71
ketua mulai goyah hingga puncaknya pada rapat pemilihan pengurus pada tahun 1963 Ani Idrus tidak memperoleh dukungan.
Selanjutnya, jabatan ketua PWI cabang Medan di pegang oleh Imran Zouny dan Tan Fu Kiong sebagai sekretaris. Sedangkan Suhaimi menjabat sebagai komisaris. Ketiganya kemudian
dikenal sebagai motor penggerak surat kabar komunis di Medan. Mereka berhasil menguasai PWI cabang Medan dan itu membuat mereka semakin leluasa untuk melanjutkan rencana demi
mencapai tujuan PKI. Di luar dari bidang pers, salah satu tokoh yang dikenal sebagai pengikut PKI di Medan adalah Andjarasmara. Ia merupakan seorang seniman dan pekerja budaya. Ia
merupakan pentolan dari Lembaga Kebudayaan Rakyat Lekra, sebuah organisasi kebudayaan dan seni yang dibawah pengaruh PKI.
3.4. Surat Izin Terbit Harian Mimbar Umum Dicabut Pemerintah Atas Desakan PKI
Imran Zouny yang telah berhasil menjabat sebagai ketua PWI cabang Medan beserta dengan para pengikutnya semakin berani untuk melebarkan pengaruh ideologi komunis secara
luas. Bagi mereka setiap pihak yang tidak sejalan dengan PKI maka akan disingkirkan. Contohnya, PWI yang saat itu telah ditunggangi oleh PKI menutup sejumlah surat kabar yang
anti PKI dan justru memperbanyak surat kabar yang pro terhadap mereka. Tujuannya untuk semakin memperkuat kedudukan mereka, misalnya seperti mingguan Turang. Surat kabar
komunis biasanya dicetak di percetakaan milik masyarakat Tionghoa yang rata-rata terletak di kawasan Kesawan. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena tidak hanya terjadi di Medan
melainkan di beberapa kota besar di Indonesia. Keadaan ini kemudian yang menjadi latar belakang dibentuknya Badan Pendukung Soekarnoisme BPS pada tanggal 28 September 1964
Universitas Sumatera Utara
72
di Cipayung.
47
BPS dibentuk sebagai wujud perlawanan terhadap PKI khususnya pers komunis tidak lagi dilakukan secara sendiri-sendiri melainkan secara kolektif. Tampil sebagai pimpinan
tertinggi di BPS pusat adalah Adam Malik, B. M. Diah dan Soemantoro. Keberadaan BPS ini disambut dengan positif oleh tokoh pers yang ada di Sumatera Utara,
khususnya di Medan. Mereka merasa BPS perlu dibentuk hingga ke tingkat daerah agar perlawanan terhadap PKI semakin terlihat nyata. Untuk wilayah Sumatera Utara, pengurus BPS
pusat menunjuk Arif Lubis dari harian Mimbar Umum sebagai formatur guna membentuk kepengurusan BPS Sumatera Utara. Arif Lubis diberikan mandat sebagai formatur karena pada
pertemuan di Cipayung karena Arif Lubis merupakan satu-satunya wartawan perwakilan dari Medan yang hadir. Setibanya di Medan, Arif Lubis kemudian mengadakan rapat terbatas dengan
beberapa rekannya sesama wartawan yaitu Arsyad Yahya, Ismali A. U., Tribuana Said serta puluhan wartawan dari beberapa surat kabar anti PKI yang terbit di Medan. Pertemuan dilakukan
pada tanggal 18 Oktober 1964 di kantor redaksi Mimbar Umum.
48
Saat itu kantor redaksinya beralamat di Jalan Riau No. 79 Medan. Walaupun Arif Lubis yang dimandatkan oleh pengurus
pusat untuk membentuk BPS Sumatera Utara namun hasil rapat memutuskan bahwa yang terpilih sebagai ketua adalah Tribuana Said dari surat kabar Waspada, Ismail A. U. dari surat
kabar Pembangunan sebagai wakil ketua, Arsyad Yahya dari mingguan Waspada Teruna sebagai sekretaris dan Arif Lubis dari surat kabar Mimbar Umum sendiri sebagai bendahara. Belakangan
Ismail A. U. menarik diri dari kepengurusan tanpa diketahui alasannya secara pasti dan memilih bergabung dengan pihak Imron Zouny.
