GAMBARAN SUMBER DAYA ALAM DAN

BAB III GAMBARAN SUMBER DAYA ALAM DAN

SUMBER DAYA EKONOMI 3. 1. Sumber Daya Alam 3.1. 1. Hutan Bakau Mangrove Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tampubolon, sejauh ini meninjauh bahwa di sepanjang pantai Serdang Bedagai hutan bakau mangrove sudah musnah karena ditebang oleh orang-orang yang mempunyai modal seperti orang-orang Cina dan pengusaha lainnya untuk dijadikan tambak udang, kayu bakar dan arang. “Kami dan Delegasi SNSU melakukan peninjauan di sepanjang pesisir pantai Serdang Bedagai dan sekarang kami mencoba melakukan penanaman kembali sebagai langkah awal dalam pengelolaan ekosistem hutan bakau untuk melestarikan pesisir pantai Serdang Bedagai, guna untuk mengantisipasi naiknya ombak besar pengendali banjir bahkan dapat juga memperkecil arus air laut yang disebabkan oleh Tsunami”. Dalam hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tampubolon wawancara 4 November 2007 sebagai ketua Serikat Nelayan Sumatera Utara SNSU. Dalam melakukan wawancara kepada salah satu informan yang bernama Bapak M. Yusuf, mengatakan bahwa keadaan hutan bakau mangrove yang berada di Serdang Bedagai ini tidak lagi sebanyak jumlah yang dahulu pernah ada. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa berkurangnya jumlah hutan bakau mangrove ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu ; banyaknya warga menjadikan lahan hutan bakau menjadi lahan tambak dan kayu bakar. Masalah Universitas Sumatera Utara ini tentunya akan merusak ekosistem yang ada pada hutan bakau mangrove itu sendiri, misalnya burung-burung yang terbang dari daerah lain tidak dapat lagi singgah di ranting hutan mangrove sehingga mengakibatkan ikan yang biasanya mendapatkan makanan dari kotoran burung ini tidak lagi datang ke tempat tersebut dan akan berdampak pada hasil tangkapan kami. Padahal disamping itu juga hutan bakau menjadi salah satu lokasi masyarakat desa beraktivitas untuk mencari biota-biota laut, menjaring ikan dan lain sebagainya, demi kebutuhan hidup. wawancara 3 November 2007 dengan Bapak M. Yusuf,. Pada saat waktu yang hampir bersamaan dengan salah seorang informan yang bernama Bapak Sofian, menambahkan bahwa : “hutan bakau mangrove juga sangat berfungsi bagi kami masyarakat yang berada di sekitar pantai, untuk menambah penghasilan nelayan. Sebagai penjaga antara lautan dan daratan yang dalam hal ini tentunya akan dapat menghindari abrasi laut, selain itu hutan mangrove juga berfungsi sebagai memperluas daratan, sebagai pelindung pantai, penahan angin, pengendali banjir bahkan dapat juga memperkecil arus air laut yang disebabkan oleh Tsunami”. wawancara 3 November 2007 dengan Bapak Sofian. Adapun manfaat dan fungsi dari mangrove antara lain : • Sebagai peredam gelombang dan angin, pelindung dari abrasi, penahan intrusi air laut ke darat, atau disebabkan oleh Tsunami. • Penghasil sejumlah besar detritus hara bagi plankton yang merupakan sumber makanan utama biota laut. Universitas Sumatera Utara • Daerah asuhan tempat mencari makan, dan daerah pemijahan, berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya. • Penghasil kayu konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang • Pemasok larva nener ikan, udang dan biota laut lainnya. • Habitat bagi beberapa satwa liar, seperti burung, reptilia biawak, ular, dan mamalia monyet. • Sebagai tempat ekowisata. Menurut data dari landset Sumatera Utara tahun 1989, di wilayah pantai Sumatera Utara luas hutan mangrove adalah 85.393 Ha Inhutani, 1995 dan keadaan hutan tersebut pada umumnya tidak virgin lagi. Penyebab kerusakan hutan mangrove diperkirakan karena eksploitasi yang berlebihan atau perambahan hutan, terutama disebabkan potensi ganda yang dimilikinya, baik dari aspek ekonomi dan aspek lainnya. Serta kegiatan lainnya seperti penebangan hutan untuk dijadikan kayu bakar dan industri arang. Kerusakan lain yang banyak menimbulkan penurunan kualitasnya adalah pembukaan hutan mangrove yang dijadikan lahan pertambakan udang BLKT Dephut, 1993.http:www.sumutpro v.go.idlengkap.php?id=463. Dari data yang dijelaskan diatas, menurut pengamatan dan hasil wawancara dengan Bapak Ruslan Rangkuti yang mengatakan “Pada masa hutan bakau masih ada banyak dari para nelayan kadang-kadang beralih profesi dari menangkap ikan di laut berubah menjadi pembuat arang, sedangkan pada saat hutan bakau telah musnah oleh para nelayan kembali ke profesinya yaitu menangkap ikan di laut”. Universitas Sumatera Utara Sedangkan Undang-undang yang di keluarkan oleh Pemerintah mengenai lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan pasal 1 butir 2. Dalam kaitan tersebut pemerintah Propinsi Sumatera Utara, pada puncak peringatan Hari Bumi 2006 bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Langkat menggelar kegiatan dan pencanangan Gerakan Konservasi Mangrove Terpadu Berbasis Masyarakat. Thema yang diangkat “Bahwa kita hanya punya satu bumi “Only One Earth. Melalui pendekatan metode pemberdayaan masyarakat kawasan pantai, proyek percontohan penanaman bibit pohon Mangrove seluas 5 hektar, dimulai dari kawasan pantai Kabupaten Langkat, Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Dan direncanakan sebagai langkah awal dalam pengelolaan ekosistem pantai Timur Sumatera Utara yang berkelanjutan. http:www.sumutpr ov.go.idlengkapphp?id=463.

