PKI Berhasil Menguasai PWI

66 terpilih menentukan sendiri orang-orang yang akan mengisi kepengurusan. Dalam pemilihan pengurus secara keseluruhan, biasanya masih ada pengaruh atau intervensi dari pihak penguasa, baik itu pejabat negara atau pejabat militer. Saat itu lebih dikenal dengan istilah “titipan”. 44 Dalam daftar kepengurusan PWI Sumatera Utara di atas, sejak awal tidak terdapat nama Arif Lubis. Itu dikarenakan Arif Lubis memang dikenal sebagai sosok yang lebih mengutamakan para anggotanya agar dapat tampil di depan publik. Arif Lubis kemudian dipercaya untuk memimpin Serikat Penerbit Surat kabar SPS Sumatera Utara periode 1954-1965 dan periode 1968-1970. SPS merupakan sebuah organisasi yang dibentuk dengan tujuan dapat bertanggung jawab menanggulangi permasalahan yang bersangkutan dengan penerbitan dan perusahaan. Salah satu tugas SPS adalah membagi dan menjatah kertas sebagai bahan mentah surat kabar kepada percetakan surat kabar republik. Kertas yang dibagikan berbentuk gulungan dan dihitung dalam satuan kilogram. Namun, tidak diketahui secara pasti harga kertas per kilogram pasa masa itu. Yang menjadi anggota SPS adalah semua pemilik surat kabar dan percetakannya. Anggota SPS merupakan anggota dari PWI tetapi tidak dengan sebaliknya. Dalam masa-masa perlawanan terhadap pengaruh PKI, SPS juga memiliki peran yang tidak dapat dikesampingkan.

3.3. PKI Berhasil Menguasai PWI

Kekuatan PKI dalam bidang penerbitan surat kabar sebenarnya sudah lama melemah. Surat kabar yang berhaluan komunis seperti Harian Rakyat yang terbit pada tahun 1945 dan harian Pendorong yang terbit pada tahun 1952 terhenti penerbitannya dikarenakan kekurangan dana untuk biaya produksi sehari-hari. Orang-orang PKI yang ada di Medan tidak mempunyai modal yang cukup untuk melanjutkan umur dari surat kabar tersebut. Sebenarnya masih ada surat 44 Hasil wawancara dengan Ali Soekardi, wakil pemimpin redaksi Harian Analisa pada tanggal 2 Oktober 2012 Universitas Sumatera Utara 67 kabar lainnya yang pro terhadap PKI yaitu Gotong Royong. Akan tetapi, pengaruhnya sangat kecil atau hampir tidak ada saat itu. Kemudian, kedatangan Tan Fu Kiong dari Jakarta ke Medan membawa angin segar bagi para wartawan komunis di Medan. Hal ini menjadi titik balik kebangkitan surat kabar komunis dan menghiasai sejarah panjang tentang perjalanan pers di Sumatera Utara. Tan Fu Kiong adalah seorang wartawan dari surat kabar Harapan, surat kabar milik PKI yang terbit di Jakarta. 45 Ia dikenal sebagai sosok yang cerdik dan pintar memanfaatkan situasi dan kondisi yang ada. Ia juga dikenal sebagai orang yang mampu memperalat orang lain sebagai politik adu domba atau sebagai tameng untuk melindungi dirinyademi mencapai tujuannya. Mereka yang dimanfaatkan adalah orang-orang yang cukup berpengaruh di lingkungannya masing-masing. Beberapa di antaranya adalah Amir Hasan Lubis alias Buyung Gandrung dari mingguan Mimbar Teruna, Kepala Penerangan Daerah Militer Kapendam I BB Mayor. A. R. Surbakti dan Gubernur Sumatera Utara Ulung Sitepu. Sebelum Tan Fu Kiong menjalankan aksinya, ia terlebih dahulu melancarkan strategi untuk mendapatkan dukungan dan rasa simpati dari masyarakat khususnya masyarakat dari etnis Tionghoa. Saat itu terjadi gejolak dan dinamika besar-besaran di lingkungan masyarakat Tionghoa. Hal