51
kewajiban nasabah diatur secara rinci dalam perjanjian, sedangkan kewajiban kreditur kurang tampak dalam perjanjian kredit SBK.
B. Perimbangan Hak dan Kewajiban Debitur dan Kreditur Dalam Perjanjian Baku Pada Perum Pegadaian
Dalam perjanjian baku sama sekali tidak ada keseimbangan kehendak para pihak, karena format perjanjian telah disipakan oleh pihak yang mempunyai posisi
tawar kuat, sehingga walaupun terjadi kontrak tanpa ada pemaksaan dari salah satu pihak, tetapi kesepakatan yang diberikan oleh pihak konsumen sifatnya semu
kesepakatan karena faktor kebutuhan. Perjanjian baku yang rancangan formatnya oleh pihak Perum Pegadaian isi
dan syarat-syaratnya membuat klausula-klausula yang pasti menguntungkan pihak perancang format dari sepihak saja, atau bahkan kewajibannya justru dapat saja
dihilangkan atau dibebankan kepada debitur, hal ini disebut sebagai klausula eksenorasi Perum Pegadaian. Klausula ini merupakan klausula yang sangat
merugikan debitur yang pada umumnya memiliki posisi yang lemah jika dibandingkan dengan posisi kreditu, karena klausula tersebut dicantumkan sebagai
unsur esensial dari suatu perjanjian. Rijken mengatakan bahwa klausula eksenorasi adalah klausula yang
dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri
Universitas Sumatera Utara
52
untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan yang melanggar hukum.
81
Menurut Mariam Barus Badrulzaman, perjanjian baku dengan klausula eksenorasi yang eniadakan atau membatasi kewajiban salah satu pihak kreditur
untuk membayar ganti kerugian kepada debitur adalah sebagai berikut: 1. Isinya telah ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatih
kuat dari debitur. 2. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian tersebut.
3. Terdorong oleh kebutuhanya debitur terpaksa menerima perjanjian itu. 4. Bentuknya tertulis
5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.
82
Ciri lain dari perjanjian baku dapat dilihat dari debitur sama sekali tidak dapat menentukan isi perjanjian, juga tidak dapat dibenarkan, karena perjanjian baku pada
umumnya dibuat dengan memungkinkan pihak lain bukan pihak perancang perjanjian baku untuk menentukan unsur esensial dari perjanjian, sedangkan klausula
yang pada umumnya tidak dapat ditawar adalah klausula yang merupakan unsur eksidentalia dalam perjanjian.
Perjanjian baku sebagai bentuk perjanjian yang berkembang pesat dalam praktek sehari-hari dan dipergunakan luas oleh masyarakat. Tetapi secara teoritis
masih mengundang perdebatan oleh para pakar hukum mengenai keabsahan dalam konteks hukum perjanjian. Para pakar hukum mengatakan bahwa perjanjian baku
sebagai bentuk perjanjian yang sah menurut hukum dan tidak melanggar asas kebebasan berkontrak walaupun formulir perjanjian baku telah dipersiapkan terlebih
81
Mariam Barus Badrulzaman,1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, hal. 47
82
Ibid ., hal. 50
Universitas Sumatera Utara
53
dahulu oleh kreditur, tetapi kreditur tidak pernah melakukan pemaksaan terhadap debitur untuk menyetujui perjanjian.
Debitur sebagai
pihak dalam
perjanjian baku
tersebut diatas
mempertimbangkan agar resiko dari klausula-klausula yang dicantumkan dalam formulir perjanjian sebatas mencantumkan tanda tangannya menyetujui perjanjian.
Klausula-klausula yang tercantum dalam formulir perjanjian baku memang cenderung menguntungkan kreditur, tetapi tidak berarti setiap perjanjian harus
seimbang. Antara hak dan kewajiban masih-masing pihak di dalam perjanjian yang terpenting di dalam suatu perjanjian adalah kesepakatan pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian. Dengan demikian manakala pihak-pihak debitur dan kreditur yang
mengadakan perjanjian telah sepakat dengan isi dari perjanjian, berarti perjanjian tersebut sudah mengikat dan sah menurut hukum. Demikian pula dalam perjanjian
baku kalau debitur telah menyetujui dana atau sepakat mengenai klausula yang terdapat dalam formulir yang disediakan kreditur, maka perjanjian tersebut sah dan
mengikat Pasal 1338 KUH Perdata. Jadi, perbedaan posisi dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian baku sama
sekali tidak melanggar asas kebebasan berkontrak, karena terjadinya perjanjian baku, pihak debitur secara sukarela menyetujui formulir yang telah disodorkan oleh
kreditur. Maka klausula yang memberatkan debitur tidak secara sertamerta dapat dikategorikan
melanggar asas
kebebasan berkontrak.
Sebab debitur
akan mempertimbangkan secara matang segala beban atau resiko dari klausula yang
Universitas Sumatera Utara
54
tercantum dalam
formulir perjanjian
sebelum melakukan
penandatanganan menyetujui.
Ahmadi Miru mengatakan bahwa perjanjian baku tetap merupakan perjanjian yang mengikat para pihak, walaupun harus diakui bahwa klausula yang terdapat
dalam perjanjian baku banyak mengalihkan beban tanggung gugat dari pihak perancang perjanjian baku kepada pihak lawannya, namun setiap kerugian yang
timbul dikemudian hari akan tetap ditanggung oleh para pihak yang harus bertanggung gugat berdasarkan klausula tersebut merupakan klausula yang dilarang
dalam Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen.
83
Dalam hal perimbangan antara debitur dan kreditur dalam perjanjian baku pada Perum Pegadaian dapat dilihat pada bentuk Surat Bukti Kredit selanjutnya
disebut SBK. Beberapa aspek yang dimaksud adalah : 1. syarat-syarat perjanjian;
2. asas kebebasan berkontrak; 3. eksonerasi dalam perjanjian gadai;
4. posisi tawar menawar Bargaining Position Sebagai acuan hipotetik untuk menemukan adanya perlindungan hukum bagi
nasabah. Untuk mengetahui beberapa aspek hukum yang menjadi dasar hipotesis tersebut akan dianalisis pada pembahasan selanjutnya.
83
Ahmadi Mitu, Tahun 2002, Materi Kuliah Hukum Kontrak Program Pasca Sarjana UNHAS Kerjasama UNTAD Palu
, hal. 10
Universitas Sumatera Utara
55
1. Syarat-syarat perjanjian