3.1. 2. Sumber Daya Ikan

Kegiatan penangkapan ikan di daerah perairan Sialang Buah dan daerah lainnya di perairan Serdang Bedagai, sudah mendekati kondisi yang sangat kritis. Hal ini dilihat dari keterangan yang diperoleh dari Bapak Ruslan Rangkuti, yang menyatakan: “Tangkapan ikan sekarang hanya bisa memenuhi kebutuhan dapur saja, tidak bisa lagi menjadi mata pencaharian hidup saya”. Nelayan tradisional di desa Pantai Cermin Pekan sering manghasilkan tangkapan kepiting, desa Pantai Cermin Kiri dan Kanan sampai desa Kuala Lama adalah udang, dan desa Sialang Buah, sering manghasilkan tangkapan ikan seperti ikan Universitas Sumatera Utara Gembung, ikan Bawal dan Kepiting yang kemudian dijual kepasar tradisional di desa Sialang Buah, secara pribadi jika tangkapan itu dalam skala kecil, tetapi jika tangkapannya dalam jumlah yang lumayan besar di atas 3-5 kg maka para nelayan tersebut menjualnya kepada toke di desa Sialang Buah Wawancara 3 November 2007 dengan Bapak Ruslan Rangkuti sebagai Ketua Serikat Nelayan Merdeka. Tingginya tekanan penangkapan khususnya dipesisir pantai telah menyebabkan menurunnya stok sumberdaya ikan dan meningkatnya kompetisi antara alat penangkapan ikan yang tidak jarang menimbulkan konflik diantara nelayan. Sebagai akibat dari menurunnya pendapatan, nelayan melakukan berbagai macam inovasi dan modivikasi alat penangkapan ikan untuk menutupi biaya operasi penangkapannya. “Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Jali, Ramlan dan Irfan M Nur, nelayan kepiting dan nelayan udang, sumberdaya ikan pada saat ini sangat kian terpuruk kurang, baik itu kepiting, udang maupun ikan yang sering kami tangkap. Karena alat tangkap pukat harimau dan sejenisnya sampai saat sekarang ini masih merajalela di daerah tangkapan kami. Seharusnya alat tangkap seperti itu daerah tangkapannya diatas 4 mil yang sesuai dengan peraturan hukum pemerintah. Dengan masuknya pukat harimau, maka hasil tangkapan kami pun kian berkurang dari Rp. 50.000 menjadi Rp. 10.000hari bahkan sama sekali tidak mendapatkan hasil. Sehingga kami nelayan kecil dengan pukat harimau dan sejenisnnya sering terjadi bentrok, karena pukat harimau menjarah wilayah tangkapan kami nelayan kecil sehingga tentu saja kami tidak mau membiarkan hal itu terjadi, apalagi jaring kami sering ditabrak Universitas Sumatera Utara sampai hilang bahkan sampai nyawapun hilang. Pukat harimau sangat meresakan nelayan kecil dan merugikan kami”. Wawancara 17 Desember 2007. Pelanggaran penggunaan alat tangkap dan metoda penangkapan ikan bukan berita baru lagi dalam kegiatan penangkapan ikan. Salah satunya adalah pelanggaran penggunaan trawl pukat harimau secara illegal dibeberapa wilayah perairan. Bila kita menengok sejarah pengelolaan sumberdaya ikan, fakta menunjukan bahwa kegagalan pengelolaan beberapa stok sumberdaya baik secara regional baik dunia berpangkal dari kesalahan kita dalam perencanaan antisipasi awal terhadap dampak pengoperasian alat tangkap ikan dan dinamikannya. Namun dibalik itu, pengembangan alat tangkap yang tak terencana dan dinamika perubahannya yang tanpa kontrol telah menyebabkan punahnya sumberdaya ikan. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, 1998,. Menurut Bapak Tampubolon, Nasib nelayan tradisional saat ini di daerah sepanjang pantai Serdang Bedagai dan juga di beberapa daerah lainnya, kian terancam oleh beroperasinya kapal jaring pukat harimau trawl. Di samping itu merusak habitat ikan di laut, pukat harimau trawl sering menabrak kapal nelayan tradisional sehingga di laut rawan menimbulkan bentrokkan antara nelayan tradisional dengan nelayan pukat harimau trawl. Penggunaan alat tangkap seperti pukat harimau trawl dan sejenisnya masih merajalela di pinggiran tempat penangkapan nelayan tradisional di desa Sialang Buah dan juga di beberapa daerah lain di sepanjang pantai Serdang Bedagai. Pukat harimau sering menabrak jaring bawal, jaring gembung dan juga jaring lainnya serta perahu nelayan yang sedang dipasang dilaut, sehingga nelayan kecil tewas Universitas Sumatera Utara dalam tragedi itu. Pada tahun 2002 pukat harimau menabrak perahu nelayan tradisional sehingga mengakibatkan nelayan tradisional 5 orang tewas hanyut dilaut, sehingga nelayan tradisional melawan pukat harimau hingga membakar kapal pukat harimau dan pada tahun 2003 nelayan pukat harimau balas dendam mengakibatkan 3 orang anggota Serikat Nelayan Merdeka tewas dalam tragedi itu. Wawancara dengan Bapak Ketua SNSU. Demikian pula dengan penemuan pukat harimau, yang diyakini sebagai alat tangkap yang produktif, ternyata juga mempunyai dampak negatif terhadap biota lain yang tak termanfaatkan dan lingkungan sekitarnya. Disisi lain sejarah juga mencatat bahwa kesalahan dalam mengantisipasi dinamika alat tangkap juga telah mengakibatkan punahnya sumberdaya ikan. Hal ini dapat peneliti rasakan ketika salah seorang informan yang bernama Bapak Rahmat Sayuti, mengelukan nasibnya yang kalah saing dengan pukat harimau atau sejenisnya. “Jika sudah pukat harimau turun, kami ini nelayan kecil tradisional tidak lagi dapat bagian dalam tangkapan dan hanya pukat harimau tersebutlah yang menguasai tangkapan tersebut”. Keputusan untuk pengoprasian alat tangkap termasuk teknologinya harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan diperlukan evaluasi mendalam sebelumnya. Karena, setiap pengoperasian unit penangkapan ikan akan berdampak baik terhadap sumberdaya ikan yang ditangkap maupun lingkungannya, sehingga perlu dikaji sejauh mana dampaknya dan bagaimana cara meminimalkan dampaknya. Disamping mengevaluasi dampak pengoperasian alat tangkap, pemanfaatan sumberdaya juga harus mempertimbangkan aspek Universitas Sumatera Utara dinamika upaya penangkapan ikan. Kesalahan mengantisipasi dinamika upaya penangkapan ikan akan berdampak pada apa yang dinamakan sebagai berlebihnya kapasitas perikanan. Oleh sebab itu, penggunaan alat tangkap ikan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan harus benar-benar memperhatikan keseimbangan dan meminimalkan dampak negatif bagi biota lain yang kurang termanfaatkan. Hal ini penting dipertimbangkan mengingat hilangnya biota dalam ekosistem laut akan mempengaruhi secara keseluruhan ekosistem yang ada. Disamping teknologi itu sendiri, adalah penting bagi pemanfaatan sumberdaya ikan untuk memahami pengelolaan penangkapan ikan yang meliputi perencanaan, pengoperasian, dan optimalisasi pemanfaatan ikan. Rekayasa alat tangkap harus mempertimbangkan aspek-aspek sumberdaya ikan yang ada, habitat ikan, peraturan perundang- undangan, dan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan agar supaya alat teknologi yang diciptakan tidak mubazir atau bahkan merusak semberdaya ikan dan lingkungannya. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut, 1998.

