Kejadian Dan Tingkat Keparahan Post Dural Puncture Headache Setelah Tindakan Anestesi Spinal Dengan Jarum 26g Atraucan Dibandingkan Dengan 26g Quincke Pada Pasien Bedah Sesar

(1)

KEJADIAN DAN TINGKAT KEPARAHAN POST DURAL

PUNCTURE HEADACHE SETELAH TINDAKAN ANESTESI

SPINAL DENGAN JARUM 26G ATRAUCAN DIBANDINGKAN

DENGAN 26G QUINCKE PADA PASIEN BEDAH SESAR

OLEH:

dr. YUNITA DEWANI

NIM: 097114008

P

PR

RO

OG

GR

RA

AM

M

M

MA

AG

GI

IS

ST

TE

ER

R

K

KL

LI

I

NI

N

IK

K-

-S

SP

PE

ES

SI

I

AL

A

LI

I

S

S

D

DE

EP

PA

AR

RT

TE

E

ME

M

EN

N/

/S

SM

MF

F

A

AN

N

ES

E

ST

TE

ES

SI

I

D

DA

AN

N

T

TE

ER

RA

AP

PI

I

I

I

NT

N

TE

EN

N

SI

S

IF

F

F

FA

A

KU

K

U

LT

L

TA

AS

S

K

KE

ED

DO

OK

KT

TE

ER

RA

A

N

N

U

UN

NI

I

VE

V

ER

R

SI

S

IT

TA

A

S

S

S

SU

U

MA

M

A

TE

T

ER

RA

A

U

UT

TA

A

RA

R

A/

/R

RS

S

UP

U

P.

.

H

HA

A

JI

J

I

A

AD

D

AM

A

M

M

MA

A

LI

L

IK

K

MEDAN

2


(2)

KEJADIAN DAN TINGKAT KEPARAHAN POST DURAL PUNCTURE

HEADACHE SETELAH TINDAKAN ANESTESI SPINAL DENGAN

JARUM 26G ATRAUCAN DIBANDINGKAN DENGAN 26G QUINCKE

PADA PASIEN BEDAH SESAR

TESIS

OLEH

dr. YUNITA DEWANI

NIM : 097114008

Pembimbing I : dr. A. Sani P. Nasution, SpAn. KIC

Pembimbing II : Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC. KAO

Tesis Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Magister Klinik-Spesialis Anestesiologi Program Pendidikan Dokter Spesialis

Anestesiologi dan Terapi Intensif

P

P

R

R

O

O

G

G

R

R

A

A

M

M

M

M

A

A

G

G

I

I

S

S

T

T

E

E

R

R

K

K

L

L

I

I

N

N

I

I

K

K

-

-

S

S

P

P

E

E

S

S

I

I

A

A

L

L

I

I

S

S

D

D

E

E

P

P

A

A

R

R

T

T

E

E

M

M

E

E

N

N

/

/

S

S

M

M

F

F

A

A

N

N

E

E

S

S

T

T

E

E

S

S

I

I

D

D

A

A

N

N

T

T

E

E

R

R

A

A

P

P

I

I

I

I

N

N

T

T

E

E

N

N

S

S

I

I

F

F

F

F

A

A

K

K

U

U

L

L

T

T

A

A

S

S

K

K

E

E

D

D

O

O

K

K

T

T

E

E

R

R

A

A

N

N

U

U

N

N

I

I

V

V

E

E

R

R

S

S

I

I

T

T

A

A

S

S

S

S

U

U

M

M

A

A

T

T

E

E

R

R

A

A

U

U

T

T

A

A

R

R

A

A

/

/

R

R

S

S

U

U

P

P

.

.

H

H

A

A

J

J

I

I

A

A

D

D

A

A

M

M

M

M

A

A

L

L

I

I

K

K

MEDAN

2


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, saya sampaikan rasa syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai syarat untuk memperoleh spesialis dalam bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna baik isi maupun bahasanya, namun demikian saya berharap bahwa tulisan ini dapat menambah perbendaharaan bacaan tentang kejadian dan tingkat keparahan post dural puncture headache setelah tindakan anestesi spinal dengan jarum 26G Atraucan dibandingkan dengan 26G Quincke pada pasien bedah sesar

Pada kesempatan berbahagia ini, perkenankan saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. A Sani P. Nasution, SpAn, KIC dan Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC. KAO sebagai pembimbing tesis saya, yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Terimakasih juga kepada Drs. Abdul Jalil A.A, M. Kes, sebagai pembimbing statistik saya yang telah banyak membantu dalam penelitian ini khususnya dalam hal metodologi penelitian dan juga kepada Bapak Direktur RSUP. Haji Adam Malik, RSU Haji, RSU Pirngadi dan Rumah Sakit Kodam 1 Bukit Barisan di Kota Medan yang telah mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar, bekerja dan melakukan penelitian di lingkungan rumah sakit.

Yang terhormat Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC. KAO sebagai Kepala Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam Malik, dr. Hasanul Arifin, SpAn. KAP. KIC sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, DR. dr. Nazaruddin Umar, SpAn. KNA sebagai


(4)

Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif serta dr. Akhyar Hamonangan Nasution, SpAn. KAKV sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif yang telah banyak memberi petunjuk, pengarahan serta nasehat dan keikhlasan telah mendidik selama saya menjalani program ini sebagai guru bahkan orangtua, selama saya mengikuti pendidikan di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Yang terhormat guru-guru saya di jajaran Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, saya mengucapkan rasa terima kasih yang tidak terhingga, dr. A. Sani P. Nasution, SpAn. KIC ; dr. Chairul M. Mursin, SpAn, KAO ; Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn. KIC. KAO ; dr. Hasanul Arifin, SpAn. KAP. KIC ; DR. dr. Nazaruddin Umar, SpAn. KNA ; dr. Akhyar H Nasution, SpAn. KAKV ; dr. Asmin Lubis, DAF, SpAn. KAP. KMN ; dr. Ade Veronica HY, SpAn. KIC ; dr. Soejat Harto, SpAn. KAP ; dr. Yutu Solihat, SpAn. KAKV ; (Alm) dr. Nadi Zaini Bakri SpAn : (Alm) dr. Muhammad AR, SpAn ; dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn ; dr. Tumbur, SpAn ; dr. Walman Sihotang, SpAn; dr. Nugroho Kunto Subagio, SpAn ; dr. Dadik W. Wijaya, SpAn ; dr. M. Ihsan, SpAn. KMN ; dr. Guido M. Solihin, SpAn ; dr. Qodri F. Tanjung, SpAn. KAKV ; dr. Rommy F. Nadeak, SpAn ; dan dr. Rr. Shinta Irina, SpAn ; yang telah banyak memberikan bimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif, baik secara teori maupun keterampilan sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya di kemudian hari.

Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tidak terhingga saya, kepada kedua orangtua saya yang tercinta, yang mulia Ayahanda dr. H. Abdul Wahid, SpPD dan Ibunda dr. Hj. Syahrani Lubis yang dengan segala upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih sayang semenjak kecil hingga saya dewasa agar menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtua, agama, bangsa dan negara. Dengan mengucapkan doa kepada Allah SWT ampunilah dosa kedua


(5)

orang tua saya serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya semenjak kecil.

Terima kasih juga kepada abang dan kakak saya dr. Wahyu Diansyah, SpPD, Dr. Lili Kuswani SpOG, Dr. Yeni Puspawani M. Ked (Surg), dan adik saya Dr. Mulia Novi Irawani, yang telah memberikan dorongan semangat selama saya menjalankan pendidikan ini

Terima kasih juga untuk seluruh keluarga besar yang tidak mungkin saya sebutkan satu-persatu atas dukungan yang diberikan selama saya menjalankan pendidikan ini.

Yang tercinta dan tersayang teman-teman sejawat peserta pendidikan keahlian Anestesiologi dan Terapi Intensif khususnya ; dr. Rudi Gunawan SpAn, dr. Bastian Lubis SpAn, dr. Vera Muharrami SpAn, dr. Jefri Awaluddin Pane, dr. Ariati Isabela, dr. Fadli Armi Lubis ; dr. T. Andrian Firza, dr, Dodi Iskandar, dr. M Zulkarnaen Bus, dr. Wulan Fadinie, dr. Olivia Des Vinca, dr. Anna Milizia dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, yang telah bersama-sama baik dalam suka maupun duka, saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua.

Kepada seluruh paramedis dan pegawai Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan, RSU Haji Medan, RSUP Pirngadi Medan, Dan RS Kodam 1 Bukit Barisan Medan yang telah banyak membantu dan banyak kerjasama selama saya menjalani pendidikan.

Dan saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pasien yang secara sukarela berperan serta didalam penelitian ini dan semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu disini.


(6)

Akhirnya izinkanlah saya memohon maaf yang setulus-tulusnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga bantuan dan dorongan serta petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Amin, Amin Ya Rabbal’alamin.

Medan, Maret 2014

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI……… v

DAFTAR TABEL………..………viii

DAFTAR GAMBAR……….viii

DAFTAR LAMPIRAN………ix

ABSTRAK………x

ABSTRACT………...xi

BAB 1 1.1 Latar Belakang... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Hipotesa ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.4.1 Tujuan Umum ... 7

1.4.2 Tujuan Khusus ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 2.1 Sejarah Spinal Anestesi ... 9

TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.2 Anestesi Spinal ... 10

2.3 Post Dural Puncture Headache ... 16

2.3.1 Defenisi PDPH ... 16


(8)

2.3.3 Patofisiologi PDPH ... 18

2.4 DifferentialDiagnosa Dari PDPH Pada Wanita Hamil ... 21

2.4.1 Migrain ... 22

2.4.2 Tension Headache ... 22

2.4.3 Perdarahan Intracranial ... 22

2.4.4 Thrombosis Vena Serebral ... 22

2.4.5 Keganasan ... 22

2.4.6 Withdrawal Kafein ... 23

2.4.7 Meningitis ... 23

2.5 Terapi PDPH ... 23

2.5.1 Terapi Konserfatif ... 23

2.5.2 Terapi Agresif ... 26

2.6 Kerangka Teori ... 28

2.5 Kerangka Konsep ... 29

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN ... 30

3.1 Desain ... 30

3.2 Tempat dan Waktu ... 30

3.3 Populasi Penelitian ... 30

3.4 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel ... 30

3.5 Estimasi Besar Sampel ... 31

3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 31

3.6.1 Inklusi ... 31


(9)

