Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

Pencucian Uang. Sesuai permasalahan diatas adaun tujuan penuliasan karya ilmiah ini adalah: a. Untuk mngetahui bagaimana hubungan antara Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak Pidana Pencucian Uang. b. Untuk mengetahui Legalitas Komisi pemberantasan Korupsi dalam melakukan penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Pencucian uang dengan pidana asal Tindak Pidana Korupsi. 2. Manfaat Penulisan Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan dari tujuan penulisan yang telah diuraikan diatas yaitu : a. Hasil penulisan ini diharapkan mampu memberi pemahaman kepada masyarakat luas mengenai kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK dalam menuntut Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Korupsi sebagai tindak pidana asal. b. Hasil penulisan ini juga diharapkan dapat membantu dan bermanfaat dalam masyarakat, lembaga hukum dan institusi penanggulangan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang seperti kepolisian, kejaksaan, dan juga Komisi Pemberantasan Korupsi KPK itu sendiri dalam hal dari segi gambaran penanganan-penanganan Tindak pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini dengan judul “KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI KPK MENUNTUT TINDAK PIDANA Universitas Sumatera Utara PENCUCIAN UANG” belum pernah ditulis oleh siapa pun sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pada prinsipnya karya ilmiah ini zpenulis memperolehnya berdasarkan literatur yang ada, baik dari perpustakaan, media massa baik cetak maupun elektronik, ditambah dengan pemikiran penulis sendiri. Oleh karena itu skripsi ini adalah asli merupakan karya ilmiah milik penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Strafbaar feit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana, maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata strafbaar feit terdiri dari 3 kata yaitu straf, baar, dan feit. Berbagi istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana atau hukum, kata baar diterjemahkan dengan dapat atau boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak pidana, peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan pidana dan perbuatan yang boleh dihukum. 28 Menurut pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo, pengertian strafbaar feit dibedakan menjadi: 29 a. Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan 28 Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Grafindo, Jakarta, 2002, hal 69. 29 Bambang Poernomo, Asas-asas hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, hal 91. Universitas Sumatera Utara si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum; b. Defenisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian feit yang oleh peraturan perundang- undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Sejalan dengan defenisi atau pengertian menurut teori dan hukum positif di atas, J.E Jonkers juga telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua pengertian, sebagaimana yang dikemukakan Bambang Purnomo yaitu: 30 a. Defenisi pendek memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu kejadian feit yang dapat diancam pidana oleh undang-undang b. Defenisi panjang atau lebih dalam memberikan pengetian “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubungan dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat diminta pertanggungjawaban pidana. Menurut defenisi pendek pada hakekatnya menyatakan bahwa pastilah untuk setiap delik yang dapat dipidana harus berdasarkan undang-undang yang dibuat oleh pembentuk undang-undang, dan pendapat umum tidak dapat menentukan lain daripada yang telah ditetapkan dalam undang-undang.defenisi yang panjang lebih menitikberatkan kepada sifat melawan hukum dan pertanggungjawaban yang merupakan unsur-unsur yang telah dirumuskan secara 30 Ibid. Universitas Sumatera Utara tegas didalam setiap delik, atau unsur yang tersembunyi secara diam-diam dianggap ada. 31 Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu sebagai berikut. 32 a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan misdrijven dimuat dalam buku II dan peanggaran overtredingen dimuat dalam buku III; b. Manurut cara merumuskannya, dibedakan anrata tindak idana formil formeel delicten dan tindak pidana materiil materieel delicten; c. