Gambaran Umum Penerbitan Surat Kabar Masa Pendudukan Jepang di Medan

37 terbit penerbitan tertentu yang nilainya bisa menggangu ketertiban umum. 21 Selain pelarangan terbit, sangsi bisa berupa pembayaran denda uang sebesar 300 gulden kepada pemerintah Belanda oleh surat kabar yang bersangkutan. Sebelum Persbreidel Ordonantie disahkan, pemerintah Belanda menerapkan peraturan yang diberi nama Haatzaai Artikelen sejak tahun 1918 bersamaan dengan berlakunya Wetboek van Strafrecht van Nederlands Indie.

2.2. Gambaran Umum Penerbitan Surat Kabar Masa Pendudukan Jepang di Medan

Jepang dikenal sebagai negara yang mempunyai semangat juang tinggi. Di bawah bendera Dai Nippon, Jepang bercita-cita ingin menguasai dunia. Setelah berhasil menghancurkan Pearl Harbour yang merupakan pangkalan terbesar Angkatan Laut Amerika Serikat di Pasifik, Jepang kemudian bergerak ke bagian negara-negara di Asia Tenggara, salah satunya adalah Indonesia. Tujuannya adalah untuk menguasai sumber daya alam yang dimiliki Indonesia serta mencari dukungan untuk melawan Sekutu. Pasukan militer Jepang bergerak ke Indonesia melalui beberapa pintu masuk. Ada yang masuk melalui bagian utaraPulau Kalimantan dan ada yang masuk melalui kawasan Malaysia setelah terlebih dahulu menaklukkan daerah-daerah yang dilewatinya. Kelompok pasukan militer yang masuk melalui Malaysia ini yang nantinya sampai di Medan. Berhasil menaklukkan wilayah Malaysia dan Singapura, Jepang bergerak menuju Pulau Sumatera bagian utara. Ada beberapa titik yang dijadikan sebagai pintu masuk oleh balatentara Jepang, yaitu Labuhan Ruku di Tanjung Tiram, Idi di Aceh Timur, Krueng Raya di Aceh Besar dan Sabang di Pulau We. 22 Pasukan militer Jepang resmi menduduki kota Medan pada 13 Maret 1942. Balatentara Jepang yang sampai di Medan adalah pasukan yang masuk melalui wilayah Tanjung Tiram yaitu 21 Penelitan Pengembangan Penerangan Departemen Penerangan RI, Beberapa Segi Perkembangan Pers di Indonesia, Jakarta: Kompas, 2002, hal. 172. 22 Muhammad. T. W. H., Perjuangan Tiga KomponenUntuk Kemerdekaan, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 2004, hal. 8. Universitas Sumatera Utara 38 Balatentara XVI, sekarang menjadi wilayah Kabupaten Batubara. Untuk mendapatkan rasa simpati dari masyarakat, balatentara Jepang melancarkan propagandanya yaitu mengaku kepada masyarakat pribumi di sekitar Tanjung Tiram bahwa mereka adalah saudara tua dari bangsa Indonesia. Jika dilihat dari segi ciri-ciri fisik, ada kemiripan antara penduduk pribumi dengan pasukan militer Jepang, misalnya warna kulit. Selain itu, balatentara Jepang berhasil meyakinkan masyarakat bahwa kedatangan mereka bertujuan untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Upaya ini berjalan dengan mulus dan tidak ada perlawanan dari masyarakat sekitar karena tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah sehingga bisa dengan mudah dikelabui oleh balatentara Jepang. Balatentara Jepang yang tiba di Tanjung Tiram dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama bergerak menuju Medan dan kelompok kedua bergerak menuju daerah Tanjung Balai dan Pematang Siantar. Sebahagian dari mereka ada yang berjalan kaki dan sebahagian lagi menggunakan sepeda sebagai alat transportasi. Sepeda tersebut diperoleh dari masyarakat sekitar dengan melakukan sistem barter atau ada juga yang diambil secara paksa. Sesampainya balatentara Jepang di Medan, keadaan kota Medan pada saat itu telah ditinggalkan oleh pasukan Belanda yang bergerak mundur ke wilayah dataran tinggi Tanah Karo kemudian ke wilayah bagian Aceh seperti Kutacane, Tanah Alas dan Gayo Luas. Namun, sebelum meninggalkan kota Medan, pasukan Belanda terlebih dahulu menghancurkan sarana stasiun radio Nirom yang terletak di Jalan Serdang No. 28 Medan, sekarang Jalan Moh. Yamin. 