91
Pasal 3
UU Perlindungan
Konsumen menyebutkan
bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah : a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri; b. Mengangkat
harkat dan
martabat konsumen
dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa; c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum
dan keterbukaan
informasi serta
akses untuk
mendapatkan informasi; e. Menumbuhkan
kesadaran pelaku
usaha mengenai
pentingnya perlindungan
konsumen sehingga
tumbuh sikap
yang jujur
dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, keselamatan konsumen.
116
2. Debitur gadai dalam sistem hukum perlindungan konsumen
Pada dasarnya, perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan bebas antara kedua belah pihak yang cakap untuk bertindak demi hukum untuk melaksanakan suatu
prestasi yang tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Namun, ada saatnya kedudukan kedua belah pihak dalam perjanjian tidak seimbang sehingga
menjadikan kerugian bagi salah satu pihak. Dalam praktek simpan meminjam antara Perum Pegadaian dengan debitur
dengan memakai barang gadaian sebagai jaminan, Perum Pegadaian menunjukkan kekuasaannya sebagai pihak yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada
debitur. Secara tidak langsung, hal tersebut dapat dilihat dari pembuatan dokumen
116
Pasal 3 UU Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
92
perjanjian danatau klausula baku yang dibuat oleh Perum Pegadaian tanpa melibatkan debitur.
Dikatakan bersifat ‘baku’ karena baik perjanjian maupun klausula tersebut tidak dapat dan tidak mungkin dinegosiasikan atau ditawar-tawar oleh pihak lainnya.
Take it or leave it .
117
Tidak adanya pilihan bagi salah satu pihak dalam perjanjian ini cenderung merugikan pihak lain. Untuk melindungi pihak yang memiliki kedudukan
yang lebih lemah dibandingkan Perum Pegadaian, maka dalam Pasal 18 UUPK dicantumkan ketentuan mengenai larangan pencantuman klausula baku dalam suatu
perjanjian. Berbicara masalah perlindungan hukum bagi debitur dalam perjanjian gadai
dapat terjadi apabila adanya tindakan wanprestasi yang dilakukan Perum Pegadaian terhadap benda jaminan gadai milik debitur. Dan ini dapat diketahui dari perjanjian
gadai yang dibuat antara pihak Perum Pegadaian dan debitur. Tindakan wanprestasi terhadap benda jaminan milik debitur dapat berupa:
1. Karena kelalaian karyawan Perum pegadaian menyebabkan benda jaminan tertukar;
2. Karena kelalaian karyawan Perum Pegadaian menyebabkan benda jaminan hilang;
3. Karena kelalaian karyawan Perum Pegadaian menyebabkan benda jaminan rusak.
118
117
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 53
118
Hasil wawancara dengan Ibu Gelorina Ginting, selaku Pimpinan Cabang Perum Pegadaian Kota Binjai, pada haritanggal Selasa, 31 Mei 2011, pukul : 09.00 Wib di Kantor Perum Pegadaian
Kota Binjai
Universitas Sumatera Utara
93
Perjanjian gadai secara keseluruhan dicantumkan dalam satu lembar kertas, yang menyatu dengan Surat Bukti Kredit SBK yang memuat antara lain:
1. Nama Kantor Pegadaian; 2. Nama dan alamat debitur, biasanya ditulis berdasarkan alamat dalam KTP;
3. Nomor telepon dan pekerjaan debitur; 4. Nama barang jaminan debitur, adalah nama atau jenis barang yang
digadaikan oleh debitur, nama barang debitur biasanya berisi seperti keterangan terhadap benda jaminan, yang mengindikasikan bentuk,
aksesoris tambahan, kadar emas terhadap benda jaminan emas, untuk benda elektronik berisi rincian inci dan merk dan berat.
5. Golongan peminjaman;
merupakan penggolongan
terhadap benda
jaminan, penggolongan pinjaman mempengaruhi terhadap pengenaan bunga atas pinjaman;
6. Tanggal kredit, tanggal dimulainya hitungan pinjaman; 7. Tanggal jatuh tempo, adalah tanggal jatuh tempo pembayaran pelunasan
pinjaman, namun
terhadap tanggal
jatuh tempo,
debitur dapat
memperpanjang waktu pinjaman kembali, dengan syarat membayar bunga jatuh tempo, kemudian menerangkan bahwa akan meneruskan pinjaman;
8. Besar uang taksiran pinjaman; yang didasarkan pada taksiran harga benda jaminan pada saat diajukan permohonan pinjaman di Pegadaian;
9. Besar uang pinjaman; biasanya besar uang pinjaman lebih kecil atau sama dengan besar uang taksiran, besar uang pinjaman ditentukan oleh perum
pegadaian berdasarkan nilai taksiran benda jaminan pada saat permohonan pinjaman gadai.