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja doleus delicten dan tindak pidana tidak dengan sengaja culpose delicten; d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktifpositif atau dapat juga disebut tindak pidana komisi delicta commicionis dan tindak pidana pasifnegatif, disebut juga tindak pidana omisi delicta omissionis; e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu yang lama atau berlangsung lamaberlangsung terus; f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus; 31 Ibid. 32 Ahmad Sjahwani, Op.Cit. hal 121. Universitas Sumatera Utara g. Dilihat dari subjek hukumnya, dapat dibedakan antara tinndak pidana communia delicta communia, yang dapat dilakukan siapa saja, dan tindak pidana propria dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu; h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa gewone delicten dan tindak pidana aduan klacht delicten; i. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok eenvoudige delicten, tindak pidana yang diperberat gequalificeerde delicten dan tindak pidana yang diperingan gepriviligieerde delicten; j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana tehadap nama baik, terhadap kesusilaan, dll; k. Dari sudut berapa kali perbuatan yang terjadi untuk mejadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal enkelvoudige delicten dan tindak pidana berangkai samengestelde delicten; Seperti yang diuraikan diatas, berdasarkan sumberya maka tindak pidana dibagi menjadi tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil. Buku II dan Buku III KUHP. Sementara itu, tindak pidana Universitas Sumatera Utara khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya tindak pidana Korupsi UU No. 31 Tahun 1999, tindak pidana psikotropika UU No. 5 Tahun 1997, tindak pidana perbankan UU No. 10 Tahun 1998, tindak pidana narkotika UU No. 22 Tahun 1997. 33 2. Politik Hukum Pidana di Indonesia dalam Pemberantasan Korupsi Secara umum, pengertian kebijakan sebagai pengganti dari istilah “policy” atau “beleid” khususnya dimaksudkan dalam arti “wijsbeleid”, menurut Robert R. Mayer dan Ernest Greenword, dapat dirumuskan sebagai suatu keputusan yang menggariskan cara yang paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan secara kolektif. 34 David L. Sills menyatakan bahwa pengertian kebijakan policy adalah suatu perencanaan atau program mengenai apa yang akan dilakukan dalam menghadapi problema tertentu dan bagaimana cara melakukan atau melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan atau diprogramkan. 35 Menurut Marc Ancel, pengertian penal policy kebijakan hukum pidana adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk meemungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang tetapi juga 33 Ahmad Sjahwani, Op.Cit. hal 131. 34 Sultan Zanti Arbi dan Wayan Ardana, Rencana Penelitian dan Kebijakan Sosial, CV. Rajawali, Jakarta, 1997, Hal 63. 35 Barda Nawawi Arif, Kebijakan Legislatif dalam penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1994, hal 63. Universitas Sumatera Utara kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. 36 Berbicara hubungan hukum dan politik atau sebaliknya politik dengan hukum, tidak bisa dilepaskan dengan disiplin Politik Hukum. Politik hukum adalah “suatu dasar kebijaksanaan yang menjadi landasan bagi pelaksanaan dan penerapan hukum yang bersangkutan” A. Ridwan Halim, sedangkan menurut Hartono Hadi Soeprapto, “legal policy” adalah kebijaksanaan policy dari penguasa negara yang berlaku di negara Indonesia berkaitan dengan hukum yang hendak dikembangkan”. Lebih lanjut Padmo Wahyono, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk dan isi dari hukum yang akan dibentuk, diterapkan dan ditegakkan. H.R Ernanto Soedarno, mengatakan bahwa politik hukum adalah kristalisasi pemikiran bangsa untuk mengatasi masalah hukum di masa kini dan implementasinya yang benara dan konsisten untuk mencapai kondisi huku di masa depan. Politik hukum bertugas meneliti perubahan mana yang perlu diadakan terhadap perubahan hukum yang ada, agar supaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru di dalam kehidupan masyarakat, mewujudkannya dalam produk hukum dan mengimplementasikan secara konsisten untuk mencapai kondisi hukum yang diciptakan. 37 36 Barda Nawawi arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, PT citra Aditya Bakti, 2002, hal 3. 37 Wahyudin Husein dan H. Hufron, Hukum Politik dan Kepentingan, LaksBang PRESSindo Yokyakarta, Surabaya, 2008, hal 125. Universitas Sumatera Utara Begitu pula untuk mengetahui bagaimana perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perlu lebih jauh dikaji tentang latar belakang filosofis, historis dan sosiologis Undang-Undang tersebut dibentuk. Hal itulah yang disebut politik hukum atas perubahan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. 