3.6.3 Kriteria Drop Out ... 32

3.7 Informed Consent ... 31

3.8 Cara Kerja ... 32

3.9 Alur Penelitian ... 34

3.10 Identifikasi Variabel ... 35

3.10.1 Variabel Bebas ... 35

3.10.2 Variabel Tergantung... 35

3.11 Rencana Manajemen dan Analisa Data ... 35

3.12 Definisi Operasional ... 36

3.13 Masalah Etika ... 37

BAB 4 HASIL ANALISA DATA ... 39

4.1 Karakteristik Umum ... 39

4.2 Perbedaan Nyeri PDPH ... 41

4.2.1 Nyeri PDPH Pada Kelompok Atraucan ... 41

4.2.2 Nyeri PDPH Pada Kelompok Quincke ... 43

4.3 Perbedaan Tingkat Keparahan PDPH ... 45

4.3.1 Tingkat Keparahan PDPH Kelompok Atraucan ... 46

4.3.2 Tingkat Keparahan PDPH Kelompok Quincke ... 47

4.4 Jumlah Tusukan Pada Kedua Jarum ... 48

BAB 5 PEMBAHASAN ... 50

BAB 6: KESIMPULAN ... 54


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Jenis Jarum Spinal ... 12

Gambar 2 Anatomi Dari Dura Meter ... 19

Gambar 3 Spinal Cord dan Mekanisme PDPH ... 20

Gambar 4 Kerangka Teori ... 27

Gambar 5 Kerangka Konsep ... 28

Gambar 6 Alur Penelitian ... 33

Gambar 7 Grafik Histogram Nyeri PDPH Kelompok Atraucan ... 43

Gambar 8: Grafik Histogram Nyeri PDPH Kelompok Quincke ... 42

Gambar 9: Grafik Histogram Tingkat Keparahan PDPH Kelompok Atraucan ... 47

Gambar 10: Grafik Histogram Tingkat Keparahan PDPH Kelompok Quincke ... 48

DAFTAR TABEL Tabel 1 : Insidensi PDPH Dengan Berbagai Jarum Spinal ... 12

Tabel 2 : Jenis jarum Spinal ... 13

Tabel 3 : Perbedaan Jarum Atraucan dan Quincke ... 15

Tabel 4 : Klasifikasi PDPH ... 18

Tabel 5 : Karakteristik Responden Penelitian ... 39

Tabel 6 : Nyeri PDPH Pada Kedua Jarum ... 41

Tabel 7 : Perbedaan Nyeri PDPH 26G Atraucan 26G Quincke ... 42

Tabel 8 : Nyeri PDPH Pada Kelompok 26G Atraucan ... 43

Tabel 9 : Nyeri PDPH Pada Kelompok 26G Quincke ... 44

Tabel 10 : Tingkat Keparahan PDPH Antara Kedua Jarum di Semua pengamatan ... 45

Tabel 11 :Tingkat Keparahan Pada Kedua jarum ... 45

Tabel 12 : Tingkat Keparahan PDPH PAda Jarum 26G Atraucan ... 46

Tabel 13 : Tingkat Keparahan PDPH Pada Jarum 26G Quincke... 47


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup... 56

Lampiran 2 : Jadwal Pertahapan Penelitian ... 57

Lampiran 3 : Persetujuan Komite Etik ... 58

Lampiran 4: Lembar Penjelasan Subjek Penelitian ... 59

Lampiran 5 : Lembar Persetujuan Penelitan ... 62

Lampiran 6 : Lembar Observasi Penelitian ... 63

Lampiran 7 : Rencana Anggaran Penelitian ... 65

Lampiran 8 : Tabel Angka Random ... 66


(12)

ABSTRAK

Latar Belakang: Post Dural Puncture Headache (PDPH) adalah komplikasi

iatrogenik dari anestesi spinal yang diakibatkan dari tusukan atau robekan pada dura mater yang menyebabkan kebocoran CSF.

Tujuan: Untuk mendapatkan tipe jarum dalam menurunkan kejadian dan keparahan

PDPH setelah tindakan anestesi spinal pada pasien-pasien yang dilakukan operasi bedah sesar

PDPH merupakan keluhan yang tidak menyenangkan untuk pasien. Faktor terpenting yang mempengaruhi frekwensi dan keparahan dari PDPH adalah besarnya perforasi dura. Besar perforasi dura sangat ditentukan oleh besar jarum dan tipe jarum spinal.

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan uji klinis acak, tersamar ganda. Setelah dikumpulkan 66 sampel penelitian perempuan hamil dengan umur 18-40 tahun, status fisik ASA 1-2 yang menjalani operasi bedah sesar dengan tindakan anestesi spinal. Sampel dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi dan masing-masing kelompok terdiri dari 33 subjek. Kelompok A menggunakan jarum 26G Atraucan dan kelompok B menggunakan jarum 26G Quincke. Kejadian dan tingkat keparahan PDPH dinilai dalam 3 hari.

Hasil: Pada penilaian nyeri PDPH paska operasi didapat 11 (8,3%) pasien pada

kelompok Atraucan dan 9 (6,8%) pada kelompok Quincke yang mengalami PDPH. Dengan nilai p=0.373, berarti tidak ada perbedaan bermakna kejadian PDPH antara kedua kelompok. Dari 20 pasien yang mengalami PDPH di kedua kelompok tingkat keparahan yang terjadi adalah ringan. Dari hasil analisa tingkat keparahan terhadap waktu-waktu pengamatan dengan didapat p=0.233, berarti tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap tingkat keparahan PDPH antara kedua jarum.

Kesimpulan, Tidak ada perbedaan bermakna terhadap kejadian dan tingkat

keparahan PDPH antara jarum spinal 26G Atraucan dan 26G Quincke.

Kata Kunci: Post dural Puncture Headache, 26G Atraucan, 26G Quincke, anestesi spinal


(13)

ABSTRACT

Background: Post Dural Puncture Headache (PDPH) is an iatrogenic complication

after spinal anesthesia that caused by CSF leakage due to a tear or hole in the duramater. PDPH is an unpleasant complaint to patient. One of the most important factors that contribute the incidence and severity of PDPH is the size of the dural perforation that depends on the size and type of spinal needle.

Objective: compare spinal needle type between 26G Atraucan and 26G Quincke to

decrease the incidence and severity of PDPH.

Methode: The study is a randomized, double blind clinical trial. 66 study samples

were collected, parturient women, age 18-40 yrs old, physical status ASA 1-2 that underwent section caesarea surgery with spinal anesthesia. The sample was then divided randomly into two groups with 33 subjects each, where group A received 26G Atraucan and group B received 26G Quincke needle. Incidence and severity of PDPH was then observed periodically for 3 days.

Result: Only 11 (8,3%) patient in Atraucan group and 9 (6,8%) patient in Quincke

group had PDPH. With no significant difference in the incidence of PDPH between the two groups with ( p=0,373). From the twenty patients that had PDPH in the two group, the severity varies is mild. With no significant difference in the severity of PDPH that occurred with (p=0.233)

Conclusion: 26G Atraucan and 26G Quincke needle has the same effect in the

incidence and severity of PDPH

Key words: Postural Puncture Headache, 26G Atraucan, 26G Quincke, spinal anesthesia


(14)

(15)

ABSTRAK

Latar Belakang: Post Dural Puncture Headache (PDPH) adalah komplikasi

iatrogenik dari anestesi spinal yang diakibatkan dari tusukan atau robekan pada dura mater yang menyebabkan kebocoran CSF.

Tujuan: Untuk mendapatkan tipe jarum dalam menurunkan kejadian dan keparahan

PDPH setelah tindakan anestesi spinal pada pasien-pasien yang dilakukan operasi bedah sesar

PDPH merupakan keluhan yang tidak menyenangkan untuk pasien. Faktor terpenting yang mempengaruhi frekwensi dan keparahan dari PDPH adalah besarnya perforasi dura. Besar perforasi dura sangat ditentukan oleh besar jarum dan tipe jarum spinal.

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan uji klinis acak, tersamar ganda. Setelah dikumpulkan 66 sampel penelitian perempuan hamil dengan umur 18-40 tahun, status fisik ASA 1-2 yang menjalani operasi bedah sesar dengan tindakan anestesi spinal. Sampel dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi dan masing-masing kelompok terdiri dari 33 subjek. Kelompok A menggunakan jarum 26G Atraucan dan kelompok B menggunakan jarum 26G Quincke. Kejadian dan tingkat keparahan PDPH dinilai dalam 3 hari.

Hasil: Pada penilaian nyeri PDPH paska operasi didapat 11 (8,3%) pasien pada

kelompok Atraucan dan 9 (6,8%) pada kelompok Quincke yang mengalami PDPH. Dengan nilai p=0.373, berarti tidak ada perbedaan bermakna kejadian PDPH antara kedua kelompok. Dari 20 pasien yang mengalami PDPH di kedua kelompok tingkat keparahan yang terjadi adalah ringan. Dari hasil analisa tingkat keparahan terhadap waktu-waktu pengamatan dengan didapat p=0.233, berarti tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap tingkat keparahan PDPH antara kedua jarum.

Kesimpulan, Tidak ada perbedaan bermakna terhadap kejadian dan tingkat

keparahan PDPH antara jarum spinal 26G Atraucan dan 26G Quincke.

Kata Kunci: Post dural Puncture Headache, 26G Atraucan, 26G Quincke, anestesi spinal


(16)

ABSTRACT

Background: Post Dural Puncture Headache (PDPH) is an iatrogenic complication

after spinal anesthesia that caused by CSF leakage due to a tear or hole in the duramater. PDPH is an unpleasant complaint to patient. One of the most important factors that contribute the incidence and severity of PDPH is the size of the dural perforation that depends on the size and type of spinal needle.

Objective: compare spinal needle type between 26G Atraucan and 26G Quincke to

decrease the incidence and severity of PDPH.

Methode: The study is a randomized, double blind clinical trial. 66 study samples

were collected, parturient women, age 18-40 yrs old, physical status ASA 1-2 that underwent section caesarea surgery with spinal anesthesia. The sample was then divided randomly into two groups with 33 subjects each, where group A received 26G Atraucan and group B received 26G Quincke needle. Incidence and severity of PDPH was then observed periodically for 3 days.

Result: Only 11 (8,3%) patient in Atraucan group and 9 (6,8%) patient in Quincke

group had PDPH. With no significant difference in the incidence of PDPH between the two groups with ( p=0,373). From the twenty patients that had PDPH in the two group, the severity varies is mild. With no significant difference in the severity of PDPH that occurred with (p=0.233)

Conclusion: 26G Atraucan and 26G Quincke needle has the same effect in the

incidence and severity of PDPH

Key words: Postural Puncture Headache, 26G Atraucan, 26G Quincke, spinal anesthesia


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Anestesi spinal adalah salah satu teknik yang sederhana, mudah dikerjakan dan cukup efektif. Anestesi spinal dapat diperoleh dengan cara menyuntikkan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid.1 Pada ibu hamil anestesi spinal merupakan teknik anestesi yang aman untuk operasi bedah sesar karena dapat menghindari komplikasi anestesi umum seperti gagal intubasi dan kejadian aspirasi.