ini berhubungan dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah No. 10 pada akhir tahun 1950-an. Peraturan ini berisi tentang larangan terhadap masyarakat Tionghoa untuk mendirikan usaha di wilayah pedesaan hingga ke tingkat kecamatan. Artinya, masyarakat Tionghoa hanya boleh mendirikan usaha di wilayah perkotaan. Akibatnya, banyak warga etnis Tionghoa di Medan menjual toko dan usahanya. Mereka lebih memilih untuk kembali ke negara 45 Hasil wawancara dengan Ali Soekardi, wakil pemimpin redaksi Harian Analisa pada tanggal 2 Oktober 2012 Universitas Sumatera Utara 68 asal mereka. Peraturan ini dikeluarkan pemerintah agar masyarakat pribumi diberi kesempatan untuk bersaing dalam membuka usaha. Situasi ini dimanfaatkan oleh Tan Fu Kiong dengan cara mengkritisi kebijakan pemerintah tersebut melalui tulisan yang dimuatnya dalam surat kabar PKI. Hal ini dilakukan Tan Fu Kiong secara konsisten dan terus-menerus. Dapat diketahui hasilnya, masyarakat Tionghoa menjadi simpati kepada Tan Fu Kiong karena mereka menganggap ada yang membela kepentingan mereka. Sejalan dengan itu, secara otomatis dukungan dana mengalir kepada Tan Fu Kiong. Dana tersebut kemudian ia pergunakan sebagai modal untuk menerbitkan kembali surat kabar komunis di Medan dan membantu organisasi-organisasi yang mendukung komunis. Masyarakat Tionghoa semakin merasa aman karena mereka telah memiliki wadah yang memperjuangkan kepentingan mereka. Di sisi lain, sedang berlangsung perbedaan prinsip di dalam internal kepengurusan PWI yaitu isu tentanggender. Saat itu yang menduduki jabatan ketua adalah Ani Idrus. Ia memimpin PWI cabang Medan sejak tahun 1953. Isu ini semakin hangat ketika Ani Idrus dikritik oleh anggotanya sendiri yaitu Amir Hasan Lubis dari mingguan Mimbar Teruna. Secara terang- terangan Amir Hasan Lubis menyatakan rasa ketidaksenangannya karena dipimpin oleh seorang perempuan. Sedangkan anggota kepengurusan PWI di dominasi oleh kaum laki-laki. Ia menggambarkan para pengurus seperti kawanan lebah yang melayani ratunya. Perlu diketahui, Mimbar Teruna merupakan pecahan dari harian Mimbar Umum. Pemimpin redaksinya adalah Amir Hasan Lubis. Sebelumnya ia merupakan bagian dari staf redaksi Mimbar Umum namun karena terjadi perbedaan prinsip dengan Arif Lubis maka Amir Hasan Lubis memilih untuk keluar dan menerbitkan sebuah mingguan yaitu Mimbar Teruna. Sedangkan Ani Idrus dari surat kabar Waspada. Situasi ini tidak dapat dipungkiri membawa pengaruh yang tidak baik terhadap Universitas Sumatera Utara 69 hubungan kedua surat kabar yang dikenal sebagai barisan terdepan pers perjuangan tersebut. Akan tetapi, visi dan misi keduanya tidak berubah yaitu bersama-sama berjuang menentang segala bentuk kegiatan PKI di Medan. Tan Fu Kiong melihat kondisi ini sebagai peluang agar orang-orang komunis bisa menguasai PWI sesegera mungkin. Sebelumnya orang-orang PKI sudah ada yang terlebih dahulu mengisi kursi di dalam struktur pemerintahan. Hal ini merupakan dampak dari konsep politik Presiden Soekarno yang mencoba menggabungkan tiga aliran sekaligus yaitu nasionalisme, agama dan komunis. Ketiganya lebih dikenal dengan istilah Nasakom. PKI menggunakan dalih Nasakomisasi untuk menuntut kursi dalam pemerintahan dan Nasakominasi angkatan bersenjata. 