Kehidupan Pers Secara Umum dan Harian Mimbar Umum Pada Masa Orde Baru

89 Masyarakat menilai harian Mimbar Umum bersikap konsisten sebagai pers perjuangan baik pada masa kemerdekaan, agresi militer Belanda hingga pada masa perjuangan melawan PKI di Medan.

4.2. Kehidupan Pers Secara Umum dan Harian Mimbar Umum Pada Masa Orde Baru

Masa orde baru adalah masa dimana pemerintah memfokuskan diri untuk meningkatkan pembangunan di sektor ekonomi. Salah satunya adalah dengan cara menarik sejumlah investor asing agar mau menanamkan modal perusahaan mereka di Indonesia. Kebijakan ini tentu sangat bertolak belakang dengan corak pemerintahan sebelumnya yang anti terhadap imperialisme. Pers yang pada awalnya mendukung dan simpati terhadap pemerintahan orde baru karena telah berhasil membubarkan PKI di Indonesia mulai melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Kritik yang dilakukan secara berkesinambungan yang dilakukan oleh pers mampu menggiring dan membentuk opini negatif yang berkembang di dalam masyarakat tentang kebijakan pemerintah sehingga memicu aksi protes dan unjuk rasa di beberapa tempat di Indonesia. Sebahagian besar aksi protes dan unjuk rasa ini digerakkan oleh kalangan mahasiswa hingga pada klimaksnya adalah peristiwa Malari pada tahun 1974 di Jakarta. Banyak isu yang dianggap sebagai pemicu pecahnya peristiwa Malari. Mulai dari masalah perekonomian awal orde baru, gerakan mahasiswa, arus penentangan modal Jepang, krisis pangan, sampai pertikaian antara kelompok Soemitro dan Ali Moertopo. 62 Sejak peristiwa tersebut, hubungan pers dengan pemerintah menjadi tertutup. Padahal sebelumnya para pejabat pemerintah terbuka untuk memberikan informasi kepada pers. Pemerintah orde baru selalu mengawasi berita surat kabar yang dinilai provokatif serta melakukan kritik berlebihan terhadap segala bentuk kebijakan 62 Purwadi Djunaedi, dkk., Jurnalisme Investigatif Panda Nababan Menembus Fakta Otobiografi 30 Tahun Seorang Wartawan, Jakarta: Q Communication, 2009, hal. 119. Universitas Sumatera Utara 90 pemerintah. Banyak terjadi pembredelan surat kabar khususnya surat kabar di pulau Jawa pasca peristiwa Malari tersebut. Sejak saat itu, pers difokuskan sebagai salah satu alat pembangunan. Lebih tepatnya pers diarahkan untuk rutin menerbitkan berita tentang pembangunan yang sedang dijalankan oleh pemerintah. Tujuannya sebagai legitimasi kekuasaan pemerintah orde baru. Pada masa orde baru, pers dikenal sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab. Artinya, pers bebas memberitakan apa saja asalkan masih sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun, dalam pelaksanaannya pers diatur sedemikian rupa oleh pemerintah. Sedangkan Undang-Undang Pokok Tentang Persdan Dewan Pers tidak dapat berbuat banyak terhadap kondisi tersebut. Dalam hal ini departemen yang mengurusi bidang pers adalah Departemen Penerangan, sekarang Menkominfo. Secara berurutan, pasca peristiwa Malari pada tahun 1974 hingga tahun 1998, kursi Menteri Penerangan pernah dijabat oleh Mashuri, Ali Murtopo, Harmokodan Alwi Dahlan. Harmoko adalah orang yang paling lama menjabat sebagai Menteri Penerangan yaitu selama 3 periode dan masa tersebut banyak terjadi pembredelan terhadap pers, khususnya media cetak. Padahal latar belakang Harmoko adalah seorang wartawan dan pemilik surat kabar Pos Kota yang terbit di Jakarta. Pelanggaran pers khususnya surat kabar terhadap kebijakan pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu pelanggaran ringan dan pelanggaran berat. Apabila sebuah surat kabar melakukan pelanggaran ringan, pemerintah akan menegur yang bersangkutan dan biasanya disampaikan melalui pemimpin redaksi. Teguran ini disampaikan oleh Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Kopkamtib. Kopkamtib tidak hanya berada di pusat melainkan juga ada di tingkat daerah. Universitas Sumatera Utara 91 Harian Mimbar Umum pernah dianggap melakukan pelanggaran ringan dikarenakan Muhammad Lud Lubis menuliskan tentang Selat Malaka dan batas wilayah dengan Malaysia. Saat itu beliau murni tujuannya adalah untuk menulis tanpa ada kepentingan lain. Tidak diketahui secara pasti alasan pemerintah menganggap tulisan tersebut sebagai sebuah pelanggaran. Kejadian ini mengakibatkan Muhammad Lud Lubis harus menghadap Kopkamtib untuk memberi penjelasan dan pertanggungjawaban terhadap tulisan yang ia terbitkan. Namun, pada akhirnya Kopkamtib hanya memberikan teguran ringan kepada harian Mimbar Umum. Sejak saat itu harian Mimbar Umum lebih berhati-hati dalam memuat berita agar tidak tersandung dengan peraturan pers pada masa orde baru. Sedangkan bagi surat kabar yang dianggap melakukan pelanggaran berat, pemerintah akan membredel surat kabar yang bersangkutan. Sangsi bredel ini juga dibagi menjadi dua, yaitu pembredelan bersyarat dan pembredelan permanen. Pembredelan bersyarat maksudnya adalah pemerintah akan mengizikan sebuah surat kabar atau penerbitan untuk terbit kembali dengan syarat mengikuti kebijakan dari pemerintah. Pembredelan permanen maksudnya adalah surat kabar atau penerbitan yang bersangkutan tidak dibenarkan untuk terbit selanjutnya. Dalam hal ini, pihak yang berwenang mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers SIUPP adalah Departemen Penerangan. Dalam hal ini yang merekomendasikan kepada Departemen Penerangan tentang sebuah surat kabar dibredel atau tidak salah satunya adalah Pelaksana Khusus Laksus. Laksus merupakan salah satu bagian dari staf ahli kepresidenan pada masa orde baru.Kopkamtib dan Laksus diisi oleh orang-orang dari kalangan ABRI, khususnya Angkatan Darat. Dengan diaturnya pemberitaan pers sedemikian rupa oleh pemerintah maka pembangunan pada masa orde baru dapat terus berjalan. Universitas Sumatera Utara 92

4.3. Peralihan Manajemen Harian Mimbar Umum