikan dan penuntutan dalam perkara
tindak pidana korupsi”. Dalam Pasal 51 ayat 1 disebutkan bahwa “penuntut adalah penuntut
umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”. Ayat 2 disebutkan bahwa “penuntut umum
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melaksanakan fungsi penuntutan tindak pidana korupsi”. Dan ayat 3 dikatakan bahwa “ Penuntut Umum sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 adalah Jaksa Penuntu Umum”. Dalam Pasal 52 ayat 1 disebutkan “Penuntut Umum setelah meneriman
berkas perkara dari penyidik, paling lambat 14 empat belas hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara
tersebut ke Pengadilan Negeri”. Dan ayat 2 menyebutkan “ dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Ketua Pengadilan Negeri wajib menerima
pelimpahan berkas perkara dari Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa dan diputus”.
B. Concursus Realis dalam hubungan Tindak Pidana Korupsi sebagai