3.1. 3. Tambak

Di dalam buku statistik perikanan Indonesia, Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perikanan tidak menggunakan istilah petambak. Melainkan petani ikan, yang diartikan sebagai ”anggota RTP Rumah Tangga Perikanan maupun buru yang secara langsung melakukan pekerjaan pemeliharaan ikanbinatang air lainnya. Dengan demikian perbedaan utama antara nelayan dan petambak adalah bahwa kalau nelayan melakukan pekerjaan penangkapan, maka petambak melakukan pekerjaan menambak atau budidaya. ”budidaya adalah Universitas Sumatera Utara kegiatan memelihara ikanbinatang air lainnya atau tumbuhan air dengan menggunakan fasilitas buatan. Pada dasarnya budidaya dilakukan diperairan yang dikelilingi galengan seperti tambak dan kolam. Menurut pandangan dan Bapak Sutrisno dan Bapak Temon di sekitar desa Lubuk Saban dan di desa-desa lainnya yang ada dilingkungan Serdang Bedagai, puluhan hektare tambak udang di terlantarkan oleh pemiliknya. Masalahnya, biaya produksi tidak sebanding dengan keuntungan dan kondisi pasar udang yang sangat tidak mendukung. Untuk memproduksi 1 kg udang saja dibutuhkan Rp. 27 ribu tak termasuk biaya pengolahan. Saya pikir merosotnya kegiatan areal tambak udang karena terjadi pengrusakan lingkungan hutan bakau mangrove. Kalau bakau mangrove itu sudah rusak, otomatis udang di tambak akan gampang di serang penyakit. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sutrisno sebagai kepala Desa dan Bapak Temon sebagai Sekdes Lubuk Saban wawancara 16 Desember 2007. Setelah melakukan penelitian di lapangan, peneliti menemukan bahwa para petani tambak di lokasi penelitian sangat mengeluhkan masalah modal yang sampai saat ini menjadi faktor utama para petani tambak tidak lagi mengelola tambaknya, bahkan meninggalkan tambak tersebut dan memilih untuk mencari usaha lain yang dianggap lebih mudah dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tampubolon wawancara 4 November 2007 sebagai ketua Serikat Nelayan Sumatera Utara SNSU, yang mangatakan bahwa sebahagian besar masyarakat meninggalkan tambak- tambaknya karena ketidakmampuan modal untuk mengelola tambak tersebut. Akibatnya, mereka lebih memilih menjadi buruh dari tambak milik toketengkulak Universitas Sumatera Utara atau mencari usaha lain yang sifatnya bisa memenuhi kebutuhan mereka sehari- hari. Selain hal di atas, para petambak tersebut sebenarnya memiliki keinginan untuk mengelola kembali tambaknya, dengan harapan mendapatkan bantuan dari pemerintah. Keinginan para petambak tersebut untuk mengelola kembali tambaknya telah mendapatkan perhatian dari Serikat Nelayan Sumatera Utara, yang telah berupaya meminta bantuan modal kepada Dinas Perikanan Kabupaten Serdang Bedagai, untuk membangun koperasi agar para petambak yang tidak memiliki modal dapat terbantu dan demi meningkatkan kesejahteraan ekonomi masayarakat. Namun yang menjadi masalah saat ini adalah bahwa pemerintah setempat tidak merespon dengan baik permintaan dari para nelayan yang mengusulkan bantuan modal untuk kelancaran usahanya. Hal ini langsung diutarakan oleh Bapak Tampubolon, wawancara 4 November 2007 bahwa ”kami telah berusaha mengusulkan dan meminta kepada pemerintah agar memberikan bantuan modal untuk para nelayan kecil, namun sampai saat sekarang ini, kami belum mendapatkan dana bantuan modal tersebut”. Selain Bapak Tampubolon, hal senada juga diutarakan oleh beberapa orang informan yang berhasil dikonfirmasi oleh penulis pada saat dilapangan. Oleh karena itu, para nelayan yang tergabung dalam Serikat Nelayan Sumatera Uutara SNSU tersebut sangat mengharapkan perhatian dari pemerintah untuk mendapatkan bantuan modal. Setidaknya pemerintah membantu dalam hal pengadaan koperasi di lingkungan mereka. Universitas Sumatera Utara

