Penerapan MTBS di Puskesmas Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan

c. Pemberian tindakan yang diperlukan d. Pemberian obat e. Rujukan bila diperlukan Depkes RI, 2008. Gambar 2.1 Alur Pelayanan penatalaksanaan penyakit dengan MTBS yang diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan

2.4.2 Penerapan MTBS di Puskesmas

Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak kurang dari 10 kasus per hari. Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih

1. Pemeriksaan Memeriksa dan membuat

klasifikasi, identifikasi pengobatan

2. Konseling cara pemberian obat di

rumah, kapan kembali, pemberian makan

3. Pemberian kode diagnosa dalam SP3 4. Tindakan yang diperlukan pengobatan

pra rujukan dan imunisasi Pemberian Obat Pulang Rujuk Pendaftaran + Memberi formulir MTBS + Family Folder Petugas 2. di ruang periksa melakukan seluruh langkah sejak • Pengukuran suhu badan • Penimbangan berat badan hingga konseling Petugas 3. di Apotik Datang Petugas 1. di loket : mengisi formulir MTBS Identitas dan status kunjungan Universitas Sumatera Utara MTBS dan jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka penerapan MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap, hal ini tergantung kepada apakah tenaga tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan balita, kegiatan ke posyandu, dan lain-lain Depkes RI, 2008. Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut: a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita. b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari, memberikan pelayanan kepada 50 kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS. c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari, memberikan pelayanan MTBS kepada 25 kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS Depkes, 2008.

2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan

Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas SP3. Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konvensi klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan. Universitas Sumatera Utara 2.4.3.1 Pencatatan Hasil Pelayanan Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus. Pencatatan yang telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan. Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah : a. Register kunjungan b. Register rawat jalan c. Register kohort bayi d. Register kohort balita e. Register imunisasi f. Register malaria, demam berdarah dengue, diare, ISPA, gizi, dll g. Register Obat 2.4.3.2 Pelaporan Hasil Pelayanan Pelaporan yang digunakan adalah : a. Laporan bulanan 1 Laporan bulanan data kesakitan LB1 b. Laporan pemeriksaan dan lembar permintaan obat LPLPO c. Laporan bulanan gizi, KIA, Imunisasi dan P2M LB3 d. Laporan Minggu diare e. Laporan kejadian luar biasa Diperlukan konvensi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnosa dan menggunakan penomoran kode LB1 Depkes RI, 2008. Universitas Sumatera Utara 2.5 Penatalaksaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit 2.5.1 Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit i. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk imunisasi atau bagi anak dengan keracunan, kecelakaan atau luka bakar. Tentukan apakah kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang ii. Memeriksa tanda bahaya umum Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu segera dirujuk. Tanda bahaya umum adalah: a. Tidak bisa minum atau menyusui b. Memuntahkan semuanya c. Kejang d. Letargis atau tidak sadar iii. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak terjadi hipoksia kekurangan oksigen. Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam. Universitas Sumatera Utara a. Menilai batuk atau sukar bernapas Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk: Sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, Napas cepat, Tarikan dinding dada ke dalam, Stridor Depkes, 2008. b. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur : 1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan harus segera dirujuk. Ini adalah klasifikasi yang berat 2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus, misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau pengobatan lainnya 3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah. Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau sekedar bernapas. Tabel 2.1 Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan-5 Tahun Gejala • Ada tanda bahaya umum • Tarikan dinding dada ke dalam atau • Stridor Klasifikasi Pneumonia berat atau penyakit sangat berat Napas cepat Pneumonia Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat Batuk: bukan Pneumonia Universitas Sumatera Utara iv. Memeriksa status gizi v. Memeriksa anemia vi. Memeriksa status imunisasi anak vii. Memeriksa pemberian vitamin A Depkes, 2008.

2.5.2 Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan