Syarat Sahnya Perjanjian Kredit

i. Kredit profesi, yaitu kredit yang diberikan kepada beraneka macam profesi. Seperti guru dan dokter. 5. Berdasarkan jaminannya, maksudnya adalah setiap pemberian suatu fasilitas kredit harus dilindungi dengan suatu barang atau surat-surat berharga minimal senilai kredit yang diberikan. Jenis kredit berdasarkan segi jaminannya adalah: a. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau barang tidak berwujud. b. Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan. 22

C. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit

Perjanjian dapat dikatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang telah ditentukan oleh undang-undang. Perlu diperhatikan bahwa perjanjian yang memenuhi syarat yang ada dalam undang-undang diakui oleh hukum, sebaliknya perjanjian yang tidak memenuhi syarat tidak diakui oleh hukum walaupun diakui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Karena itu selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat walaupun tidak memenuhi syarat perjanjian itu berlaku diantara mereka. Apabila suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya lagi, maka hakim akan membatalkan atau perjanjian itu batal. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian maka para pihak harus memenuhi syarat-syarat tersebut dibawah ini : 1. Kesepakatan atau persetujuan para pihak 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 22 Malayu Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2008 , hal. 88-89 Universitas Sumatera Utara 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal. Berikut uraian lebih lanjut mengenai syarat sahnya perjanjian : 1. Kesepakatan atau persetujuan para pihak, Kesepakatan yaitu penyesuaian kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lain. Kesepakatan atau persetujuan para pihak mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada penyesuaian kehendak atau persetujuan masing-masing pihak, yang dilahirkan oleh para pihak dan tanpa adanya unsure paksaan, kekeliruan, maupun penipuan. Persetujuan yang mana dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. 23 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Menurut ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata yang dikatakan tidak cakap membuat perjanjian adalah : a. Orang yang belum dewasa; b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; c. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang - Undang telah dilarang membuat suatu perjanjian. Pada umumnya orang yang cakap melakukan perbuatan hukum apabila dapat dikatan sudah dewasa, artinya umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum 21 tahun. Ketentuan mengenai seorang perempuan bersuami tidak boleh melakukan perbuatan hukum tertentu tanpa ijin dari suaminya, hal demikian diatur dalam Pasal 108 dan 110 23 Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Cv Mandar Maju, Bandung, 2014, hal. 76. Universitas Sumatera Utara KUHPerdata, namun kedua Pasal tersebut menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 yang diperkuat dengan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, sudah tidak berlaku lagi. 3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu disini berbicara tentang objek perjanjian. Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1333 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata. Berdaskan Pasal 1333 ayat 1 KUH Perdata, berbunyi bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya, dan dalam Pasal 1333 ayat 2 berbunyi bahwa tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak ditentukan asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Selanjutnya di dalam Pasal 1334 KUH Perdata berbunyi bahwa barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari yaitu yang pertama obyek yang akan ada kecuali warisan, asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung. Yang kedua adalah obyek yang dapat diperdagangkan barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian. 4. Suatu sebab yang halal Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, suatu sebab yang halal bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti “isi pejanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak, apakah Universitas Sumatera Utara bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak. Akibat hukum perjanjian yang berisi causa yang tidak halal adalah “batal”, seperti yang tercantum dalam Pasal 1335 KUH Perdata yang berbunyi “suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum”. Sehingga tidak mempunyai dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian dimuka hakim. Syarat-syarat sahnya perjanjian itu menyangkut dua hal yaitu mengenai subyeknya yang membuat perjanjian dan kedua mengenai obyeknya yaitu apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Apabila tidak dipenuhinya syarat subyektifnya maka dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada hakim, sedangkan jika syarat obyektifnya tidak dipenuhi maka dapat batal demi hukum tanpa dimintakan pembatalan kepada hakim. Dua syarat yang pertama mewakili syarat subjektif, yang berhubungan dengan subjek dalam perjanjian, dan dua syarat yang terakhir berhubungan dengan syarat objektif yang berkaitan dengan objek perjanjian yang disepakati oleh para pihak dan akan dilaksanakan sebagai prestasi atau utang dari para pihak. 24 Berbeda dengan syarat pertama dan syarat kedua, syarat ketiga dan syarat keempat merupakan syarat objektif memiliki akibat hukum dimana perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Tidak memiliki kekuatan hukum itu Objek tersebut akan terwujud dalam prestasi yang mengakibatkan perjanjian harus dipenuhi atau utang harus dibayar salah satu pihak kepada pihak lainnya. 24 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Undang-Undang RajaGrafindo Perkasa, Jakarta, 2005, hal. 53 Universitas Sumatera Utara sejak semula dan tidak mengikat para pihak yang membuat perjanjian atau biasa disebut dengan batal demi hukum null and void. Akibat batal demi hukumnya perjanjian, maka salah satu pihak tidak dapat mengajukan tuntutan melalui pengadilan untuk meminta pemenuhan prestasi dari pihak lain. Hal tersebut disebabkan perjanjian itu tidak melahirkan hak dan kewajiban yang mempunyai akibat hukum. Dengan demikian, untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi keempat syarat tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan dan apabila syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut akan batal demi hukum. Menurut Munir Fuady syarat sahnya perjanjian kredit adalah : a. Adanya kesepakatan antara debitur dengan kreditur yang disebut dengan perjanjian kredit. b. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur. c. Adanya kesanggupan atau janji untuk membayar hutang. d. Adanya pinjaman berupa pemberian sejumlah uang. e. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit dengan pembayaran kredit. 25

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kredit