3. Nelayan Tradisional dan Modern

berulang kali dilakukan nelayan tradisional. Ketidakonsistennya pelaksana peraturan arogansi pemilik pukat membuat hati nelayan tradisional berang setiap melaut. Sementara pengaduan-pengaduan yang mereka lakukan atas instansi terkait, DPRD, Lantamal, dan lain-lain hanya dipandang sebelah mata. Maka amarah nelayan pun tak terbendung hingga akhir membakar pukat harimau sebagai reaksi keras atau wujud penolakan kehadiran pukat harimau. Meski demikian sampai sekarang pukat harimau tetap saja merajalela di daerah tangkapan nelayan tradisional.

5. 3. Nelayan Tradisional dan Modern

Persaingan yang sangat menonjol dalam pengelolaan sumber daya laut terlihat antara nelayan tradisional dengan mereka yang menerapkan teknologi penangkapan modern nelayan modern. Daya jelajah yang tinggi memungkinkan bagi nelayan modern untuk leluasa beroperasi pada seluruh wilayah penangkapan baik lokasi penangkapan tradisional coastal fishery dan lokasi zona penangkapan bebas oceanic. Nelayan-nelayan bagan boat, pukat cincin dan pukat harimau trawl sering kali melakukan aktifitas penangkapan yang sebenarnya melanggar ataruan main yang berlaku, perilaku itu merupakan unsur kesengajaan meskipun telah beberapa kali mendapat keluhan dan protes dari nelayan-nelayan tradisional yang melihat langsung aktivitas mereka. Kontrasnya aktivitas penangkapan terlihat saat malam hari sampai pagi dimana cahaya lampu bagan boat, pukat cincin sangat menerangi perairan laut seperti kota di tengah laut. Universitas Sumatera Utara Nelayan sangat mengeluh akan beroperasinya kelompok-kelompok nelayan modern karena dirasa dapat berpengaruh mengurangi produksi penangkapan, dimana ikan-ikan terhambat, terlebih dahulu dieksploitasi dan lebih banyak kepada nelayan modern sehingga nelayan tradisional yang beroperasi agak ke pinggir dengan mengaplikasikan teknologi apa adanya kalah bersaing dalam memperoleh memiliki pilihan lokasi-lokasi tertentu dalam operasinya tidak jarang diantara mereka juga terjadi gesekan sewaktu aktif melaut. Hal ini disebabkan juga tidak adanya keterbatasan nelayan suatu desa untuk menangkap ikan di perairan desa yang lain. http:kompas.comkompas cetak040429daerah 996846.htm. Komunitas nelayan jaring bawal, jaring udang, jaring kepiting, dan lain- lain merasa sangat terganggu bila pendirian bagan pancang semakin menjamur tanpa mengenal batas-batas perairan daerah pembangunannya, baik yang didirikan di pinggir bagan tapi maupun agak ke tengah perairan bagan tanga terlihat seperti perumahan kecil berderet di tengah laut. Rasa keberatan mereka dilontarkan dengan alasan : bekas-bekas reruntuhan bagan pancang yang berada di dalam perairan laut dapat menggangu kelancaran kegiatan menangkap ikan sebab jaring akan mudah tersangkut dan mengalami kerusakan parah begitu juga dirasakan penjaring udang dan pukat tepi jika bagan-bagan tersebut sudah sangat banyak berdiri dan agak ke tepi akan mengganggu jaring yang dibentangkan mereka maka tindakan yang mereka ambil adalah meruntuhkan bagan-bagan yang berdiri seenaknya saja tanpa sepengetahuan pemilik bagan, konflik seperti ini terjadi antar nelayan. Universitas Sumatera Utara Pengoperasian bagan pancang dan pukat tepi acap kali dituding berbagai kelompok nelayan pengguna jalur transportasi laut mengganggu jalur-jalur laut tidak heran terjadi bagan pancang dan pukat tepi tertabrak armada-armada perahu atau kapal. Agar menghindarinya para nelayan bagan dan pukat tepi lebih berhati- hati membangun dan mengoperasikan bagan tidak berada di jalur padat lintas laut. Begitu juga dengan pukat tepi menyiasatinya dengan memperpendek panjang dan diameter jaring serta selalu jatuh jaring di lokasi-lokasi minim jalur laut. Dikalangan interen nelayan bagan pancang, pembangunan unit yang saling berdekatan akan menimbulkan saling curiga satu sama lain terutama disaat operasi mekanisme penangkapan, dimana permainan hidup mati lampu rangsangan mempengaruhi koloni-koloni ikan yang akan terjaring. Dari itu bagi nelayan yang berdekatan jarak bagannya harus hati-hati memerankan penghidupmatian lampu petromak atau salah. Legalisasi pemerintah mengenai jalur-jalur wilayah penangkapan, KMP No. 607KptsUm91976 atau Surat Edaran No. 392KptsIk.120499, larangan ekploitasi terumbu karang PPLH No. 408Mnpp LHIV1975, pelarangan operasi pukat harimau No. 391980 serta aturan lain yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya laut seluruhnya norma-noram tersebut belum diterapkan dikalangan komunitas nelayan. Kemudian kekosongan, pemudaran, kearifan tradisional pranata-pranata lokal yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya semakin memperkeruh suasana, yang terlihat adalah keadaan tanpa batas dan kebebasan mengekploitasi sumberdaya laut. Kebebasan tersebut telah memberi kecenderungan besar bagi pihak- pihak nelayan modern lebih berperan menonjol dalam produksi penangkapan Universitas Sumatera Utara di lokasi-lokasi zona penangkapan tradisional sementara nelayan tradisional kalah bersaing terhadap teknologi penangkapan mutakhir, kondisinya pun semakin hari dari segi produktivitas sangat menurun drastis. Persaingan bebas antara nelayan menimbulkan kecemburuan sosial yang menjurus ke konflik terbuka karena salah satu pihak merasa dirugikan terus menerus oleh pihak lain. Tumpang tindih wilayah operasi nelayan bukan saja memonopoli antara nelayan modern dengan nelayan tradisional, sesama nelayan tradisional pun selalu merasa dirugikan satu dengan yang lainnya, begitu juga dengan sesama nelayan teknologi modern khususnya ditujukan kepada nelayan pukat harimau dan pembom ikan yang telah menjadi musuh umum seluruh komunitas nelayan. Akibat beroperasinya kedua jenis alat tangkap tersebut benih-benih konflik mencuat ke permukaan karena sudah sangat mengganggu stok sumberdaya laut nelayan tradisional.

5. 4. Konflik Strategi Terhadap Pukat Harimau