10. Perhatian yang berisi semacam peringatan. a. Perhitungan tariff sewa modal dihitung sekian persen berdasarkan
golongan, yang dikenakan per 15 hari b. Hari sewa modal, dihitung sejak tanggal kredit sampai dengan tanggal
pelunasan dalam kelipatan 15 hari ke atas c. Jangka waktu maksimum kredit, yaitu 4 bulan 120 hari dan dapat
diperpanjang dengan cara angsuran atau membayar sewa modal. d. Ketentuan mengenai biaya administratif terhadap permintaan atau
perpanjangan kredit e. Ketentuan lelang terhadap barang yang tidak dilunasi sampai pada
tanggal yang dijantumkan pada bagian point. f.
Perhatian untuk meminta bukti pada setiap melakukan transaksi pembayaran.
119
119
Dokumen Permintaan Kredit Dokumen Baku oleh Nasabah pada Perum Pegadaian Cabang Binjai
Universitas Sumatera Utara
94
Surat Bukti Kredit ditandatangani oleh petugas Perum Pegadaian dan nasabahdebitur.
Terhadap perjanjian kredit dengan jaminan benda bergerak, isi perjanjian adalah :
1. Perum Pegadaian memberikan kredit kepada Nasabah atau Yang Diakuasakan dengan jaminan barang bergerak yang nilai taksirannya disepakati sebesar
sebagaimana yang tercantum di halaman depan, nasabah dan atau yang dikuasakan menjamin bahwa barang yang dijaminkan merupakan milik sah
nasabah, yang dikuasai secara sah menurut hokum oleh nasabah, dan karenanya nasabah mempunyai wewenang yang sah untuk menjadikannya jaminan utang di
pegadaian, nasabah juga menjamin bahwa tidak ada orang dan atau pihak lain yang turut mempunyai hak atas barang yang dijamin tersebut, baik hak milik
maupun hak untuk menguasai. 2. Nasabah dan atau Yang Dikuasakan menyerahkan barang sebagai jaminan kredit
kepada Perum Pegadaian, sebagaimana uraian yang tertera pada halaman depan, dengan menjamin bahwa Barang Jaminan tersebut adalah benar-benar hak
miliknya secara penuh, tidak ada pihak lain yang turut memiliki atau menguasainya.
3. Nasabah atau Yang Dikuasakan menjamin bahwa barang yang digadaikan kepada Perum Pegadaian tidak sedang menjadi jaminan atau sesuatu utang, tidak dalam
sitaan, tidak dalam sengketa dengan pihak lain, atau tidak berasal dari barang yang diperoleh secara tidak sah atau melawan hukum.
Universitas Sumatera Utara
95
4. Apabila dikemudian hari Barang Jaminan mengalami kerusakan atau hilang yang disebabkan bukan karena force majeure yang antara lain namun tidak terbatas
karena bencana alam, perang, huru hara, maka akan diberikan penggantian kerugian sebesar 125 dari nilai taksiran Barang jaminan yang mengalami
kerusakanhilang, atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Perum Pegadaian, dan pembayarannya akan diperhitungkan dengan kewajiban Nasabah untuk
melunasi Uang Pinjaman dan Sewa Modal yang ditentukan. 5. Nasabah atau Yang Dikuasakan mengakui dan menerima penetapan besarnya
Uang Pinjaman dan tarif Sewa Modal sebagaimana yang dimaksud pada halaman depan dan Surat Bukti Kredit ini sebagai tanda bukti yang sah penerimaan Uang
Pinjaman. 6. Nasabah atau Yang Dikuasakan berkewajiban untuk membayar pelunasan Uang
Pinjaman ditambah Sewa Modal sebesar tarif yang berlaku, dan apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo tidak dilakukan pelunasan atau diperpanjang lagi
kreditnya, maka Barang Jaminannya akan dilakukan penjualan secara lelangdi depan umun.