47
Muhammad T. W. H., Perlawanan Pers Sumatera Utara Terhadap Gerakan PKI, Medan: Yayasan Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI, 1996, hal. 195.
48
Ibid., hal. 196.
Universitas Sumatera Utara
73
Dibentuknya BPS ini bertujuan untuk mengembangkan, menyebarluaskan dan mempopulerkan ajaran-ajaran Soekarnoisme melalui media seperti surat kabar, radio dan
televisi. Biaya untuk menjalankan BPS diperoleh dari iuran yang dikutip dari surat kabar yang menjadi anggota BPS. Jumlah iuran setiap anggota berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan
jumlah oplah penjualan. Semakin besar oplah penjualan surat kabar tersebut maka semakin besar juga iuran yang harus disetor kepada pengurus BPS. Harian Mimbar Umum merupakan surat
kabar dengan jumlah oplah yang tertinggi di Sumatera Utara dan mengikuti di bawahnya surat kabar Waspada. Harian Mimbar Umum membayar iuran sebesar Rp. 20.000 setiap bulannya.
Selisih yang cukup jauh dibandingkan surat kabar lainnya yang membayar iuran sebesar Rp. 6.000 hingga iuran paling kecil adalah Rp. 2.500. Keberadaan BPS secara keseluruhan mendapat
sambutan hangat dari kalangan individu maupun kelompok yang anti terhadap PKI. Dengan berhasil dibentuknya BPS untuk wilayah Sumatera Utara, surat kabar BPS secara
ramai-ramai memberitakan segala bentuk kegiatan dan perbuatan PKI. BPS menilai PKI telah bertindak di luar etika seperti aksi demontrasi di perkotaan dan penyerobotan lahan tanah yang
sering terjadi di pedesaan. Mulai dari berita utama, tajuk rencana hingga pojok sentilan, seluruhnya ditujukan untuk menyerang para pengikut PKI di Medan. Harian Mimbar Umum
merupakan salah satu surat kabar dengan jumlah oplah terbesar di Sumatera Utara pada saat itu mengisi halaman pojok sentilannya dengan cara memplesetkan nama salah satu tokoh PKI di
Medan Yusuf Ajitorop menjadi “Yusuf Ajikurap”. Hal ini tentunya membuat orang-orang PKI menjadi berang dan marah terhadap isi sentilan tersebut. PKI kemudian menuntut Arif Lubis ke
pengadilan. PKI yakin bahwa Arif Lubis yang memuat sentilan tersebut sekalipun identitas penulis disamarkan. Atas pengaduan ini, Arif Lubis sempat menjalani persidangan terkait
sentilan yang ia terbitkan. Arif Lubis membantah bahwa sentilan tersebut sengaja ia buat untuk
Universitas Sumatera Utara
74
menyindir Yusuf Ajitorop. Ia mengatakan bahwa banyak orang yang bernama Yusuf di Medan yang mempunyai penyakit kurap. Akhirnya Arif Lubis hanya dijatuhi hukuman percobaan oleh
pengadilan. Secara keseluruhan, keberadaan surat kabar yang bernaungdi bawah BPS telah menjadi ancaman serius terhadap surat kabar PKI.
