BAB IV AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP
SUMBER DAYA EKONOMI
4. 1. Nelayan dan Alat Tangkap
Untuk mengangkat harkat dan martabat nelayan tradisionalkecil modernisasi alat tangkap dengan memberinya alat tangkap yang modern lebih
canggih dari yang sekarang dipakai akan tercipta kesejahteraan nelayan yang selama ini terkenal dengan kemiskinannya. Tentunya hal ini merupakan cita-cita
mulia yang harus didukung sepenuhnya dan sekuat tenaga. Tetapi pengalaman sudah cukup memberi pelajaran, bahwa kecanggihan teknologi juga dapat
menghancurkan peradaban, sebagai mana mekanisme pasar juga dapat menciptakan kemelaratan dan ketidakadilan.
Alat tangkap pukat harimau masih tetap saja beroperasi, walaupun Serikat Nelayan Sumatera Utara dan Serikat Nelayan Merdeka telah melakukan
segala usaha untuk mencegah pukat harimau, sehingga kami sudah melaporkan kepada Pemerintah, namun hal ini tidak ada tanggapan dari pemerintah. “Kalau
kami nelayan bilang tidak ada perhatian Pemerintah kepada nasib nelayan kecil tradisional, atau sama sekali Pemerintah itu tidak perduli kepada nasib nelayan
keciltradisional”. Bahkan alat tangkap pukat harimau milik yang punya modal seperti orang Cina dan penguasa-penguasa lainnya dilindungi oleh aparat.
Wawancara 4 November 2007 dengan Bapak Lahmudin Tampubolon.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Temon, seorang Sekdes di desa Teluk Saban mengatakan, nelayan tradisional tersebut diketahui bahwa yang
menjadi masalah bagi kami nelayan kecil adalah pukat layang sejenis pukat
Universitas Sumatera Utara
harimau. Pukat layang adalah sebuah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan. Pukat layang seharusnya yang beroperasi di daerah laut yang dalam,
namun dalam kenyataannya pukat layang sejenis pukat harimau tersebut sampai saat sekarang ini masih beroperasi di pantai yang dangkal dimana wilayah
tangkapan nelayan tradisional. Di samping itu juga memperkecil penghasilan nelayan kecil perhari, dimana nelayan kecil sehari bisa tidak memperoleh
penghasilan sedikit pun bahkan untuk modal besok juga mereka tidak punya apalagi untuk makan. Sehingga untuk makan saja mereka juga berhutang kepada
pemilik kios dan kepada tengkulaktoke. Wawancara 18 Desember 2007. Lebih jauh Pak Manurung seorang Pengurus Serekat Nelayan Merdeka
SNM mengatakan “Kalau tidak segera ada aturannya maka kami yang nelayan kecil ini akan dirugikan dan sulit untuk mendapatkan hasil tangkapan sebab akan
disapu bersih sama pukat layang ini. Kalau begini terus tentu nelayan kecil di daerah kami akan mengeluh dan saya sangsi di laut nanti akan terjadi bentrok
lagi kayak dengan pukat harimau dulu itu”. Bagi kami nelayan tradisional, hampir tidak ada bedanya pukat layang dengan trawl pukat harimau. Dan kami
tetap menolak pengoperasian trawl dan sejenisnya, termasuk pukat layang ini. Karena pukat-pukat tersebut sangat meresahakan masyarakat nelayan kecil,
disamping itu juga pukat tersebut merusak ekosistem laut. Wawancara 20 Desember 2007.
Alat tangkap nelayan tradisional yang digunakan tidaklah dapat dikatakan sederhana atau statis, seperti citra kekolotan dari kata tradisional. Sebab
tradisional disini lebih kapada cara menangkap yang digunakan dan teknologinya. Yang terpenting dari kata tradisional yan melekat pada nelayan adalah kesadaran
Universitas Sumatera Utara
identitas bersama. Artinya teknologi alat tangkap nelayan tradisional juga mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhannya di laut hal itu dapat dilihat
dari alat yang sejak dulu digunakan, yaitu dayung dan sekarng mesin. Yang awalnya mesin tempel dengan kekuatan 4 PK. Demikian pula panjang dan jenis
jaring yang digunakan disesuaikan dengan pengetahuan nelayan tentang kondisi ikan di laut.
Hal ini tampak pada hasil wawancara dengan Bapak Samsul Bahri, yang
mengatakan bahwa alat tangkap di masing-masing kampung desa sangat berbeda. Hal ini tergantung pada jenis apa yang ingin di tangkap di dalam laut
tersebut seperti Misalnya, di Lubuk Saban, Kuala Indah dan Sialang Buah, alat tangkap utama nelayan tradisional adalah jaring kepiting dan jaring udang.
Sebab di daerah tersebut sumber daya kepiting populasinya cukup besar. Di Tanjung Beringin, nelayan umumnya menggunakan jaring tiga lapis jaring
Apollo untuk menangkap udang dan jaring gembung selapis. Selain itu pukat harimau trawl masih saja yang beroperasi di perairan laut Serdang Bedagai,
sehingga tidak sebanding dengan alat tangkap nelayan traditional. Wawancara 3 November 2007.
