63
3.1.1. Kepemilikan Aset
Menilik sejarah kedatangan awal penduduk ke kampung ini, maka motif memperbaiki hidup tampaknya merupakan hal yang menjadi tujuan. Paling tidak
kenyataan ini tergambar dari pengakuan sebagian informan saat ditanyakan mengapa mereka pindah ke Kampung Nelayan Seberang. Sekalipun demikian,
pilihan untuk menetap di Kampung Nelayan Seberang adalah pilihan beresiko jika dikaitkan dengan perbaikan hidup yang diidentikkan dengan kepemilikan aset
ekonomi terutama tanah. Berdasarkan informasi yang diperoleh diketahui bahwa semua masyarakat
Kampung Nelayan Seberang yang mayoritas bekerja sebagai nelayan paham serta mengerti bahwa memilih tinggal di Kampung Nelayan Seberang juga harus
bersedia tinggal di sana tanpa memiliki hak kepemilikan atas rumah dan tanah. Kondisi ini terjadi karena kawasan yang menjadi pemukiman masyarakat
Kampung Nelayan Seberang adalah tanah negara yang diamanahkan kepada PT. Pelindo I yang berwenang dalam pengelolaan pelabuhan belawan. Ini artinya
penduduk yang tinggal di Kampung Nelayan Seberang tinggal dan hidup layaknya orang yang berstatus “penyewa”. Jika lahan yang mereka tempati diperlukan
sewaktu-waktu oleh pihak pemilik lahan, dalam hal ini adalah pihak Pelabuhan Belawan, maka masyarakat Kampung Nelayan Seberang harus bersedia dengan
sukarela untuk untuk pindah ke pemukiman baru. kondisi ini jelas menunjukkan bahwa rumah dan tanah di Kampung Nelayan Seberang bagi masyarakat di sana
bukan merupakan aset pribadi. Tidak adanya jaminan kepemilikan atas aset tanah dan rumah membuat keberlangsungan hidup terutama tempat tinggal bagi
masyarakat di Kampung Nelayan Seberang menjadi “terancam”. Keterancaman
64
tersebut jelas merupakan sebuah bentuk nyata dari ketidakmampuan masyarakat Kampung Nelayan Seberang untuk mengakumulasikan basis modal sosial berupa
tanah. Hal ini paling tidak sesuai dengan petikan wawancara informan, ibu Sarifah 34 Tahun yang menjelaskan kondisi tersebut dengan pernyataan sebagai
berikut :
“rumah sama tanah kami disini cuma untuk hak pakai, kalau orang perum Pelabuhan Belawan perlu, ya kami terpaksa pindah. Aturan itu
sudah diketahui semua warga. Jadi kasarnya kami Cuma numpang hidup aja di kampung ini”. Wawancara, 20 Mei 2015”
Merujuk pernyataan informan terebut, terlihat betul bahwa pilihan tinggal di Kampung Nelayan Seberang adalah pilihan yang secara langsung menuntun
orang untuk bersedia menetap dengan pilihan “harus siap diusir pindah” kapanpun diminta oleh penguasa lahan. Atas dasar kondisi itu pulalah banyak
penduduk di Kampung Nelayan Seberang tidak pernah berfikir untuk membangun rumah yang kondisinya “layak huni” versi orang seberang
3
. Bagi sebagian mereka dorongan untuk membangun rumah sebagaimana yang diharapkan adalah
hal yang sia-sia sebab hak milik atas tanah dan rumahnya juga tidak ada. Kondisi inilah yang mendorong sebagian mereka memilih untuk tinggal di rumah yang
oleh sebagian orang bukan pilihan yang tepat untuk hidup. Sebagian informan memilih
untuk tidak membangun rumahnya menjadi sebuah rumah “impian”, bukan hanya karena ketiadaan biaya akan tetapi juga pemikiran bahwa
membangun rumah “impian” adalah hal yang sia-sia karena status rumah sebagai sewaan. Indikasi hal ini terlihat dari pernyataan seorang informan yang
menyatakan:
3
Bagi masyarakat Kampung Nelayan Seberang, terminologi “orang seberang” adalah terminologi yang dipergunakan untuk menyebutmerujuk penduduk yang tinggal di Kota Medan dengan hak
kepemilikan tanah yang jelas.
65 “Kalau mau jujur, percuma dibangun rumah besar dari beton kalau
pas orang perum Pelabuhan Belawan butuh, mau gak mau kita harus pindah. Soalnya kita kan cuma numpang disini. Makanya saya
tidak membangun rumah jadi bagus..karena percuma saja kan?apalagi biaya bangun rumah sekarang sudah mahal. Dari pada
tidak makan baguslah kondisi rumah kayak gini aja. Wawancara, 10 Mei 2015
Penggalian atas besarnya biaya membangun rumah memang dapat
dimaklumi. Bila dahulu bahan bangunan untuk membuat rumah adalah kayu yang berasal dari hutan sekitar tempat tinggal sehingga biaya pembangunan rumah bisa
diperkecil, namun saat ini bangunan rumah di Kampung Nelayan Seberang sudah terbuat dari beton. Bagi mereka yang membangun rumah dari beton pilihan itu
dilakukan karena mereka juga memang ingin kelihatan rumahnya “layak” dan secaran ekonomi mereka memiliki kemampuan membeli materialnya. Ketiadaan
hak atas tanah secara langsung juga berimbas pada tidak adanya akses masyarakat pada modal yang disediakan oleh pranata keuangan formal.
3.1.2. Sumber Keuangan