23 Hal ini dilakukan oleh pasukan Belanda untuk mempersulit sistem komunikasi ketika balatentara Jepang tiba di Medan dan memperlambat pergerakan mereka. 23 Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad T. W. H., wartawan senior harian Mimbar Umum pada tanggal 11 Agustus 2011. Universitas Sumatera Utara 39 Kota Medan mengalami banyak perubahan sejak pemerintahan Jepang mengambil alih kekuasaan. Jepang melakukan perubahan dalam sistem pemerintahan, bahkan pers juga tidak luput dari dampak perubahan besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintahan Jepang. Sistem pemerintahan sebelumnya diterapkan sebelumnya diganti menjadi pemerintahan militer oleh Jepang. Namun, pemerintahan militer ini sifatnya hanya untuk sementara. Dalam sistem pemerintahan militer, jabatan tertinggi dipegang oleh seorang panglima tentara. Dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan gunshireikan. 24 Langkah-langkah awal yang dilakukan oleh panglima tentara Jepang adalah menutup semua surat kabar yang terbit. Surat kabar yang ditutup adalah surat kabar milik Belanda, surat kabar Indonesia yang anti terhadap Jepang dan surat kabar Cina yang menyerang agresi Jepang terhadap Tiongkok. Selain itu, balatentara Jepang mengumpulkan semua radio yang dimiliki oleh masyarakat pribumi, membangun ulang sarana stasiun radio Nirom yang telah dihancurkan oleh pasukan Belanda dan memecat pegawai- pegawai berkebangsaan Belanda yang masih mengisi posisi dalam roda pemerintahan, nantinya posisi mereka akan digantikan oleh tenaga kerja sipil yang didatangkan dari Jepang. Namun, rencana tersebut sempat terhambat disebabkan kapal yang yang membawa tenaga kerja sipil dari Jepang hancur diserang oleh pihak Sekutu dalam perjalanannya menuju ke Sumatera Utara. Keadaan ini memaksa pemerintahan Jepang memberdayakan orang-orang pribumi sebagai tenaga kerja agar roda pemerintahan tetap dapat berjalan. Tanpa disadari dan secara tidak langsung, hal ini merupakan keuntungan bagi orang-orang pribumi karena dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman di bidang pemerintahan. Pemerintahan sementara ini berakhir ketika panglima tentara Jepang menetapkan Undang-Undang Pemerintah Osamu Seirei. Pemerintahan Jepang mulai membagi wilayah-wilayah menjadi struktural, yaitu syu residen, syi 24 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Balai Pustaka, 1984, hal. 6. Universitas Sumatera Utara 40 kotamadya, ken kabupaten, gun distrik, son kecamatan dan kun kelurahandesa. 25 Medan ditetapkan sebagai syi dan kepala daerahnya dikenal dengan istilah syico. Undang- undang yang ditetapkan oleh pemerintah Jepang juga mengatur tentang pers. Hal ini jelas terlihat dalam Undang-Undang Pemerintah Osamu Seiri No. 16 pasal 3 tentang Pengawasan Badan-badan Pengumuman dan Penerangan dan Penilikan Pengumuman dan Penerangan, yang bunyinya: ”Terlarang menerbitkan barang tjetakan jang berhoeboeng dengan pengoemoeman ataoe penerangan baik jang beroepa penerbitan setiap hari, setiap minggoe, setiap