7. Apabila hasil penjualan Barang Jaminan nilainya lebih rendah dan tidak dapat menutupi kewajiban pembayaran Uang Pinjaman ditambah Sewa Modal
maksimum dan Bea Lelang penjualan, maka dalam waktu paling lama 14 hari sejak tanggal pemberitahuan, pihak Nasabah berkewajiban menyerahkan
sejumlah uang untuk melunasinya.
Universitas Sumatera Utara
96
8. Apabila hasil penjualan Barang Jaminan terdapat lebih setelah dikurangi Uang Pinjaman + Sewa Modal + Bea Lelang, maka kelebihan penjualan tersebut
menjadi hak Nasabah dengan jangka waktu pengambilan selama satu tahun. Uang Kelebihan yang tidak diambil dalam jangka waktu satu tahun sejak tanggal lelang
selebihnya menjadi hak Pegadaian. 9. Nasabah dapat mengalihkan haknya untuk menebus, menerima atau mengulang
gadai Barang Jaminan kepada orang lain dengan mengisi dan membubuhkan tanda tangan pada kolom yang tersedia.
10. Apabila terjadi permasalahan di kemudian hari akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Jika ternyata perselisihan itu tidak dapat diselesaikan
secara musyawarah untuk mufakat maka akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri setempat.
120
Perlindungan hukum terhadap debitur dalam perjanjian gadai ini dapat dilihat pada angka 4 dalam perjanjian gadai. Bagian tersebut merupakan perlindungan dari
tindakan wanprestasi yang dilakukan pihak Perum Pegadaian karena kelalaian karyawannya, sehingga menyebabkan barang gadai hilang atau rusak, kaitannya
ketentuan ini juga dapat dilihat dalam Pasal 1157 KUH Perdata, yaitu kreditur bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai itu, sejauh hal itu terjadi
akibat kelalaiannya.
120
Dokumen Permintaan Kredit Dokumen Baku oleh Nasabah pada Perum Pegadaian Cabang Binjai
Universitas Sumatera Utara
97
Di pihak lain debitur wajib mengganti kepada debitur itu biaya yang berguna dan perlu dikeluarkan oleh kreditur itu untuk penyelamatan barang gadai itu.
Perlindungan terhadap debitur berdasarkan perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak penekanannya pada pemberian ganti rugi sebesar 125 dari nilai
taksiran, terhadap berlian diperlakukan ketentuan internasional, dimana pergantian sebesar 300 dari nilai taksiran, namun terhadap benda-benda jaminan mas dan
benda-benda bergerak lain diberikan berdasarkan ketentuan dari perjanjian gadai.
121
Dari hasil penelitian dilapangan dengan Bapak HM. Dharma Bakti Nasution selaku Wakil Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan dapat
diketahui bahwa: Kaitannya dengan perlindungan konsumen, yaitu untuk menentukan tanggung jawab produsen atas kerugian konsumen atas produk yang catat maka
konsumen harus dapat membuktikan adanya perbuatan yang dilakukan oleh
produsen yang
dapat dikualifikasikan
dengan perbuatan
melawan hukum
Onrechtmatige daad .
122
Maksudnya harus dapat ditunjuk apakah produsen telah melanggar hak-hak konsumen atau produsen telah melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri atau melanggar kesusilaan maupun kepatutan.
Bila dilihat dari UU Perlindungan konsumen mengenai hal debitur atau konsumen dan kreditur Perum Pegadaian atau produsen maka dapat dilihat dalam
121
Hasil wawancara dengan Ibu Gelorina Ginting, selaku Pimpinan Cabang Perum Pegadaian Kota Binjai, pada haritanggal Selasa, 31 Mei 2011, pukul : 09.00 Wib di Kantor Perum Pegadaian
Kota Binjai
122
Hasil wawancara dengan Bapak HM. Dharma Bakti Nasution, selaku Wakil Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, pada haritanggal Rabu, 1 Juni 2011, pukul : 11.00 Wib di Kantor
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Medan-Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
98
hal hak dan kewajiban kedua belah pihak. Adapun hak dan kewajiban antara kedua belah pihak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Hak pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen yang
menyebutkan: a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi
dan nilai
tukar barang
danatau jasa
yang diperdagangkan
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang
diperdagangkan e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya Pasal 7 menyebutkan Kewajiban Pelaku Usaha di antaranya:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa
yang berlaku. e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau
mencoba barang dan atau jasa tertentu serta memberikan jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
Universitas Sumatera Utara
99
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima dan dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
123
2. Hak dan Kewajiban Konsumen. Sama halnya dengan hak dan kewajiban produsen undang-undang perlindungan
konsumen juga mengatur tentang hak dan kewajiban konsumen sebagaimana yang tercantum pada pasal 4 dan 5 UU Perlindungan Konsumen.