Di tengah upaya BPS berjuang melawan PKI, pada 17 Desember 1964 Presiden Soekarno justru mengeluarkan keputusan yang isinya menyatakan pembubaran BPS baik di pusat hingga
ke tingkat daerah. Menurut BPS, keputusan ini merupakan rekayasa dan permainan politik dari PKI. PKI memang dikenal sebagai partai yang mempunyai hubungan dekat dengan Presiden
Soekarno. Melalui permainan politiknya, PKI berhasil melancarkan fitnah kepada BPS. PKI menuduh BPS sebagai organisasi yang dibiayai oleh badan intelijen Amerika, Central Inteligent
of America CIA. Ditemukan surat yang dijadikan sebagai bukti oleh PKI tentang adanya hubungan antara BPS dengan CIA. Surat tersebut berada di tangan Dr. Soebandrio, saat itu
menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri masa pemerintahan Presiden Soekarno. Tuduhan ini sangat ampuh untuk menyerang BPS mengingat Presiden Soekarno adalah sosok yang dikenal
sebagai anti kolinialisme dan anti neo-imperialisme. PWI yang di telah didominasi oleh orang- orang PKI juga menuding BPS melakukan pembelokan terhadap ajaran-ajaran Soekarnoisme
sehingga kepanjangan dari BPS diplesetkan menjadi Badan “Pembunuh” Soekarnoisme.
Keputusan ini tentunya disambut gembira oleh orang-orang PKI. Kegembiraan ini diwujudkan dengan cara memecat seluruh wartawan surat kabar anggota BPS dari kepengurusan
PWI tanpa ada pengecualian, baik kepengurusan di pusat maupun di daerah. Dari harian Mimbar Umum, beberapa nama tercatat yang menjadi korban pemecatan adalah Arif Lubis, Syamsuddin
Manan, Muhammad T. W. H., Anwar Efendi, Bustamam Amir Hasan Lubis, Muhammad Lud Lubis, Abdul Azis Harahap, Adirsyah, Kamaluddin Lubis dan Poniman Syahri. Meskipun BPS
Universitas Sumatera Utara
75
telah dibubarkan, namun harian Mimbar Umum tidak berhenti untuk tetap menyerukan agar masyarakat tidak terhasut oleh segala bentuk propaganda yang dilancarkan oleh PKI. Untuk
halaman pojok sentilan pasca dibubarkannya BPS oleh pemerintah, harian Mimbar Umum meyindir PKI sebagai berikut:
Dengan pembubaran BPS, pasti ada selamatan. Tan Fu Kiong, Umar Baki samaran Suhaimi,
Imran Zouny masing-masing dari Harian Harapan. Gotong Royong dan Bendera Revolusi akam pesta meriah.
Hidangannya tentu ……… cap-cai
Kita dari MU ucapkan selamat kepada Pesta talkin BPS
Moga-moga tambah uang masuk.
49
Para wartawan harian Mimbar Umum juga melakukan sikap protes terhadap keputusan PWI yang memecat seluruh wartawannya dari kepengurusan.
PKI melihat surat kabar BPS seperti harian Mimbar Umum tetap konsisten melakukan perlawanan melalui berita yang diterbitkannya meskipun BPS sebagai wadah mereka telah
dibubarkan. Oleh karena itu, PKI mendesak pemerintah untuk mencabut Surat Izin Terbit seluruh surat kabar yang pernah menjadi anggota BPS. Desakan PKI ini pun terwujud dengan
dikeluarkannya keputusan oleh Menteri Penerangan pada tanggal 24 Februari 1965. Saat itu posisi Menteri Penerangan dijabat oleh Mayjend. Achmadi.
50
Keputusan ini berisi tentang pencabutan Surat Izin Terbit seluruh surat kabar yang pernah menjadi anggota BPS termasuk
49
Ibid., hal. 212.
50
Tim Redaksi Pustaka Yustisia, Naskah Resmi UUD 1945 Amandemen Lengkap, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011, hal. 56.
Universitas Sumatera Utara
76
harian Mimbar Umum di Medan. PKI menuduh harian Mimbar Umum sebagai anggota BPS secara terang-terangan menentang Nasakom, itu artinya harian Mimbar Umum dianggap sebagai
surat kabar yang menentang kebijakan Presiden Soekarno. Dengan kata lain, PKI memanfaatkan konsep Nasakom sebagai alat untuk memperoleh kedudukan dalam pemerintahan dan
menyingkirkan seluruh pihak yang tidak sejalan dengan mereka. Tidak hanya di lingkungan pers tetapi juga di lingkungan pemerintahan dan badan legislatif. Hal ini semakin jelas terlihat dalam
berita pojok harian Bendera Revolusi sebagai berikut: -
Koran-koran BPS telah digulung habis Tapi kok Syamsuddin Manan dan Haji Dahlan
masih anggota DPRD ya? -
Maunya sisa-sisa itu segera dihabisi Kayak sisa nasi di celah gigi aja, mengganggu.
