33
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia
Suatu bangsa yang merdeka harus memiliki mata uang sendiri dalam system moneternya. Maka tepat pada bulan oktober 1946 pemerintah Indonesia
mengeluarkan mata uangnya sendiri yaitu Oeang Repoeblik Indonesia ORI.
Setelah diberlakukannya mata uang ORI, mata uang sebelumnya, uang Jepang sudah tidak berlaku lagi. Pada saat tersebut sistem moneter murni milik Indonsia
telah berlaku. Mengingat tahun-tahun pertama uang ORI, peredaran uang Indonesia mengalami pertumbuhan yang lambat.Titik puncak shock ekonomi
yang terjadi pada periode 1960-an adalah akibat pengeluaran pemerintah membengkak tajam. Program-program mercusuar menambahkan pembiayaan-
pembiayaan negara. Meningkatnya pengeluaran pemerintah tidak diimbangi dengan kenaikan penerimaan. Defisit anggaran ini dibiayai oleh pinjaman dari
Bank Sentral sehingga uang beredar meningkat tajam mencapai 1000 pada akhir 1966.
Kenaikan uang beredar yang tinggi tidak mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sehingga hal ini mendorong terjadi hiperinflasi yang mencapai 635.
Hiperinflasi menurunkan minat masyarakat untuk menabung. Akhirnya perbankan kesulitan mendapatkan dana untuk bisa dijadikan modal pemberian kredit.
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 4.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia
TAHUN
JUMLAH UANG BEREDAR
1986 27661
1987 33885
1988 41998
1989 58705
1990 84630
1991 99059
1992 119053
1993 145202
1994 174512
1995 222638
1996 288632
1997 355643
1998 577381
1999 646205
2000 747028
2001 844053
2002 883908
2003 955692
2004 1033527
2005 1203215
2006 1382074
2007 1643203
2008 1883851
2009 2141384
2010 2469399
2011 2870220
2012 3304645
2013 3413437
2014 3475640
2015 4292433
Sumber: Bank Indonesia
Gambar diatas menjelaskan bahwa pada tahun 1986 terdapat jumlah uang beredar yang paling rendah yaitu Rp. 27661. Sedangkan pada tahun 2015 terdapat
jumlah uang beredar yang paling tinggi yaitu Rp. 4292433.
Universitas Sumatera Utara
35
4.2 Perkembangan Suku Bunga di Indonesia
Suku bunga merupakan variabel penting dalam kebijakan moneter di Indonesia. Suku bunga menjadi lebih penting bagi Indonesia sejak dilepaskannya
sistem nilai tukar managed floating pada Agustus 1997 dan digantikan dengan sistem nilai tukar mengambang bebas. Salah satu upaya untuk mendukung
perubahan sistem nilai tukar dan penerapan target inflasi adalah penggunaan suku bunga sebagai sasaran antara kebijakan moneter. Bila sebelumnya jangkar
moneter Indonesia adalah jumlah uang beredar JUB, maka selanjutnya jangkar moneter dialihkan pada suku bunga. Menurut literatur-literatur ekonomi,
penentuan tingkat suku bunga yang diatur dan direncanakan secara tepat oleh pengambil kebijakan bank sentral, merupakan salah satu cara untuk mengurangi
perubahan kurs yang tidak menentu sebagai akibat dari perubahan tingkat inflasi Stephen, 2006. Di Indonesia terdapat beberapa jenis suku bunga nominal di
antaranya, yaitu PUAB, deposito berjangka 1 bulan sampai dengan 2 tahun, suku bunga kredit konsumsi, modal kerja, dan suku bunga kredit investasi.
