Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena perpindahan penduduk sudah terjadi sejah dahulu kala dan bukanlah suatu hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Naim 1984:9 bahwa ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai mobilitas perpindahan yang cukup tinggi seperti orang Minangkabau, Banjar, Bugis, dan termasuk juga orang Batak. Bagian orang Batak yang cenderung intens melakukan migrasi adalah Batak Toba. Perpindahan penduduk Batak Toba dari dataran tinggi Toba Tapanuli Utara dalam era pra modern mulai sejak tahun 1900-an, terutama sejak terjadi ‘ledakan’ penduduk dan sulitnya memperoleh lahan persawahan. Pada awalnya daerah persebaran adalah ke daerah sekitarnya. Kemudian merembes ke daerah lain yang lebih jauh dari Tapanuli. Umumnya para migran didominasi oleh kaum tani dengan sasaran utama untuk memperluas areal pertaniannya. Mereka memasuki daerah Simalungun, Dairi, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tegah, Labuhan Batu, Deli Serdang, Aceh, bahkan sampai ke daerah Asahan Purba, 1998:267. Dewasa ini, migrasi yang dilakukan oleh orang Batak Toba tidak hanya ke daerah pedesaan saja untuk memperluas areal persawahannya melainkan juga ke daerah perkotaan. Di samping itu, para migran Batak Toba juga tidak lagi didominasi oleh kaum tani melainkan kelompok masyarakat dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang lebih beragam. Hal ini dikarenakan, Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak migran Batak Toba harus memiliki bekal karena besarnya persaingan di kota baik dari kelompok etnik lokal maupun migran lainnya. Orang Batak Toba yang melakukan migrasi ke suatu daerah tentunya membawa serta budayannya. Di daerah yang baru tersebut, mau tidak mau orang Batak Toba akan berhadapan dengan masyarakat lain dengan kebudayaannya yang berbeda. Sebagaimana yang diungkapkan koentjaraningrat 1990:248 bahwa migrasi dapat menyebabkan pertemuan-pertemuan-pertemuan antar kelompok manusia dan kebudayaan yang berbeda, yang mengakibatkan individu- individu dalam kelompok itu dihadapkan dengan unsur kebudayaan yang lain. Salah satu kensekwensi arus migrasi Batak Toba adalah menjadikannya sebagai bagian dari keberagaman penduduk di daerah yang baru, selain keberagaman penduduk lokal dan migran lainnya. Daerah baru sebagai salah satu sasaran migrasi Batak Toba tersebut sebenarnya mencirikan masyarakatnya sebagai masyarakat yang heterogen. Suatu masyarakat heterogen memiliki keberagaman budaya yang berbeda dan tetap menjadi pedoman masing-masing warganya di tempat yang baru. Kenyataan tersebut juga diungkapkan oleh Pelly dalam Siallagan 1991:12 bahwa orang Batak Toba dimanapun berada akan tetap menggunakan norma-norma dan idiologi tradisionalnya untuk mengembangkan gaya hidup sud budaya sendiri, guna membedakan mereka dengan kelompok lain dalam situasi permukiman yang kontemporer. Orang Batak Toba yang melakukan migrasi juga memiliki kecenderungan untuk mengasosiasikan diri dalam suatu wadah Universitas Sumatera Utara organisasinya yang disebut dengan asosiasi klen 1 Pembentukan asosiasi sesungguhnya didasarkan atas keinginan orang Batak Toba untuk membentuk kekuatan dalam melanjutkan budaya dan tradisi . Asosiasi klen adalah suatu wadah tempat melakukan aktivitas yang berhubungan dengan adat dan kegiatan sosial dalam arti usaha tolong-monolong di antara sesama anggota klen di bawah pengaturan asosiasi Situmorang, 