Anestesi spinal diindikasikan untuk bedah ekstremitas inferior, tindakan disekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan ekstremitas bawah. Teknik ini lebih praktis karena memberikan efek yang lebih cepat, menciptakan kondisi operasi yang terbaik serta dapat memberikan efek analgesia yang adekuat paska operasi sehingga mobilitas lebih cepat terjadi

2

Kontraindikasi anestesi spinal ada yang berupa kontraindikasi absolut yang berupa infeksi pada tempat suntikan, pasien menolak dilakukan spinal anestesi, adanya gangguan koagulasi, pasien dalam keadaan hipovolemia berat dan adanya peningkatan tekanan intrakranial, sedangkan kontraindikasi relatif merupakan pasien yang tidak kooperatif, sebelumnya ada penyakit neurologi, adanya infeksi perifer pada lesi dimielinisasi, adanya penyumbatan katup jantung, ditemukannya sumbatan pada aliran darah ventrikel kiri dan adanya kelainan deformitas

Anestesi spinal dapat disertai dengan beberapa komplikasi yang sering timbul seperti,

3

hipotensi terjadi pada 20-70%, nyeri punggung terjadi pada 25% pasien, kegagalan dalam spinal anestesi terjadi sebanyak 3-17%. Selain itu ada juga total blok


(18)

spinal dan kelainan neurologi, Salah satu komplikasi yang dapat timbul adalah Post Dural Puncture Headache (PDPH).

Pada penelitian Vandam dan Dripps melaporkan kejadian PDPH pada perempuan 14% sedangkan pada laki- laki hanya 7%. Pada penelitian Kang dkk juga melaporkan kejadian PDPH pada perempuan sebesar 13,4% dan laki-laki 5,7% . Pada penelitian Gordon dkk melaporkan 40% pasien hamil yang mendapatkan anestesi spinal mengalami sakit kepala setelah melahirkan. Hal ini mugkin terjadi karena adanya tekanan dari rongga abdomen yang menyebabkan ruang subarakhnoidnya lebih kecil dan dura maternya cenderung lebih rapuh dibandingkan dengan pasien yang tidak hamil.

4

Post Dural Puncture Headache (PDPH) merupakan komplikasi iatrogenik dari anestesi spinal yang diakibatkan dari tusukan atau robekan pada dura mater yang menyebabkan terjadinya kebocoran pada Liquor Cerebro Spinalis (LCS). Tanda dan gejala yang ditimbulkan dari Post Dural Puncture Headache merupakan akibat keluarnya LCS dari celah yang terbentuk akibat penusukan jarum spinal yang mengakibatkan terjadinya traksi pada komponen-komponen intrakranial dan refleks vasodilatasi serebral.

5

Gambaran utama Post Dural Puncture Headache 6

seperti didefinisikan oleh

International Headache Society adalah nyeri kepala yang dapat berkembang dalam waktu 7 hari dari punksi dural dan menghilang dalam waktu 14 hari, nyeri dirasakan terletak di daerah frontal dan oksipital menjalar ke leher dan bahu, yang diperberat pada posisi berdiri dan membaik pada posisi berbaring. Kebanyakan sakit kepala tidak berkembang segera setelah punksi dural tetapi 24-48 jam setelah tindakan dengan 90% sakit kepala digambarkan dalam waktu 3 hari

Nyeri kepala pada Post Dural Puncture Headache merupakan salah satu bentuk nyeri paska operasi yang dapat dinilai dengan Visual Analogue Scale (VAS). Pasien yang mengalami Post dural Puncture Headache juga mengalami gejala yang


(19)

terkait dengan nyeri kepala seperti mual, muntah, gangguan pendengaran dan gangguan penglihatan.

Kejadian Post Dural Puncture Headache dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya umur, jenis kelamin, ukuran jarum, tipe jarum, banyak penusukan, arah bevel dan lama paska operasi.

8

9

Kejadian Post Dural Puncture Headache tertinggi sering terjadi pada umur 16-40 tahun dan lebih sering terjadi pada individu dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang rendah. Terdapat penurunan signifikan dari kejadian

Post Dural Puncture Headache setelah berusia lebih dari 50 tahun.10 Faktor terpenting yang mempengaruhi frekwensi dan keparahan dari PDPH adalah besarnya perforasi dura. Besar perforasi dura sangat ditentukan oleh besar jarum dan tipe jarum spinal. Semakin kecil jarum yang digunakan, semakin kecil kejadian terjadinya PDPH.

Spinal anesthesia pada ibu hamil mempunyai banyak

11

keuntungan seperti kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang lebih kecil, blok anestesi yang baik, pencegahan dan penanggulangan penyulitnya telah diketahui dengan baik, analgesia yang dapat diandalkan, pengaruh terhadap bayi sangat minimal, pasien sadar sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi, dantangisan bayi yang baru lahir merupakan kenikmatan yang ditunggu oleh seorang ibu, disertai jalinan psikologik berupa kontak mata antara ibu dengan anak.12

Sakit kepala adalah salah satu keluhan pada ibu hamilyang sering ditemui di ruang persalinan, dengan kejadian berkisar 11-80%. sakit kepala primer seperti migrain, dan sakit kepala klaster, dapat diperburuk oleh faktor-faktor seperti kurang tidur, perubahan hormon yang berhubungan dengan kelahiran, dehidrasi, labilitas emosional dan asupan makanan yang tidak teratur. Meningkatnya penggunaan teknik regional untuk persalinan operatif sering menyebabkan sakit kepala dikaitkan dengan


(20)

Stella dkk melaporkan dari 95 pasien perempuan mengalami sakit kepala setelah >24 jam melahirkan, 47% pasien mengalami sakit kepala, 24% diantaranya disebabkan oleh eklampsi dan preeklampsi dan 16% karena PDPH.

Ada beberapa tipe jarum yang saat ini digunakan untuk tindakan punksi dura mater. Secara umum tipe jarum ini dibedakan menjadi dua tipe, yakni tipe cutting (Quincke) dan non-cutting / atraumatic (Atraucan, Whitacre, Sprotte). Jarum dengan ujung Quincke dapat memotong serat-serat dura dan bisa menyebabkan robekan dura mater yang menetap, sementara ujung jarum spinal non-cutting atau seperti jarum

pencil-point (Whitacre, Sprotte) dapat memotong serat dura mater sehingga dapat kembali ke tempat semula dan mengurangi hilangnya LCS setelah tusukan dura mater dan mengurangi kejadian Post dural Puncture Headache.

13

Di

14

Indonesia, dari penelitian Irawan dkk, di RS. Hasan Sadikin Bandung, meneliti kejadian PDPH pada pasien ibu hamil paska bedah sesar dengan 3 jarum spinal, yaitu 25G Quincke, 27G Quincke dan 27G pencil point, didapat hasil kejadian PDPH berkisar 68.2%, 31.8% dan 0%.

Pada penelitian D.Alfhiradina dkk di RS Arifin Ahmad Riau, yang meneliti kejadian

15

Post Dural Puncture Headache pada pasien yang menjalani operasi ortopedi ekstremitas bawah dengan anestesi spinal menggunakan jarum tipe Quincke 26G menyatakan frekuensi kejadian PDPH pada pasien sekitar 9,8% .

Pada penelitian Edlin di RS Haji Adam Malik yang meneliti Perbandingan Kejadian Post Dural Puncture Headache Setelah Anestesia Spinal Dengan Jarum 27G Quincke dan 27G Whitacre didapat 2% pasien pada kelompok Whitacre dan 10% pasien pada kelompok Spinocan yang mengalami PDPH, dan tidak ada perbedaan bermakna antara kedua jarum.

16


(21)

Di Medan, pemakaian tipe jarum spinal yang sering dipakai

PDPH yang disebabkan oleh teknik regional sangat tergantung pada besarnya jarum spinal, semakin besar jarum spinal yang digunakan makin besar kemungkinan timbulnya PDPH. Telah dilakukan banyak penelitian mengenai PDPH, Pada tahun 1898 dilaporkan 66% pasien mengalami PDPH dengan jarum 17 dan 18G, 33-36% dengan jarum 22G Quincke, dan 0.4 sampai 20% pada penggunaan jarum 24-32G jarum Quincke. Pada penggunaan jarum Whitacre, Sprotte dan Atraucan kejadian PDPH berkurang hingga 0-10%

adalah jarum

cutting dengan ukuran 25G. Pemakaian jarum non-cutting / atraumatic apalagi dengan jarum 26G Atraucan masih belum dijumpai.

Pada penelitian in vitro di United States tahun 1993 membandingkan

Atraucan yang merupakan jarum spinal dua bevel dengan jarum spinal Quincke, Sprotte dan Whitacre dalam penilaian Post dural Puncture Headache (PDPH) menunjukan bahwa Post dural Puncture Headache (PDPH) pada jarum Atraucan lebih rendah dari pada jarum lainnya.

.13

17

Peneliti menyatakan bahwa jarum pencil point relatif lebih tumpul, memerlukan lebih banyak tenaga untuk menusukkannya dan memiliki bevel distal yang kurang baik. Sedangkan jarum Atraucan adalah suatu langkah kembali ke bevel cutting. Jarum ini memiliki bevel ganda, dengan bagian tajam untuk melakukan insisi awal, bagian bevel kedua kemudian melakukan dilatasi pada hasil insisi, dan bukan memperlebar irisan, sehingga hanya meninggalkan irisan kecil di dura. Angka kejadian Post dural Puncture Headache (PDPH) berkurang lebih 2,5% dibanding dengan pencil point, dan kejadian komplikasi lain sama dengan yang terjadi pada penggunaan jarum pencil point yangseukuran.

Vallejo dkk melaporkan dari penelitian yang menilai kejadian PDPH dan penggunaan Epidural Blood Patch (EBP) pada beberapa jarum spinal, didapat hasil pada jarum 26G Atraucan, PDPH yang terjadi sebanyak 5% dan penggunaan

Epidural Blood Patch sebanyak 55%, pada jarum 25G Quincke PDPH yang terjadi


(22)

sebanyak 8,7% dengan penggunaan Epidural Blood Patch sebanyak 66%, pada jarum 24G Sprotte PDPH yang terjadi sebanyak 2,8% dengan penggunaan Epidural Blood Patch sebanyak 2,8% dan pada jarum 25G Whitacre PDPH yang terjadi sebanyak 3,1% dan penggunaan Epidural Blood Patch hampir tidak ada yaitu 0%.

Dari penelitian Sharma dkk dan Andreas dkk melaporkan bahwa jarum spinal 26G Atraucan lebih mudah digunakan dibanding dengan 25G dan 27G Whitacre. Tapi dalam penilaian, PDPH tidak ada perbedaan yang signifikan diantara ketiga jarum tersebut.

18

Dari penelitian Jansen KM dkk yang membandingkan kejadian Post dural Puncture Headache (PDPH) pada jarum spinal 24G Sprotte, 27G Spinocan dan 26G

Atraucan menyatakan Post dural Puncture Headache (PDPH) pada jarum Sprotte 8.1%, Spinocan 19.7, Atraucan 21.7%.

19

Pada penelitian Anju Shah dkk yang membandingkan PDPH pada pasien bedah sesar dengan jarum 25G Quincke, 27G Quince dan 27G Whitacre didapat PDPH setiap jarum sebanyak 20%, 12,5% dan 4,5% dengan tingkat kegagalan sebanyak 0%, 4% dan 12% dan banyak juga penelitian yang menyatakan rendahnya PDPH berkaitan dengan tingginya kegagalan anestesi spinal, makin kecil jarum spinal yang digunakan maka makin tinggi tingkat kegagalan dalam melakukan anestesi spinal.

