Nilai – Nilai Budaya Luhur Menurut Pandangan Masyarakat Jepang On

33 artinya. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal sebab-akibat antara penanda dan petandanya, misalnya asap menandai adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, hugungan bersifat arbitrer semau-maunya. Arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. Misalnya kata “ibu” adalah simbol, artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Inggris menyebutnya “mother”, Perancis menyebutnya “la mere”, dan sebagainya. Adanya bermacam-macam tanda untuk satu arti itu menunjukkan “kesemena- menaan” tersebut. Dalam bahasa, tanda yang paling banyak digunakan adalah simbol. Dengan demikian, uraian tentang kajian semiotik yang berupa notasi simbol-simbol kemudian coba dijelaskan apa fungsi dan maknanya. Dalam hal ini, kajian semiotik ini akan dipergunakan oleh penulis untuk dapat menjelaskan makna yang terkandung dalam teks-teks pada novel “Saga no Gabai Baachan”.

2.5 Nilai – Nilai Budaya Luhur Menurut Pandangan Masyarakat Jepang

Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Jepang telah banyak memberikan inspirasi kedisiplinan dalam tatanan hidup umat manusia sebagai makhluk sosial secara menyeluruh. Misalnya saja nilai – nilai luhur yang terkandung di dalam budaya Jepang. Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang sangat menjunjung tinggi dan menerapkan nilai-nilai tradisional di tengah – tengah pola kehidupannya yang sudah modern. Hal tersebut membuat Jepang menjadi sebuah bangsa yang maju yang sangat disegani oleh bangsa – bangsa lainnya di dunia. Universitas Sumatera Utara 34 Di antara banyaknya nilai – nilai tradisional Jepang yang berakar dari budaya luhur mereka, terdapat beberapa nilai budaya yang dapat ditemukan dalam teks – teks novel “Saga no Gabai Baachan” ini. Nilai – nilai itu seperti on, gimu, giri, ninjou dan haji. Berikut penjelasan dari nilai – nilai budaya tersebut.

a. On

Menurut Benedict 1982:105, di dalam semua pemakaiannya “on” mengandung arti suatu beban, suatu hutang, sesuatu yang harus dipikul seseorang sebaik mungkin. Seseorang yang menerima “on” dari atasannya, dan tindakan menerima “on” dari siapa saja yang belum tentu atasannya atau setidaknya orang setingkat, menimbulkan perasaan bahwa orang itu lebih rendah daripada si pemberi “on”. “On” bila dilihat dari si pemberi, maka dapat di bagi menjadi lima Benedict, 1982:125. “Ko on” adalah “on” yang diterima dari kaisar. “Oya on” adalah “on” yang diterima dari orang tua. “Nushi no on” adalah “on” yang diterima dari majikan atau tuan. “Shi no on” adalah “on” yang diterima dari guru. Dan “on” yang diterima dalam semua hubungan dengan orang lain selama masa hidup si penerima. Seseorang yang telah menerima “on” wajib membayar kembali “on” yang ia terima tersebut. Pemenuhan “on” ini memiliki arti bahwa si penerima “on” membayar kembali utang – utangnya atau pemenuhan kembali kewajiban atas si pemberi “on” Benedict, 1982:125. Pemenuhan kembali atas “on” seseorang bila dilihat dari sudut pemenuhannya ada dua macam, yaitu “gimu” dan “giri”. Universitas Sumatera Utara 35

b. Gimu