pengisian formulir ini penting karena formulir adalah instrumen standar untuk pengumpulan data pelaksanaan MTBS dan untuk pengambilan keputusan. Berkaitan
dengan ketaatan penggunaan dan pengisian formulir, pernah diteliti oleh Mardijanto dan Hasanbasri 2004 dalam penelitian di kabupaten Pekalongan yang
menyimpulkan bahwa kinerja pengisian formulir tidak membaik setelah 3 tahun pelaksanaan kegiatan MTBS puskesmas di kabupaten Pekalongan.
Keterpaduan pelayanan yang dilakukan dalam pelaksanaan MTBS menunjukkan suatu kerja tim yang kompak dan fleksibel dengan dipandu buku
panduan atau formulir MTBS menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan. Seharusnya untuk mewujudkan itu semua adanya
regulasi ataupun kebijakan dari dinas kesehatan yang disertakan dengan reward dan punishment bagi tenaga kesehatan pelaksana MTBS baik itu dalam pengisian
formulir, pelaksanaan MTBS, dan pelaporan MTBS. Regulasi yang kuat tidak dapat dijalankan dengan maksimal jika tidak diikuti dengan komitmen yang kuat dari
tenaga kesehatan pengelola dan pelaksana MTBS, untuk itu dibutuhkan komitmen yang kuat untuk pelaksanaan MTBS ini agar terwujud pelayanan kesehatan
komprehensif yang efektif dan efisien.
5.2.2 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring atau pengawasan akan membantu untuk menjamin agar program yang dilakukan dapat berjalan seperti yang diharapkan dan membantu tenaga serta
pengawas untuk mempertahankan jumlah dan mutu pekerjaan yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang tepat waktu, sederhana, minimal, dan luwes McMahon, 1999.
Pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan belum ada, berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai di Dinas Kesehatan Kota Medan
pengawasan yang dilakukan dalam bentuk pengumpulan laporan tiap bulan. Untuk puskesmas yg tidak mengumpulkan laporan tidak ada teguran ataupun sanksi. Terkait
dengan pengawasan pelaksanaan MTBS, berdasarkan penelitian Mardijanto dan Hasan Basri 2004 untuk evalusai MTBS di Kabupaten Pekalongan menunjukkan
bahwa pengawasan atau supervisi rutin dilakukan di awal pelaksanaan MTBS baik oleh kepala puskesmas, petugas kabupaten maupun provinsi. Dengan berjalannya
waktu frekuensi pengawasan yang didapat puskesmas semakin berkurang. Mengevaluasi efektifitas suatu program adalah menentukan nilai dari hasil
yang dicapai oleh tim kesehatan. Evaluasi diadakan untuk mengetahui sejauh mana program yang dilaksanakan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan tenaga
kesehatan. Informasi yang didapat dipakai untuk memperbaiki kuantitas, kualitas, aksesibilitas, efisiensi dari pelayanan kesehatan McMahon, 1999.
Evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan berasal dari informasi yang didapat dari pelaporan pelaksanaan MTBS yang dikumpulkan tiap
bulan, kemudian hasil evaluasi MTBS yang dilakukan disampaikan pada rapat antara pengelola program deteksi dini tumbuh kembang balita DDTK, nantinya pengelola
DDTK diharapkan akan menyampaikan informasi terkait pelaksanaan MTBS kepada pengelola MTBS di puskesmas. Disini terjadi penyampaian informasi tidak maksimal
Universitas Sumatera Utara
atau menyeluruh karena pengelola program DDTK di Puskesmas berbeda dengan pengelola pelaksana MTBS. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola DDTK
yang sekaligus pegelola MTBS di Dinas Kesehatan Kota Medan menunjukkan bahwa sampai saat ini belum pernah diadakan rapat antara pengelola pelaksana MTBS di
seluruh Puskesmas Kota Medan. Evaluasi memerlukan analisis mengenai penyebab kegagalan suatu program
sebagai cara terbaik untuk menjamin manajemen kesehatan berjalan dengan baik. Analisis pelaksanaan suatu program dapat berjalan dengan baik jika pengawasan
dilakukan dengan maksimal. Kepala puskesmas memegang peranan yang sangat penting dalam rangka pengawasan pelaksanaan tata laksana pneumonia dengan
MTBS, oleh karena kepala puskesmas berhubungan langsung dengan tenaga kesehatan pengelola MTBS.
5.3 Output