20

Dari banyaknya variasi persentase kejadian Post dural Puncture Headache

(PDPH) dengan menggunakan beberapa jarum spinal, baik yang mendukung dan dan yang menolak. Adanya perbedaan antara tipe jarum spinal dan angka kejadian terjadinya PDPH serta

21

sakit kepala adalah salah satu keluhan pada ibu hamilyang sering dihubungkan dengan PDPH, maka membuat peneliti ingin melakukan penelitian tentang kejadian Post dural Puncture Headache (PDPH) pada pasien-pasien yang akan dilakukan anestesi spinal pada kedua jarum berbeda yakni jarum 26G Atraucan dan 26G Quincke. Berdasarkan literature yang ada penilaian PDPH


(23)

dilakukan pada 6 jam, 24, 48 dan 72 jam paska operasi. Mengingat banyaknya penelitian yang menyatakan mobilisasi dini setelah fungsi motorik normal tidak menyebabkan terjadinya PDPH

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: Apakah ada perbedaan kejadian dan tingkat keparahan PDPH pada tindakan anestesi spinal dengan penggunaan jarum spinal 26G Atraucan dan 26G Quincke, setelah tindakan anestesi spinal pada pasien-pasien yang dilakukan operasi bedah sesar

1.3

Hipotesa

Kejadian dan tingkat keparahan PDPH setelah tindakan anestesi spinal lebih sering terjadi pada penggunaan jarum spinal 26G Quincke dibandingkan dengan 26G Atraucan, pada pasien-pasien yang dilakukan operasi bedah sesar

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

1.

1.4.2 Tujuan Khusus

Untuk mendapatkan jarum spinal dengan kejadian dan tingkat

keparahan Post Dural Puncture Headache (PDPH) yang lebih

rendah setelah tindakan anestesi spinal pada pasien-pasien yang dilakukan operasi bedah sesar

1.

2.

Mendapatkan tipe jarum yang dapat mengurangi kejadian dari

Post dural Puncture Headache (PDPH)

3.

Mendapatkan tipe jarum yang dapat mengurangi tingkat

keparahan dari Post dural Puncture Headache (PDPH)

Meneliti kejadian Post dural Puncture Headache (PDPH) post


(24)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat dalam bidang akademis, pelayanan masyarakat dan perkembangan penelitian.

1.5.1 Bidang Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang akademis untuk mengetahui jarum yang menyebabkan rendahnya kejadian PDPH dalam tindakan spinal anestesi dan menilai untung rugi penggunaan kedua jarum.

1.5.2 Bidang Pelayanan Masyarakat

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam pelayanan masyarakat sebagai landasan dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pasien-pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi dengan regional anestesi blok subarachnoid, khususnya pada ibu hamil

1.5.3 Bidang Penelitian

Dalam bidang penelitian, hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dalam meneliti kejadian PDPH atau penanggulangan PDPH setelah injeksi anestesi spinal


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2

.1 Sejarah Spinal Anestesi

Spinal Anestesi pertama kali ditemukan pada tahun 1885 oleh Leonard Corning, seorang ahli saraf di New York. Beliau bereksperimen dengan memasukan obat pada saraf tulang belakang anjing, kemudian ia melihat Anjing tersebut kehilangan rasa sakit, meskipun disayat dengan pisau. Eksperimen awal Leonard Corning, membawa perubahan penting di bidang Kedokteran Anestesi dan sampai saat ini teknik spinal anestesi sangat bermanfaat di dunia kesehatan untuk menolong pasien di kamar operasi.

Tulisan tentang nyeri kepala paska anestesia spinal pertama kali ditulis oleh Karl August Bier pada tahun 1898. Beliau melakukan percobaan spinal terhadap tujuh pasien, dirinya, dan asistennya. Dari sembilan orang yang dilakukan anestesia spinal tersebut, enam diantaranya mengalami gejala sakit kepala yang berhubungan dengan perubahan posisi. Sejak saat itu, didapatkan banyak tulisan tentang nyeri kepala paska anestesi spinal. Saat ini, keluhan tersebut dikenal dengan PDPH.

22

Sejak anestesi spinal Sub Archnoid Block (SAB) diperkenalkan oleh August Bier (1898) pada praktis klinis, teknik ini telah digunakan dengan luas untuk

21

anestesi regional, terutama untuk operasi pada daerah bawah umbilikus. Kelebihan utama teknik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yangminimal, memiliki efek minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal darianalisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas, sertapenanganan paska operatif dengan analgesia yang minimal.21


(26)

2.2 Anestesi Spinal

Anestesispinal memiliki beberapakomplikasi yang sering timbul, salah satu komplikasi yang dapat timbul adalah Post Dural Puncture Headache. Sejarah Post Dural Puncture Headache (PDPH) juga diperkenalkan oleh Augus Bier yang berdasarkan atas pengalaman sendiri dengan gejala sakit kepala pada saat berdiri dan hilang pada saat posisi tidur. Menurut berbagai peneliti, kejadian terjadinya Post Dural PunctureHeadache berkisar antara 0,1 % -36% dengan kejadian tertinggi 36% pada pasien yang menggunakan jarum 20G atau 22G.

Banyak faktor yang diduga mempengaruhi kejadian dan keparahan Post dural Puncture Headache (PDPH)

23

termasuk, umur, jenis kelaminan, ras pasien, teknik SAB, jumlah tusukan yang dilakukan, besar jarum dan desain ujung jarum Pada penelitian Lybecker H dkk yang meneliti 1.021 pasien dari kelompok usia antara 15 sampai 85 tahun. Kejadian terbesar yang ditemukan di dekade ketiga (16%) dan keempat (14%). Kejadian sakit kepala menurun setelah dekade kelima. Perbedaan antara umur kelompok dapat dikaitkan dengan elevasi ambang nyeri, mungkin terjadi penurunan progresif dalam elemen saraf sensorik dan terjadi penurunan elastisitas pembuluh darah dengan penuaan.

Dari penelitian Hwang dkk, membandingkan kejadian PDPH dengan jarum 25G Whitacre dengan jarum 25G dan 26G Quincke tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik. Ada beberapa penelitian yang meneliti mengenai hubungan banyaknya usaha tusukan spinal dengan kejadian PDPH yang menyertainya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Singh dkk (2009) dengan menggunakan jarum 23G Quincke membandingkan banyaknya tusukan dengan kejadian PDPH. Dari hasil penelitian tersebut didapat ada hubungan yang signifikan terhadap banyaknya usaha tusukan dengan tingginya kejadian. Dari beberapa penelitian lain yang meneliti hubungan banyaknya tusukan spinal dengan kejadian PDPH pada jarum-jarum yang lebih kecil 26G dan 27G tidak menunjukkan adanya


(27)

perbedaan yang signifikan antara banyaknya tusukan dengan tingginya kejadian PDPH, seperti yang dikemukakan oleh Kang SB dkk (1992). Pada penelitian ini, peneliti meneliti kejadian PDPH antara dua tipe jarum ukuran 27G, sehingga peneliti mengesampingkan faktor banyaknya tusukan untuk mempengaruhi tingginya kejadian terjadinya PDPH.

Salah satu faktor terpenting dan

15

paling memegang peranan adalah desain dan besar jarum.Ada beberapa tipe jarum yang saat ini digunakan untuk tindakan punksi dura. Secara umum tipe jarum ini dibedakan menjadi dua tipe, yakni tipe cutting

(Quincke) dan non-cutting /atraumatic (Atraucan, whitacre, sprotte).Jarum dengan ujung Quincke memotong serat dura dan bisa menyebabkan robekan dura yang menetap, sementara ujung jarum spinal non-cutting atau seperti pencil-point

(Atraucan, Whitacre, Sprotte) dapat mendorong serat dura sehingga dapat kembalike tempat semula dan mengurangi hilangnya Cerebro Spinal Fluid (CSF) setelah tusukan dura sehingga mengurangi kejadian Post dural Puncture Headache

(PDPH).

Oleh karena itu, banyak variasi dalam kejadian Post Dural Puncture Headache (PDPH)

25

yang bisa timbul dengan desain jarum spinal yang berbeda. Ada beberapa data yang merupakan kumpulan dari kejadiannya PDPH pada beberapa jarum yaitu 40% pada jarum 22G, 25% pada jarum 25G, 2-12% pada jarum 26G

Quincke, 1-6% pada jarum 27G Quincke dan <2% pada jarum 29G. Dengan mengurangi besar dari jarum spinal telah memberikan dampak yang signifikan terhadap kejadian dari Post Dural Puncture Headache (PDPH). 8

Dalam rangka meminimalkan resiko Post dural Puncture Headache (PDPH), beberapa desain jarum spinal dan modifikasi ujung, telah diperkenalkan yaitu Atraucan, yang dikenal juga sebagai jarum atraumatik. Jarum ini memiliki titik pemotongan dengan bevel ganda yang dimaksudkan untuk memotong kecil lubang dura dan kemudian membesar dan untuk mengurangi gaya yang dibutuhkan untuk


(28)

melakukan tusukan.26 Jarum ini lahir pada tahun 1992 oleh Aglan dan Stansby yang melakukan uji aliran terhadap jarum Sprotte dan menyimpulkan bahwa daerah lubang jarum dapat diturunkan hingga area crossectional canula tanpa mempengaruhi rerata aliran obat. 14

Gambar 1: Jenis Jarum Spinal

Vandam dan Dripps mencatat ada korelasi langsung antara ukuran jarum dan resiko Post Dural Puncture Headache (PDPH) bahwa kejadian berkisar 18% dengan jarum pengukur 16G dan 5% dengan 26G, sedangkan, keseluruhan resiko Post dural Puncture Headache (PDPH) adalah 11% pada 11000 kasus anestesi spinal. Kejadian

Post Dural Puncture Headache (PDPH) untuk berbagai jenis jarum spinal ditunjukkan pada tabel 1.

Table 1. Kejadian PDPH dalam berbagai jarum spinal

25

Needle size & Type Bentuk Jarum Incidence of PDPH%

16G Touhy Bevel tumpul 2-5

20G Whitacre Atraumatic 36

22G Quincke Cutting 0,63-4


(29)

25G Quincke Cutting 3-25

25G Whitacre Atraumatic 0-14,5

26G Quincke Cutting 0,3-20

26G Atraucan Atraumatic 2,5-4

27 Quincke Cutting 1,5-5,6

27 Whitacre Atraumatic 0

29 Quincke Cutting 0-2

32 Quincke Cutting 0,4

Pada penelitian J Buettner yang membandingkan jarum 25G Whitacre dan Quincke dalam penilaian Post Dural Puncture Headache (PDPH) melaporkan Post Dural Puncture Headache (PDPH) pada jarum Whitacre lebih rendah dibanding dengan jarum Quincke. Walaupun demikian jarum 25G Quincke dengan bevel cutting di tengah lebih sering digunakan dan lebih popular dengan kejadian PDPH hampir 25%.27

Table 2: Jenis Jarum Spinal

Jenis Jarum Desain Gambar Keuntungan

Quincke Tajam,bevel

menengah

Penyebaran Cepat dan pasti


(30)

Whitacre Non cutting, pencil point Lubang lateral

PDPH <, tidak memotong

Sprotte Sebanding

whitacre, lubang >besar

Penyebaran terjamin

Atraucan Tajam bevel

ganda

Tajam,

penyebaran baik

Ballpen Quincke,

ataumatik

Penyebaran cepat, pasti

Gertie Marx Pencil Point Mudah digunakan,

dan kegagalan minimal

Perbedaan antara jarum Atraucan dan Quincke dapat dilihat dari gambar dibawah ini. Jarum 26G Atraucan merupakan jarum spinal dengan ujung tip yang dirancang untuk membuat potongan linear kecil (dibandingkan dengan potongan quincke yang


(31)

berbentuk V) di dura mater. Atraucan 26G memiliki dua bevel, Bevel pertama untuk memotong kecil lubang dural dan bevel kedua membesar sehingga mengurangi gaya yang dibutuhkan untuk melakukan tusukan. Pada penelitian In vitro, menyatakan kebocoran cairan serebrospinal pada jarum atraucan 26G lebih rendah dibandingkan dengan jarum 26G Quincke dan jarum 24G Sprotte

Tabel 3: Perbedaan Jarum Atraucan dan Quincke

.