Berkenaan dengan keadaan tersebut, ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam menyikapi fenomena seputar teknologi alat tangkap.
Pertama, prinsip keberlanjutan. Prinsip ini sangat penting karena satu hal yang tidak dapat dipungkiri, bahwa sumber daya laut adalah sumber daya yang bisa
habis dipakai. Dengan eksploitasi yang berlebihan dan menutup kemungkinan terjadi perkembangbiakan ikan dan biota laut lainnya, sumber daya laut akan
mengalami kepunahan. Disinilah subtansi penolakan terhadap pukat dan alat
Universitas Sumatera Utara
tangkap merusak lainnya dari kalangan organisasi non-pemerintah dan nelayan tradisional yang telah merasakan dampaknya.
Kedua, prinsip keadilan distribusi. Prinsip ini sangat penting, terlebih dengan kondisi perekonomian Negara yang terus dirundung krisis. Dengan
kondisi yang telah demikian menimbulkan banyak pengangguran dan meningkatkan angka kemiskinan secara nasional. Jika tidak, konflik yang meluas
dan kelaparan akan menjadi beban yang lebih berat. Dalam konteks perikanan, ketidakadilan distribusi ini sangat kentara menyebabkan ketimpangan antara
pengusaha dan nelayan. Ketidakadilan ini antara lain berupa wilayah tangkap fishing ground nelayan tradisional yang dilanggar kapal pukat harimau trawl
dan pukat ikan sejenisnya. Saat ini, dengan praktek penggunaan pukat harimau trawl yang tersamar,
terang-terangan dilindungi oleh aparat, diijinkan, tak diatasi, dan tanpa aturan main, jelas pemerintah setempat telah menerapkan logika penghancuran.
Investigasi yang dilakukan di beberapa sentral nelayan menunjukkan bahwa nelayan tradisional sangat tegas menolak keberadaan pukat harimau dan
sejenisnya, seperti sondong, langgai, pukat layang, pukat harimau dan lain-lain. Namun bukan berarti menolak teknologi modern di sektor perikanan, asal cara
kerjanya tidak merusak dan memperhatikan zona-zona sesuai dengan alat tangkapnya. Penghapusan pukat yang menjarah wilayah nelayan tangkap
tradisional lebih diharapkan nelayan tradisional daripada kebijakan untuk lebih memodernkan alat tangkap.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Bapak Supardi, Bendahara Sarikat Nelayan Sumatera Utara, mengatakan penggunaan alat tangkap nelayan di sepanjang pantai Serdang
Bedagai, masih sangat sederhana tradisional sekali, alat tangkap yang di pakai nelayan kecil di beberapa desa nelayan di Serdang Bedagai, ini berupa jaring
kepiting, jaring udang, jaring bawal, sampan dan lain sebagainya. Dalam hal itu yang menjadi masalah bagi nelayan kecil adalah kurangnya sumberdaya ikan dan
berkurang pula hasil tangkapan mereka setiap melaut, karena rusaknya ekosistem laut atau pesisir dan tempat-tempat ikan bertelur, disebabkan oleh maraknya
pukat harimau sejenisnya di wilayah tangkap nelayan kecil dan diakibatkan oleh kepentingan pemilik modal. Kami pengurus Serikat Nelayan Sumatera Utara dan
masyarakat nelayan harus memperjelas dan mempertegas pemerintah tentang batas-batas wilayah tangkap nelayan tradisional, dan bagaimana mendorong
ekonomi nelayan agar lebih maju. Demikian penjelasan dari Bapak Supardi.
4.1.1. Nelayan Pukat Pantai Beach Seine
Pukat pantai lazim disebut dengan bahasa lokal Pukkek tepi atau jaring
tepi, nelayan yang mengoperasikannya dikenal dengan sebutan Pamukkek, untuk
mengoperasionalkan pukat biasanya nelayan selalu berkelompok 5-10 orang bahkan lebih terdiri dari seorang pawang Kepala Regu, 2 orang pembangkit
pukat lebihnya anak buah biasa.
Dalam pandangan masyarakat nelayan tradisional di sepanjang pantai Serdang Bedagai pukat pantai terbagi dua yaitu Pukek Gadang dengan Pukek
Ketek yang disebut rambang. Alat tangkap rambang karena ukurannya lebih kecil sekitar 200 m
2
membentuk melingkar dengan kantong jaring atau mulut jaring
Universitas Sumatera Utara
5.m semakin ke ujung meruncing seperti membentuk kerucut, namun ada juga membentuk bulat mendatar tergantung desain yang disukai para nelayan karena
bentuk yang lebih kecil pengoperasiannya pun cukup 2-4 orang nelayan. Dibanding pukkek gadang yang ukurannya lebih
± 700 m
2
lebar mulut kantong jaring 10-15 m, dan jumlah nelayan yang mengoperasikan 10-15 orang terbagi di
sisi kiri dan kanan jaring yang secara serentak menarik jaring. Rata-rata lebar kotak jaring awal
± 5 cm, lebar jaring penghalang atas bawah 1 m dan lebar kotak kantong jaring tempat terperangkapnya ikan 2 mm
dengan demikian ikan kecil 1 cm bila masuk kantong jaring maka ikan akan terperangkap. Jaring juga dilengkapi dengan pelampung pengapung berjarak 1 m
antara pelampung terbuat dari bahan gabus jika tidak nelayan menggantikan dengan sandal bekas, sebagai pemberat terbuat dari batu atau timah seberat 3–6 kg
yang terletak pada ujung jaring pukat tepi. Harga satu unit pukat Rp. 7.000.000 jika dibeli siap namun nelayan cenderung merakit sendiri bahan-bahan jaring
sehingga terbentuk sebuah jaring pukat yang siap pakai dengan alasan lebih hemat biaya dan kualitas jaring lebih tahan lama atau kuat dibanding jaring yang dibeli
siap dari toko. Pembuatan satu unit jaring dibutuhkan waktu sekitar 1 bulan yang dikerjakan secara bersama dengan anggota-anggota nelayan pukkek.