1983:82. Selain terhimpun dalam asosiasi klen, orang Batak Toba juga membentuk asosiasi lainnya yang terhimpun dalam asosiasi sosial religi. Dalam asosiasi klen dan asosiasi sosial religi mereka dapat saling tolong-menolong dalam kaitannya dengan pelaksanaan upacara selingkaran hidup setiap individu seperti upacara kelahiran, upacara naik sidi atau upacara pada saat akil balik, upacara pernikahan, upacara kematian,dll. Demikian halnya orang Batak Toba yang bermigrasi ke Desa Gajah. Mereka membentuk asosiasi klen dan asosiasi sosial religius. Hal tersebut dapat dilihat dari keberadaan Puguan Raja Sonang, Gultom, Patambor Manurun, Siagian,Toga Simatupang, Parna, Si Pitu Ama Situmorang, Borbor Marsada Malalu, Pasaribu, Lubis dan lain-lain. Di samping itu, ada juga Serikat Tolong- menolong atau STM yakni STM Jalan Gereja, STM Jalan Kisaran, STM Jalan Siantar dan juga terdapat organisasi kepemudaan dari ketiga Serikat Tolong- menolong tersebut yaitu Persatuan Muda-mudi Simpang Desa Gajah yang disebut dengan PERMUSIMDES. 1 Klenclan adalah kelompok kekerabatan yang berdasarkan asas keturunan unilineal. Suatu kelompok kekerabatan yang terdapat dalam masyarakat dengan menarik garis keturunan secara universal atau unilineal, yaitu melalui garis sepihak dari pihak ibu matrilineal atau garis ayah patrilineal. Lihat Soyono, Ariyono Aminuddin Siregar. 1985. Kamus Antropologi. Akademika Pressindo; Jakarta. Hal 204. Universitas Sumatera Utara Batak Toba. Pembentukan asosiasi dalam rangka melanjutkan budaya dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan setiap asosiasi untuk menghidupkan atau melestarikan budaya Batak Toba yaitu gotong-royong yang tercermin dalam pelaksanaan upacara pernikahan, upacara mangoppoi jabu upacara memasuki rumah baru, upacara kematian, dll. Dalam upacara tersebut mereka memberi sumbangan atau bantuan dalam bentuk uang, beras, dan tenaga. Sedangkan, pembentukan asosiasi dalam rangka melanjutkan tradisi dapat dilihat dari pelaksanaan tradisi gondang 2 Gondang sabagunan Batak Toba. Orang Batak Toba mengenal 2 jenis emsambel gondang, yaitu ensambel gondang sabagunan dan ensambel gondang hasapi Endo,1991:6. Kedua ensambel gondang ini digunakan sebagai pengiring tarian seremonial, yaitu tortor. Namun, bagi orang Batak Toba gondang sabagunanlah yang umumnya digunakan karena merupakan bagian integral dari adat dan merupakan simbol musikal adat Purba, 2004:65. Ensambel gondang sabagunan merupakan ensambel yang memiliki suara yang besar sehingga selalu digunakan di luar ruangan dan hal ini sesuai dengan upacara yang selalu dilaksanakan orang Batak Toba yang selalu dilakukan di luar ruangan. Sedangkan, ensambel gondang hasapi merupakan ensambel yang suaranya kecil sehingga digunakan di dalam ruangan. 3 2 Kata gondang mempunyai banyak pengertian, bisa berarti instrument, ensambel musik, judul komposisi tunggal, judul komposisi kolektif, upacara, dan doa. Lihat Mauly Purba, 2000:25. 