51
Syamsuddin Manan merupakan wartawan harian Mimbar Umum yang juga menjadi anggota DPRD saat itu.
Setelah PKI berhasil membubarkan BPS dan menutup surat kabar BPS maka secara otomatis surat kabar yang terbit hanya surat kabar PKI. Pemberitaan dan informasi yang tersebar
di masyarakat berat sebelah dan lebih memihak kepada kegiatan PKI. Sementara berita terhadap BPS dan surat kabarnya bersifat negatif. Surat kabar PKI seperti harian Harapan, Bendera
Revolusi, Gotong Royong dan mingguan Turang berhasil membentuk dan menggiring opini publik bahwa BPS adalah sebuah lembaga yang kontra revolusi. Kontra revolusi kemudian
digenerelalisasikan menjadi kontra terhadap segala bentuk kebijakan Presiden Soekarno. Dampaknya juga berimbas kepada wartawan-wartawan surat kabar BPS. Selain mengakibatkan
51
Muhammad TWH, op. cit., hal. 214.
Universitas Sumatera Utara
77
mereka menjadi penggangguran, mereka juga seolah- olah diperlakukan seperti “penyakit” di
lingkungan masyarakat. Diluar surat kabar PKI, memang tercatat ada satu atau dua surat kabar yang tetap diiizinkan untuk terbit, namun surat kabar tersebut lebih memilih untuk bersikap
netral terhadap situasi dan kondisi politik di Medan saat itu.
Gambar 8.Mingguan Turang edisi Selasa 22 Desember 1964 Sumber: Koleksi Pribadi. 3.5. Staf Redaksi Harian Mimbar Umum Sebagai Pihak Di Balik Layar Surat Kabar
Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I
Ditutupnya harian Mimbar Umum menyebabkan staf redaksi dan para karyawannya menjadi pengangguran. Namun, para karyawan dan wartawan harian Mimbar Umum tetap
datang ke kantor redaksi seperti biasanya sekalipun tidak ada kegiatan peliputan berita dan percetakan. Mereka mengisi waktu luang dengan berbagai kegiatan seperti membaca surat kabar
yang terbit, bermain catur, membersihkan kantor dan lain sebagainya. Walaupun harian Mimbar Umum dihentikan penerbitannya namun Arif Lubis selaku pemimpin redaksi dan perusahaan
tetap peduli akan kesejahteraan anggotanya. Ia mengupayakan tetap membayar gaji para
Universitas Sumatera Utara
78
karyawan. Pada masa itu para karyawan mendapatkan enam kali gajian dalam setiap bulannya.
Perinciannya sebagai berikut:
- Gajian Besar diterima oleh para karyawan setiap tanggal 1 atau 30 setiap bulannya.
- Gajian Kecil diterima oleh para karyawan pada pertengahan bulan, biasanya pada tanggal
14 atau 15 setiap bulannya. -
Syarahan Mingguan diterima oleh para karyawan setiap hari Sabtu. Setiap bulannya mereka mendapatkan empat kali gaji syarahan mingguan setiap bulannya dan dibagikan
secara merata. Untuk bulan-bulan pertama, Arif Lubis mampu membayar gaji karyawannya secara penuh. Ia
menjual satu unit mobil pribadinya agar dapat meringankan beban para karyawannya yang sekarang ini sedang menganggur. Namun, belakangan Arif Lubis hanya mampu membayar
sekitar 50 gaji karyawan. Arif Lubis terus berupaya mencari cara agar harian Mimbar Umum dapat diterbitkan
kembali. Upaya ini kemudian membuahkan hasil bertepatan dengan rencana TNI Angkatan Darat yang hendak menerbitkan surat kabar Angkatan Bersenjata. Sebelumnya telah ada surat
kabar Berita Yudha yang juga diterbitkan oleh Angkatan Darat. Tujuan TNI menerbitkan surat kabar adalah agar dapat mengimbangi pemberitaan sepihak yang dilakukan oleh surat kabar PKI.