Total investasi yang dikeluarkan nelayan bila ingin turun melaut sekitar Rp. 22.000.000 dengan perincian satu unit jaring Rp. 7.000.000, satu unit Boad
beserta mesin 15 PK Rp.14.000.000 yang bermerek Yamaha, Mariner, dan lain- lain merek tersebut menentukan mahal dan murahnya harga sebuah mesin dan
biaya lainnya seperti perlengkapan fiber glas tempat pengawetan ikan hasil tangkapan. Maka dari pengalaman tersebut banyak para nelayan berganti model
Universitas Sumatera Utara
alat tangkap atau mencari alternatif unit nelayan-nelayan sebagai tempat bekerja seperti bagan boat, pukat cincin, bagan pancang, dan jaring salam yang di rasa
masih lebih baik dalam penghidupan mereka. Aktifitas penangkapan pukat tepi dimulai saat pagi hari jam 09.00–14.00
WIB kemudian dilanjutkan lagi pada sore hari dengan berpindah-pindah dari satu pantai ke pantai yang lain. Keintensifan penangkapan tergantung hasil tangkapan
atau musim ikan fishing season. Jika jaring kontak mengena terhadap ikan maka mereka cukup bergairah untuk terus menjatuhkan jaring namun jika tidak
maka kebanyakan dari mereka berhenti total mencari ikan kembali dan kembali ke pangkalan. Para nelayan dalam operasi penangkapan selalu membawa bekal
makan siang akomodasi sebab tidak ada waktu untuk kembali ke rumah saat menjatuhkan jaring di pantai yang agak jauh dari tempat tinggal mereka atau
mereka cukup makan minum didekat dengan pusat operasi dan penjualan ikan tangkapan. Dalam satu hari penangkapan nelayan pukat tepi melakukan tebar
jaring dan penarikannya 5–7 kali, sangat berbanding terbalik pada saat dahulu menurut petunjuk penuturan mereka : Jika dahulu cukup 2 kali tarik dalam satu
hari penangkapan sudah membuahkan hasil namun saat ini lain sudah, berkali-kali penarikan pun ikan yang dihasilkan cuma satu keranjang atau satu fiber. Hal inilah
yang mendorong nelayan menghentikan kegiatan melaut sebab hanya mendapatkan rasa capek serta rugi modal operasi.
Pukat tepi beroperasi diperairan laut yang landai atau berlumpur harus menghindari kawasan terumbu karang sebab akan menghambat kelancaran jaring
atau jaring jangan sampai tersangkut pada karang akan fatal akibatnya pada jaring, pawang sebagai kepala regu selalu mengetahui seluk beluk tempat yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
tujuan untuk menjatuhkan jaring tentunya menurut pengalaman-pengalaman pendahulunya tetapi ada juga pawang yang berani menjatuhkan jaring dikawasan
karang dengan mekanisme penarikan seorang menghindari titik kawanan karang. Keberadaan pawang mutlak diperlukan sebagai kepala regu, pengatur
mekanisme penangkapan mulai dari menyebar jaring sampai menariknya. Setelah jaring ditebar maka pawang dengan perahu atau boatnya berada ditengah-tengah
lampung jaring menginstruksikan dengan simbol-simbol tangan agar menarik jaring secara bersamaan kedua sisi jaring, kelambatan, kecepatan serta dia selalu
memukul laut agar ikan masuk jaring. Pawang berkeriteria pengetahuan komplek mengenai laut dan hal yang ghaib namun saat ini pengetahuan hal ghaib tidak lagi
dikuasai oleh para pawang-pawang pendahulunya. Faktor musim sangat mempengaruhi kinerja nelayan pukat tepi, arus deras
saat bulan-bulan musim Barat Desember, Maret terkadang mengganggu penebaran dan penarikan jaring sebab jaring akan menyamping terbawa arus
menyebabkan ikan sukar tertangkap tetapi suasana ini tidak selalu datang. Musim barat menurut kebiasaan nelayan ikan cenderung kepinggir, air laut keruh maka
musim ini menjadi masa panen nelayan pukat tepi. Dibanding musim Timur bulan Juni, September dan musim peralihan Musim Selatan bulan April, Mei dan
Oktober, November menurut kebiasaan kondisi air laut tenang, jernih menyebabkan kecenderungan ikan akan ke tengah, jika menjaring ikan melihat
jaring sehingga ikan sangat liar sulit untuk terperangkap dijaring. Bila keadaan sudah begini maka nelayan pukat tepi melaksanakan operasi pada malam hari.