Pasal 4 memuat hak konsumen sebagai berikut: a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan atau jasa. b. Hak untuk memilih barang dan atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa. d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa
yang dipergunakannya. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa pelindungan konsumen secara patut. f.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur serta tidak
diskriminatif. h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian,
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjajian atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
124
123
Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen
124
Pasal 4 dan 5 UU Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
100
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM SYARAT-SYARAT BAKU
PERJANJIAN GADAI DI PERUM PEGADAIAN CABANG KOTA BINJAI DITINJAU DARI UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Perum Pegadaian Kota Binjai
Usaha gadai di Indonesia berawal dari berdirinya Bank Van Leening di zaman VOC yang bertugas memberikan pinjaman uang tunai kepada masyarakat dengan
jaminan harta bergerak. Dalam perkembangannya, bentuk usaha pegadaian mengalami perubahan, demikian pula dengan status pengelolaannya. Pegadaian telah
mengalami beberapa kali perubahan seiring dengan perubahan peraturan yang ada.
125
Berdasarkan Staatsblad 1901 No. 131 tanggal 12 Maret 1901, dan pada 1 April 1901
Kantor Pegadaian pertama berdiri tepatnya di daerah Sukabumi.
Kemudian dengan Staatsblad 1930 No. 266 status Pegadaian berubah menjadi Jawatan Pegadaian yang berarti resmi menjadi lembaga pemerintah. Pada tahun 1961
sesuai Peraturan Pemerintah PP RI tahun 1961 No. 178, status Pegadaian berubah lagi menjadi Perusahaan Negara PN Pegadaian. Dalam perjalan usahanya pada
tahun 1969 keluarlah UU RI No. 9 tahun 1969 yang mengatur bentuk-bentuk usaha negara menjadi 3 bentuk yaitu Perusahaan Jawatan Perjan, Perusahaan Umum
Perum, dan Perusahaan Perorangan Persero. Berdasarkan UU ini, maka PN
125
Hasil wawancara dengan Bapak Feri Hadianto Siahaan selaku Staff Perum Pegadaian Kota Binjai, pada haritanggal Selasa, 31 Mei 2011, pukul : 11.00 Wib di Kantor Perum Pegadaian Kota
Binjai
Universitas Sumatera Utara
101
Pegadaian berubah lagi statusnya menjadi Perusahaan Jawatan Perjan Pegadaian PP No. 7 tanggal 11 Maret 1969.
Selanjutnya pemerintah sebagai pemilik usaha cukup memberikan perhatian yang positif dan tetap mempertahankan keberadaan lembaga ini, pemerintah
memberikan keleluasaan pengelolaan bagi manajemen dalam mengembangkan usahanya, sekaligus juga pemerintah meningkatkan status Pegadaian dari Perusahaan
Jawatan menjadi Perusahaan Umum yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No.10 1990 tanggal 10 April 1990. Perubahan dari Perjan ke Perum ini merupakan
tonggak penting dalam pengelolaan Pegadaian yang memungkinkan terciptanya pertumbuhan Pegadaian yang optimal.
Dalam Rencana Jangka Panjang RJP sebelumnya telah ditetapkan visi dan misi perusahaan yang dipandang masih cukup relevan untuk dipertahankan. Adapun
visi dari Perum Pegadaian Kota Binjai adalah: “Pegadaian pada tahun 2010 menjadi perusahaan yang modern dinamis dan inovatif dengan usaha utama gadai“. Moderen
dalam arti mampu menghasilkan produk yang cocok dengan kebutuhan masyarakat moderen memberi solusi bagi masyarakat modern. Dinamis dalam arti bahwa
seluruh karyawan dapat menyesuaikan diri, profesional dan berjiwa wirausaha dalam merespon kebutuhan pelanggan. Inovatif dalam arti perusahaan mampu menciptakan
produk-produk baru yang menguntungkan sebagai penunjang produk utama.