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 4.2 Perkembangan Suku Bunga di Indonesia
TAHUN
SUKU BUNGA
1986 14
1987 13,54
1988 15,3
1989 11,64
1990 17,87
1991 18,03
1992 13,79
1993 9,08
1994 11,59
1995 13,34
1996 14,26
1997 17,38
1998 37,93
1999 12,64
2000 14,31
2001 17,63
2002 13,12
2003 8,34
2004 7,29
2005 12,83
2006 9,8
2007 8
2008 10,8
2009 6,5
2010 6,26
2011 6,58
2012 5,77
2013 7
2014 7,52
2015 7,52
Sumber: Bank Indonesia
Gambar diatas menjelaskan bahwa suku bunga tertinggi terjadi pada tahun 1988 dengan angka 37,93 dan suku bunga terendah terjadi pada tahun 2012
dengan angka 5,77.
Universitas Sumatera Utara
37 Perkembangan suku bunga Indonesia dibandingkan dengan suku bunga
asing yang diproksi dengan suku bunga LIBOR terlihat dalam gambar 3.2 berikut. Suku bunga Indonesia dari kuartal 1 tahun 1990 sampai dengan kuartal 4
tahun 2006 lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga asing. Bahkan pada tahun 1997-1999 suku bunga Indonesia memiliki senjang yang relatif lebar
dengan suku bunga asing. Perkembangan suku bunga dalam negeri ditandai dengan beberapa hal penting. Kenaikan suku bunga SBI tertinggi terjadi pada
tahun 1997, yaitu mencapai lebih dari 70. Kenaikan suku bunga SBI ini dimaksudkan untuk membatasi ekspansi kredit perbankan dan menarik uang
beredar dari sistem perbankan yang dikonversikan ke dalam SBI di Bank Indonesia. Akibat terjadinya bank panic pada tahun 1997, maka pada 1998 kuartal
4, Bank Indonesia menaikkan suku bunga deposito tertinggi menjadi 52,32 dengan tujuan untuk menaikkan tingkat likuiditas bank. Tahun 1998-2000, semua
suku bunga mengalami penurunan. Namun pada tahun 2001, suku bunga deposito naik lebih tinggi dibandingkan kenaikan suku bunga lain, sehingga menyebabkan
pergeseran preferensi masyarakat dalam menempatkan dana. Kondisi ini dirasa tidak memperbaiki kondisi sektor perbankan, maka suku bunga ditekan agar
menjadi semakin rendah, sehingga spread dengan suku bunga luar negeri tidak terlalu tinggi. Pada 2004 kuartal 2, suku bunga domestik secara keseluruhan
mencapai titik yang relatif rendah dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya, namun mulai meningkat pada tahun 2005.
Pembahasan suku bunga berkaitan erat dengan inflasi, terutama bila suku bunga digunakan sebagai sasaran antara dalam kebijakan moneter. Suku bunga
Universitas Sumatera Utara
38 dapat digunakan sebagai alat untuk mengelola inflasi, namun di lain pihak suku
bunga nominal juga akan dipengaruhi oleh peningkatan ekspektasi inflasi. Semakin tinggi inflasi maka suku bunga pun akan mengalami kenaikan karena
selisih antara suku bunga nominal dan inflasi mencerminkan beban sesungguhnya dari biaya suku bunga yang di hadapi individu dan perusahaan. Kenaikan inflasi
akan diikuti oleh kenaikan suku bunga, merupakan bentuk kebijakan moneter kontraksi agar tidak terjadi ekspansi kredit yang berlebihan. Apabila tidak terjadi
ekspansi kredit maka perekonomian diharapkan akan lebih stabil sehingga menekan terjadinya inflasi. Kebijakan uang ketat dengan cara menaikkan suku
bunga di satu sisi dapat meredam terjadinya inflasi, namun di sisi lain, kebijakan ini dapat mengorbankan sektor riil. Tingginya suku bunga kredit akan
menyebabkan sektor riil tidak dapat mengembangkan usaha, menghambat investasi baru, yang berakibat melemahnya dunia usaha. Apabila penurunan
inflasi sebenarnya lebih disebabkan karena penurunan daya beli masyarakat maka penggunaan suku bunga yang ketat untuk meredam inflasi tentunya tidak tepat
sasaran karena justru akan melemahkan dunia usaha.
4.3 Perkembangan Giro Wajib Minimum di Indonesia