Dimana menurut mereka keliaran ikan berkurang saat malam kalam bulan. Bagan boat dan pukat cincin sebab mereka aktif melampu ikan menangkap ikan
Universitas Sumatera Utara
ditengah laut dengan demikian lampu ransangan akan menghambat arah ikan kepinggir, ikan akan lebih tertarik kepada gejala fototaksis
alat-alat tangkap modern. Skripsi Fisip USU.
4.1.2. Nelayan Pukat Ikan atau Pukat Harimau
Legalitas operasi pukat diperairan laut pantai Serdang Bedagai, masih mendapat tantangan keras dari berbagai kalangan nelayan terutama nelayan
tradisional, mereka menganggap pukat itu dapat merusak ekosistem laut terutama terumbu karang, memusnakan bibit ikan yang akhirnya akan mengancam lahan
pencarian nelayan tradisional. Berdasarkan hasil wawanvara dengan Bapak Ruslan Rangkuti, pukat ikan
atau pukat harimau sangat meresahkan masyarakat nelayan keciltradisional, karena beroperasinya pukat harimau itu semua anak-anak ikan akan mati,
sehingga mata penghidupan kami sangat terancam, artinya penghasilan kami setiap melaut hanya untuk dapur saja”. Wawancara 3 November 2007 dengan
Bapak Ruslan Rangkuti, selaku Ketua Serikat Nelayan Merdeka SNM, . Walaupun pengoperasian bertentangan dengan aturan formal KEPPRES.
No. 391980 tentang larangan pengoperasian pukat harimau trawl tetapi khusus di desa Sialang Buah dan daerah-daerah lain di sepanjang pantai Serdang
Bedagai pukat ini masih saja beroperasi secara terang-terangan maupun sembunyi–sembunyi, telah banyak saksi mata nelayan tradisional menyaksikan
langsung operasi pukat harimau tersebut. “Eksistensi pukat harimau menurut nelayan Sialang Buah untuk menimalisir resistensi terhadap mereka, mereka
Universitas Sumatera Utara
mengubah nama-nama pukat tersebut walaupun secara hakiki cara kerjanya sama”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Udin dan Pak Ahmat di desa Beringin. Beroperasinya pukat ikan di daerah tangkapan nelayan kecil, sering
menimbulkan konflik antara nelayan kecil tradisional dengan nelayan pengusaha Trawl, karena pukat tersebut merusak tempat bertelurnya ikan dan
sarang-sarang ikan. Di samping itu, hasil tangkapan nelayan tradisional, gara- gara pukat tersebut minim sekali bahkan kami tidak mendapatkan apa-apa semua
sudah ditangkap nelayan pengusaha Trawl. Wawancara 20 Desember 2007. Mulai dari Sengso 1980-an, pukat trawl, pukat tarik, pukat roda 1990-
an dan pukat ikan 2000. Pukat ikan adalah jenis pukat yang efektif untuk penangkapan ikan pelagis ataupun ikan demersal, dan jenis-jenis udang lainnya.
Kedalaman operasi dapat diatur sesuai dengan kelompok ikan yang dituju yaitu lapisan tengah atau lapisan dasar, menggunakan satu buah kapal berbobot 60–
100 GT berkekuatan 1500 PK yang dilengkapi dengan Fish Fender, otte board besi panel sebagai pembuka mulut jaring dan pengaman dari rintangan-rintangan
karang dan lain-lain saat beroperasi. Pengoperasiannya dapat melibatkan 1–2 kapal. Sesuai dengan semua jenis tujuan menangkap ikan tanpa kecuali ukuran
mata jaring terkecil 2 mm pada bagian cod–end. Fasilitas penghubung lainnya adalah saran komunikasi, kesturi cold strorage, fiber, kulkas, papan dan lain-
lain. Menurut pendapat beberapa informan nelayan, Zona operasi
penangkapan pukat ikan di luar samapi 12 mil laut tetapi pelanggaran wilayah penangkapan selalu saja terjadi oleh para pukat harimau sehingga menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
pergesekan dengan komunitas nelayan tradisional. Daya jelajah pukat ikan membuat mereka tanpa keterbatasan dalam beroperasi dimana dan kapan saja
yang mereka inginkan. Nelayan pukat ikan tidak mengenal musim paceklik setiap beroperasi selalu mengantongi hasil puluhan sampai per-ton sampai berjenis-
jenis ikan, udang, cumi-cumi dan lain-lain yang ditangkap berdasarkan jenis dan kualitas masing-masing tidak jarang pukat ikan mengalami over produksi, ikan–
ikan dimasukkan kedalam goni ikan harga kualitas rendah dibiarkan menjadi busuk dan sebagian lagi dipasok menjadi ikan asin kepenjemuran warga nelayan.
Terkadang nelayan pukat ikan membuang ikan–ikan busuk berharga murah di tengah laut sebab nilai komersialnya yang rendah. Sedangkan ikan kualitas
ekspor dipertahankan secara baik dalam kotak-kotak pendingin seperti ikan kerapu, ikan kakap, ikan Bawal, udang, dan lain–lain.
