Proses Penatalaksanaan Pneumonia Dengan Manajemen Terpadu Balita

pada khususnya dan efisiensi kerja pada umumnya. Memberikan rasa nyaman dan senang bekerja kepada tenaga kesehatan, memberikan kesan yang baik terhadap para pasien Soedjadi, 1989.

5.2 Proses

5.2.1 Proses Penatalaksanaan Pneumonia Dengan Manajemen Terpadu Balita

Sakit MTBS Dalam proses penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS diawali dengan pendaftaran di ruang registrasi, tenaga kesehatan di loket mengisi formulir MTBS yaitu identitas anak dan status kunjungan, kemudian formulir diantarkan ke ruang pemeriksaan. Di ruang periksa yang seharusnya ruangan khusus MTBS dilakukan pemeriksaan, penilaian dan mengklasifikasikan penyakit anak, langkah selanjutnya adalah menentukan tindakan dan memberi pengobatan yang dibutuhkan. Pengobatan anak sakit dapat dimulai di klinik dan diteruskan dengan pengobatan lanjutan di rumah. Pada beberapa keadaan, anak yang sakit berat perlu dirujuk ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pra rujukan sebelum anak dirujuk Depkes RI, 2008. Proses penatalaksanaan pneumonia yang dilaksanakan di Puskesmas Medan Denai yaitu dimulai dari balita yang datang ke meja registrasi untuk mendaftar, setelah itu balita diarahkan langsung ke ruangan poli anak untuk dilakukan pengobatan. Di ruangan diukur berat badan dan tinggi badan balita dan juga ditanyakan kelengkapan imunisasi dan pemberian vitamin A untuk balita yang belum mendapatkannya, itu semua dilakukan oleh tenaga gizi yang belum mendapat Universitas Sumatera Utara pelatihan MTBS sehingga tidak ada pengisian formulir. Di ruangan yang sama balita diarahkan ke tenaga MTBS untuk pemeriksaan tanda bahaya umum serta ditanyakan keluhan balita, dengan adanya tanda bahaya umum pada balita sudah cukup menunjukkan penyakit itu berat, kemudian jika keluhan balita adalah batuk maka dihitung frekuensi napas anak dalam 1 menit, dengan hasil frekuensi napas balita tersebut dapat dinilai dan diklasifikasi jenis batuk yang diderita. Hasil pemeriksaan tersebut diisi ke dalam formulir MTBS. Setelah beberapa tahap diatas, kemudian dilakukan kegiatan untuk menentukan jenis tindakan atau pengobatan yang perlu dilakukan. Tindakan ini berarti menentukan tindakan atau pengobatan yang sesuai. Langkahnya adalah merujuk anak, memberikan obat yang sesuai, mengajari ibu cara memberikan obat di rumah, di tahap ini juga tidak terjadi pengisian formulir MTBS. Penelitian yang dilakukan di Puskesmas Medan Denai menunjukkan bahwa terdapat beberapa perbadaan dalam alur penatalaksanaan pneumonia, yaitu untuk balita yang pertama diisi formulir MTBS dulu baru diberi pengobatan, sementara untuk balita yang satu lagi diberi pengobatan dulu baru diisi formulir MTBS. Hal ini terjadi karena tenaga kesehatan pengelola MTBS hanya satu orang, sehingga untuk mengefektifkan waktu tunggu maka pemeriksaan bisa tidak sesuai dengan ban berjalan dari MTBS. Dalam pelaksanaannya, penggunaan MTBS belum berjalan secara optimal, disebabkan karena: Universitas Sumatera Utara A. Waktu Tunggu Pasien Pelaksanaan MTBS belum efektif dan efisien karena waktu tunggu balita yang terlalu lama karena semua pelaksanaan dilakukan di ruangan poli anak yang sekaligus ruangan MTBS, gizi dan KIA. Masalah ini akan semakin berat jika anak rewel ketika akan dihitung frekuensi nafasnya sehingga harus ditunggu sampai anak diam agar bisa dihitung frekuensi nafasnya. B. Konseling Konseling sebagai upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya, agar individu tersebut berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah Willis, 2004. Untuk mempersiapkan konseling yang baik, dalam modul MTBS dijelaskan untuk menggunakan KNI saat konseling yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pemberian konseling sebagai bagian dari penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS tidak berjalan baik di Puskesmas Medan Denai, tidak semua ibu balita mendapatkan konseling dari dokter atau tenaga kesehatan pelaksana MTBS. KNI sebagai bagian dari perantara konseling bagi ibu juga tidak tersedia di Puskesmas Medan Denai. Sejalan dengan penelitian Wibowo 2008 yang menyampaikan bahwa sebagian Kepala Puskesmas di beberapa puskesmas di Kabupaten Brebes merasa adanya inefisiensi penggunaan lembar KNI karena kurangnya pemanfaatan lembar Universitas Sumatera Utara KNI oleh ibu balita dan kepala Puskesmas juga menghadapi ketidaktaatan tenaga kesehatan untuk memberikan lembar KNI pada ibu balita. Hal ini dibenarkan oleh koordinator MTBS di Kabupaten tersebut bahwa ada sebagian ibu balita yang tidak memanfaatkan lembar KNI, dan ada petugas yang memilih- milih ibu yang akan diberi lembar KNI serta ada tenaga kesehatan yang tidak memberikan lembar KNI pada saat konseling. Berdasarkan UU No 36 Tahun 2009 dan SKN Tahun 2014 bahwa pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang didapat seseorang dengan tujuan untuk menyembuhkan penyakit kuratif dan pemulihan penyakit rehabilitatif tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan promotif dan pencegahan penyakit preventif. Pelayanan yang ada di Puskesmas Medan Denai lebih mengutamakan pelayanan kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan promotif dan preventif adalah pelayanan yang digunakan sebagai sarana konseling bagi tenaga kesehatan kepada ibu balita, sehingga ibu mendapat pengetahuan tentang peyakit dan perawatan pertama yang akan diberikan di rumah, jika seorang ibu tidak mengetahui penyakit dan cara pencegahan penyakit anaknya maka untuk selanjutnya anaknya bisa kembali menderita penyakit yang sama. C. Pengisian Formulir Pengisian formulir MTBS sudah dilakukan oleh tenaga kesehatan pengelola MTBS di Puskesmas Medan Denai dengan cukup baik. Ada bagian yang jarang diisi oleh tenaga pengelola MTBS yaitu bagian kunjungan ulang. Kepatuhan terhadap Universitas Sumatera Utara pengisian formulir ini penting karena formulir adalah instrumen standar untuk pengumpulan data pelaksanaan MTBS dan untuk pengambilan keputusan. Berkaitan dengan ketaatan penggunaan dan pengisian formulir, pernah diteliti oleh Mardijanto dan Hasanbasri 2004 dalam penelitian di kabupaten Pekalongan yang menyimpulkan bahwa kinerja pengisian formulir tidak membaik setelah 3 tahun pelaksanaan kegiatan MTBS puskesmas di kabupaten Pekalongan. Keterpaduan pelayanan yang dilakukan dalam pelaksanaan MTBS menunjukkan suatu kerja tim yang kompak dan fleksibel dengan dipandu buku panduan atau formulir MTBS menggambarkan bahwa MTBS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan. Seharusnya untuk mewujudkan itu semua adanya regulasi ataupun kebijakan dari dinas kesehatan yang disertakan dengan reward dan punishment bagi tenaga kesehatan pelaksana MTBS baik itu dalam pengisian formulir, pelaksanaan MTBS, dan pelaporan MTBS. Regulasi yang kuat tidak dapat dijalankan dengan maksimal jika tidak diikuti dengan komitmen yang kuat dari tenaga kesehatan pengelola dan pelaksana MTBS, untuk itu dibutuhkan komitmen yang kuat untuk pelaksanaan MTBS ini agar terwujud pelayanan kesehatan komprehensif yang efektif dan efisien.

5.2.2 Monitoring dan Evaluasi