Berdirinya PWI Cabang Medan

64 dengan salah satu wartawan yang bergabung di dalamnya bernama Abdul Hamid Lubis. Awalnya Journalisten Bond Medan dinilai mempunyai visi dan misi yang jelas sebagai perkumpulan wartawan yaitu lewat usahanya dalam meredam polemik yang terjadi antar surat republiken pada saat itu. Namun, seiiring berjalannya waktu, misi Journalisten Bond Medan telah melenceng jauh dari tujuan awal dibentuknya organisasi tersebut. Organisasi ini menjadi lebih fokus untuk menyikapi perjudian yang pada saat itu dilegalkan oleh pemerintah Belanda. Hingga pada akhirnya segala bentuk aktivitas dari Journalisten Bond Medan berhenti akibat banyaknya anggota yang memilih untuk keluar. Sebahagian besar dari mereka memberikan penilaian bahwa organisasi ini tidak memperhatikan kesejahteraan anggotanya serta tidak serius untuk meningkatkan bobot dan kualitasnya sebagai organisasi kewartawanan. Selanjutnya, terdapat dua perkumpulan wartawan yang pernah menghiasi perjalanan sejarah pers Sumatera Utara yaitu Persatuan Jurnalis Timur dan Wartawan Muslimin Indonesia. Persatuan Jurnalis Indonesia berdiri pada tahun 1930 dibawah kepemimpinan M. Kanoen dari surat kabar Pewarta Deli dan Lho Koei Fa dari surat kabar Sumatera Bin Poh. Sedangkan Wartawan Muslimin Indonesia ketua pengurusnya adalah Zainal Abidin Ahmad. Seluruh anggota perkumpulan ini adalah wartawan yang beragama Islam.

3.2. Berdirinya PWI Cabang Medan

Para wartawan yang ikut terlibat dalam kongres yang diadakan di Solo 9-10 Februari berhasil mencetuskan dan mendirikan Persatuan Wartawan Indonesia PWI. Secara umum, PWI sebagai organisasi kewartawanan diharapkan mampu merangkul seluruh surat kabar republiken untuk menyatukan visi dan misinya dalam melakukan perlawanan terhadap pengaruh asing yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. PWI juga diharapkan Universitas Sumatera Utara 65 mampu menyelesaikan konflik internal yang terjadi antar sesama surat kabar republiken serta memperbaiki kesejahteraan dari wartawan itu sendiri. Terbentuknya PWI di Solo mendapat sambutan positif dari pemerintah dan masyarakat, khususnya masyarakat dari kalangan wartawan. Setelah itu, PWI mulai didirikan di tingkat daerah agar perannya sebagai wadah yang menaungi para wartawan semakin nyata terlihat. Gagasan untuk mendirikan PWI di kota Medan muncul ketika utusan PWI pusat yang berkunjung ke Medan yaitu Djawoto dan Djamal Ali menyarankan agar di Medan juga didirikan PWI. Setelah melalui beberapa kali pertemuan di Gedung Taman Persahabatan pada Maret 1951 maka dalam pertemuan tersebut berhasil dibentuk pengurus PWI cabang Medan untuk pertama kalinya. Susunan kepengurusan PWI yang pertama kalinya adalah Amarullah O. Lubis sebagai ketua, Djafarsebagai wakil ketua, Syamsuddin Manan dan Ani Idrus sebagai sekretaris, serta A. Manan Karim sebagai bendahara. Syamsuddin Manan dan A. Manan Karim adalah wartawan yang berasal dari surat kabar Mimbar Umum. Amarullah O. Lubis memimpin PWI cabang Medan kurang lebih hanya satu tahun. Posisinya kemudian diisi oleh Djafar yang sebelumnya menjabat sebagai wakil ketua. Masa kepemimpinan Djafar juga hanya satu tahun dan dalam pemilihan kepengurusan selanjutnya pada tahun 1953, Ani Idrus terpilih sebagai ketua PWI cabang Medan selama beberapa periode hingga tahun 1963. Dalam beberapa periode tersebut, wartawan dari surat kabar Mimbar Umum tidak pernah absen dan selalu aktif dalam kepengurusan seperti Syamsuddin Manan dan Abdul Manan Karim. Artinya, harian Mimbar Umum selalu konsisten untuk menempatkan wartawannya agar turut ambil peran di dalam kepengurusan PWI cabang Medan. Perlu diketahui, pada masa itu jangka waktu dalam satu periode tidak mempunyai ketentuan yang tetap. Artinya, selama seseorang masih disenangi, maka ia akan tetap menjabat. Kemudian ketua yang telah Universitas Sumatera Utara 66 terpilih menentukan sendiri orang-orang yang akan mengisi kepengurusan. Dalam pemilihan pengurus secara keseluruhan, biasanya masih ada pengaruh atau intervensi dari pihak penguasa, baik itu pejabat negara atau pejabat militer. Saat itu lebih dikenal dengan istilah “titipan”. 44 Dalam daftar kepengurusan PWI Sumatera Utara di atas, sejak awal tidak terdapat nama Arif Lubis. Itu dikarenakan Arif Lubis memang dikenal sebagai sosok yang lebih mengutamakan para anggotanya agar dapat tampil di depan publik. Arif Lubis kemudian dipercaya untuk memimpin Serikat Penerbit Surat kabar SPS Sumatera Utara periode 1954-1965 dan periode 1968-1970. SPS merupakan sebuah organisasi yang dibentuk dengan tujuan dapat bertanggung jawab menanggulangi permasalahan yang bersangkutan dengan penerbitan dan perusahaan. Salah satu tugas SPS adalah membagi dan menjatah kertas sebagai bahan mentah surat kabar kepada percetakan surat kabar republik. Kertas yang dibagikan berbentuk gulungan dan dihitung dalam satuan kilogram. Namun, tidak diketahui secara pasti harga kertas per kilogram pasa masa itu. Yang menjadi anggota SPS adalah semua pemilik surat kabar dan percetakannya. Anggota SPS merupakan anggota dari PWI tetapi tidak dengan sebaliknya. Dalam masa-masa perlawanan terhadap pengaruh PKI, SPS juga memiliki peran yang tidak dapat dikesampingkan.

3.3. PKI Berhasil Menguasai PWI