Operasi Pasar Terbuka IHSG Perkembangan Utang Luar Negeri di Indonesia

41

4.4 Operasi Pasar Terbuka IHSG

Pada awal perkembangannya operasi pasar terbuka lebih diarahkan untuk menggairahkan bank dalam melakukan transaksi surat-surat berharga termasuk memperkenalkan warkat-warkat yang diperdagangkan yaitu SBI dan SPBU. Dalam perkembangan selanjutnya, tata cara pelaksanaan operasi pasar terbuka semakin disempurnakan sehingga Bank Indonesia dapat secara aktif mengendalikan variabel-variabel moneter sesuai dengan sasaran moneter yang di tetapkan. Sehubungan dengan penggunaan peralatan moneter tersebut, jika pemerintah menginginkan adanya pengetatan moneter, maka Bank Indonesia akan memperbesar penjualan SBI dengan menaikkan tingkat diskontonya. Cara ini akan menyerap kelebihan likuditas bank melalui pasar sekunder secondary market dan akan dapat menyerap kelebihan likuiditas di luar sistem moneter. Tabel 4.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia Tahun IHSG 1986 339,7708 1987 328,864 1988 305,12 1989 399,69 1990 417,79 1991 247,39 1992 274,33 1993 588,77 1994 489,64 1995 513,85 1996 637,43 1997 401,71 Tahun IHSG 1998 398,03 Universitas Sumatera Utara 42 1999 676,91 2000 416,32 2001 392,04 2002 424,94 2003 679,3 2004 1000,23 2005 1162,63 2006 1805,5 2007 2745,8 2008 1355,4 2009 2534,4 2010 3703,51 2011 3821,99 2012 4316,69 2013 4274,18 2014 33983,59 2015 68635,815 Sumber: Bank Indonesia