3.1. 4. Pertanian

Menurut keterangan dari Bapak Tampubolon, ketua Serikat Nelayan Sumatera Utara, dari Sektor pertanian mempunyai potensi yang sangat strategis bagi penghasilan masyarakat di desa Kuala Lama dan pada umumnya di Serdang Bedagai. Masyarakat yang ada di Serdang Bedagai ini, untuk mengelola tanah sampai pada panennya meminjam atau mengutang kepada pemilik modaltengkulak, artinya memakai uang dari tengkulak demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Komoditas sektor pertanian yang mempunyai peranan penting bagi perekonomian masyarakat adalah tanaman padi, dan sayur-sayuran. Wilayah Serdang Bedagai memiliki potensi sumberdaya pertanian yang cukup besar. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sabena, sebagai ketua kelompok tani mengatakan bahwa, petani padi pada masyarakat Serdang Bedagai ini merupakan salah satu aktivitas yang sangat penting bagi kami petani, karena sebagai salah satu mata pencaharian utama kami petani. Di samping itu dengan bertani dapat memenuhi kebutuhan hidup petani dan kebutuhan hidup masyarakat yang ada di Sumatera Utara ini. Karena hasil dari bertani kami jual demi keberlangsungan hidup ekonomi masyarakat. Menurut Ibu Sabena, sebagian masyarakat juga menanam sayur-sayuran dan akan dijual ke pasar sebagai tambahan penghasilan dan kebutuhan hidup. Wawancara 17 Desember 2007. Kegiatan pertanian yang meliputi budaya bercocok tanam dan memelihara ternak merupakan kebudayaan manusia paling tua. Tetapi dibandingkan dengan sejarah keberadaan manusia, kegiatan bertani ini termasuk masih baru. Sebelumnya, manusia hanya berburu hewan dan mengumpulkan bahan pangan Universitas Sumatera Utara untuk dikonsumsi. Sejalan dengan peningkatan peradaban manusia, pertanian pun berkembang menjadi berbagai sistem. Mulai dari sistem yang paling sederhana sampai sistem yang canggih dan padat modal. Berbagai teknologi pertanian dikembangkan guna mencapai produktivitas yang diinginkan. Dari lokasi penelitian saya, pertanian juga menjadi salah satu sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya petani padi dan sayur-sayuran seperti sayur bayam, sawi dan sebagainya. Selain itu juga banyak yang menanam jagung sebagai tambahan penghasilan bagi masyarkat setempat. Kemajuan ilmu dan teknologi, peningkatan kebutuhan hidup manusia, memaksa manusia untuk memacu produktivitas menguras lahan, sementara itu daya dukung lingkungan mempunyai ambang batas toleransi. Sehingga, peningkatan produktivitas akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, yang pada akhirnya akan merugikan manusia juga. Berangkat dari kesadaran itu maka muncullah tuntutan adanya sistem pertanian berkelanjutan. Kepentingan dalam sistem pertanian alternatif ini sering dimotivasi dengan suatu keinginan untuk menurunkan tingkat kesehatan lingkungan dan kerusakan lingkungan dan sebuah komitmen terhadap manajemen sumberdaya alam yang berkeadilan. Tetapi kriteria yang paling penting untuk kebanyakan petani dalam mempertimbangkan suatu perubahan usaha tani adalah keingingan memperoleh hasil yang layak secara ekonomi. Universitas Sumatera Utara