Perbelanjaan boat tetap ditanggulangi oleh toketengkulak sama seperti unit kapal motor lain, anggota kru ABK berjumlah 7–10 orang. Waktu operasi
7–8 haritrip dalam satu bulan total intensif beroperasi 3 trip selebihnya waktu istirahat. Dalam unit ini tidak diterapkan sistem bagi hasil setiap ABK berlaku
penggajian tiap hari layaknya seperti pegawai atau buruh yang diberikan per minggu dengan jumlah bayaran per hari Rp. 30.000 terkecuali masa istirahat
penggajian dihentikan. Maka setiap intensif operasi kru mengantongi gaji sekitar Rp. 800.000 sedangkan tekong diberikan bonus Rp. 20.000.000–Rp.50.000.000
bahkan ada yang sampai Rp.100.000.000 jika dalam suasana untung besar dari hasil penangkapan sedangkan kwanca mendapat tambahan gaji bulanan
Rp.300.000–Rp.600.000bulan. Kedudukan tekong ikan sangat ekslusif para anggota biasa jarang dan terlarang memasuki ruang tekong kapal, begitu pun di
Universitas Sumatera Utara
darat sulit terjadi komunikasi antar sesama mereka, hal tersebut disinyalir unsur kesengajaan agar ABK tidak mengenal sama sekali siapa pemilik atau toke
armada kapal yang mereka tumpangi. Prinsipnya kerja dan diberi gaji resiko dilaut tertangkap pihak Lantamal atau kecelakaan lain tanggung jawab individu ABK.
4.1.3. Nelayan Pukat CincinPukat Tongkol Purse Seine
Alat tangkap pukat cincin purse seine bukan bagian yang dimiliki warga masyarakat nelayan Serdang Bedagai tetapi sebagian warga ada yang bekerja
sebagai juragan semacam nakhodatekong dan kru biasa armada pukat cincin yang dominan terdapat berpangkalan di Belawan. Pukat cincin purse seine dari
segi jaring adalah jaring yang umumnya berbentuk empat per-segi panjang, tanpa kantong dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan pelagis
fish. Cara operasinya adalah dengan cara melingkarkan jaring sehingga mengurung gerombolan ikan, setelah ikan terkurung maka bagian bawah jaring
ditutup dengan menarik tali yang dipasang sepanjang bagian bawah jaring tali kolor melalui cincin.
Sama halnya dengan bagan boat, pukat cincin juga dilengkapi seperangkat lampu halogen yang berfungsi sebagai perangsang fototaksis terhadap ikan-ikan
sasaran tangkap, disamping penerapan rabo rumpun dedaunan pinang atau kelapa untuk naungan ikan yang sewaktu-waktu dapat diterapkan. Armada pukat
cincin berbobot 60-120 GT, berkekuatan 600-1000 PK berfasilitas fish fender, kesturi cold strorage dan radio komunikasi dengan jumlah ABK maksimal 30
orang. Kapasitas tersebut menandakan bahwa pukat cincin rata-rata lebih besar daya jelajah, bodi boat panjang 30-45 m, lebar 7-9 m dan diameter panjang dan
Universitas Sumatera Utara
kedalaman jaring 30–200 m
2
serta waktu melaut 5-7 hari dibandingkan dengan bagan boat. Maka biaya operasinya pun akan membengkak sebab memenuhi
kebutuhan para kru yang tergolong jumlahnya banyak. Pengoperasian mencakup malam dan siang hari, saat malam nelayan
menggunakan lampu rangsangan sedangkan pada siang hari nelayan selalu memantau gerombolan ikan yang kadang-kadang timbul kepermukaan baik
dengan cara manual penglihatan semata atau dengan jasa deteksi canggih bantuan fish fender. Spesialisasi memantau ikan bagian pekerjaan nelayan haluan salah
satu anggota kru pukat cincin atau dapat dilaksanakan juragan sendiri, timbulnya ikan disebut dengan istilah ikan berkawan berkoloni-koloni ditandakan dengan
ciri permukaan air laut tampak berbuih, memerah, memutih dan menghitam biasanya warna-warni tersebut berhubungan dengan jenis ikan yang timbul saat
itu berdasarkan pengalaman nelayan. Mekanisme penangkapan siang dan malam hari sangat berbeda, dimana saat malam nelayan mengadakan rangsangan lampu
kapal dan lampu bantuan diatas perahu yang menjadi lampu utama saat menggantikan lampu halogen, lampu neon pengganti khusus dijaga beberapa
orang nelayan yang dinamai tukang lampu nong, setelah ikan bergerombolan menuju lampu perahu maka nelayan melilitkan jaring. Dalam satu malam nelayan
dapat melakukan dua kali jatuh jaring sedangkan siang hari nelayan aktif menjelajahi segenap wilayah perairan dalam rangka mencari atau memburu
gerombolan-gerombolan ikan. Operasi penangkapan khusus untuk malam hari tetap berlandaskan kepada
rotasi peredaran bulan masa kalam dan masa terang bulan, dalam satu periode kalam bulan masa operasi pukat cincin aktif beroperasi 22-25 hari, rata-rata
Universitas Sumatera Utara
dalam satu trip operasi 5-7 hari maka dalam satu kalam nelayan melaksanakan operasi penangkapan 3 trip. Biaya akomodasi sebagai kebutuhan pokok nelayan
yang dikeluarkan satu trip operasi sekitar Rp.7.000.000-Rp.10.000.000 seluruhnya pada tahap awal ditanggung oleh pemilik armada kapal yang akhirnya nanti
diaudit kembali. Wilayah operasi tergolong jauh sampai kezona perairan bebas wilayah Aceh, Sumatera Barat, Pekan Baru dan lain-lain, namun bila timbul ikan
di zona pantai nelayan ini tidak segan-segan menjatuhkan jaringnya. Hasil tangkapan pukat cincin adalah kelompok jenis ikan pelagis besar dan kecil
pelagis fish seperti ikan tongkol, tunasisik gabu, aso-aso, gambolo dan lain-lain sedangkan ikan pelagis sangat kecil seperti teri dan lain-lain tidak tertangkap
sebab mata jaring berukuran 1-2 cm. Dari hasil tangkapannya pukat cincin sering juga disebut sebagai pukat tongkol.