MenteriPANGAD Letjend. Ahmad Yani mengetahui betapa besarnya bahaya yang mengancam apabila massa non komunis sampai kehilangan pedoman.
52
Di Jakarta, surat kabar Angkatan Bersenjata terbit pada tanggal 15 Maret 1965 dan di Medan surat kabar ini baru mulai terbit
untuk edisi pertamanya pada tanggal 1 April 1965. Kantor redaksinya adalah markas Koanda
52
Ibid., hal. 227.
Universitas Sumatera Utara
79
Komando Antar Daerah yang terletak di Jalan Letjend. Suprapto, sekarang menjadi Komando Daerah Militer I Bukit Barisan ZENI. Saat itu yang menjabat sebagai Kepala Penerangan di
Koanda adalah Letkol. B. H. T Siagian. Ia juga merangkap sekaligus sebagai pemimpin redaksinya.
Letkol. B. H. T. Siagian kemudian berkonsultasi dengan Kolonel Harsono, seorang perwira di Koanda tentang susunan redaksi Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I. Kemudian
Kolonel Harsono menganjurkan agar Letkol. B. H. T. Siagian memakai para wartawan harian Mimbar Umum yang saat itu menganggur akibat surat kabar mereka diberangus oleh PKI. Lalu
Letkol. B. H. T Siagian segera bertemu dengan Arif Lubis untuk mendiskusikan hal ini dan Arif Lubis pun menyetujuinya. Namun, dalam daftar susunan redaksi yang diterbitkan di kolom surat
kabar, disepakati tidak satu pun dicantumkan nama wartawan dari harian Mimbar Umum. Awalnya surat kabar ini hendak diberi nama Mimbar Kartika tetapi dibatalkan dengan alasan
untuk menghindari protes dari orang-orang PKI khususnya yang ada di dalam kepengurusan PWI. Strategi untuk mengelabui PKI adalah dengan cara menempatkan wartawan harian Mimbar
Umum bekerja di balik layar dan untuk mencari berita ke luar adalah wartawan yang sama sekali tidak pernah berkaitan dengan BPS. Mereka bekerja mulai dari sore menjelang maghrib hingga
malam hari. Bahkan tidak jarang mereka bekerja larut malam hingga menjelang dini hari. Surat kabar Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I dicetak di percetakan Mimbar Medan,
milik harian Mimbar Umum. Percetakan Mimbar Medan merupakan salah satu percetakan yang modern pada masanya. Redaksi Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I tetap memberikan uang
sebagai biaya percetakan kepada harian Mimbar Umum. Saat itu yang menjabat sebagai kepala
Universitas Sumatera Utara
80
tata usaha harian Mimbar Umum adalah M. Hasim Lubis.
53
Orang-orang PKI tidak berani untuk sekedar mengganggu kegiatan pencetakan dikarenakan percetakan tersebut telah dijaga ketat
oleh tentara. Dalam kolom susunan redaksi, tidak satu pun terdapat nama-nama wartawan harian Mimbar Umum. Hal ini sengaja dilakukan untuk mengelabui PKI.
Oleh karena yang bekerja di balik layar adalah para wartawan harian Mimbar Umum maka bentuk penyajian berita dari surat Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I hampir tidak ada
ubahnya seperti harian Mimbar Umum sebelumnya. Isi beritanya bersifat kritis dan menyindir tajam terhadap segala bentuk kegiatan PKI khususnya di Medan. Masyarakat belakangan
mengetahui bahwa yang bekerja sebagai staf redaksinya adalah orang-orang dari harian Mimbar Umum. Setelah selama lebih dari sebulan, masyarakat mulai jenuh terhadap pemberitaan sepihak
dari surat kabar PKI. Maka dengan terbitnya surat Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I menjadi sesuatu hal yang baru di tengah-tengah kalangan pembaca surat kabar. Hasilnya dapat diketahui
yaitu Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I laris terjual di pasaran. Oplahnya terus meningkat hingga mencapai kurang lebih 30.000 eksemplar pada saat itu.