3.2. Sumber Daya Ekonomi

3.2.1. TokeJuragan

Kajian mengenai patron tidak hanya terjadi di tengah-tengah masyarakat Dunia Ketiga, namun juga berlangsung di kalangan masyarakat maju, hal itu sudah merupakan suatu fenomena sosial. Walaupun hubungan patron-klien ini muncul dalam berbagai bentuk yang lain dengan berbagai variasinya. Gejala kepatronan ini hampir ada pada setiap masyarakat, baik itu pada masyarakat nelayan, petani yang tinggal di pedesaan dan juga dalam komunitas masyarakat kota yang hidup dari luar mata pencaharaian bertani, misalnya sektor informal, perdagangan maupun jasa. Menurut Bapak Abdul Sani, sebagian besar nelayan di desa Lubuk Saban ini menyatakan bahwa mereka memiliki masalah khususnya dibidang sosial ekonomi. Masalah yang dihadapi nelayan kebanyakan karena kurang terpenuhinya kebutuhan hidup yang disebabkan penghasilan yang mereka peroleh tidak sebanding dengan biaya hidup yang dibutuhkan. Sehingga untuk mengatasinya, nelayan selalu berhutang kepada toke untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Para tengkulak-tengkulak di desa Lubuk Saban ini sangat berperan didalam meningkatkan pendapatan nelayan. Hal ini disebabkan karena mayoritas masyarakat nelayan di desa ini dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya. Hal ini mereka lakukan karena mereka merasa terbantu dengan modal yang diberikan oleh para tengkulak tersebut. Wawancara 18 Desember 2007 dengan Bapak Abdul Sani, seorang Toke. Dalam pengamatan saya dilapangan ketika melakukan penelitian ada beberapa orang di desa tersebut menjadi salah seorang penadah dari Universitas Sumatera Utara sumberdaya tersebut. Penadah tersebut kadang-kadang menentukan harganya hanya secara sepihak sehingga dapat merugikan petani atau nelayan. Mereka lebih sering menyebut patron-klien, ini dengan istilah juragan atau toke. Menurut Bapak Tampubolon, masyarakat sebagian besar baik itu Anggota Serikat Nelayan Sumatera Utara, Serikat Nelayan Merdeka, serta petani sangat tergantung pada Toke, sejak zaman nenek moyang kita dulu. Karena 95 alat- alat tangkap ikan yang dipakai oleh nelayan tradisional milik tokejuragan, dan hasil tangkapan mereka tidak boleh dijual kepada orang lain kecuali kepada toke. Pada saat nelayan dalam keadaan sedang sulit ekonominya toke dapat memberikan pinjaman dengan syarat nelayan tersebut dapat menjual tangkapannya kepada toke Wawancara 4 November 2007. Masyarakat nelayan tradisional pada umumnya menggunakan alat tangkap jaring kepiting dan alat tangkap udang, walaupun sebagian nelayan telah memiliki alat tangkap, mereka masih tergantung pada tengkulaktoke karena lemahnya kemampuan megelola keuangan. Karena pada saat pasang mati, nelayan biasanya tidak memiliki persediaan uang sehingga tengkulak memanfaatkan keadaan ini dengan memberikan pinjaman dengan syarat-syarat tertentu. Persoalan utama yang dihadapi nelayan tradisional di sepanjang pantai Serdang Bedagai adalah pukat harimau dan sejenisnya. Nelayan jaring biasanya melaut seorang diri, paling banyak dua orang dalam satu sampan. Umumnya nelayan memiliki alat tangkap tersendiri, tetapi masih juga dijerat hutang oleh toke tengkulak karena lemahnya kemampuan untuk mencari keuangan. Syarat yang dibuat tengkulak adalah setiap hasil tangkapan nelayan harus dijual dan ditentukan harganya secara sepihak oleh si tengkulaktoke, tergantung dari besar Universitas Sumatera Utara kecilnya hutang nelayan kepadanya. Wawancara 17 Desember 2007 dengan Bapak Sambudin Selaku Kaur Pemerintahan