boelan maoepoen penerbitan dengan tidak tertentoe waktoenya, ketjuali oleh badan- badan jang soedah mendapat izin.” 26 Dengan diterapkannya peraturan tersebut menyebabkan seluruh penerbitan surat kabar yang ada di Medan ditutup. Tidak hanya surat kabar milik pribumi yang ditutup melainkan surat kabar milik Belanda dan Cina juga tidak diperkenankan untuk terbit. Dalam melancarkan propagandanya, pemerintahan Jepang tentunya tetap membutuhkan surat kabar sebagai alat untuk menyuarakan kebijakan-kebijakan mereka. Oleh sebab itu, pemerintahan Jepang melalui badan yang bernama Syanan Sibun Kai menerbitkan Sumatora Sinbun. 27 Surat kabar ini dicetak dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Tionghoa. Walaupun pemerintah Jepang menutup seluruh surat kabar milik pribumi tetapi mereka tetap memberdayakan sumber daya manusianya untuk ditugaskan mengelola Sumatora Sinbun. Untuk 25 Ibid., hal. 10. 26 F. X. Koesworo, dkk., Di Balik Tugas Kuli Tinta, Surakarta: Sebelas Maret Iniversity Press, 1994, hal. 11. 27 Muhammad T. W. H., Perjuangan Tiga KomponenUntuk Kemerdekaan, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 2004, hal. 8. Universitas Sumatera Utara 41 edisi bahasa Indonesia, pemerintah Jepang mengambil tenaga inti dari eks surat kabar Pewarta Deli yaitu Adinegoro. Dan untuk edisi bahasa Tionghoa, peemerintah Jepang memberdayakan orang-orang eks surat kabar New China Times dan Democratic Daily News. Sumatora Sinbun banyak memuat berita tentang keadaan kota Medan dan sebagian lagi berita tentang keadaan luar negeri. Khusus untuk berita luar negeri diperoleh dari kantor berita Domei yang sebelumnya adalah kantor berita Antara. Sumatora Sinbun diterbitkan pada sore hari. Tentunya terlebih dahulu harus melalui proses penyaringan berita yang sangat ketat dari lembaga sensor Jepang yang dikenal dengan sebutan Bunkaka. 28 Kantor bunkakaterletak di sekitar Jalan Balai Kota sekarang.Selaku lembaga sensor, bunkaka yang berhak menentukan berita-berita yang layak diterbitkan. Dapat dipastikan berita yang layak terbit adalah berita yang secara keseluruhan menguntungkan pihak pemerintahan Jepang khususnya di Medan. Secara berurutan, Sumatora Sinbun pernah dipimpin oleh Adinegoro, Yahya Yakub dan terakhir adalah Arif Lubis. Ketika pergantian pemimpin redaksi dari Adinegoro ke Yahya Yakub, surat kabar ini sempat berganti nama menjadi Kita Sumatora Sinbun. Sehubungan beredarnya kabar bahwa Presiden Soekarno telah memproklamirkan teks proklamasi di Jakarta sebagai tanda bahwa Indonesia telah merdeka, maka tokoh-tokoh pers di Medan juga mulai sibuk untuk mempersiapkan rencana pembacaan teks proklamasi kepada masyarakat kota Medan. Yahya Yakub termasuk salah satu dari beberapa tokoh yang ambil peran penting dalam hal ini. Atas pertimbangan kesibukan Yahya Yakub yang semakin padat maka posisi pemimpin redaksi Kita Sumatora Sinbun diserahkan kepada Arif Lubis. Di sisi lain, para pemuda yang berasal dari Barisan Pemuda Indonesia BPI memanfaatkan momentum 28 Muhammad T. W. H., Sejarah Perjuangan Pers Sumatera Utara, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia, 2001, hal. 87. Universitas Sumatera Utara 42 tersebut untuk merebut dan menguasai surat kabar Kita Sumatora Sinbun beserta mesin cetaknya. Nama surat kabar kemudian diganti menjadi Sumatera Baru. Kota Medan pada Agustus 1945 diselimuti konflik politik dan sosial yang jauh lebih serius dibandingkan dengan masa sebelumnya. 