4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri di Indonesia

Pemerintah kolonial Hindia Belanda sudah memulai kebiasaan berutang bagi pemerintahan di Indonesia. Seluruh utang yang belum dilunasinya pun turut diwariskan, sesuai dengan salah satu hasil Konferensi Meja Bundar KMB. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia pada waktu itu disertai dengan pengalihan tanggung jawab segala utang pemerintah kolonial. Dilihat dari perspektif utang piutang, maka Republik Indonesia bukanlah negara baru, melainkan pelanjut dari pemerintahan sebelumnya. Tradisi pengalihan utang kepada pemerintahan berikutnya bertahan sampai saat ini, terlepas dari perpindahan kekuasaan itu berlangsung dengan cara apa pun. Pemerintahan era Soekarno mewariskan utang luar negeri ULN sekitar USD 2,1 miliar kepada pemerintahan Soeharto. Secara spektakuler, pemerintahan Soehartomembebani Habibie dengan warisan utang sebesar USD 60 miliar. Universitas Sumatera Utara 43 Bahkan, pemerintahan Habibie mewariskan utang yang lebih besar, hanya dalam kurun waktu dua tahun. ULN memang “hanya” bertambah menjadi sebesar USD 75 miliar dolar. Namun, utang dalam negeri yang semula nihil menjadi USD 60 miliar jika dikonversikan, sehingga utang pemerintah secara keseluruhan menjadi sekitar USD135 miliar. Tentu tidak adil jika hanya melihat angka utang yang fantastis di era Habibie secara begitu saja. Sebagian masalahnya adalah karena akumulasi utang beserta akibat lanjutan dari kebijakan pemerintahan Soeharto. Bisa dikatakan bahwa Pemerintahan Habibie harus menghadapi krisis moneter dan ekonomi, yang berasal dari era Soeharto.Bagaimanapun, pewarisan utang pemerintah suatu era kepada era berikutnya telah berlangsung. Tidak ada penghapusan beban utang dalam besaran yang cukup berarti, yang disebabkan oleh pergantian kekuasaan atau kebijakan pemerintah baru. Keringanan atas beban utang hanya diberikan oleh para kreditur berupa penjadwalan pembayaran untuk waktu yang tidak terlampau lama, ketika terjadinya krisis 1997. Krisis justeru memaksa pemerintah untuk menambah posisi utangnya melalui pinjaman kepada IMF. Meskipun sifatnya adalah untuk berjaga-jaga dan akhirnya ”tidak dipergunakan”, biaya utangnya tetap harus dibayar. Selain itu, krisis memberi beban tambahan bagi pemerintah. Diantaranya berupa jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, serta tanggungan pemerintah atas beberapa utang swasta yang gagal bayar default. Kreditur luar negeri malah cenderung sedikit berbaik hati tatkala Indonesia mendapat musibah tsunami Aceh dan Nias. Beberapa miliar dolar ULN Universitas Sumatera Utara 44 pemerintah yang mestinya jatuh tempo pada tahun itu, dijadwal ulang pembayarannya untuk lima tahun ke depannya, dengan masa jeda pembayaran antara satu sampai dengan dua tahun.Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Selama 30 tahun dimulai dari pemerintahan orde lama, Selama masa orde baru saja jumlah hutang luar negeri Indonesia mencapai US 27 milliar atau rata–rata US900 juta per tahunya. Mulai tahun 1980-an hinggapertengahan 1990-an perekonomian Indonesia tumbuh rata-rata sekitar 8 dengan laju tahunan 7,4. Pada masa itu sebenarnya ada kekhawatiran terutama dari kalangan bank sentral bahwa ekonomi mulai mengalami overheating, namun tidak ada tanda – tanda yang menunjukan bahwa krisis akan melanda Boediono, 2008 . Pada masa–masa ini Indonesia memiliki cadangan devisa sekitar US18 miliar. Namun pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter yang mengakibatkan tranksaksi berjalan semakin membengkak. Krisis ini membuat Indonesia mulai mengalami kesulitan likuiditas dalam melakukan pembayaran bunga dan cicilan hutangnya Basri, 2002. Penyebabterjadinya krisis moneter ini bisa dilihat dari beberapa faktor, seperti terdepresiasinya nilai tukar rupiah yang membuat cadangan devisa Indonesia semakin berkurang yang digunakan untuk menutupi depresiasi nilai tukar rupiah, selain itu cicilan hutang Indonesia yang terus membengkak juga turut andil menghabiskancadangan devisa negara, yang membuat Indonesia pada akhirnya mengalami krisis ekonomi secara keseluruhan. Pada masa ini Indonesia benar-benar mengalami kondisi perekonomian yang parah. Menurut Pasaribu 2012 pengalaman masa lalu terutama pada masa krisis telah memberikan pelajaran yang sangat berharga, seperti pemerintah perlu Universitas Sumatera Utara 45 secara terencana mengurangi dan mengakhiri ketergantungan pada utang luar negeri dengan jalan mengoptimalkan pemerintah melalui pajak. Selain itu dari sisi APBN, memperbesar surplus melalui upaya meningkatkan pendapatan negara dan penghematan belanja negara sehingga surplus tersebut dapat digunakan untuk mengurangi pokok hutang pemerintah. Meningkatakan dan melakukan perbaikan pengelolaan dan pemanfaatan pinjaman dan hibah luarnegeri baik dari aspek kebijakan, kelembagaan, dan mekanisme pengelolaan dan pemanfaatanya. Serta mengadakan pengendalian terhadap hutang luar negeriswasta agar pengelolaan neraca pembayaran dan stabilitas ekonomi makro lebih terkendali. Pasca terjadinya krisis, untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang sudah hancur, pemerintah memerlukan stimulus untuk kembali merangsang perekonomian negara. Keadaan ini membuat Indonesia bekerja sama dengan IMF untuk memperbaiki perekonomian Indonesia bersama-sama, bentuk kerjasama tersebut berupa bantuan pinjaman yang diberikan oleh IMF kepada Indonesia. Pinjaman dari IMF ini dimaksudkan agar kembali terciptanya kepercayaan yang besar kepada kemampuan negara untuk menghadapi berbagai kewajiban pembayaran ke luar negeri, termasuk impor, dengan memperlihatkan jumlah cadangan devisa negara yang lebih baik pada negara peminjamnya. Pinjaman pertama IMF dikucurkan pada tanggal 5 November 1997sekitar US 3 milliar. Sampai akhir Universitas Sumatera Utara 46 tahun 2003, jumlah pinjaman dari IMF telah mencapai US 14,6 milliar Pasaribu, 2012. Tabel 4.4 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia TAHUN UTANG LUAR NEGERI 1986 17.243 1987 33412,1 1988 32131,9 1989 56387,7 1990 58242 1991 65067 1992 69945 1993 71185 1994 88367.00 1995 98432.00 1996 96706 1997 100326 1998 122033 1999 120567 2000 110934 2001 133073 2002 131343 2003 135401 2004 137024 2005 134967,5 2006 75820 2007 80615 2008 86600 2009 99265 2010 118,624,00 2011 118,642,00 2012 126,119,00 2013 1.968.288 2014 3.919.333 2015 4,376,000,00 Sumber: Bank Indonesia Universitas Sumatera Utara 47 Menurut gambar diatas bahwa pada tahun 2015 terdapat jumlah utang luar negeri paling tinggi dibanding tahun 1986.

4.6 Perkembangan Inflasi di Indonesia