Struktur organisasi pekerjaan pukat cincin terbagi dalam beberapa kategori pembagian tugas yang jelas, masing-masing anggota kru memahami arti penting
tugas demi tujuan memaksimalkan hasil penangkapan, seluruhnya bergerak kerja membentuk sinergi sub-sub unit pekerjaan anggota dengan juragan atau tekong
kepala komando operasi lapangan. Adapun pembagian tugas sharing tersebut adalah Pertama tekongjuragan berfungsi sebagai pembantu operasi yang
memberikan perintah terhadap kru lainnya, pekerjaan pokoknya antara lain : mengoperasikan boat, menentukan wilayah operasi, memantau fish fender,
berkomunikasi dan lain-lain. Kedua, apit merupakan asisten juragan yang dapat menggantikan posisi juragan dalam sewaktu-waktu bila dibutuhkan orang
kepercayaan juragan dan selalu bertugas pokok mengatasi permasalahan yang tidak dapat dipecahkan selama operasi penangkapan misalnya jaring tersangkut
Universitas Sumatera Utara
pada baling-baling kapal, maka apit harus menyelam. Seorang apit harus memiliki nyali yang cukup besar dalam melaut. Ketiga, kwanca KKMKeahlian Kamar
Mesin bagian kru yang bekerja sebagai ahli mesin kapal mekanik berfungsi saat mesin mengalami kerusakan atau terjadi ketidakstabilan mesin-mesin lain yang
mengganggu kelancaran operasi kwanca harus mengatasinya, kwanca juga cakap dalam mengoperasikan kapal. Keempat, tukang masak mengkhususkan bekerja
menyiapkan konsumsi awak kapal terutama meladeni juragan namun sewaktu- waktu bekerja juga sebagai penarik jaring. Kelima, tukang palungknet memegang
peranan mengatur turun dan tarik jaring secara serentak. Keenam, tukang lampung spesialis mengatur lampung jaring bagian atas. Ketujuh, tukang batu berperan
mengatur jaring bagian bawah pemberat timah. Kedelapan, tukang haluannong berperan memantau riak gerombolan ikan yang timbul di permukaan, membuang
dan angkat jangkar, mencangkok nong melabuhkan lampu berperahu mengganti lampu utama dan pembantu tugas tukang batu timah pemberat. Kesembilan,
pelacak bagian anggota kru biasa yang dominan dalam pukat cincin bertugas menjatuhkan, menarik jaring, menyortir dan memasukkan ikan-ikan hasil
tangkapan ke dalam kesturi cold strorage, kulkas dan fiber tempat pengawetan yang telah tersedia serta merehab jaring mambubul saat masa-masa istirahat
melaut.
http:www.kompas.comkompas-cetak040630daerah1118592.htm.
4.1.4. Nelayan Jaring SalamJaring Insang
Menurut nelayan Jaring salam yang banyak digunakan nelayan adalah jaring insang hanyut drift gilne jaring yang pemasangannya dibiarkan hanyut
mengikuti arus dan salah satu ujungnya diikat pada perahukapal atau nelayan
Universitas Sumatera Utara
sering meninggalkanmenahan jaring tersebut selama beberapa jam sebelum jaring ditarik kembali yang ditandai dengan pelampung-pelampung kecil sebagai tanda
lokasi jaring terpasang. Tetapi jaring ini juga dapat dilingkarkan sesuai dengan inisiatif nelayan dalam pengoperasiannya.