38 Politik hukum pidana tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang sejalan dengan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa 2003 harus diwujudkan melalui 3 pendekatan, 1 pembentukan peraturan perundang- undangan, 2 penegakan hukum yang meliputi kordinasi dan kerjasama antar lembaga penegak hukum dan antar Komisi Pemberantasan Korupsi di negara lain, 3 penciptaan mekanisme pengawasan dan pengendalian kinerja yang dilandaskan kepada transparansi dan akuntabilitas. 39 Pembentukan peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi diperlukan atas pertimbangan: 40 1. Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2003 secara substansial telah bayak mengadopsi sistem hukum coomon law dibandingkan dengan sistem hukum civil law. Penyelesaian kasus korupsi telah bersifat lintas batas negara apalagi korupsi yang semula merupakan 38 Ibid, hal 126. 39 Edi setiadi dan Rena Yulia, Op.Cit. hal 100. 40 Ibid, hal 101. Universitas Sumatera Utara individual crime atau white collar crime kemudian saat ini merupakan organized dan systematic white collar crime. 2. Rezim hukum pidana konvensional tidak mengakui pola-pola penyelesaian win-win solution, kecuali tujuan pembalasan, penjeraan dan tujuan kemanfaatan bagi masyarakat luas. Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 adalah penyempurnaan dari peraturan perundang-undangan yang telah ada dan berlaku sebelumnya di Indonesia. Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 diharapkan dapat menciptakan good governance bersama-sama dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999. Implementasi kedua produk perundang-undangan yang konsisten dan berkesinambungan diharapkan dapat mewujudkan tujuan pembangunan negara Repubik Indonesia. 41 Sedangkan latar belakang dibentuknya Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 diisebutkan bahwa sejak Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Taqmbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874 diundangkan, terdapat berbagai interpretasi atau penafsiran yang berkembang di masyarakat khususnya mengenai penerapan Undang-Undang tersebut terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 diundangkan. Hal ini disebabkan Pasal 44 Undang- Undang tersebut menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan tidak berlaku sejak 41 Ibid, hal 103. Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 diundangkan, sehingga timbul suatu anggapan adanya kekosongan hukum untuk memproses tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Jika dibandingkan dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 3 Tahun 1971 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, makan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 memiliki 10 sepuluh keunggulan, yaitu : 42 1. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tindak pidana korupsi diirumuskan secara formal delik formal, bukan delik materiil. Sehingga pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan penuntutan terhadap terdakwa; 2. Dalam Undang-Undang ini subjek hukum tidak hanya perorangan tapi juga termasuk korporasi; 3. Pengaturan wilayah berlakunyayuridiksi kriminal dapat diberlakukan di luar batas teritorial indonesia; 4. Pengaturan tentang sistem pembuktian terbalik atau berimbang atau “balanced burden of proof”; 5. Pengaturan pidana minimum khusus, disamping ancaman pidana maksimal; 6. Ancaman pidana mati sebagai unsur pemberatan; 7. Pengaturan tentang penyidikan gabungan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya di bawah koordinasi jaksa agung; 42 Wahyudin Husein dan H. Hufron, Op.Cit. hal 130. Universitas Sumatera Utara 8. Pengaturan tentang penyidikan dalam kaitan dengan rahasia bank yang lebih luas dengan diawali dengan pembekuan rekening tersangka, dilanjutkan penyitaan; 9. Pengaturan tentang peran serta masyarakat sebagai sarana kontrol sosialdipertegas dan diperluas, sehingga perlindungan hukum terhadap saksi pelapor lebih optimal dan efektif mirip dengan whistle blower act; 10. Mengamanatkan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK yang bersifat independent, yang keanggotaannya terdiri unsur pemerintah dan masyarakat, serta pengangkatannya mendapat persetujuan DPR. Sepuluh karakteristik pengaturan hukum formil maupun materiil dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002, adalah perubahan sangat mendasar dibanding Undang-Undang pemberantasan Korupsi sebelumnya, disamping hal ersebut menunjukkan politik hukum yang sungguh-sungguh dari pemerintah reformasi dalam pemberantasan korupsi. dalam pelaksanaanya Undang-Undang ini, yang diperan-aktori oleh KPK telah berhasil mengungkap dan membongkar beberapa kasus korupsi yang besar, seperti korupsi di tubuh KPU, Korupsi Dana Abadi Umat DAU di departemen Agama, praktek penyuapan di MA, korupsi di lingkungan Anggota DPRD dan yang dilakukan oleh Kepala Daerah, dan sebagainya. 