54
Imron Zouny yang mengetahui akan hal ini selanjutnya sengaja memuat berita untuk menyerang orang-orang harian Mimbar Umum yang bekerja di kantor redaksi Angkatan
Bersenjata Edisi Mandala I. Dikatakan tentara khususnya Koanda secara sengaja melindungi orang-orang eks BPS. Imron Zouny kemudian menyampaikan mosi kepada pemimpin redaksi
Le tkol. B. H. T. Siagian agar segera “membersihkan” orang-orang harian Mimbar Umum yang
bekerja di balik layar surat kabar Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I. Ia juga menggerakan
53
Wawancara dengan Bapak Muhammad Lud Lubis, stah ahli harian Mimbar Umum pada tanggal 19 Desember 2012.
54
Wawancara dengan Bapak Muhammad Lud Lubis, staf ahli harian Mimbar Umum pada tanggal 19 Desember 2012.
Universitas Sumatera Utara
81
massa untuk melakukan demonstrasi di depan markas Koanda. Hasilnya dapat diketahui yaitu Arif Lubis beserta staf redaksi segera angkat kaki dari Koanda.
Setelah mengetahui bahwa mereka tidak dibolehkan lagi bekerja sebagai staf redaksi di Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I, Arif Lubis kemudian memberikan gaji dan pesangon
kepada sejumlah karyawannya. Yang menarik adalah Ali Soekardi, wakil pemimpin redaksi harian Analisa sekarang, saat itu sudah bergabung sebagai wartawan harian Mimbar Umum.
Masa kerjanya memang tergolong singkat namun Arif Lubis memberikan gaji dan pesangon yang sama rata dengan wartawan yang lainnya. Ini menujukkan bahwa Arif Lubis sangat peduli
akan kesejahteraan anggotanya. Pasca dipecatnya orang-orang Mimbar Umum dari Angkatan Bersenjata Edisi Mandala I, Letkol. B. H. T Siagian mencari orang baru untuk mengisi staf
redaksi dan tentunya bukan lagi diambil dari wartawan eks BPS. Setetelah tidak lagi bekerja di surat kabar, Arif Lubis kemudian membuka toko buku
Pustaka Mimbar yang terletak di Jalan Suprapto 3 Q-R.
55
Arif Lubis menampung anak buahnya untuk bekerja sebagai pelayan toko buku. Mereka yang bekerja sebagai pelayan di toko buku
tetap aktif menulis artikel dan cerita pendek. Nantinya tulisan ini akan dikirim ke surat kabar yang terbit. Tulisan yang dibuat tidak ada yang membahas tentang politik, melainkan tentang
budaya, sosial dan perfilman. Mereka juga memakai nama samaran jika hendak mengirimkan tulisan mereka ke surat kabar. Karena apabila hal tersebut diketahui oleh PWI, maka PWI akan
melarang surat kabar yang dimaksud untuk menerbitkan tulisan tersebut. Dan selanjutnya, biasanya diikuti oleh berita di surat kabar PKI yang sifatnya menyindir. Selain mereka yang
bekerja di toko buku, sebahagian ada yang memilih untuk bekerja sebagai penjual minuman, penjual rokok dan supir angkutan umum agar dapat memenuhi biaya kehidupan sehari-hari.
55
Harian Mimbar Umum edisi Rabu, 24 Juni 1970.
Universitas Sumatera Utara
82
Gambar 9. Dulunya bangunan di atas merupakan lokasi toko buku Pustaka Mimbar milik Arif
Lubis Sumber: Koleksi Pribadi.
3.4. Pemberangusan surat kabar pro PKI di Medan