85
BAB IV
MEROSOTNYA HARIAN MIMBAR UMUM DI MEDAN
4.1. Harian Mimbar Umum Terbit Kembali Pada Masa Awal Orde Baru
Pada masa menjelang peristiwa Gerakan 30 September tahun 1965, beberapa pengurus BPS sedang menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Pemeriksaan ini
dilakukan terkait tuduhan PKI yang menyatakan bahwa BPS merupakan lembaga yang dibiayai oleh CIA. BPS juga dituduh telah menerima dana operasional sebesar 500.000.000 dari CIA.
Sebuah nilai yang sangat besar pada saat itu. Pemeriksaan terhadap pengurus BPS mulai berjalan sejak awal bulan September. Orang pertama yang diperiksa adalah H. Soffyan selaku Kepala
Biro Luar Negeri dalam kepengurusan BPS di Sumatera, sekarang pemimpin redaksi harian Analisa. Ia dianggap sebagai orang yang paling mengetahui tentang segala hal yang berkaitan
dengan pihak luar negeri. Di dalam persidangan, H. Soffyan membantah tuduhan yang mengatakan bahwa BPS telah menerima dana operasional dari CIA. Ia juga menambahkan
bahwa segala biaya operasional yang dibutuhkan BPS berasal dari iuran anggota yang rutin dibayar setiap bulannya.
Selain H. Soffyan, pengurus lainnya yang dianggap mengetahui akan hal ini adalah Arif Lubis selaku Biro Keuangan dan Amir Hasan Lubis alias Buyung Gandrung. Saat itu Amir
Hasan Lubis menjabat sebagai Kepala Biro Penelitian, Bimbingan dan Pendidikan BPS Suamtera Utara. Hasil persidangan menyatakan bahwa PKI tidak punya cukup bukti mengenai tuduhannya
terhadap BPS Sumatera Utara yang dikatakan menerima dana operasional dari CIA. Belakangan diketahui bahwa surat yang ada di tangan Wakil Perdana Menteri Dr. Soebandrio merupakan
Universitas Sumatera Utara
86
hasil rekayasa dari orang-orang PKI. Hal itu dilakukan sebagai salah satu cara agar BPS dapat segera dibubarkan. Dari awal terbentuknya BPS, PKI memang tidak senang akan keberadaan
BPS. PKI menganggap BPS merupakan ancaman serius bagi eksistensi mereka di Indonesia. Dengan demikian, Kejaksaan Tinggi memutuskan bahwa seluruh surat kabar BPS yang
sebelumnya telah dibredel sejak saat itu diiizinkan untuk terbit kembali seperti biasanya.Menyambut keputusan tersebut, Arif Lubis langsung berbenah diri menyiapkan segala
kebutuhan teknis untuk memulai penerbitan kembali. Mulai dari susunan redaksi yang bertugas hingga kondisi mesin percetakan seluruhnya dipersiapkan sebaik mungkin. Seluruh wartawan
harian Mimbar Umum yang bekerja di toko buku Pustaka Mimbar difungsikan oleh Arif Lubis untuk bergabung dalam staf redaksi harian Mimbar Umum. Di kolom susunan redaksi tertera
Arif Lubis sebagai pemimpin redaksi sekaligus pemimpin umum, E. Nasution sebagai wakil pemimpin umum, Bustamam dan Syamsuddin Manan sebagai wakil pemimpin redaksi dan
anggota redaksi diisi oleh Anwar Effendi, Muhammad T. W. H., Poniman Syahri serta Kamaluddin Lubis.
57
Kantor redaksi harian Mimbar Umum saat itu masih sama yaitu di Jalan Riau No. 79 Medan, sekaligus kantor tata usaha dan percetakannya Percetakan Mimbar Medan.
Sedangkan kantor redaksi sore atau malam di Jalan Sutomo No. P 305 Medan. Kantor ini merupakan kediaman Arif Lubis. Secara keseluruhan, hampir tidak ada perubahan di dalam
internal harian Mimbar Umum.Sekitar akhir bulan Mei 1966, harian Mimbar Umum sudah mulai terbit seperti biasanya. Nomor penerbitan atau edisinya dilanjutkan dari edisi terakhir sebelum
harian Mimbar Umum dibredel. Slogan harian Mimbar Umum saat itu adalah Harian Pagi Membawa Suara Independen.
58
57
Harian Mimbar Umum edisi Rabu, 24 Juni 1970.
58
Harian Mimbar Umum edisi Rabu, 24 Juni 1970.