126
126
Hasil wawancara dengan Bapak Feri Hadianto Siahaan selaku Staff Perum Pegadaian Kota Binjai, pada haritanggal Selasa, 31 Mei 2011, pukul : 11.00 Wib di Kantor Perum Pegadaian Kota
Binjai
Universitas Sumatera Utara
102
Sedangkan misi perusahaan merupakan peranan dan tujuan yang diharapkan terhadap keberadaan Perum Pegadaian bagi kepentingan pemilik, masyarakat dan
konsumen yang dirumuskan seperti berikut: ”Ikut membantu program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan berpenghasilan
menengah kebawah, melalui kegiatan utama berupa penyaluran kredit gadai dan melakukan usaha lain yang menguntungkan”.
127
Tujuan Perum Pegadaian adalah: 1. Turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah
dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai.
2. Mencegah praktek ijon, pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. Dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan, dan memenuhi kebutuhan
pelanggan nasabah akan layanan jasa saat ini. Perum Pegadaian telah melaksanakan usaha sebagai berikut:
1. Kegiatan Usaha Inti Kredit Cepat : a. Aman Kedit Gadai
Kredit Cepat Aman Kredit Gadai, yaitu fasilitas pinjaman berdasarkan hukum gadai dengan prosedur mudah, aman dan cepat. Hampir semua jenis
127
Hasil wawancara dengan Bapak Feri Hadianto Siahaan selaku Staff Perum Pegadaian Kota Binjai, pada haritanggal Selasa, 31 Mei 2011, pukul : 11.00 Wib di Kantor Perum Pegadaian Kota
Binjai
Universitas Sumatera Utara
103
barang bergerak perhiasan, barang elektronik, sepeda motor, dll dapat dijadikan agunan.
b. Jasa Taksiran Jasa Taksiran, yaitu fasilitas pelayanan untuk megetahui kualitas dan keaslian
emas, permata, perak, dll. c. Jasa Titipan
Jasa Titipan, yaitu fasilitas pelayanan penitipan barang surat-surat berharga, dll, agar lebih aman. Fasilitas ini diberikan kepada pemilik barang yang akan
berpergian jauh dalam jangka waktu relatif lama.
128
Sebagai base line garis dasar logo Perum Pegadaian adalah “ Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”, merupakan motto dan ciri utama pelayanan Lembaga
Pembiayaan Perum Pegadaian karena lembaga Pembiayaan Pegadaian merupakan salah satu dari perusahaan pembiayaanjasa yang ada dan mampu mengatasi masalah
keuangan dalam waktu yang relatif singkat. Perum Pegadaian menetapkan etos kerja kepada setiap karyawan dalam
melakukan pekerjaan yang disebut “INTAN” yaitu: Inovatif
: Penuh gagasan, kreatif, aktif dan mempunyai tantangan. Nilai moral yang tinggi : Taqwa, jujur, berbudi luhur dan royal.
Terampil : Menguasai bidang pekerjaan, tanggap, cepat dan akurat.
Adi Layanan : Sopan, ramah dan berkepribadian simpatik.
128
Hasil wawancara dengan Bapak Feri Hadianto Siahaan selaku Staff Perum Pegadaian Kota Binjai, pada haritanggal Selasa, 31 Mei 2011, pukul : 11.00 Wib di Kantor Perum Pegadaian Kota
Binjai
Universitas Sumatera Utara
104
Nuansa Citra : Otoritas bisnis mengutamakan kepuasan pelanggan
dan berusaha mengembangkan diri. Agar pelaksanaan si “INTAN” mampu membangkitkan semangat dan
menjiwai seluruh gerak langkah insan pegadaian, maka diimplementasikan dalam semboyan “141” yang diambil dari sejarah berdirinya pegadaian pada tanggal 1 April
1901. Arti dari semboyan “141” adalah dari nomor satu di Jasa Gadai, dalam empat tahun mendatang akan menjadi nomor satu di industri pembiayaan Mikro dan Kecil.