46 PKI sering menentang kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada kepentingan mereka. PKI juga tidak segan-segan untuk menyerang para menteri atau pejabat lainnya yang bersikap anti terhadap PKI. Pada tanggal 1 Juni 1959, Tan Fu Kiong menerbitkan Harian Harapan di Medan dengan ia sendiri sebagai pemimpin redaksinya. Selain itu, ada beberapa surat kabar lainnya yang juga berhaluan komunis yaitu surat kabar Gotong Royong yang terbit pada tanggal 4 Oktober 1961. Pemimpin redaksinya adalah Umar Baki alias Suhaimi. Kemudian ada lagi surat kabar Bendera Revolusi yang dipimpin oleh Imran Zouny. Sebelumnya surat kabar ini bernama harian Patriot. Namun, sejak 31 Mei 1959 namanya berganti menjadi Bendera Revolusi. Gerwani yang merupakan organisasi wanita pro PKI juga mempunyai surat kabarnya sendiri yaitu Obor Revolusi yang dipimpin oleh Rumiati. Khusus untuk Imran Zouny, ia dikenal sebagai orang yang memiliki ambisi agar dikenal oleh masyarakat dan ingin menjadi ketua PWI Sumatera Utara. Namun, hal itu sulit terwujud karena ia merupakan seorang pengikut PKI. Imron Zouny dan tan 46 F. X. Koesworo, dkk., Di Balik Tugas Kuli Tinta, Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1994, hal. 23. Universitas Sumatera Utara 70 Fu Kiong kemudian memanfaatkan Amir Hasan Lubis yang diawal tadi disebutkan mempunyai rasa sentimen pribadi terhadap Ani Idrus sebagai ketua PWI. Gambar 7. Harian Harapan edisi Kamis 14 Januari 1965 Sumber: Koleksi Pribadi. Tan Fu Kiong dan Imran Zouny secara sengaja menimbulkan isu agar kondisi internal di dalam kepengurusan PWI menjadi semakin panas. Tujuan utamanya untuk menyerang dan melengserkan Ani Idrus dari kursi ketua PWI cabang Medan. Saat itu diketahui bahwa PWI telah menerima kucuran dana dari Panglima A. Manap Lubis sebesar Rp. 400.000. Dana tersebut ditujukan kepada Yayasan Balai Wartawan agar bisa digunakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana serta meningkatkan kualitas wartawan. Penyerahan dana ini langsung diterima oleh Ani Idrus selaku ketua PWI pada saat itu. Namun, Tan Fu Kiong dan Imran Zouny menyebarkan isu yang menyebutkan bahwa dana tersebut sebenarnya bukan untuk diserahkan kepada Yayasan Balai Wartawan melainkan untuk dibagi-bagikan secara merata kepada semua pengurus. Isu ini mampu menimbulkan perpecahan di dalam kepengurusan PWI. Sebahagian pengurus menjadi bersikap oposisi dan kriris kepercayaan terhadap Ani Idrus. Dampaknya posisi Ani Idrus sebagai Universitas Sumatera Utara 71 ketua mulai goyah hingga puncaknya pada rapat pemilihan pengurus pada tahun 1963 Ani Idrus tidak memperoleh dukungan. Selanjutnya, jabatan ketua PWI cabang Medan di pegang oleh Imran Zouny dan Tan Fu Kiong sebagai sekretaris. Sedangkan Suhaimi menjabat sebagai komisaris. Ketiganya kemudian dikenal sebagai motor penggerak surat kabar komunis di Medan. Mereka berhasil menguasai PWI cabang Medan dan itu membuat mereka semakin leluasa untuk melanjutkan rencana demi mencapai tujuan PKI. Di luar dari bidang pers, salah satu tokoh yang dikenal sebagai pengikut PKI di Medan adalah Andjarasmara. Ia merupakan seorang seniman dan pekerja budaya. Ia merupakan pentolan dari Lembaga Kebudayaan Rakyat Lekra, sebuah organisasi kebudayaan dan seni yang dibawah pengaruh PKI.

3.4. Surat Izin Terbit Harian Mimbar Umum Dicabut Pemerintah Atas Desakan PKI