Jenis

Jarum Gambar Warna

Diameter (mm)

Ujung Jarum Pada Dura Mater

26G Quincke

Coklat 88 mm

26G Atraucan

Coklat 88 mm

26G Pencil


(32)

2.3 Post Dural Puncture Headache

Sudah lebih dari seratus tahun sejak dr. Bier mengalami dan menulis laporan kasus pertama terhadap post dural puncture headache. Deskripsi dr. Bier terhadap

2.3.1 Defenisi PDPH (Post Dural Puncture Headache)

sakit kepala postural berat ini masih lazim dipakai sampai saat ini

Sebuah nyeri yang biasanya sangat berat, tumpul, bilateral, biasanya pada daerah frontal, retro orbita dan oksipital yang menjalar ke leher, dimana biasanya diperberat bila posisi tegak lurusdan berkurang pada posisi tidur. Nyeri kepala bisa berdenyut atau konstan dan biasanya disertai dengan fotofobia, mual, muntah, gangguan pendengaran atau penglihatan.28 Onset nyeri kepala akibat PDPH ini bisa terjadi pada 12 sampai 72 jam setelah tindakan, tetapi bisa juga ditemukan segera setelah tindakan. Pasien pasien yang mengalami Post Dural Puncture Heachache

tidak boleh diabaikan. Bilatidak ditangani nyeri bisa berlangsung sampai berminggu-minggu, dan pada kasus-kasus yang sangat jarang, bisa diperlukan tindakan operasi untuk mengatasinya.

Post Dural Puncture Headache (PDPH) merupakan komplikasi dari tusukan

29

pada dura mater (salah satu meningen yang mengelilingi korda spinalis). PDPH sering terjadi pada anestesi spinal dan lumbal, dan juga epidural anestesi.PDPH bisa timbul dalam hitungan jam sampai hari setelah tusukan dan memberikan tanda dan gejala seperti pusing mual dan menjadi makin berat bila pasien mengambil posisi tegak lurus. Jadi PDPH bisa disimpulkan sebagai sakit kepala beratyang bisa disertai mual atau muntah setelah tusukan spinal dengan ciri khas memberat bila berubah posisi duduk atau tegak lurus dan menghilang atau berkurangbila posisi tidur datar. Dari pernyataan di atas, diambil kriteria Post Dural Puncture Headache21:


(33)

1. Timbul setelah mobilisasi

2. Diperberat dengan perubahan posisi duduk atau berdiri dan batuk, bersin 3. Berkurang atau hilang dengan posisi tidur terlentang

4. Nyeri sering terlokalisir pada occipital, frontal atau menyeluruh

2.3.2 Klasifikasi PDPH

Nyeri sakit kepala PDPH menurut Crocker (1976) dikelompokkan menjadi 4 skala yakni:

• Nyeri kepala ringan yang memungkinkan periode lama untuk duduk / berdiri dan tanpa ada gejala tambahan lain

21

• Sakit kepala sedang, yang membuat pasien tidak dapat bertahan berada pada posisi tegak lurus selama lebih dari setengah jam. Biasanya di sertai dengan mual, muntah dan gangguan pendengaran dan penglihatan.

• Sakit kepala berat yang timbul segera ketika beranjak dari tempat tidur, berkurang bila berbaring terlentang di tempat tidur. Sering disertai dengan mual, muntah, gangguan penglihatan dan pendengaran.

• Nyeri kepala sangat berat yang timbul bahkan ketika penderita sedang berbaring terlentang di tempat tidur dan bertambah makin berat bila duduk atau berdiri, untuk makan tidak mungkin dilakukan karena mual dan muntah.

Keluhan PDPH ini diduga merupakan akibat dari hilangnya cairan serebrospinal ke dalam ruang epidural. Berkurangnya tekanan hidrostatik pada ruang

subaraknoid akan menyebabkan regangan terhadap meningens sehingga terjadi tanda dan gejala penyerta. Hal ini disebabkan hilangnya Cerebro Spinal Fluid (CSF) lebih cepat dari produksinya sehingga terjadi traksi terhadap struktur-struktur yang menyangga tidak, terutama dura dan tentorium. Peningkatan traksi pada pembuluh


(34)

darah juga menambah nyeri kepala. Traksi pada syaraf kranial dapat menyebabkan diplopia (biasanya pada syaraf kranial keenam) dan tinnitus.

Jan dkk, membagi tingkat keparahan dari PDPH dengan skala analog numerik verbal 0 sampai 10 (0=tanpa nyeri dan 10=nyeri yang paling tidak tertahankan). Untuk mempermudah, Shaik dkk (2008), membagi skala 0 – 10 ini menjadi 3 tingkat, yakni ringan, sedang dan berat, sesuai dengan yang tertera pada tabel.

TABLE 4: KLASIFIKASI PDPH

30

KLASIFIKASI PDPH

Ringan Sedang Berat

Tidak ada gangguan dalam aktivitas

Terjadi gangguan dalam aktivitas

Hanya dapat berbaring di tempat tidur Tidak dibutuhkan

penanganan

Dibutuhkan analgesia secara regular

Anoreksia

2.3.3 Patofisiologi PDPH

2.3.3.1 Anatomi Dura Mater Spinal

Dura mater spinal adalah sebuah tuba yang menjalar dari foramen magnum menuju segmen kedua dari sakrum. Dura mater terdiri dari korda spinalis dan akar-akar nervus yang menembusnya. Dura mater itu sendiri merupakan jaringan konektif yang padat yang terdiri dari serat kolagen dan elastis. Deskripsi klasik dari dura mater spinal adalah serat kolagen yang menjalar dengan arah longitudinal.

Hal ini telah didukung oleh penelitian histologis terhadap dura mater. berdasarkan hal ini merekomendasikan agar jarum cutting spinal diorientasikan paralel dibandingkan dengan arah memotong serat-serat longitudinal ini. Akan tetapi, dari studi miskroskopik elektron dan cahaya telah melawan teori klasik terhadap anatomi dura mater ini. Studi ini menunjukkan bahwa dura mater terdiri dari serat


(35)

kolagen yang tersusun berlapis-lapis, dimana tiap lapis terdiri dari serat kolagen dan elastis yang tidak menunjukkan orientasi yang spesifik.

Pada permukaan luar atau permukaan epidural memang teratur dengan arah longitudinal, tetapi pola ini tidak berulang pada lapis-lapis berikutnya. Dari penilaian lebar terhadap ketebalan dura menunjukkan bahwa dura posterior bervariasi dalam ketebalan sepanjang spinal, baik dalam individu maupun antar individu. Perforasi dura pada area yang tebal akan menyebabkan kebocoran CSF yang lebih sedikit dibanding perforasi pada area yang tipis, dan hal ini dapat menjelaskan kejadian yang tidak terduga pada akibat perforasi dura.8 Lapisan struktur tulang belakang yang akan dilewati jarum spinal untuk masuk ke dalam ruang subarakhnoid adalah Kulit  Jaringan Subkutan Ligamen Supraspinous  ligamen Interspinous  Ligamentum Flavum  Ruang Epidural Ruang Subdural  Ruang Subarachnoid

Gambar 2 Anatomi Dari Dura Meter

2.3.3.2 Cairan Serebrospinal

Produksi CSF terjadi terutama pada pleksus koroid, tetapi ada beberapa bukti yang menunjukkan adanya produksi ekstrakoroidal. Sekitar 500 cc dari CSF diproduksi perhari (0.35 cc/min). Volume CSF pada orang dewasa adalah sekitar 150 cc, dimana setengahnya berada di dalam kavitas kranial. Tekanan CSF pada regio


(36)

lumbal pada posisi horizontal adalah 5-15 cm H2O. Diperkirakan pada posisi berdiri akan meningkat sampai 40 cm H2O. Tekanan CSF pada anak-anak akan meningkat sesuai umur.8

PDPH diduga disebabkan oleh kebocoran CSF melalui tusukan pada dura. Ada dua mekanisme yang menyebabkan PDPH. Salah satunya adalah menurunnya struktur intrakranial pada posisi tegak yang menyebabkan traksi pada meningen, saraf kranial dan saraf servikal hingga menghasilkan nyeri pada daerah frontal, oksipital dan servikal. Mekanisme kedua adalah mekanisme kompensasi vasodilatasi yang merupakan respon dari rendahnya tekanan intrakranial sehingga mengakibatkan nyeri kepala. Posisi tegak memperburuk sakit kepala karena berkurangnya tekanan intrakranial dengan meningkatkan laju hilangnya CSF melalui punksi dural.