B. Perlindungan Hukum dalam Syarat-Syarat Baku pada Perjanjian Gadai 1. Perlindungan konsumen melalui syarat-syarat baku
Aspek lain dari perlindungan konsumen adalah persoalan tentang pemakaian syarat-syarat baku dalam hubungan antara debitur dan Perum Pegadaian. Dalam
praktek sering ditemukan cara bahwa untuk mengikat suatu perjanjian tertentu salah satu pihak telah mempersiapkan sebuah konsep perjanjian yang akan berlaku bagi
para pihak. Konsep tersebut disusun sedemikian rupa sehingga para pihak hanya tinggal mengisi beberapa hal yang sifatnya subyektif seperti identitas dan tanggal
pembuatan perjanjian yang sengaja dikosongkan sebelumnya. Sedangkan ketentuan mengenai perjanjian sudah tertulis lengkap, yang pada dasarnya tidak dapat dirubah
lagi. Konsep perjanjian seperti ini yang disebut dengan perjanjian baku. Mengapa timbul praktek perjanjian baku kiranya tidak ada alasan hukum yang
kuat untuk mendukungnya.
129
Latar belakang timbulnya perjanjian baku ini
129
Janus Sidabalok, Op. Cit, hal.99
Universitas Sumatera Utara
105
diperkirakan semata-mata karena keadaan ekonomi. Diperkirakan untuk mencapai kesepakatan diperlukan waktu yang berlarut-larut serta biaya yang banyak, sehingga
untuk menghindari masalah tersebut maka dibuatlah perjanjian baku ini. Penggunaan perjanjian baku ini akan mempermudah pelaku usaha dalam pengeluaran biaya,
tenaga, serta waktu. Perjanjian berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH
Perdata adalah suatu perbuatan yang mengikatkan dirinya antara satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih. Pengikatan diri ini dalam KUHPerdata
dirumuskan dalam bentuk : a
Kesepakatan yang bebas b
Dilakukan oleh pihak yang demi hukum dianggap cakap untuk bertindak c
Untuk melakukan suatu prestasi tertentu d
Prestasi tersebut haruslah suatu prestasi yang diperkenankan oleh hukum, kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum dan kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat luas Undang-undang memberikan hak kepada setiap orang untuk secara bebas
membuat dan melaksanakan perjanjian, selama keempat unsur di atas terpenuhi masyarakat.
130
Dilihat dari segi kewenangan menetapkan syarat-syarat perjanjian, perjanjian baku dapat dibedakan dalam dua perjanjian yaitu:
130
Syahdeni.S.T. Remy 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindugan Yang Seimbang Bagi para pihak dalam Perjanjian Kredit Bank
, IBI, hal. 69
Universitas Sumatera Utara
106
1. Perjanjian baku publik, yaitu perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah yang mempunyai obyek hak-hak tanah, misalnya perjanjian
jual beli tanah dan pembebasan hak atas tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
2. Perjanjian baku privat, yaitu perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya didalam perjanjian itu. Pihak yang kuat
kedudukannya disini adalah pelaku usaha.
131
Sehubungan dengan perlindungan konsumen, ternyata UU Perlindungan Konsumen memberi perhatian tersendiri terhadap perjanjian baku ini yang diatur di
dalam bab V tentang Ketentuan Pencantuman Klausula Baku, Pasal 18. Dapat dipahami bahwa pembuat undang-undang ini mengerti bahwa pemberlakuan standar
baku ini adalah suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari sebab, perjanjian baku adalah suatu kenyataan yang memang lahir dari kebutuhan masyarakat.
Undang-undang ini mewajibkan Perum Pegadaian untuk segera menyesuaikan syarat-syarat baku yang dipergunakannya dengan ketentuan undang-undang ini.
Syarat-syarat baku yang tidak sesuai dengan ketentuan di atas, maka akibat hukumnya adalah batal demi hukum artinya bahwa klausula itu dianggap tidak ada
karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum. Larangan dan persyaratan tentang penggunaan standar kontrak diatas dimaksud untuk menempatkan kedudukan debitur
setara dengan Perum Pegadaian berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak dan mencegah kemungkinan timbulnya tindakan yang merugikan debitur karena faktor
ketidak tahuan, kedudukan yang tidak seimbang dan sebagainya yang mungkin dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan.