43 43 Wahyudin Husein dan H. Hufron, Op.cit, hal 131. Universitas Sumatera Utara Dalam tataran kebijakan formulasi sebenarnya Indonesia telah mempunyai perangkat hukum yang memadai untuk memberantas korupsi, tetapi dalam tataran aplikasi harapan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi belum mencapai hasil yang maksimal. Banyak kendala yang menghalangi atau sulitnya pemberantasan korupsi yaitu disamping teori-teori hukum pidana yang telah dikembangkan selama ini kurang mendukung langkah-langkah konkrit penanggulangan korupsi oleh aparat penegak hukum, juga disebabkan oleh pemikiran hakim terhadap doktrin-doktrin hukum modern belum berubah. 44 Kebijakan peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, harus pula diarahkan kepada pengembangan program anti korupsi secara komprehensif termasuk peraturan hukum administrasi, hukum perdata, hukum acara, dan hukum pidana, dan mengefektifkan bermacam-macam ketentuan dari Internasional code of conduct for public official dari resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa. 45 Langkah selanjutnya dari usaha pemberantasan korupsi adalah dikeluarkannya Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan pemberantasan Korupsi. Dalam inpres terdapat 7 butir instriksi yang didalamnya memuat aspek prefentif butir 1 sampai dengan 5, aspek represif butir6 dan aspek pengawasan butir 7. 46 44 Edi setiadi dan Rena Yulia, Op.cit, hal 106. 45 Edi setiadi dan Rena Yulia, Op.cit, hal 109. 46 Edi setiadi dan Rena Yulia, Loc.cit. hal 109. Universitas Sumatera Utara Dukungan terakhir untuk pemberantasan korupsi adalah menciptakan good governance dengan pembenahan sistem administrasi pemerintahan sekaligus melaksanakan langkah-langkah pemberdayaan masyarakat untuk ikut serta dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi untuk berani melaporkan perbuatan korup dan korupsi kepada penegak hukum dan komisi pemberantasan korupsi serta bersedia menjadi saksi. 47 3. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang a. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Kata korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu “corruptio” atau “corruptus”, bahasa Inggris “corruption”, atau “corrupt”, bahasa Belanda “corruptie” yang kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi ”korupsi”. Dan dijelaskan : Pengertian korupsi tidak hanya identik dengan penggelapan uang negara, tetapi juga termasuk penyuapan bribery dan penerimaan komisi secara tidak sah kickbacks. 48 Pengertian Korupsi secara harfiah dapat berupa : a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran. b. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang. c. Perbuatan yang kenyataannya menimbulkan keadaan yang bersifat buruk. Perilaku jahat yang tercela atau kebejatan moral, penyuapan dan 47 Ibid, hal 110. 48 Muh. Zainal Arif, “Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Merugikan Negara” Desertasi, Makassar, 2013, Hal 12. Universitas Sumatera Utara bentuk ketidakjujuran, sesuatu yang dikorup, pengaruh-pengaruh yang korup. Dalam defenisi tersebut, terdapat 3 unsur dari pengertian Korupsi yaitu : a. Menyalahgunakan kekuasaan b. Kekuasaan yang dipercayakan yaitu baik sektor publik maupun di sektor swasta, memiliki akses bisnis atau keuntungan materi. c. Keuntungan pribadi tidak selalu berarti hanya untuk pribadi orang yang menyalahgunakan kekuasaan tetapi juga anggota keluarganya, teman-temannya, maupun korporasi. 49 Tindak pidana Korupsi di Indonesia digolongkan sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crimes menurut Romli Atmasasmita dikarenakan : 50 1. Masalah korupsi di Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara dan ternyata salah satu program kerja kabinet Gotong Royong adalah penegakan hukum secara konsisten dan pemberantasa Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN. Masalah korupsi pada tingkat dunia diakui sebagai kejahatan yang sangat kompleks, bersifat sistemik dan meluas dan sudah merupakan binatang gurita yang mencengkram seluruh tatanan sosial dan pemerintahan.Centre for International Crime Prevention CICP salah satu organ Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berkedudukan di 49 IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi” Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum,Pustaka Pelajar, yokyakarta, 2010, Hal. 5. 