Hal ini berarti H diterima dan H
1
ditolak artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara variabel umur dengan variabel tingkat adopsi petani terhadap
Program KRPL. Jadi dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara kedua variabel ditolak.
Makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih
cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka belum berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut. Hasil penelitian di lapangan
menunjukkan bahwa petani yang melaksanakan Program KRPL berada diantara rentang umur 20 – 50 tahun yaitu sebanyak 11 orang dari total sampel sebesar 15
orang. Hal ini berarti dengan bertambahnya umur petani maka tingkat adopsi petani terhadap Program KRPL menurun dan demikian juga sebaliknya.
b. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi petani Terhadap Program KRPL
Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian
yang lebih modern. Petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
petani maka semakin tinggi juga tingkat adopsinya. Gambaran hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi terhadap Program
KRPL dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 21. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Petani Uraian
Tingkat Pendidikan Tahun
Tingkat Adopsi Skor
Range 6 - 18
4 – 12 Rata – Rata
9,6 7,86
r
s
-0,136 t
tabel
: 2,160 t
hitung
: -0,495 Sumber : Data diolah dari lampiran 1
Untuk melihat hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi terhadap Program KRPL maka diuji dengan maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi
Rank Spearman. Dari hasil analisis pada tabel 21, diperoleh nilai r
s
= -0,136. Nilai
koefisien korelasi sebesar -0,136 menunujukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel tingkat pendidikan dengan variabel tingkat adopsi petani terhadap
Program KRPL. Koefisien bertanda negatif menunjukkan bahwa apabila tingkat pendidikan petani bertambah maka tingkat adopsi petani terhadap Program KRPL
menurun dan demikian sebaliknya apabila tingkat pendidikan petani berkurang maka tingkat adopsi petani terhadap Program KRPL meningkat. Nilai t
hitung
sebesar -0,495 menunjukkan bahwa t
hitung
t
tabel
α = 0,05 = 2,160
.
Hal ini berarti H
diterima dan H
1
ditolak artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara variabel tingkat pendidikan dengan variabel tingkat adopsi petani terhadap
Program KRPL. Jadi dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara kedua variabel ditolak.
Tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi, sehingga sikap mental untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu
pertanian kurang. Namun hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa petani
Universitas Sumatera Utara
yang paling banyak menerapkan Program KRPL di daerah penelitian adalah petani dengan tingkat pendidikan yang rendah yaitu tingkat pendidikan SD
sebanyak 7 orang sementara petani dengan tingkat pendidikan Perguruan tinggi hanya sebanyak 2 orang. Ini berbanding terbalik dengan asumsi diatas. Petani
sampel di daerah penelitian memang menerapkan Program KRPL dengan kemauan sendiri tanpa adanya pandangan bahwa semakin sedikit ilmu yang
mereka miliki maka mental mereka untuk menambah ilmu pengetahuan berkurang. Hal ini patut diapresiasi mengingat pada umumnya memang petani
kebanyakan hanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
c. Hubungan Pengalaman Bertani Dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Program KRPL