131
Ibid ., hal. 70
Universitas Sumatera Utara
107
Perjanjian baku melanggar asas kebebasan berkontrak atau tidak, berikut ini akan diuraikan tentang tanggapan beberapa pakar hukum yaitu:
a. Sluiter mengatakan, perjanjian baku ini bukan perjanjian sebab kedudukan pengusaha di dalam perjanjian ini adalah seperti pembentuk undang-undang.
Syarat-syarat yang ditentukan pengusaha di dalam perjanjian itu adalah undang- undang bukan perjanjian.
132
b. Pitlo mengatakannya sebagai perjanjian paksa walaupun secara teoritis yuridis perjanjian baku ini tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan oleh beberapa
ahli hukum ditolak. Namun kenyataannya kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum.
133
c. Stein mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan pendapat bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi adalah
kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu. Jika debitur menerima dokumen perjanjian
itu berarti dia secara sukarela menyetujui perjanjian tersebut.
134
d. Asser rutten, mengatakan pula bahwa “setiap orang yang menandatangani
perjanjian, bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditanda tanganinya. Jika ada orang yang membubuhkan tandatangan pada formulir perjanjian baku, tanda
132
Shidarta, Op Cit, hal.120
133
Ibid , hal. 121
134
Ibid
Universitas Sumatera Utara
108
tangan itu akan membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertandatangan mengetahui dan menghendaki isi formulir.
135
Pemerintah Indonesia secara resmi melalui UU Nomor 8 tahun 1999 menggunakan istilah klausula baku sebagaimana dapat ditemukan dalam Pasal 1
angka 10 UU Perlindungan Konsumen. Pasal tersebut menyatakan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan
dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh Perum Pegadaian yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
debitur. Ada juga yang menyebutkan bahwa kontrak standar itu dikatakan perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh para pihak mengenai sesuatu hal yang telah
ditentukan secara baku standar serta dituangkan secara tertulis.
136
Perjanjian baku itu sebagai perjanjian yang hampir seluruh klausula- klausulanya dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak
mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Adapun yang belum dibakukan adalah beberapa hal lainnya yang sifatnya sangat spesifik dari
obyek yang diperjanjikan. Dengan demikian perjanjian baku adalah perjanjian yang diterapkan secara sepihak oleh produsenpelaku usahapenjual yang mengandung
ketentuan yang berlaku umum massal sehingga pihak konsumen hanya mempunyai 2 pilihan saja yaitu menyetujui atau menolaknya.
135
Ibid
136
Ahmad Miru Sutarman Yodo, 2008, Hukum Perlindungan konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 108
Universitas Sumatera Utara
109
Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan ciri-ciri secara umum standard contract
sebagai berikut: 1. isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisiekonominya
kuat; 2. masyarakatdebiturkonsumen
sama sekali
tidak bersama-sama
menetukan perjanjian; 3. terdorong oleh kebutuhannya debiturkonsumen terpaksa menerima
perjanjian itu; 4. bentuk tertentu tertulis
5. dipersiapkan secara massal dan kolektif.
137
Sutan Remy Sjahdeini juga memberikan pengertian tentang perjanjian baku. Perjanjian baku adalah “perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausul yang
dibakukan oleh pemakainya dan pihak lainnya pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan
hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang diperjanjijan.
Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausulklausulnya.
Oleh karena itu suatu perjanjian yang dibuat dengan akta notaris, bila dibuat oleh notaris dengan klausul-klausul yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul
yang telah dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak lain tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan atas klausul-klausul itu, maka
perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itu pun adalah juga perjanjian baku
137
Salim, op.cit, hal 146.
Universitas Sumatera Utara
110
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah distandardisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan
pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur konsumen menerima isinya perjanjian tersebut, ia menandatangani perjanjian
tersebut, tetapi apabila ia menolak, perjanjian itu diangap tidak ada karena debitur konsumen tidak menandatangani perjanjian tersebut.
Dari uraian di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur perjanjian baku, yaitu: a. diatur oleh kreditor atau ekonomi kuat;
b. dalam bentuk sebuah formulir; c. adanya klausul-klausul eksonerasi pengecualian.
2. Perlindungan hukum nasabah berdasarkan syarat-syarat baku pada Perum Pegadaian