Bier di tahun 1899 menyatakan PDPH disebabkan oleh bocornya cairan CSF yang dipengaruhi oleh lubang jarum di dura. Hart J.R dan Whitacre R.J mengambarkan sakit kepala karena bocornya CSF diakui karena adanya ketegangan pada pembuluh darah dan saraf kranial yang disebabkan oleh penarikan cairan tidak akibat tusukan di dura. Doktrin Munro Kelly menyatakan bahwa jumlah volume otak, CSF dan volume darah intrakranial adalah konstan. Konsekuensi dari penurunan volume CSF dikompensasi oleh peningkatan volume darah. Venodilatasi ini kemudian mengakibatkan sakit kepala

13

31

Turnbull D.K. dan Sheperd D.B. menjelaskan dura mater yang terdiri dari serat kolagen yang terlihat dalam beberapa lapisan sejajar dengan permukaan. Setiap lapisan terdiri dari kolagen dan serat, ketebalan dura pada tingkat spinal tidak dapat diprediksi pada setiap orang. Dan mungkin ada serat yang kurang tebal sehingga mudah terjadi kebosoran CSF dengan pengaruh besarnya ukuran jarum.8


(37)

Gambar 3: Korda Spinalis Dan Mekanisme PDPH

2.4. Differential

Diagnosa Dari PDPH Pada Wanita Hamil

Setelah melahirkan, perempuan sering menderita sakit kepala. Sebuah studi retrospektif dalam lima tahun terakhir mengidentifikasi wanita postpartum dengan sakit kepala berlangsung lebih dari 24 jam setelah melahirkan dan terjadi dalam 6 minggu setelah persalinan. Dari 95 perempuan memenuhi kriteria ini, dan sementara tingkat kejadian tidak dapat dihitung, studi ini tidak mengidentifikasi beberapa fitur penting sakit kepala setelah melahirkan. Kebanyakan wanita (82%) masih di rumah sakit di awal sakit kepala mereka. Dari demografi studi populasi sebagian besar populasi umum dalam rerata usia ibu 25,2 tahun, 87 % dari perempuan telah menerima beberapa jenis anestesi regional dan 29 % dari perempuan melakukan operasi sesar. Untuk membedakan pasien yang murni PDPH dan tidak dapat dilihat dari riwayat seringnya sakit kepala.32-33


(38)

2.4.1 Migrain

Migrain dengan karakterisitik nyeri yang berdenyut unilateral yang diperberat dengan aktifitas biasanya diikuti juga dengan mual dan fotofobia. Migrain biasanya terjadi pada saat remaja yang lebih sering mengenai perempuan dan sering meningkat pada kehamilan, tetapi juga sering pada periode paska persalinan.32

2.4.2 Tension Headache

Tipe yang paling sering pada sakit kepala, yang sering mengenai wanita remaja maupun pertengahan usia. Sakit kepala ini meiliki intensitas ringan sampai berat dengan nyeri biasanya bilateral tanpa berdenyut, tidak dijumpai mual dan fotofobia . Adanya peningkatan kejadian pada wanita hamil.

2.4.3 PerdarahanIntrakranial

34

Sakit kepala dengan perdarahan intrakranial dikarakteristikan dengan onset yang tiba-tiba, dengan intensitas berat dan adanya dijumpai tanda kelainan neurologik fokal dan ganguan kesadaran.

2.4.4 Trombosis Vena Serebral Dan Thrombosis Sinus

32

Resiko trombosis vena meningkat pada kehamilan dan telah diperkirakan kejadian di antara 10-20 per 100.000 kelahiran di negara maju. Kejadian muncul lebih tinggi di negara berkembang dengan kejadian 450 per 100.000 kelahiran di India. Gambaran sakit kepala sering sulit dibedakan dengan Post Dural Puncture Headache.

2.4.5 Keganasan

32

Sakit kepala berkaitan dengan neoplasma intrakranial dengan jenis tipikal, dan tanpa denyut yang diikuti dengan mual, muntah dan memberat pada saat beraktifitas, batuk dan bersin. Dan tanda fokal dengan peningkatan tekanan intrakranial.32


(39)

2.4.6 Withdrawal Kafein

Withdrawal kafein dapat menyebabkan sakit kepala, meningkat kelelahan, dan kecemasan, dan telah dilaporkan terjadi setelah sedikitnya 3 hari paparan 300 mg per hari atau 7 hari paparan 100 mg per hari (50-100 mg kafein per minuman kopi).

Withdrawal kafein bisa menjadi penyebab sakit kepala paska operasi Meskipun belum dikonfirmasi sebagai penyebab sakit kepala paska persalinan.

2.4.7 Meningitis

32

Sakit kepala berat pada meningitis digambarkan dengan nyeri kepala yang disertai dengan demam, kekakuan, dan adanya tanda Kernig dan Brudzinski postif, muntah, kejang, dan ruam kulit juga dapat terjadi. Patogen meliputi streptokokus B, staphylococcus epidermidis, kelompok A. hemolitik streptococcus, dan agen parasit baru-baru ini, taenia solium, menyebabkan neurocysticercosis

2.5 Terapi PDPH

34

Ada beberapa terapi yang sering dipakai untuk penanganan PDPH, baik terapi konservatif maupun agresif. Terapi konservatif meliputi istirahat, hidrasi pasien, posisi telungkup, stagen abdomen, pemberian kafein baik melalui oral atau parenteral. sumatriptan dan pemberian Hormon Adrenokortikotropin (ACTH)/kortikosteroid. Sedangkan terapi agresif berupa suntikan intratekal salin, kateter intratekal, epidural

saline, epidural blood patch dan epidural dekstran.

2.5.1 Terapi Konservatif

31

• Istirahat

Istirahat di tempat tidur akan mengurangi gejala PDPH. Namun, tinjauan literatur menunjukkan bahwa istirahat setelah punksi dural tidak mengurangi resiko berkurangnya sakit kepala, bahkan adanya kecenderungan peningkatan sakit kepala pada pasien yang istirahat. Tidak adanya bukti bahwa dengan memperpanjang durasi istirahat


(40)

dapat menurunkan kemungkinan sakit kepala. mobilisasi awal setelah punksi dural harus dilakukan, pasien dengan sakit kepala harus mobilisasi sebanyak yang mereka mampu

• Hidrasi Pasien

.

Salah satu yang menjadi faktor penentu terjadinya PDPH adalah status hidrasi pasien, dimana konsep hidrasi pada PDPH masih banyak salah dimengerti. Tujuan dari hidrasi adalah untuk memastikan kecepatan produksi CSF optimal, dimana pasien dalam keadaan dehidrasi akan menyebabkan produksi CSF yang berkurang. Sehingga, bila seseorang sudah terehidrasi dengan baik, dan kecepatan produksi CSF normal, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hidrasi yang berlebihan akan membantu meningkatkan kecepatan produksi CSF. Oleh karena itu tidak diperlukan pemberian cairan berlebihan pada pasien yang telah terehidrasi dengan baik, dan penting untuk memastikan bahwa pasien dalam kondisi terhidrasi baik sebelum dilakukan tindakan anestesi spinal. Pada penelitian ini, kami memastikan pasien dalam keadaan terhidrasi baik dengan melakukan terlebih dahulu Tilt Test.33

• Posisi Tengkurap

Tilt test adalah tes kecukupan cairan / hidrasi pada pasien, dengan memperhitungkan faktor posisi dan gravitasi, dilakukan dengan mengukur tekanan darah pasien saat terlentang mendatar dan kemudian mengukur tekanan darah pasien setelah diposisikan tidur terlentang dalam posisi head up dengan sudut 40– 50 selama 10 menit. Bila terjadi perbedaan Mean Arterial Presure (MAP) lebih dari 10%, maka dinyatakan Tilt Test positif dan pasien masih belum terhidrasi dengan cukup.

Posisi tengkurap dapat meredakan sakit kepala pada beberapa pasien dengan PDPH, tetapi tidak ada penelitian yang diterbitkan mendukung


(41)

hal ini, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra abdominal dan adanya penekanan di tulang belakang ke kompartemen intrakranial. Posisi tengkurap mungkin bermanfaat pada pasien yang sayatan bedahnya tidak menghalangi

• Stagen Abdomen

posisi ini

Pada tahun 1975 sebuah studi tunggal yang meliputi ibu hamil menyarankan bahwa bahan pengikat perut mencegah perkembangan nyeri kepala spinal. Hal ini dapat mengurangi PDPH dengan mekanisme yang sama seperti posisi tengkurap

• Kafein

. Dan penggunaan stagen abdomen masih dilakukan sampai sekarang.

Kafein bekerja menstimulasi produksi CSF. Kafein membantu dengan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial.32 Sebuah studi dari 41 pasien dengan sakit kepala tidak yang tidak responsif terhadap tindakan konservatif menunjukkan bahwa pemberian kafein 500 mg intravena menyebabkan adanya pengurangan gejala pada 70% dari subyek. Ukuran kecil dari studi dan kurangnya kelompok kontrol meragukan rutin penggunaan terapi ini. Seperti kafein intravena tidak tersedia di banyak rumah sakit, penggunaan kafein oral telah diusulkan sebagai pengganti. Kafein oral, 300 mg, menghasilkan penurunan yang lebih signifikan dalam intensitas sakit kepala dibandingkan plasebo

• Sumatriptan .

Serotonin Agonis Sumatriptan adalah vasokonstriktor otak yang digunakan untuk mengobati migrain. Salah satu studi melaporkan berkurangnya PDPH pada empat dari enam pasien yang diobati dengan 6 mg subkutan Sumatriptan. Tapi setelah satu jam hanya satu pasien yang gejalanya benar-benar berkurang.


(42)

• Hormon Adrenokortikotropin

Sejumlah laporan kasus telah menyarankan peran terapi untuk kortikosteroid atau hormon adrenokortikotropin. Sebuah penelitian secara acak tunggal menunjukkan bahwa hidrokortison dosis tinggi mengurangi keparahan sakit kepala spinal dibandingkan dengan plasebo. Dan sebuah penelitian lain secara acak tidak bisa menunjukkan manfaat apapun untuk pemberian ACTH

2.5.2 Terapi Agresif

• Intratekal Saline

Injeksi 10 ml saline yang bebas pengawet melalui jarum Tuohy setelah kejadian punksi dural dapat menurunkan kejadian sakit kepala dari 62% menjadi 32%. Injeksi normal saline melalui kateter intratekal yang dilakukan setelah punksi dural dapat juga mengurangi sakit kepala, namun jumlah pasien dalam kelompok ini terlalu kecil untuk mencapai signifikansi statistik

. Kateter Intratekal

Setelah dilakukannya punksi dural selama penempatan epidural, kateter dapat ditempatkan dalam ruang subarachnoid untuk memberikan anestesi spinal kontinyu. Beberapa studi telah menyarankan bahwa teknik ini akan mengurangi timbulnya sakit kepala setelah spinal. Bahkan, salah satu studi menunjukkan hasil yang lebih baik ketika kateter tetap di tempat selama 24 jam setelah melahirkan

. Epidural Saline

Infus epidural yang terus menerus dengan normal saline telah dilaporkan berguna untuk mencegah atau meringankan gejala PDPH setelah punksi dural. Sayangnya, penghentian infus biasanya


(43)

menyebabkan kambuhnya sakit kepala. Teknik ini mungkin berguna pada pasien yang menolak Epidural Blood Pacth

Epidural Blood Patch

.

Terapi yang berupa Epidural Blood Patch, merupakan penanganan yang sangat efektif terhadap PDPH. Dengan melakukan injeksi 15-20 cc darah autologous ke ruang epidural pada satu interspace

dibawahnya atau pada tempat tusukan dura. Hal ini dipercaya akan menghentikan kebocoran yang terjadi pada CSF oleh karena efek massa atau koagulasi. Efeknya bisa terjadi segera atau beberapa jam setelah tindakan ketika produksi CSF secara perlahan akan meningkatkan tekanan intrakranial yang dibutuhkan.32

Epidural Blood Patch telah diusulkan sebagai standar emas untuk pengobatan PDPH, dengan laporan awal menunjukkan tingkat keberhasilan setinggi 95% Epidural Dekstran

Pada pasien yang tidak dapat menerima EBP karena demam, atau yang menolak EBP karena alasan agama, epidural dekstran telah digunakan dengan beberapa keberhasilan. Hal ini belum pernah dipelajari sebelumnya, karena adanya kekhawatiran tentang potensi neurotoksisitas dan resiko reaksi alergi. Tetapi penggunaan epidural dekstran infus harus dipertimbangkan.