50 Ermansjah Djaja, Topologi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, CV. Mandar maju, Balikpapan 2010, Hal. 29-30. Universitas Sumatera Utara Wina telah secara luas mendefenisikan korupsi sebagai “Misuse of public Power for Private gain “. Berbagai wajah korupsi oleh CICP sudah diuraikan termasuk tindak pidana suap bribery; penggelapan embezzlement; penipuan freud; Pemerasan yang berkaitan dengan jabatan extortion; penyalahgunaan wewenang abuse of discretion; pemanfaatan kedudukan seseorang dalam aktivitas bisnis untuk kepentingan perorangan yang bersifat illegal exploiting a conflict interest, insider trending; nepotisme nepotism; komiso yang diterima pejabat publik dalam kaitan bisnis illegal commisions; dan kontribusi uang secara ilegal untuk partai politik. 2. Korupsi yang telah berkembang demikian pesatnya bukan hanya merupakan masalah hukum semata-mata melainkan sesungguhnya merupakan pelanggaran hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia. 3. Kebocoran APBN selama 4 pelita sebesar 30 telah menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial yang besar dalam kehidupann masyarakat karena sebagian tidak bisa menikmati hak yang seharusnya dia peroleh. Konsekuensi logis dari keadaan demikian maka korupsi telah melemahkan ketahanan sosial bangsa dan negara Republik Indonesia. 4. Penegakan hukum terhadap korupsi dalam kenyataannya telah diberlakukan secara diskriminatif baik berdasarkan status sosial Universitas Sumatera Utara maupun berdasarkan latar belakang politik seorang tersangka maupun terdakwa. 5. Korupsi di Indonesia bukan lagi commission of anti corruption ICAC, di Hongkong telah membuktikan bahwa korupsi dalam era perdagangan global dewasa ini adalah merupakan hasil kolaborasi antara sektor publik dan sektor swasta. Dan justru menurut penelitian tersebut pemberantasan korupsi pada sektor ini merupakan pemberantasan korupsi yang paling sulit dibandingkan hanya terjadi di sektor publik.kita menyaksikan bahwa korupsi di Indonesia sudah merupakan kolaborasi antara pelaku di sektor publik dan sektor swasta. Perkembangan kelima cocok dengan di Indonesia, karena kebijakan pemerintah dalam menentukan BUMNBUMD atau penyertaan modal pemerintah pada sektor swasta, sehingga pemberantasan korupsi di Indonesia jauh lebih sulit dibandingkan Hongkong, Australia, dan negara-negara lain. Pengaturan mengenai Tindak Pidana Korupsi di Indonesia di atur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sifat Tindak Pidana Korupsi dikategorikan ke dalam 2 sifat yaitu Tindak Pidana Korupsi yang mensyaratkan adanya potensi timbulnya kerugian negara dalam hal ini diatur pada: Pasal 2 ayat 1 Universitas Sumatera Utara Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah” Pasal 3 yaitu : “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunaka kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan atau dendan paling sedikit Rp. 50.000.000,00” Pasal 13 yaitu : ”Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara 3 tiga tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000 seratus lima puluh juta ruiah” b. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang Secara umum pencucian Uang dapat dirumuskan sebagai suatu proses dimana seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber ilegal dan kemudian menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak legal. Dengan perkataan lain perumusan tersebut berarti suatu proses merubah uang Universitas Sumatera Utara haram dirty money atau uang yang diperoleh dari aktivitas ilegal menjadi halal legimate money. 51 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dalam Pasal 1 Angka 1 mencantumkan pengertian dari Pencucian Uang adalah “segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuaii dengan ketentuan dalam Undang- Unadng ini”. Kejahatan Pencucian uang adalah suatu kejahatan yang berdimensi internasional sehingga penanggulangannya harus dilakukan secara kerjasama internasional, prinsip dasar pencucian uang adalah menyembunyikan sumber dari segala pencucian uang dari aktivitas legal dengan melegalkan uang tersebut. Untuk melaksanakan hal tersebut uang diisyaratkan disalurkan melalui suatu penyesatan imaze guna menghapus jejak peredarannya dan orang-orang yang mempunyai uang tersebut menyalurkan bisnis yang fiktif yang tampaknya sebagai sumber penghasilan. 52 Menurut Sutan Remy Sjahdeini, mendefenisikan pencucian uang atau money laundering sebagai rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram yaitu uang yang berasal dari kejahatan dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dari pemerintah atau otoritas ang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam 51 Suparapto, Money Laundering, Warta BRI, hal 8. 52 Siahaan N.H.T, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hal. 1. Universitas Sumatera Utara sistem keuangan financial system sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan tersebut sebagai uang yang halal. 53

F. Metode Penelitian