Pengoperasian alat ini dibantu dengan boat bermesin 3-15 PK. Satu kapalboat terdiri dari 1-2 orang anggota kru, panjang jaring 2-4 set atu sama
dengan 200-400 m. Jaring tersebut terbuat dari benang nilon, ditambah pelampung, timah pemberat dan tali ris untuk penarik jaring. Lebar mata jaring
tergantung jenis dan besar ikan yang akan ditangkap makanya sebutan jaring salam jara 2 cm. Tetapi pada umumnya jaring salam dikhususkan untuk
menangkap jenis-jenis ikan aso-asogembung, gembung kuringgambolo, adapun sebutan salam jara sebab mata jaring dimodifikasi khusus menangkap ikan aso-
aso yang besarnya sedang menanjak dewasa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Junaidi tekongnelayn
jaring gembung di desa Beringin. Nelayan jaring salam beroperasi 2 kali dalam sehari, waktu pagi hari jam 05.00-10.00 WIB kemudian dilanjutkan jam 15.00-
21.00 WIB. Pemilihan waktu tersebut berhubungan dengan perubahan pola siklus angin dari darat menuju laut dan dari laut menuju darat hal ini menurut nelayan
berkorelasi dengan kecendrungan ikan untuk timbul dalam bermain dan mencari makan, di mana waktu-waktu diataslah yang tepat untuk menebar jaring. Nelayan
juga beroperasi bersamaan dengan bagan boat saat mengatrol jaringnya untuk memburu ikan-ikan gembungaso-aso, menurut mereka bagan sulit menangkap
ikan-ikan tersebut yang sering terlepas dari perangkap mereka untuk nelayan jaring salam telah siap menghambat ikan-ikan itu dengan alat tangkap yang
Universitas Sumatera Utara
mereka miliki, pihak-pihak nelayan bagan boat tidak akan keberatan atas kehadiran nelayan jaring salam bersama-sama menangkap ikan dilokasi yang
berdekatan. Bapak Junaidi menambahkan mereka lebih baik mencari ikan secara intensif pada saat terang bulan dan musim Barat sebab harga ikan akan naik atau
relatif stabil. Suatu momen yang tepat bagi para nelayan jaring salam untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya sebelum masa paceklik tiba. Sistem
bagi hasil yang diterapkan nelayan adalah sistem bagi dua setelah pengeluaran biaya operasional seperti minyak, tetapi jika nelayan memakai alat tangkap toke
atau nelayan lain yang tidak melaut maka mereka bagi tiga, setengah buat toke. Setengah lagi dibagi dua anggota nelayan yang melaut setelah sebelumnya
terlebih dahulu dikeluarkan biaya minyak atau transportasi modal melaut. Wawancara 20 Desember 2007 dengan Bapak Junaidi selaku Tekongnelayan.
Masa panen nelayan jaring salam saat musim Timur tiba bersamaan dengan musim ikan aso-aso, gambolo namun fluktuasi harga membuat para
nelayan tidak mendapatkan keuntungan karena nelayan lainpun mengalami masa- masa panen raya terutama nelayan bagan boat dan pukat cincin.
4.1.5. Nelayan Jaring Udang Trammel Net
Penangkapan menggunakan jaring udang mulai berkembang setelah nelayan mengetahui banyaknya sumberdaya jenis udang diperairan Serdang
Bedagai, mulanya tidak ada alat khusus yang diterapkan, udang-udang tertangkap oleh jaring salam hanya beberapa ekor. Pengalaman tersebut mendorong nelayan
untuk menyiapkan alat khusus untuk menangkap udang-udang yaitu jaring udang. Jaring udang adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
tiga lapis jaring, dimana ukuran mata jaring bagian dalam lebih kecil sekitar 2 cm daripada kedua lapis jaring luarnya 4 cm. Tujuan utama penangkapan alat ini jenis
udang sehingga pemasangannya dilakukan di dasar perairan. Bahan jaring terbuat dari benang pukat dan benang nilon biasanya berwarna-warni, bagian dalam
berwarna putih sedangkan bagian luar biru atau merah tetapi ada juga seluruhnya benang jaring berwarna polos putih atau biru. Panjang jaring berkisar 20-30 m.
Jaring udang hanya dapat dibeli dalam bentuk siap pakai rata-rata per unit jaring udang Rp.250.000-Rp.300.000. Nelayan sangat aktif menggunakan jaring udang
di akhir musim Timur, musim peralihan sampai awal-awal musim Barat bulan September, Oktober, Nofember, Desember, saat inilah menurut mereka musim
udang tiba hasil penangkapan meningkat namun proses penangkapan agak terganggu mulai derasnya arus laut musim Barat tetapi arus tersebutlah yang
berperan membongkar sarang-sarang udang yang berada di dasar perairan sehingga tertangkap oleh jaring dengan bentuk tergulung.
Sasaran utama jenis udang yang ditangkap adalah jenis udang kelong, udang maradona, udang windu, nilai ekonominya sangat tinggi seharga
Rp.35.000-45.000kg bila dijual kepenampung tetapi jika dijual ke pasar harga dapat mencapai Rp.75.000kg. Dalam operasinya jaring udang mudah sekali
mengalami kerusakan. Kerusakan jaring diakibatkan tersangkut di karang atau ada kepiting yang terperangkap dapat memutuskan benang-benang jaring karena
dioperasikan di dasar perairan laut, dalam kondisi seperti itu terpaksa nelayan menambal agar jaring kembali layak pakai.
Universitas Sumatera Utara
4.1.6. Nelayan Hutan Bakau dan Kawasan Pantai
Komunitas Nelayan hutan bakau Mangrove dan kawasan pantai merupakan mayoritas kelompok-kelompok nelayan yang menggunakan teknologi
penangkapan tradisional terbatas kemampuan daya jelajah dan aktif beroprasi hanya sekitar kawasan bakau dan pantai disebut juga dengan perikanan rakyat.