(44)

2.6 Kerangka Teori

Gambar 4 Kerangka Teori

Anestesi Spinal

Robekan Dura

Kebocoran CSF

Struktur Intrakranial Menurun Pada Posisi Tegak

PDPH

Nyeri Pada Daerah Frontal, Oksipital Dan Servikal. Traksi Pada Meningen, Saraf Kranial Dan Saraf

Servikal Jarum Spinal


(45)

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 5: Kerangka Konsep

Anestesi

Spinal

Jarum Spinal 26G

Quincke

Jarum Spinal 26G

Atraucan

PDPH


(46)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Desain

Desain penelitian ini menggunakan uji klinis acak, prospektif, tersamar ganda .

3.2

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada RSUP.Haji Adam Malik dan Rumah sakit jejaring pada Kota Medan dan sekitarnya, dimulai awal bulan Januari 2014 sampai akhir Februari 2014

3.3

Populasi Penelitian

Populasi adalah pasien yang menjalani pembedahan sesar dengan teknik anestesi spinal

3.4

Sampel Dan Cara Pemilihan (Randomisasi) Sampel

Sampel adalah populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok.

3.4.1 Kelompok A memakai jarum spinal 26G Atraucan untuk teknik spinal anestesinya.

3.4.2 kelompok B memakai jarum spinal 26G Quincke untuk teknik spinal anestesinya.


(47)

3.5

Estimasi besar Sampel

Dari penelitian sebelumnya di dapat presentasi P1 =21% dan P2 diharapkan memiliki

perbedaan 20% sehingga didadapat P2=20% dengan kekuatan 80% maka nilai-nilai

ini dimasukan ke dalam rumus mencari besar sampel.

(

)

(

)

2 2 2 1 2 2 1 1 ) 1 ( ) 2 / 1 ( 2 1 ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 2 P P P P P P Z P P Z n n − − + − + − ≥

= −α −β

34 Dimana : ) 2 / 1 (−α

Z = Deviat baku alpha, untuk α= 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96

) 1 (−β

Z

= Deviat baku alpha. untuk β= 0,20 maka nilai baku normalnya 0,842 1

P = Proporsi PDPH dengan menggunkan jarum 26 G Atraucan dan 26 G Quincke

2 P

= Perkiraan proporsi kejadian PDPH yang diteliti

Dari rumus didapat n1 = n2 = 30 orang dengan mempertimbangkan kriteria putus uji

10% maka n1 = n2

3.6

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

= 33 orang ditetapkan jumlah keseluruhan sampel 66 orang

3.6.1 Inklusi

1. Bersedia ikut dalam penelitian

2. Pasien hamil yang akan menjalankan operasi bedah sesar 3. Pasien PS ASA 1 dan 2

3.6.2 Eksklusi

1. Pasien dengan kelainan kognitif

2. Pasien dengan nyeri kepala kronik sebelumnya


(48)

3.6.3 Kriteria Putus Uji

1. Pasien yang memerlukan usaha tusukan spinal lebih dari 6 kali 2. Mengalami keadaan syok selama operasi

3. Operasi berlangsung lama sehingga membutuhkan tambahan obat anestesi umum

3.7

Informed Consent

Setelah mendapat persetujuan dari komite etik, penderita mendapatkan penjelasan tentang tindakan yang akan dijalani serta menyatakan secara tertulis kesediaannya dalam lembar informed consent.

3.8 Cara kerja

1. Setelah memperoleh persetujuan dari komite etik untuk melakukan peneitian dilakukan seleksi terhadap sampel.

2. Setelah mendapat informed consent semua sampel dinilai ulang.

3. Populasi yang dijadikan sampel dibagi secara random menjadi 2 kelompok, A dan B

4. Tiap pasien dipersiapkan untuk dilakukan tindakan anestesi spinal dengan pemasangan infus dengan kateter vena nomer 18G dan pemberian cairan infus preloading RL 1000 ml.

5. Kelompok A dipersiapkan untuk dilakukan tindakan spinal anestesia dengan jarum spinal 26G Atraucan. Disuntikkan dengan posisi miring kiri. 6. Kelompok B dipersiapkan untuk dilakukan tindakan spinal anestesia

dengan jarum spinal 26G Quincke. Disuntikkan dengan posisi miring kiri. 7. Tindakan anestesi spinal dilakukan oleh relawan dengan kriteria telah


(49)

8. Dicatat waktu tusukan, jumlah berapa kali usaha tusukan sehingga CSF keluar dari jarum spinal.

9. Anjuran paska bedah diberikan maintenance cairan dengan kristaloid 2cc/KgBB/Jam

10.Setelah 6 jam, 24, 48 dan 72 jam tusukan, pasien yang dirawat di ruangan diperiksa oleh peneliti yang tidak mengetahui penggunaan jarum yang dipakai untuk pasien ini dan mencatat ada atau tidaknya kejadian PDPH serta tingkat keparahan PDPH


(50)

3.9 Alur Penelitian

Populasi

Inklusi Eksklusi

Sampel

Randomisasi

Kelompok A 26G Atraucan

Kelompok B 26G Quincke

Teknik anestesi dengan posisi miring kiri dan dinilai hemodinamik, waktu dan jumlah tusukan

Penilaian PDPH 6 jam paska spinal

Penilaian PDPH 24 jam paska spinal

Penilaian PDPH 48 jam paska spinal

Penilaian PDPH 72 jam paska spinal

Analisa Data Penelitian

Gambar 6 Alur Penelitian

Preloading 1000ml RL


(51)

3.10 Identifikasi Variabel

3.10.1 Variabel Bebas

a. Jarum spinal 26G Atraucan b. Jarum spinal 26G Quincke

3.10.2 Variabel Tergantung

a. Kejadian PDPH

PDPH adalah sakit kepala yang timbul bila pasien disuruh duduk dan berdiri, dan akan hilang atau berkurang bila pasien berbaring terlentang.

b. Keparahan PDPH

Keparahan PDPH dinilai dengan metode Shaik dkk, membaginya menjadi 3 tingkat.

Ringan :Tidak ada gangguan dalam aktivitas dan tidak dibutuhkan

penanganan

Sedang :Terjadi gangguan dalam aktivitas dan dibutuhkan analgesia regular

Berat :Pasien hanya berbaring ditempat tidur dan mengalami anoreksia.

3.11 Rencana Manajemen dan Analisa Data

Rencana manajemen dan analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Setelah data yang diperlukan terkumpul, kemudian data diperiksa kembali

kelengkapannya sebelum ditabulasi dan diolah. Lalu data tersebut diberikan pengkodean untuk memudahkan dalam mentabulasi. Data ditabulasi kedalam master tabel dengan menggunakan software Epi-Info


(52)

b. Untuk menjelaskan variabel-variabel secara tunggal disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan

c. Pengujian kenormalan data numerik dilakukan dengan Uji Saphiro-Wilk. d. Untuk menetukan demografi data dilakukan Uji Tdan Uji Man Whitney. e. Untuk menentukan peranan tipe jarum spinal dalam menyebabkan PDPH

dilakukan Uji Exact Fisher

f. Untuk menentukan perbandingan kejadian dan tingkat keparahan PDPH pada kedua group pada 6 jam ke 24 jam, 24 jam ke 48 jam dan 48 jam ke 72 jam digunakan Uji Friedman.

g. Batas kemaknaan yang ditetapkan 5%

3.12 Definisi Operasional

a. Anestesi spinal adalah teknik anestesi dengan memasukkan obat anestesi dengan bantuan jarum spinal ke dalam ruang CSF dengan harapan terjadi blokade sensorik/nyeri dan motorik/gerak pada daerah pusat ke bawah. b. Bevel adalah ujung jarum spinal

c. Jarum spinal 26G Quincke adalah jarum spinal dengan ujung jarum memotong (cutting) dimana yang dipakai pada penelitian ini adalah jarum spinal 26G Spinocan

d. Jarum spinal 26G Atraucan adalah jarum spinal denga ujung jarum memotong (cutting) yang memiliki 2 bevel dimana yang dipakai pada penelitian ini adalah jarum spinal 26G Atraucan

e. MAP adalah nilai tekanan darah sistol ditambah 2 kali nilai tekanan darah diastol kemudian dibagi 3.


(53)

f. PDPH (Post Puncture Dural Headache) adalah perasaan nyeri kepala yang bisa disertai mual atau muntah setelah tusukan spinal dengan ciri khas memberat bila berubah posisi duduk atau tegak lurus dan menghilang atau berkurang

g. Nyeri PDPH ringan adalah nyeri kepala tanpa gangguan aktifitas dan tidak diperlukan penanganan

bila posisi tidur.

h. Nyeri PDPH sedang adalah nyeri kepala dengan adanya batasan aktifitas dan dibutuhkan tambahan obat untuk nyeri kepalanya

i. Nyeri PDPH berat adalah nyeri kepala dimana pasien tidak dapat beranjak dari tempat tidur hanya dapat tidur telentang dan dijumpai adanya anoreksia.

3.13 Masalah Etika

a. Pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta resiko dan hal yang terkait dengan penelitian. Kemudian diminta mengisi formulir kesediaan menjadi subjek penelitian.

b. Sebelum anestesi dan proses penelitian dimulai dipersiapkan alat kegawat daruratan (oro/nasopharyngeal airway, ambu bag, sumber oksigen, laringoskop, endotracheal tube ukuran pasien, suction set), monitor (pulse oximetry, tekanan darah, EKG, laju jantung), obat emergensi (efedrin, adrenalin, sulfas atropin, lidokain, aminofilin, deksametason). c. Jika terjadi hipotensi akibat tindakan spinal, akan diatasi dengan

pemberian efedrin, yang merupakan salah satu vasokonstriktor

d. Bila terjadi kegawatdaruratan jalan nafas, jantung, paru dan otak selama anestesi dan proses penelitian berlangsung, maka langsung dilakukan


(54)

antisipasi dan penanganan sesuai dengan teknik, alat dan obat standar seperti yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

e. Bila terjadi PDPH berat yang sangat mengganggu, maka akan diberikan cairan dekstran 5% 500 cc melalui infus, kemudian obat-obat analgesia seperti parasetamol. Bila diperlukan maka akan dilakukan kompresi abdomen dengan pemakaian korset. Apabila hal ini juga tidak dapat membantu, maka akan dilakukan tindakan Epidural Blood Patch, dengan memberikan 15 cc darahpasien itu sendiri.


(1)

Lampian 7 : Rencana Anggaran Penelitian

RENCANA ANGGARAN PENELITIAN

Taksasi dana yang diperlukan selama penelitian

1.