29 Dalam kondisi seperti ini, masyarakat dan kerajaan-kerajaan yang ada di sekitar wilayah kota Medan berada dalam pilihan yang sulit. Sebahagian tidak ingin kembali dijajah oleh bangsa asing namun sebahagian masyarakat juga masih ragu berlindung di bawah pemerintahan yang belum jelas statusnya. Sebagai contoh, Kerajaan Deli merupakan salah satu kerajaan yang mengharapkan datangnya kembali bangsa Belanda untuk memimpin dan menguasai kota Medan. Dalam situasi politik yang sulit ini, surat kabar Sumatera Baru satu-satunya surat kabar yang terbit pada saat itu dijadikan sebagai “terompet” oleh para pejuang yang tidak ingin kota Medan kembali menjadi daerah jajahan bangsa asing. Tujuannya untuk meyakinkan masyarakat kota Medan bahwa Indonesia benar- benar telah merdeka. Pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah akan segera dibentuk agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan yang berlarut-larut. Upaya tersebut dilakukan secara berkesinambungan selama Mr. T. M. Hasan yang menjadi utusan ke Jakarta kembali ke Medan. Segala bentuk cara dilakukan oleh para pejuang, tokoh pers dan barisan pemuda agar masyarakat tidak terpecah belah dan tidak terhasut oleh kampanye Belanda yang mengklaim bahwa Indonesia khususnya kota Medan telah kembali menjadi wilayah kekuasaannya. Ada rentang waktu yang cukup lama antara pembacaan teks proklamasi di Jakarta dengan pembacaan teks proklamasi di Medan. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah sistem komunikasi yang belum memadai antar daerah, apalagi antar pulau Jawa dan Sumatera. Selain itu, Mr. T. M. Hasan selaku utusan yang dikirim ke Jakarta menempuh perjalanan melalui jalur 29 Suprayitno, Mencoba Lagi Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Tarawang Press, 2001, hal. 53 Universitas Sumatera Utara 43 darat. Ketika dalam perjalan pulang ke Medan, Mr. T. M. Hasan juga menyempatkan diri untuk singgah di beberapa kota seperti Palembang dan Bukit Tinggi untuk melakukan hal yang sama yaitu mengumumkan isi teks proklamasi. Setibanya di Medan, Mr. T. M. Hasan melihat situasi politik yang panas dan kacau. Namun walaupun demikian, beliau mempunyai pemikiran terlebih dahulu ingin merangkul serta mengajak kerajaan-kerajaan yang ada di kota Medan dan sekitarnya agar bersatu untuk mendukung Republik Indonesia. Akan tetapi, para pemuda tidak dapat bersabar atas sikap yang diambil oleh Mr. T. M. Hasan ini. Para pemuda menganggap semakin cepat teks proklamasi diumumkan maka akan semakin baik. Kemudian, mereka memaksa agar pembacaan teks proklamasi secepatnya dilakukan agar situasi menjadi kondusif. Sebelumnya masyarakat mendengar kabar tentang proklamasi hanya bersifat lisan dan dari surat kabar dari Pulau Jawa yang dibawa oleh pedagang ke Medan. Maka diadakan pertemuan antara Mr. T. M Hasan, tokoh pemuda dan tokoh politik di Taman Siswa untuk merencanakan waktu dan tempat pembacaan teks proklamasi di Medan. Pada 4 Oktober 1945, proklamasi kemerdekaan resmi diumumkan di Medan, tepatnya di Lapangan Furukaido sekarang lapangan Merdeka 30 . Pengumuman ini dibacakan oleh Mr. T. M. Hasan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai Gubernur Sumatera. Peristiwa ini menjadi titik balik bagi para pejuang bangsa Indonesia khususnya di Medan untuk mewujudkan kemerdekaan yang seutuhnya.

2.3. Berdirinya Barisan Pemuda Indonesia BPI di Medan