Desa Lubuk Saban. Pada dasarnya peranan patron adalah ganda, satu sebagai pelindung dan sebagai pelantara, dari sekian banyak definisi yang diajukan para ahli dapat dilihat peranan patron adalah banyak segi multi segi. Walaupun peranan dari patron didasarkan pada pelindung dan perantara, tetapi masih ada dua pranan lainnya yaitu sebagai agen modernisasi, dan agen perubahan sosial dan ekonomi. Pada masyarakat nelayan patron selalu dilihat sebagai seorang yang kaya dan berkuasa, dia menjadi patron karena dapat memberikan keuntungan dengan perlindungan ekonomi dan keamanan. Selain sebagai pelindung dan perantara, patron adalah sumber asuransi yang diperoleh nelayan disaat ekonominya sulit, patron diharapkan menolong kliennya dengan jalan apapun. Lebih lanjut Scott 1977 menyebutkan hubungan ini asuransi krisis subsisten, maksudnya patron diharapkan memberikan pinjaman disaat perekonomian sulit, menolong saat sakit dan kecelakaan. Merujuk dari analisa yang diberikan oleh Scott, secara jelas memberikan indikasi bahwa peranan patron adalah sebagai pelindung ekonomi nelayan. Namun kecendrungan yang terjadi bila setiap patron dalam pranannya sebagai pelindung akan selalu mengesploitasi sang klien. Biasanya patron menggunakan nelayan sebagai kekuatan ditangan mereka karena adanya suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh sang klien, sang klien selalu dibawah patron. Seperti apa yang dikemukakan diatas tadi adanya suatu kewajiban dan kekuasaan yang dimiliki toke sehingga toke semena-mena kepada petani. Universitas Sumatera Utara Seperti apa yang dijelaskan oleh seorang informan saya yang bernama Bapak Marpaung “bahwa toke yang ada disini pasti memiliki piutang kepada setiap nelayan sehingga kami para nelayan harus memberikan kewajiban berupa hasil tangkapan kami tidak boleh dijual kepada orang lain melainkan ibarat raja terselubung bagi kami para nelayan”. Wawancara 4 November 2007. Menurut pandangan Bapak Awaludin dan Jono Simanjuntak menerangkan masyarakat nelayan di desa Sialang Buah ini umumnya keluarga miskin. Untuk menangkap ikan, kami nelayan tradisional tidak memiliki modal untuk membeli perlengkapan seperti perahu dan alat-alat tangkap ikan lainnya. Dan satu- satunya jalan kami harus meminjam modal kepada para pemilik modal tengkulaktoke, demi kebutuhan hidup kami. Ketiadaan modal, membuat kami tidak berdaya, sebab hasil tangkapan kami harus dijual kepada toke dengan harga jauh berbeda jika dibandingkan dengan menjualnya sendiri kepasar atau kepada agen lainnya. Dalam hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Awaludin dan Jono Simanjuntak nelayan di desa Sialang Buah Wawancara 20 Desember 2007. Lebih lanjut Lamry, Ed, 1996: 58, melihat dalam masyarakat nelayan Bagan Deli, kepatronan tumbuh subur dan berkembang. Hubungan patron-klien terjadi antar pemborong dan nelayan. Kondisi yang menyebabkan bertahannya kepatronan secara khusus adalah ketimpangan kepemilikkan alat-alat pengeluaran, pola hidup, ketergantungan kehidupan nelayan terhadap mesin dan ketiadaan keahlian lain dikalangan nelayan dan lain sebagainya. Pola hubungan patron klien dikatakan oleh beberapa ahli adalah pola yang hubungan yang tidak seimbang bahkan cendrung eksploratif. Universitas Sumatera Utara 3.2.2. Jenis Alat Tangkap 3.2.2.1. Pukat kantong Pukat kantong adalah jaring yang memiliki kantong dan dua buah sayap. Cara operasinya adalah dengan cara menarik pukat tersebut keatas kapal yang sedang berhenti atau ke darat melalui kedua sayapnya.