Bahan dan peralatan penelitian

26G Spinocan (Quincke)

33 x Rp 35.000,- = Rp 1.155.000,-

26G Atraucan

33 x Rp 81.000,- = Rp 2.263.000,-

Pengadaan literatur

= Rp 500.000,-

2. Seminar usulan penelitian

Pengadaan bahan untuk

diskusi sebelum seminar

= Rp 200.000,-

Pengadaan bahan seminar

20 x Rp 15.000,- = Rp 300.000,-

3. Seminar hasil penelitian

Pengadaan bahan

20 x Rp 25.000,- = Rp 500.000,-

4. Pembacaan tesis

Cetak tesis

80 x Rp 30.000,- = Rp 2.400.000,-

Subtotal

= Rp 7.318.000,-

5. Biaya tak terduga (10% subtotal)

= Rp 731.800,-


(2)

Lampiran 8 : Tabel Anka Random

Tanda pensil dimulai dari angka 99

1.

99

B B B A A A

2.

71

B A B A B A

3.

88

B B A A B A

4.

84

B B A A A B

5.

47

A B B B A A

6.

50

B A A A B B

7.

97

B B B A A A

8.

29

A B A B A B

9.

58

B A A B A B

10.

93

B B A B A A

11.

68

B A B A A B


(3)

Lampiran 9 Tabel Data Pasien

No Nama Umur Diagnosa

PS AS A Berat Badan Tinggi

Badan BMI Jenis

lama operasi Jlh tusu kan Nyeri PDPH 6 jam psc Nyeri PDPH 24 jam psc Nyeri PDPH 48 jam psc Nyeri PDPH 72 jam psc Tingkat PDPH 6 jam psc Tingkat PDPH 24 jam psc Tingkat PDPH 48 jam psc Tingkat PDPH 72 jam psc

1 Asmawati 24 tahun

Gameli+ PK+ AH+

Inpartu 2 89 150 39,5 Quincke 80 menit 1 kali - - + + 0 0 1 1

2 Ida Fitri 38 tahun

prev SC 1x a/c

panggul sempit 1 70 165 25,7 Quincke 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

3 Delima

37 tahun

MG+ KDR aterm

Letidak lintang 1 90 170 31,1 Quincke 55 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

4 Farida Hanum

30 tahun

Prev SC 2x+ MG+ KDR aterm+ AH+

LK 1 60 155 24,9 Atraucan 80 menit 1 kali + + + - 2 1 1 0

5 Enike putrid

21 tahun

PG+ KDR aterm+

presentasi kaki 1 62 140 31,6 Atraucan 45menit 1 kali - - - + 0 0 0 1

6 Widya Mulia

26

tahun PG+ inpartu+ PTM 1E 58 155 24,1 Atraucan 60 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

7 Desimah 38 tahun

KDR+ Plasenta previa letidak

tinggi+ PK+ AH 2 70 148 31,9 Atraucan 45 menit 1 kali - - + + 0 0 1 1

8 Nurul Huda 22 tahun

prev SC+ KDR 32-36 minggu+

inpartu 2 76 150 33,7 Atraucan 70 menit 3 kali - - - - 0 0 0 0

9 Suciati

30 tahun

MG+ KKDR aterm+ PK AH+

CPD 1 60 165 22 Quincke 50 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

10 Fitri muliani 27 tahun

PG+ KDR aterm+

PK+ AH 1 78 150 34,6 Atraucan 65 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

11 Zainila Sembiring

32

tahun MG+ KDR aterm 1 76 156 31,2 Quincke 60 menit 3 kali - - - - 0 0 0 0

12 Miranda 30 tahun

prev SC 1x a/c

panggul sempit 1 76 168 26,9 Atraucan 60 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

13 Rosnita Ekaulina 28 tahun Makrosemia+ SG+

KDR 30-40 minggu 2 65 155 27 Quincke 50 menit 3 kali + - - - 1 0 0 0

14 Seri Sukriani

36 tahun

prev SC 1X+ SG+ KDR aterm+

inpartu 1 86 160 33,5 Quincke 80 menit 1 kali - - + - 0 0 2 0


(4)

inpartu

16

Delyana Sinaga

28

tahun Prev Sc a/c HIV 2 58 158 22,8 Atraucan 80 menit 3 kali - - - - 0 0 0 0

17 Ade Irmayani

32 tahun

prev SC 1x a/c

panggul sempit 1 68 150 30,2 Quincke 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

18

Ribka Roma Sinta

37 tahun

SG+ Panggul sempit+ KDR

aterm 1 82 153 35 Atraucan 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

19 Sri wahyuni 30 tahun

prev SC 1x+ KDR

37-38 minggu 1E 86 160 33,5 Quincke 75 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

20 Rika

30 tahun

Prev SC 1x+ MG+

KDR 37 minggu 1E 76 152 32,8 Quincke 60 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

21 Lince Handayani

30 tahun

SG+ KDR Aterm +

Oligohidramnion 2E 98 168 34,7 Atraucan 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

22 Fauziah 22 tahun

Prev SC 1x+ inpartu+ KDR

aterm 1 80 175 26,1 Atraucan 80 menit 3 kali - - + + 0 0 1 1

23 Rika Agustin

38 tahun

MG+

oligohidromnion 2 98 170 33,9 Atraucan 75 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

24 Dona Silalahi

20 tahun

PG+ panggul sempit+KDR

aterm 2 64 140 32,6 Quincke 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

25 Intan Supiah

42 tahun

PG+ Inpartu+ KDR

aterm+ PTM 2E 70 160 27,3 Atraucan 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

26

Corina C sitepu

26

tahun PG+ SIDA+ Aterm 2 68 154 28,6 Quincke 65 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

27 Elferdia 23 tahun

SG+ KDR Aterm +

PTM 1 75 160 29,2 Quincke 70 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

28 Leni sihotang

39 tahun

MG+ partus tidak

maju+ PK+ AH 2 68 152 29 Quincke 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

29 Asma Yanti 32 tahun

prev SC 1x+ KDR

36-38 minggu 2 75 160 29,2 Atraucan 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

30

Siti Nur Atikah

30 tahun

Prev SC 1x+ PK+

AH+ Inpartu 1 78 150 34,6 Atraucan 75 menit 2 kali - - - - 0 0 0 0

31 Ivana Lumban Toruan

33 tahun

Prev SC 2x+ KDR

aterm+ inpartu 2 92 158 36,8 Quincke 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

32 Leni Manalu

31 tahun

PG+ KDR 36

minggu + KJDK 2 68 150 30,2 Atraucan 60 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

33 Ira veronika 29 tahun

Prev SC 1x+ MG +


(5)

34 Sani

39 tahun

MG+ KDR aterm+

riw Asma 2 68 155 28,3 Atraucan 80 menit 1 kali - - 0 2 2 0

35 Kristin Natali

26 tahun

PG+ Post date 3

hari 2E 81 155 33,7 Quincke 55 menit 2 kali - - - + 0 0 0 1

36

Ratna Sari dewi

30 tahun

Prev SC 1x+ Plasenta Letidak

Rendah 2E 65 148 29,6 Quincke

120

menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

37 Ita Arnita 32 tahun

Prev SC 1x+

Panggul Sempit 1 60 165 22,8 Quincke 50 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

38 Juni Arfah 33 tahun

SG+ KDR Aterm +

PTM 1 60 150 26,6 Quincke 40 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

39 Minarti 28 tahun

PG+ KDR aterm+

Presentasi Bokong 1E 53 155 22 Quincke 55menit 2 kali - - + + 0 0 2 1

40 Rika Kartika 30 tahun

Prev SC 1x+ MG +

Inpartu 1 70 155 29,1 Atraucan 60 ment 2 kali - - - - 0 0 0 0

41 Sarlina

32 tahun

PG+ KDR aterm+

Panggul Sempit 1 76 163 28,6 Atraucan 60 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

42 Pipit Handayani

33 tahun

PG+ KDR aterm+

Letidak Lintang 2E 79 150 35,1 Atraucan 50 meniy 1 kali - - - - 0 0 0 0

43 siti Aminah 24 tahun

Gameli+ PK+ AH+

Inpartu 2 69 155 28,7 Atraucan 40 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

44 Ceria Aprilina

31 tahun

PG+ Inpartu+ KDR

aterm+ AH 1 70 160 27,3 Quincke 60 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

45 Dewi angraini

33 tahun

plasenta previa

letidak tinggi 2 72 150 32 Atraucan 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

46 Lia marlina 28

tahun PG+ Inpartu+ PTM 1 98 150 43,5 Quincke 50 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

47 Husna rahma

36

tahun MG+ Prev SC 2x 2 85 160 32,3 Atraucan 65 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

48 Elidawati 18 tahun

PG+ panggul sempit+KDR

aterm 1 81 154 34,1 Quincke 65 menit 2 kali - - - - 0 0 0 0

49 Kiki Azrialiani

28 tahun

SG + presentasi

Kaki 1 78 152 33,7 Quincke 80 menit 2 kali - - - - 0 0 0 0

50 Sarida

32 tahun

Panggul Sempit +

inpartu 1E 76 150 33,7 Atraucan 50 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

51 Desi Kurniati Hasbuan

28 tahun

Prev SC 1x+

Panggul Sempit 1 60 155 24,9 Atraucan 80 menit 1 kali + - - - 1 0 0 0


(6)

53 Yanti Safitri 43 tahun

MG+ KDR 37-38

minggu+ PK+ AH 2 66 165 24,2 Atraucan 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

54 Juli berlian 39 tahun

Prev SC a/c panggul sempit+

PK+ AH+ Inpartu 1E 68 160 26,5 Quincke 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

55 Rini Sundari 32 tahun

PG+ Inpartu+ KDR

aterm+ AH 1 65 165 23,8 Quincke 80 menit 1 kali - - - + 0 0 0 1

56 Devi Maysaroh

27 tahun

PG+ PTM+ KDR

aterm+ AH 2E 60 150 26,6 Quincke 80 menit 1 kali + - - - 1 0 0 0

57 Ny. Dien 34 tahun

Prev SC a/c PTM+

KDR aterm+ AH 1 60 155 24,9 Atraucan 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

58 Yayuk misnawati

29 tahun

prev SC+ KDR+ Letidak Lintang+

inpartu 2 65 150 28,8 Quincke 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

59 Nabila Mahendra

26 tahun

MG+ KDR 39-40+

PK+ AH 2 95 168 33,6 Atraucan 80 menit 2 kali + - - - 1 0 0 0

60 Yuli berkantasa

37 tahun

Prev SC a/c panggul sempit+

PK+ AH+ Inpartu 2E 70 156 28,7 Atraucan 80 menit 2 kali + - - - 1 0 0 0

61 Gita

24 tahun

SG+ KDR Aterm +

PTM 2 60 150 26,6 Quincke 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

62

Jumiati Sihombing

37 tahun

Prev SC 1x+MG+KDR

Aterm 1 67 165 24,6 Atraucan 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

63 Rosdiana 37 tahun

MG+ KDR aterm+

PK+ AH+ Inpartu 2E 100 158 40 Quincke 80 menit 2 kali - - - - 0 0 0 0

64 Erlina

29 tahun

Prev SC 1x+ MG +

Inpartu 1 65 160 25,3 Atraucan 80 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

65 Fitria Agustina

34 tahun

Prev SC 1x+MG+KDR

Aterm +LK AH 1 73 158 29,2 Atraucan 50 menit 1 kali - - - - 0 0 0 0

66

Eka fitria Dewi

33 tahun

PG+ panggul sempit+KDR