Universitas Sumatera Utara
87
Terbitnya harian Mimbar Umum disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini disebabkan selama surat kabar BPS ditutup, masyarakat merasa jenuh dan bosan karena selalu disajikan
berita propaganda yang bersifat sepihak oleh surat kabar PKI di Medan. Awal penerbitannya pada masa orde baru, oplah harian Mimbar Umum mencapai kurang lebih 8.000 eksemplar.
Jumlah ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan oplah harian Mimbar Umum pada tahun 1964 yang mencapai 13.000 sampai dengan 14.000 eksemplar.
59
Dan harga per eksemplarnya adalahRp. 10.
60
Jika berlangganan, per bulannya dikenakan biaya Rp. 250. SPS adalah pihak yang berwenang menentukan harga surat kabar tertinggi dan terendah. Namun,
pada kenyataan yang terjadi di lapangan, harga jual surat kabar per eksemplarnya bisa melewati dari harga tertinggi yang telah ditetapkan oleh SPS. Hal ini disebabkan pada masa itu informasi
merupakan kebutuhan yang sangat penting. Masyarakat pembaca memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar tentang perkembangan situasi pasca dibubarkannya PKI di Indonesia. Mereka
berlomba-lomba membeli harian Mimbar Umum dari agen atau pengecer sepagi mungkin. Oleh karena itu, para agen atau pengecer bersedia membayar sedikit lebih mahal kepada bagian
percetakan harian Mimbar Umum asalkan oplah mereka diberikan terlebih dahulu. Sehingga para agen dan pengecer pun harus menjual per eksemplarnya di atas dari harga yang telah ditentukan.
Menariknya, secara umum masyarakat tidak keberatan akan hal ini karena saat itu harian Mimbar Umummasih menjadi primadona di antara seluruh surat kabar yang terbit di Medan. Harian
Mimbar Umum dijadikan sebagai referensi terpercaya yang menyajikan berita akurat dan terkini.Sedangkan untuk harga iklan dibagi menjadi dua kategori yaitu harga iklan umum dan
harga iklan keluarga. Harga iklan umum Rp. 25 per mm sedangkan harga iklan keluarga Rp. 10
59
Wawancara dengan Bapak Muhammad Lud Lubis, staf ahli harian Mimbar Umum pada tanggal 19 Desember 2012.
60
Harian Mimbar Umum edisi Rabu, 24 Juni 1970.
Universitas Sumatera Utara
88
per mm.
61
Namun, dua tahun pertama pasca harian Mimbar Umum terbit lagi, kolom iklan dibatasi kuotanya. Artinya, lebih diutamakan kuantitas dan kualitas berita.
Persebaran harian Mimbar Umum telah mencapai beberapa daerah di Sumatera Utara. Wilayah persebaran ini kemudian dibagi menjadi empat jalur, yaitu:
- Jalur I
: Mencakup daerah Tapanuli, Padang Sidempuan dan Panyabungan. -
Jalur II : Mencakup daerah Langkat dan Aceh Tamiang.
- Jalur III
: Mencakup daerah Asahan dan Rantau Parapat. -
Jalur IV : Mencakup daerah Sidikalang dan Dairi.
Di sisi lain, sejalan dengan mulai terbitnya harian Mimbar Umum turut mempengaruhi jumlah oplah surat kabar Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I. Sebelumnya, oplah surat kabar
Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I mencapai kurang lebih 30.000 eksemplar lalu mengalami penurunan menjadi sekitar 18.000 eksemplar pada tahun tersebut.
Menurunnya jumlah oplah harian Mimbar Umum saat itu masih dapat dianggap wajar mengingat harian Mimbar Umum baru saja mulai terbit kembali. Sedangkan pada tahun 1964
adalah masa dimana harian Mimbar Umum tampil sebagai surat kabar perjuangan serta menjadi surat kabar terdepan yang secara tegas menyatakan sikap perlawanan terhadap PKI sehingga
berbanding lurus dengan jumlah oplahnya. Walaupun demikian, harian Mimbar Umum tetap menjadi surat kabar dengan jumlah oplah tertinggi di Sumatera Utara di antara surat kabar eks
BPS lainnya yang juga baru terbit kembali. Bahkan tidak semua surat kabar eks BPS yang mampu melanjutkan penerbitan sekalipun sudah diizinkan untuk terbit kembali. Pada dasarnya
masyarakat telah bersikap simpati terhadap harian Mimbar Umum dan orang-orang di dalamnya.
61
Harian Mimbar Umum edisi Rabu, 24 Juni 1970.
Universitas Sumatera Utara
89
Masyarakat menilai harian Mimbar Umum bersikap konsisten sebagai pers perjuangan baik pada masa kemerdekaan, agresi militer Belanda hingga pada masa perjuangan melawan PKI di
Medan.
4.2. Kehidupan Pers Secara Umum dan Harian Mimbar Umum Pada Masa Orde Baru