53
Mimbar Umum dicetak dan diterbitkan di Medan, tetapi komposisi beritanya juga ada yang membahas tentang keadaan daerah-daerah di luar kota Medan. Selain untuk memberikan
informasi tentang keadaan Sumatera Utara secara keseluruhan, hal ini juga dianggap mampu meningkatkan daya beli masyarakat terhadap surat kabar, khususnya surat kabar Mimbar Umum.
Kedua, berita diperoleh dari stasiun radio. Sejak berakhirnya masa pendudukan Jepang, stasiun radio yang sebelumnya dikuasai oleh Jepang difungsikan kembali untuk memperoleh berita dari
luar daerah bahkan dari luar negeri. Akan tetapi stasiun radio tersebut dioperasikan secara tersembunyi agar tidak diketahui oleh pihak Sekutu dan Belanda. Ketiga, berita diperoleh dari
surat kabar dari Pulau Jawa. Surat kabar yang terbit dan beredar di Pulau Jawa ini biasanya dibawa oleh para pedagang yang masuk ke Medan. Dari sini akan diperoleh berita yang
memberikan informasi tentang perkembangan situasi politik di Pulau Jawa. Saat itu, biaya kertas dan biaya cetak mampu ditutupi dari pemasangan iklan yang dimuat. Iklan merupakan tulang
punggung sebuah surat kabar.
2.6. Pasukan Belanda Membriedel Kantor Harian Mimbar Umum di Tebing Tinggi
Sekalipun isi teks proklamasi kemerdekaan telah diumumkan, namun keadaan dan situasi politik belum sepenuhnya kondusif di Medan. Bangsa Belanda yang kedatangannya diboncengi
Sekutu tetap berupaya untuk menjadikan Indonesia sebagai wilayah jajahannya kembali. Akibatnya masih sering terjadi kontak senjata antara pasukan Belanda dengan laskar rakyat dan
TKR yang tidak ingin kemerdekaan Indonesia direbut oleh Belanda. Baik siang atau malam tidak jarang terdengar suara tembakan antara kedua belah pihak. Pasukan Belanda ingin memperluas
wilayah kekuasaannya dan menaklukkan titik lokasi yang dijadikan sebagai frontoleh laskar dan TKR. Di tengah situasi panas ini, surat kabar Mimbar Umum tetap konsisten dan berprinsip
Universitas Sumatera Utara
54
bahwa surat kabar harus tetap terbit sekalipun staf redaksi dan pegawai yang bertugas mencetak surat kabar menyadari akan besarnya resiko yang ada.
Di dalam keadaan yang serba sulit, surat kabar Mimbar Umum mampu untuk tetap terbit secara teratur di Medan sampai pada awal Februari 1946. Sampai pada akhirnya ketika pasukan
Belanda berhasil menguasai kota Medan, staf redaksi dan percetakan surat kabar Mimbar Umum harus diungsikan ke Tebing Tinggi. Kantornya terletak di sekitar lapangan yang berada di depan
kantor walikota Tebing Tinggi sekarang. Hal ini dilakukan agar surat kabar Mimbar Umum dapat tetap terbit secara teratur dan mesin cetak tidak direbut oleh pasukan Belanda. Cara
memindahkan mesin cetak intertype ini dengan membongkarnya terlebih dahulu menjadi beberapa bagian sehingga menjadi lebih mudah untuk dipindahkan. Sebelum surat kabar Mimbar
Umum diungsikan, pusat pemerintahan Sumatera dan surat kabar Suluh Merdeka juga terlebih dahulu telah diungsikan ke Pematang Siantar.
Apa yang dikhawatirkan oleh staf redaksi Mimbar Umum akhirnya terjadi juga. Tidak lama setelah mesin cetak diungsikan ke Tebing Tinggi, pasukan Belanda mendatangi seluruh
percetakan yang ada di Medan, termasuk kantor Percetakan Indonesia. Tujuannya untuk menyita mesin cetak agar penerbitan dihentikan. Khususnya terhadap surat kabar yang isi beritanya
menentang kebijakan pemerintahan Belanda. Akan tetapi, usaha tersebut sia-sia dikarenakan ketika pasukan Belanda tiba di Percetakan Indonesia, mereka tidak menemui adanya mesin
cetak. Terjadi perubahan di dalam sususan staf redaksi ketika surat kabar Mimbar Umum
diungsikan ke Tebing Tinggi. Perubahan ini terjadi dalam bentuk penambahan jumlah staf redaksi. Selain staf redaksi yang ada sejak awal penerbitan, terdapat nama-nama baru seperti
Universitas Sumatera Utara
55
Anwar Dharma, A. Nur. Nasution, Irawan Pandu, Usman Siregar dan A. Murad Abdullah.
40
Surat kabar Mimbar Umum terbit secara teratur di Tebing Tinggi dan persebarannya tetap diupayakan sampai ke kota Medan. Informasi sangat dibutuhkan oleh laskar dan TKR yang
masih bertahan di front di beberapa lokasi di Medan. Ada surat kabar yang berhasil sampai ke tujuan namun tidak sedikit juga yang gagal disebarkan di Medan karena pasukan Belanda
membuat blokade yang sangat ketat. Surat kabar Mimbar Umum benar-benar terhenti penerbitannya pada 21 Juli 1946 ketika
pasukan Belanda melancarkan agresi militernya yang pertama.
41
Secara bertahap, pasukan Belanda menaklukan barisan pertahanan yang ada di sekeliling kota Medan seperti Pancur Batu,
Two Rivers, Hamparan Perak dan markas Komando Medan Area di Tanjung Morawa. Selanjutnya pasukan Belanda bergerak maju ke arah Lubuk, Pakam, Perbaungan, Galang, Dolok
Masihul, Tebing Tinggi dan Pematang Siantar. Sejalan dengan keadaan tersebut, pasukan Belanda menutup kantor surat kabar Mimbar Umum yang ada di Tebing Tinggi sekaligus
mencabut Surat Izin Terbit SIT. Sejak saat itu, surat kabar Mimbar Umum resmi berhenti penerbitannya. Staf redaksi surat Mimbar Umum kemudian memilih untuk mengungsi ke daerah
pedalaman seperti daerah Kota Nopan dan Panyabungan untuk sekedar menyelamatkan diri masing-masing. Hal ini disebabkan sudah banyak kota-kota besar yang dikuasai oleh pasukan
Belanda diantaranya Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Rantau Parapat, Kisaran dan termasuk Medan. Tokoh-tokoh pers seperti Udin Siregar dan Saleh Umar lebih memilih untuk masuk
kembali ke kota Medan. Mereka tidak menemukan kesulitan yang berarti untuk masuk ke
40
Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad T. W. H., wartawan senior harian Mimbar Umum pada tanggal 13 Agustus 2011.
41
Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad T. W. H., wartawan senior harian Mimbar Umum pada tanggal 13 Agustus 2011.
Universitas Sumatera Utara
56
wilayah pendudukan Belanda di Medan karena keduanya bukanlah pejuang bersenjata. Saleh Umar kembali aktif di dalam sistem pemerintahan.
2.7. Arif Lubis Mendirikan Harian Mimbar Umum