Komunitas mereka hanya mencari biota-biota laut seperti lokan-lokan dan kerang- kerangan yang ada dalam hutan bakau. Hasil yang mereka cari dapat dijual kepada
konsumen atau kepasar tradisional.
4.1.7. Nelayan Pencari Biota-Biota Bakau.
Penduduk telah menggunakan hutan bakau sebagai lokasi mencari biota diantaranya anekaragam kerang-kerang, mereka secara turun-temurun anak-anak,
dewasa dan orang tua melaksanakan pencarian kerang-kerang untuk sekedar kosumsi atau dijual. Mereka mengetahui berbagai jenis hewan mendiami tempat
tersebut dan kecenderungan, tabiat biota yang mereka buru. Berdasarkan hasil wawncara dengan Ibu Marni informan pencari biota
laut dihutan bakau, hewan yang banyak menghuni hutan bakau diantaranya : dari jenis kerang-kerang, hewan melata vertebrata burung dan lain-lain. Kerang-
kerang dengan sebutan nama lokal terdiri dari : lokkan, lokan kopa kepah, ceput sifut, tiram dan lain-lain. Kerang-kerang yang hidup dibakau selalu
berkelompok–kelompok, untuk menandai tempat mereka. Kerang biduwan, sifut hidup berkoloni dipermukaan lumpur dibawah pohon bakau yang rindang. Tetapi
jenis lokkan biasanya hidup didalam lumpur bakau atau pasir lunak. Ciri-ciri menandakan adanya kerang lokkan dilumpur bakau biasanya dia
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan suara tak-tak saat sulit terbuka keluar dari lumpur untuk menghirup oksigen, suara itu dikeluarkan secara serentak bergantian.
Wawancara 3 Nopember 2007 dengan Ibu Marni, istri nelayan. Lokkan lebih banyak terdapat pada hutan bakau yang berlumpur
ketimbang bakau yang bertanah keras. Tempat yang sering didiami oleh koloni lokkan adalah dilokasi-lokasi pohon bakau yang telah mengalami pembusukan
ditanah serta di akar-akar bakau yang menjalar. Cara pengambilan lokkan menggunakan alat Guris, pisau atau parang lading cukup dengan mengais-
ngaiskan atau mengorek tanah, lumpur sedalam 1-3 cm disekitar lumpur. Parang akan mengeluarkan bunyi nyaring jika bergesekan dengan kulit lokkan biasanya
jika di suatu tempat lahan bakau yang subur bekas-bekas kayu bakau busuk terdapat beberapa kelompok lokkan satu kelompok kadang 4-10 ekor lokkan.
Setelah lokkan terlihat maka dimasukan kedalam goni, keranjang atau ember sebagai tempat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Selain lokkan pencarian
biduwan tidak perlu dengan cara mengais tanah, biduwan tersebar dipermukaan bakau dan tinggal mengumpulkannya saja. Lokkan dan biduwan yang dicari,
diambil mereka diseleksi dengan baik hanya yang besar saja yang diambil sedangkan yang kecil-kecil ditinggalkan ditempat semula. Ukuran rata-rata
lokkan standar sebesar kepalan tangan. Pencarian biota-biota dilakukan pada saat air laut sedang surut pagi,
siang serta sore hari sehingga berjalan dihutan bakau tersebut tidak sulit. Aktivitas menuju bakau dilaksanakan dengan berjalan kaki atau berperhu melalui
aliran sungai. Biasanya mereka pergi secara berkelompok-kelompok 3-6 orang, pekerja mencari biota lebih didominasi kaum wanita remaja. Dewasa dan ibu-ibu
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga walaupun tidak tertutup kemungkinan diantaranya pencari terdapat laki-laki.
Menurut mereka musim lokan tiba saat terang bulan Bulan purnama selama 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, hari. Dimana sinar bulan penuh menyinari
muka bumi maka lokan penuh gemuk tidak seperti hari tidak terang bulan. Nelayan pun intensif mencari lokan sebab lokasi bakau tidak terlalu jauh dari
tempat pemukiman mereka. Meskipun pergi berkelompok hasil pengumpulan kerang diperkirakan secara individu-individu setiap anggota nelayan membawa
tempat pengumpulannya masing-masing terkecuali jika kelompok tersebut satu keluarga, biota-biota itu dikumpulkan secara bersama-sama. Pekerjaan ini
bukanlah mata pencarian pokok masyarakat nelayan, untuk sekedar menambah penghasilan atau untuk dikonsumsi sendiri keluarga mereka. Biota laut lokan,
biduwan, sifut, dan lain-lain hasil pencarian nelayan sekembalinya dari daerah bakau langsung dipesiang dibuka atau dibersihkan dari cangkangnya dengan
pisau atau dipecah menggunakan batu sehingga nampak dagingnya lalu dikelompokkan menurut jenis biota kemudian setelah itu biasanya langsung dijual
ke pedagang pengumpul pamuge yang menjadi langganan tetap membeli biota- biota itu atau dijual kepada seorang yang telah memesan biota-biota tersebut.
4. 2. Akses Perkembangan Teknologi Nelayan