3.2.2.1.1. Payang termasuk lampara adalah pukat kantong yang digunakan

untuk menangkap gerombolan ikan permukaan pelagic fish kedua sayapnya berguna untuk menakut-nakuti atau mengejutkan ikan serta menggiring ikan supaya masuk kedalam kantong. Cara operasinya adalah dengan melingkari gerombolan ikan dan kemudian pukat kantong tersebut ditarik kearah kapal.

3.2.2.1.2. Dogol daghis saine adalah pukat kantong digunakan untuk

menangkap ikan dasar demersal fish dan pada umumnya mempunyai dua utas tali penarik yang sangat panjang. Tali tersebut diikatkan pada masing-masig ujung sayap selama penarikkan jaring, tali penarik dan sayapnya digunakan untuk menakut-nakuti atau mengejutkan ikan supaya masuk kedalam kantong.

3.2.2.1.3. Pukat Pantai Beach saine adalah semua pukat kantong yang

dalam cara operasi penangkapannya dilakukan dengan menarik pukat kantong ini ke pantai. Biasanya penarikkan ini dilakukan oleh beberapa orang pada masing– masing sayapnya, tetapi dapat pula dilakukan oleh seorang saja apabila ukuran pukat pantai ini kecil.

3.2.3. Pukat Cincin

Universitas Sumatera Utara Pukat cincin purse saine adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, tanpa kantong dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan palagis fish cara oprasinya adalah dengan cara melingkarkan jaring sehingga mengurung gerombolan ikan. Setelah ikan terkurung maka bagian bawah jaring ditutup dengan menarik tali yang dipasang sepanjang bagian bawa tali tali kolor melalui cincin.

3.2.4. Pukat Udang

Pukat udang pukat tarik adalah penangkap yang khusus untuk menangkap udang yang dilengkapi dengan alat pemisa API yang dipasang diantara badan dan kantong jaring. Api ini berfungsi penyaring ikan-ikan dan binatang laut lainnya yang akan masuk ke dalam kantong. Jenis alat tangkap ini merupakan salah satu jenis alat pukat harimau.

3.2.5. Pukat Ikan

Pukat ikan adalah jenis pukat tarik, yang efektif untuk penangkapan ikan pelagis ataupun ikan demersal selain udang kedalam oprasi dapat diatur sesuai dengan kedalaman kelompok ikan yang ditujui yaitu dilapisan tengah atau lapisan datar, menggunakan satu buah kapal yang dilengkapi dengan otter board sebagai pembuka mulut jaring ataupun menggunakan dua buah kapal dalam pengoprasian pukat ikan. Sesuai dengannya yaitu untuk menangkap jenis ikan ukuran mata jaring yang kecil pada bagian cok-end, lebih besar dibanding dengan pukat udang. Universitas Sumatera Utara

3.2.6. Jaring insang

Jaring insang gill net adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang dilengkapi dengan pemberat-pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung-pelampung pada tali ris atasnya. Jaring ini dipasang tegak lurus di dalam air dan menghadang arah gerak ikan. Ikan-ikan tertangkap karena tersangkut pada mata jaring atau tergulung oleh jaring tersebut.

3.2.6.1. Jaring insang hanyut

Jaring insang hanyut driff gill net adalah jaring insang yang pemasangnnya dibiarkan hanyut arus, dan salah satu ujungnya diikatkan pada perahukapal. Alat ini ditujukan untuk menangkap ikan-ikan permukaan plagic fish.

3.2.6.2. Jaring insang lingkar encircling gill net adalah jaring insang

yang pengoprasiannya dengan cara melingkari gerombolan ikan permukaan. Setelah ikan terkurung maka gerombolan ikan tersebut dikejutkan sehingga menabrak jaring dan tersangkut pada jaring. Cara melingkarkannya jaring ini dilakukan dengan melempar jaring dari kapal yang bergerak membuat lingkaran.

3.2.6.3. Jaring kelitik shrimp gill net adalah jaring insang yang

dipasang di dasar perairan menetap dalam jangka waktu tertentu. Umumnya lebih kurang 1 jam. Jaring ini biasanya terbuat dari benang sintetis monopilament dan dikhususkan untuk menangkap udang.

3.2.6.4. Jaring insang tetap set gill net adalah jaring insang yang

dipasang menetap untuk sementara waktu dengan menggunakan jangkar. Pemasangan jaring ini dapat bervariasi tergantung dari ikan yang ditangkap, Universitas Sumatera Utara apakah dipasang dekat atau pada dasar perairan yang bertujuan menangkap ikan dasar erel fish, atau pada lapisan tengah atau permukaan perairan. Analisa Profil Rumah Tangga Nelayan Di Sumatera Utara, 1991. Universitas Sumatera Utara

BAB IV AKSES MASYARAKAT NELAYAN TERHADAP