3 Gondang Sabangunan adalah seperangkat alat musik yang memiliki suara yang besar sehingga dimainkan di luar ruangan. memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan tradisional orang Batak Toba. Fungsi gondang sabagunan sendiri dalam Universitas Sumatera Utara kepercayaan agama tradisional dan upacara adat Batak Toba ialah sebagai salah satu elemen yang tidak dapat dipisahkan. Sama halnya dengan tortor dan gondang, keduanya berjalan seiring dalam suatu upacara adat Batak Toba. Dalam agama tradisional Batak Toba, gondang sabangunan di tempatkan sebagai media komunikasi antar manusia dan Tuhan Penciptahttp:kairo.nainggolan.net?p=38. Kenyataan tersebut, terkait erat dengan adat hasipelebeguan 4 Orang Batak Toba di Desa Gajah juga menggunakan tradisi gondang sabagunan khususnya untuk kaum muda-mudi dalam pelaksanaan pesta yang dikenal dengan gondang naposo . Gondang sabagunan digunakan diberbagai kesempatan atau upacara misalnya upacara religius, adat maupun hiburan. Penggunaan gondang sabagunan pada upacara religius seperti mamele memuja roh nenek moyang, pesta bius upacara kurban oleh komunitas desa dan lain-lain. Pada upacara adat seperti acara pernikahan sekalipus mangadati menyampaikan adat, manggoppoi jabu memasuki rumah baru, mangokkal holi memindahkan tengkorak orang mati, upacara kematian saur matua. Sedangkan, pada acara hiburan gondang sabagunan digunakan pada pesta gondang tunggal atau pesta muda-mudi Nainggolan,1979:56. 5 4 Hasipelebeguan adalah kepercayaan pada dewa dalam mitologi Batak Toba, pada roh nenek moyang yang mendiami tempat-tempat sakral Vergouwen, 1980:79. 5 Gondang Naposo adalah suatu kegiatan muda-mudi di Desa Gajah yang berlangsung selama 3 hari 2 malam yang diisi dengan acara menarimanortor yang diirngi oleh musik gondang. Acara Gondang Naposo juga dimeriahkan dengan kehadiran para undangan dari desa-desa lainnya. . Gondang sabagunan yang digunakan pada pesta gondang naposo tidak lagi murni menggunakan alat-alat musik dalam ensambel gondang sabagunan. Hal ini dikarenakan, masuknya ajaran agama kristen dan pengaruh budaya Barat ke tanah Batak yang membawa ensambel Universitas Sumatera Utara musik tiup atau musik Brass Barat, dll. Saat ini orang Batak Toba di Desa Gajah menggunakan musik tiup 6 6 Musik tiup adalah ensambel yang berkembang khususnya sekitar tahun 1980-an sebagai satu ensambel yang berfungsi mengiringi upacara adapt pada masyarakat Kristen Batak Toba untuk menggantikan peranan ensambel musik gondang. Belakangan ada perkemabnagan dimana musik tiup yang didominasi oleh alat-alat musik Brass Barat yang digabung dengan alat musik tradisi yang berasal dari ensambel gondang dan alat-alat musik tradisi Batak Toba lainnya seperti sulim. Lihat Rithaony Hutajulu. 2006. Gondang Sabangunan Batak Toba. Hal. 7. , keyboard, dan drum yang digabung dengan alat musik tradisi atau alat musik yang juga digunakan dalam gondang sabagunan. Misalnya taganing seperangkat gendang yang terdiri dari 5 buah gendang sedangkan sulim seruling adalah alat musik tiup. Godang naposo sebagai tradisi kaum muda-mudi di Desa Gajah merupakan kegiatan kaum muda-mudi yang terhimpun dalam asosiasi PERMUSIMDES Persatuan Muda-mudi Simpang Desa Gajah. Aktivitas kaum muda-mudi di Desa Gajah yang tertuang di dalam pesta gondang naposo merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji. Hal tersebut dapat menunjukkan arti penting pelaksanaan gondang naposo bagi orang Batak Toba yang ada di Desa Gajah. Pelaksanaan gondang naposo dapat sebagai sarana hiburan di saat liburan, pencarian jodoh, sarana membangunan solidaritas, pengintegrasian orang Batak Toba di Desa Gajah, sarana komunikasi orang Batak Toba terhadap Tuhan dan sesama, sebagai kesinambungan budaya, sebagai sarana bagi kepentingan politik dan sebagai bentuk ekspresi idenditas orang Batak Toba terhadap kelompok etnik lain yang ada di Desa Gajah. Universitas Sumatera Utara

B. Permasalahan